KEBIJAKAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA

Tugas 1. Perencanaan dan Pengembangan Kawasan Perdesaan

KEBIJAKAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA
WILAYAH PEMBANGUNAN CIBEUNYING, KOTA BANDUNG

IFAH LATIFAH
F451110071

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Pendahuluan
Pertambahan penduduk senantiasa menuntut tersedianya lahan untuk menampung
kegiatannya, salah satunya adalah masalah penyediaan lahan untuk pemakaman
umum di perkotaan khususnya di Wilayah Cibeunying yang lahannya terbatas, pola
pemanfaatan lahan makam yang ada kurang teratur sehingga menimbulkan berbagai
masalah seperti penyerobotan/terdesaknya lahan makam yang dijadikan permukiman
penduduk oleh masyarakat sekitar Tempat Pemakaman Umum Cikutra, kurang
diperhatikannya keserasian dan keselarasan lingkungan hidup.
Ruang terbuka hijau kota merupakan elemen fisik alami kota yang secara fisik maupun

sosial bermanfaat dan berperan penting dalam kehidupan kota. Dengan peranan
pentingnya, keberadaan ruang terbuka hijau di dalam kota menjadi suatu aspek yang
dibutuhkan, baik bagi peningkatan kualitas fisik kota maupun untuk kehidupan sosial
masyarakat nya. Oleh karena itu, perkembangan kota saat ini harus tetap
mengupayakan pengembangan ruang terbuka hijau di dalamnya, sehingga terbentuk
keselarasan diantara berbagai aspek kehidupan kota.
Rencana Induk Kota Bandung
Perkembangan

Kota

Bandung

dipandang

perlu

menentukan

rencana


perkembangan kota. Untuk itu disusunlah sebuah rencana pengembangan kota yang
dikenal sebagai Master Plan Kota Bandung tahun 1971. Hasil revisi Master Plan Kota
Bandung tahun 1971 adalah Master Plan Kota Bandung dan Rencana Induk Kota
Bandung tahun 2005, yaitu mengembangkan Kota Bandung sebagai :
-

Pusat Pemerintahan

-

Pusat Pendidikan Tinggi

-

Pusat Perdagangan

-

Pusat Industri


-

Pusat Kebudayaan dan Pariwisata

Tujuan pembangunan Kota Bandung dalam jangka panjang :
1. Menyelesaikan masalah serta mengembangkan secara bertahap secara khusus
terutama pengembangan wilayah perluasan di timur sesuai dengan potensi sumber
daya alam, manusia dan modal yang dimiliki secara efisien, efektif dan produktif.
2. Dalam usaha ini maka harus diintegrasikan di dalam hal lingkungan pembangunan
yang lebih luas yang menunjang peningkatan pendapatan nasional dan wilayah
sertakelancaran distribusi produksi wilayah.

3. Disamping meningkatkan kualitas dan taraf hidup penduduknya juga turut
menunjang usaha pengembangan wilayah untuk keseimbangan dan pemerataan
pembangunan khususnya wilayah Kota Bandung.
Menurut Rencana Induk Kota Bandung 2005 konsepsi pengembangan tata
ruang Kota Bandung ditekankan pada usaha pengarahan pengembangan sumbu
barat, timur sampai batas- batas tertentu. Perkembangan ke arah utara dikendalikan
dengan tidak mendorong pusat- pusat kota yang telah dikembangkan. Untuk kawasan

pinggiran kota yang telah berkembang perlu adanya pembatasan perkembangan agar
perkembangan tersebut dapat dikendalikan. Pernyataan lain dalam Rencana Induk
Kota Bandung 2005 adalah perkembangan tata ruang Kota Bandung harus mampu
mewadahi kecenderungan dan potensi yang saat ini telah berkembang.
Pola penggunaan lahan di Kota Bandung yang tercatat pada tahun 1990 (data
setelah perluasan) didominasi oleh permukiman dan lahan kosong. Proporsi luas
penggunaan permukiman terhadap luas Kota Bandung tercatat 52,11 % sedangkan
luas lahan kosong (tegalan dan sawah) tercatat sebesar 31,26 %. Proporsi
penggunaan lainnya adalah fasilitas sosial 3,30 %, kawasan militer sebesar 2,07 %
dan penggunaan lainnya tercatat 4,99 %. Sedangkan kawasan permukiman relatif
masih menyebar dan kecenderungan terlihat mulai mulai berkembang pesat. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel Penggunaan Lahan Kota Bandung
Wilayah Pemerintahan
Penggunaan lahan

Bojonegoro

Cibeunying


Karees

Tegal Lega

Ujung Berung

Gede Bage

(Ha)

(Ha)

(Ha)

(Ha)

(Ha)

(Ha)


1.452.930

2.012.837

1.268.187

1.550.431

1.383.361

1.124.880

53.879

274.380

131.390

99.170


733.049

40.134

Sawah

58.299

118.100

109.100

636.208

1.216.678

1.804.992

Fasilitas Sosial


135.704

122.401

80.820

55.048

138.303

25.361

79.660

161.998

98.150

81.631


13.048

13.580

Industri

69.081

39.300

106.840

71.125

242.963

81.420

Militer


29.100

154.650

108.770

8.000

39.000

9.000

Lain- Lain

267.778

79.060

98.000


103.852

258.592

7.000

Perumahan

dan

Permukiman
Lahan

Kering

dan

Tegalan

Fasilitas Ekonomi dan
Perdagangan

Sumber : RUTR Kota Bandung , 1990

Total
8.792.628
(52,11 %)
1.331.957
(7,89 %)
3.943.377
(23,37 %)
557.577
(3,30 %)
448.067
(2,66 %)
610.729
(3,62 %)
348.520
(2,07 %)
841.283
(4,99 %)

Rencana Garis Besar Penggunaan Lahan
Rencana struktur tata rung Wilayah Pembangunan Cibeunyng didasarkan pada
tujuan dan strategi pengembangan tata ruang kota yang disesuaikan dengan
kebijaksanaan tata ruang yang telah ditetapkan dalam Rencana Umum Tata Ruang
Kota Bandung maupun kebijaksanaan sektoral lainnya.
Secara umum dapat dikatakan organisasi di Wilayah Pembangunan Cibeunying
terdiri dari wilayah sekitar pusat kota yang dipengaruhi perkembangan pusat kota.
Pusat sekunder sebagai pusat perkembangan Wilayah Cibeunying, serta pusat-pusat
lingkungan dikawasan lingkungan. Di wilayah sekitar pusat kota pemanfaatan ruang di
dominasi untuk kegiatan perdagangan dengan skala pelayanan kota dan regional.
Rencana garis besar penggunaan lahan Wilayah Cibeunying adalah sebagai berikut :
1. Permukiman
Berdasarkan karakteristik lingkungan permukiman di Wilayah Cibeunying dapat
dikenali lingkungan permukiman teratur dan tidak teratur. Lingkungan teratur dapat
dipertahankan, sedangkan lingkungan yang tidak teratur perlu diatur pengendaliannya,
perkembangannya agar tidak terjadi pengembangan permukiman sehingga tidak
mengarah

terbentuknya

lingkungan kumuh.

Untuk

permukiman

tidak

teratur

sirencanakan pengembangan pada bentuk rumah susun dan perbaikan kampung
(KIP).
Daerah lingkungan per,ukiman yang perlu diatur baik masalah kepadatan
maupun masalah ketinggian bangunan adalah Kecamatan Cibeunying Kaler,
Kecamatan Coblong, Kecamatan Cibeunying Kidul dan terutama disepanjang Sungai
Cikapundung.Perkembangan

mengarah

kepada

intensif

karena

selain

alasan

mendekati tempat kerja juga karena lahan dikawasan tersebut sudah terlalu padat.
2. Komersial dan jasa
kegiatan ini berkembang di sekitar kawasan pusat kota. Perkembangan kedua
kegiatan ini disebabkan adanya penetrasi dari wilayah pusat kota, sehingga
membutuhkan lahan yang lebih luas untuk menampung berbagai kegiatan perkotaan.
Kegiatan komersial dan jasa berkembang di sepanjang Jalan Ir. H. Juanda
sampai dengan Jalan RE. Martadinata (jasa perhotelan) dengan memperhatikan
efisiensi pemanfaatan pusat kota dan wilayah sekitar pusat kota. Selain itu, kegiatan
komersial juga berkembang di Wilayah Cibeunying.
3. Perkantoran
Kegiatan perkantoran skala regional yaitu disepanjang koridor Jalan PasteurSurapati, Jalan RE. Martadinata, dan Jalan Merdeka.

4. Industri
Rencana pengembangan industri di Wilayah Cibeunying ‘harus dibatasi’. Hal ini
berkaitan dengan telah ditetapkannya bagian wilayah pengembangan industri di luar
Wilayah Cibeunying yaitu Wilayah Ujung Berung dan Gede Bage.
Kawasan Braga dalam Kebijaksanaan Pengembangan Permukiman Di Wilayah
Pembangunan Cibeunying
A. Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman
Untuk menjaga lingkungan permukiman yang dapat memberikan rasa nyaman,
sehat dan estetis, maka penenganan akan kelengkapannya perlu ditingkatkan dalam
RDTR Cibeunying. Usaha untuk meningkatkan lingkungan permukiman di kawasan
braga ditempuh dengan mengintensifkan program perbaikan kampung dengan
penggalian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Intensitas Pembangunan

 Batasan Koefisien Lantai Bangunan yang rendah untuk mengantisipasi
bertambahnya jumlah pendatang yang bermukim ke kawasan tersebut, serta
tidak membebani sarana dan prasarana yang sangat sulit untuk ditingkatkan
kapasitasnya.

 Menggunakan KDB yang kecil yaitu 30 %, untuk rencana pembangunan baru
yang akan datang, sehingga pada tahap akhir penataan kawasan tersebut akan
memiliki ruang hijau yang cukup tinggi sekitar 60 % sehingga kinerja fungsi
kawasan sebagai penyangga Daerah Aliran Sungai tercapai.

 Batasan ketinggian bangunan sekitar 2 lantai untuk bangunan perumahan tipe
tunggal.
Untuk memecahkan masalah lingkungan permukiman padat, maka perlu
dilakukan beberapa langkah penertiban dan tinjauan ulang yang berkenaan dengan
masalah penataan bangunan, yaitu :
 Persyaratan Umum

Membuat bangunan lebih nyaman dan sehat, seperti penggunaan serta penerapan
sebagai ventilasi udara dan cahaya yang cukup untuk kesehatan.
 Peletakan Bangunan Terhadap Batasan Sungai

Peletakan bangunan harus diteliti kembali secara detail terutama dalam peningkatan
kualitas lingkungan kepadatan bangunan sehingga tidak terjadi hal- hal yang tidak
diinginkan. Penertiban peletakan bangunan diarahkan pada koridor muka sungai yang
harus lebih waspada pengawasannya guna mencegah terjadinya bangunan baru yang

melanggar dan mengembalikan fungsi lahan bantaran sungai guna keperluan program
konservasi lahan yang direncanakan.
Hal ini perlu dilakukan penggusuran, untuk daerah bantaran sungai yang
seharusnya bersih dari unsur bangunan sepanjang 10 meter dari kiri dan kanan
sungai. Derah bebas ini sekaligus dimanfaatkan secara maksimal guna keperluan
utilitas lingkungan baik untuk pemusatan fasilitas drainase, septic tank dan lainnya
maupun untuk keperluan peningkatan citra daerah muka sungai dengan penempatan
jalan.
B. Pengembangan Prasarana Transportasi
Berdasarkan pada 2 pendekatan dalam upaya mengelola sistem transportasi
yang ada di Wilayah Cibeunying :
1.

Di kawasan Braga masalah transportasi diprioritaskan pada penanganan
kemacetan dan perparkiran.

2.

Berdasarkan sistem hirarki jalan, di kawasan Braga terdapat 2 jalan yang
pertama berfungsi sebagai jalan kolektor primer yaitu Jalan Braga dan yang
kedua Jalan Naripan berfungsi sebagai jalan arteri sekunder.

C. Pengembangan Kegiatan Komersial
Sesuai dengan kecenderungan perkembangan yang terjadi, maka penanganan
terhadap terhadap kegiatan komersial yang berkembang pesat adalah perdagangan.
Melihat kecenderungan ini Kawasan Braga yang berdasarkan RDTR Cibeunying
berada disekitar pusat kota yang diarahkan untuk kegiatan perdagangan, jasa, juga
tidak luput dari upaya pengembangan kegiatan komersil ini dengan strategi
pengembangan yang ditempuh antara lain penataan ruang kegiatan perdagangan
untuk memperoleh pemanfaatan ruang yang efisien dan efektif yaitu dengan cara :
1.

Intersifikasi ruang perdagangan yang ada

2.

Pengembangan kegiatan primer

3.

Pengembangan kegiatan sekunder

D. Kebijaksanaan Umum
Dalam rangka pembangunan dan lingkungan permukiman pada umumnya
diambil dengan langkah- langkah sebagai berikut :
1.

Pembangunan permukiman rakyat dalam rangka pembangunan sosial ekonomi
nasional diselenggarakan sesuai dengan strategi pengembangan wilayah yang
berimbang.

2.

Perlu disusun dan dibina sistem yang terarah dan terpadu dalam bidang
permukiman dalam rangka peningkatan mutu kehidupan rakyat dan terwujudnya
lingkungan hidup yang sehat serta perkembangan kota dan desa yang tertib,
efisien dan serasi dengan pembangunan daerah.

3.

Dalam rangka meningkatkan pembangunan permukiman rakyat berbagai sistem
pengadaan permukiman perlu dimantapkan dan disempurnakan, untuk itu harus
diadakan monitoring dan evaluasi yang intensif dan terus menerus dalam
berbagai kegiatan.

4.

Perlu adanya peningkatan kerjasama dan koordinasi yang sesuai antara
berbagai pihak yang terlibat dalam upaya pembangunan permukiman baik
pemerintah, swasta maupun masyarakat sendiri.

5.

Pengikutsertaan sektor usaha swasta dan masyarakat perorangan ditingkatkan
dengan membina dan mengarahkan badan- badan pembangunan permukiman
swasta. Mengembangkan organisasi yang tidak mencari keuntungan koperasi
dan sebagainya dengan mengusuhakan fasilitas- fasilitas yang diperlukan.

6.

Penanaman dan peningkatan pengertian serta kesadaran masyarakat akan
pentingnya permukiman dan lingkungan yang sehat dan disertai dengan usaha
penyempurnaan peningkatan prasarana pendukung lingkungan permukimannya.

E. Kebijakan Khusus
1.

Pembangunan permukiman rakyat didaerah perkotaan ditujukan pada berbagai
golongan

pendapatan,

namun

mengutamakan

golongan

masyarakat

berpendapatan rendah dan tidak tetap dengan mengikutsertakan sebanyak
mungkin sektor usaha swasta dan masyarakat.
2.

Pengembangan permukiman rakyat didaerah perkotaan dapat dilakukan di
tempat semula dan dapat pula di tempat yang baru.

3.

Pembangunan di tempat semula untuk mengatasi masalah kepadatan yang
tinggi antara lain dengan menyempurnakan prasarana pendukung lingkungan.

4.

Pembangunan di tempat baru diarahkan untuk mewujudkan masyarakat
berkembang dan sejauh mungkin dilaksanakan dalam skala besar.

Kebijakan Perundangan Penataan Permukiman Kawasan Kumuh
Pendanaan kawasan kumuh sebagai bagian dari kegiatan penataan tata ruang
memiliki acuan perundangan yakni Undang- Undang Tata Ruang No 24 Tahun 1992.
Selain itu, karena penataan permukiman kumuh tidak dapat dilepaskan dari

permasalahan perumahan serta sarana dan prasarananya maka perlu mengacu pada
beberapa perundang- undangan yang berkaitan.
Perundang-undangan dan peraturan yang terikat dengan masalah penanganan
permukiman kumuh dan masalah srategi serta ketentuan-ketentuan dalam proses dan
rencana penanganan antara lain:
1.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.

2.

Undang-undang

Nomor

1

Tahun

1964

tentang

Penetapan

Peratuaran

Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang PokokPokok Perumahan menjadi Undang-Undang
3.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis mengenai dampak
lingkungan

4.

Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan Pembinaan
Kawasan Kumuh

5.

Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

6.

Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman

7.

Permendagri Nomor 2 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota

Permasalahan Permukiman Kumuh
Penyebab Timbulnya Permukiman Kumuh Dan Kendala Yang Dihadapi Dalam
Penanganannya
A. Penyebab timbulnya lingkungan permukiman kumuh
1.

Tingkat urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah.

2.

Sulitnya mencari pekerjaan.

3.

Sulitnya mencicil atau menyewa rumah.

4.

Kurang tegasnya pelaksanaan peraturan perundang- undangan.

5.

Program perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah.

6.

Disiplin warga yang rendah.

7.

Semakin sempitnya lahan permukiman.

8.

Semakin mahalnya harga lahan.

B. Kendala yang dihadapi dalam menangani lingkungan permukiman kumuh
1.

Peremajaan lingkungan kumuh merupakan proyek besar. Jadi harga yang
dipertimbangkan dengan matang mengenai manfaat proyek karena menyangkut
sekian banyak manusia yang akan tergusur atau dimukimkan kembali.

2.

Masih ada dualisme antara penataan lingkungan dengan peremajaan lingkungan
yang mengikuti standar teknis bangunan. Penghuni permukiman kumuh
kelihatannya masih senang tinggal dirumah kumuhnya dari pada dirumah sewa
bertingkat atau rumah susun.

3.

Banyak proyek peremajaan lingkungan kumuh yang tidak didahului oleh survai
sosial untuk melihat karakteristik kemampuan dan kemauan penduduk yang akan
tergusur. Pembangunan rumah susun bukan sekedar masalah teknis tetapi
menyangkut sosial ekonomi dan budaya penduduk.

4.

Banyak

proyek

peremajaan

lingkungan

yang

kurang

memperhatikan

kelengkapan lingkungan seperti taman, ruang terbuka, tempat rekreasi,
pencegahan kebakaran, tempat pembuangan sampah sementara dan tempat
bermain anak- anak.
5.

Penggusuran sering diartikan

buruk,

akan tetapi pemerintah berusaha

meremajakan lingkungan kumuh dan memungkinkan penduduknya ketempat
yang lebih baik.
6.

Keterbatasan lahan, dalam pelaksanaan peremajaan lingkungan kumuh harus
dipilih lokasi yang benar- benar cocok baik terhadap program itu sendiri maupun
program lainnya yang sedang dilaksanakan.

7.

Belum kuatnya dana pembangunan permukiman.

8.

Perlu

diciptakan

kebersamaan,

masyarakat

perkotaan

yang

cenderung

mengutamakan kepentingan individu, perlu diarahkan pada hidup dengan rasa
kebersamaan dalam lingkungan permukiman yang baru.
9.

Belum berkembangnya prinsip yang dilakukan pendekatan yang manusiawi
tanpa kekerasan.

10. Sulitnya penegakan hukum karena penghuni lingkungan kumuh hampir tidak
mengerti peraturan perundang- undangan yang berlaku. Diperlukan waktu yang
cukup lama untuk mengubah pola hidup masyarakat.
11. Pengelolaan program peremajaan lingkungan kumuh harus berpandangan
objektif dan luas. Pengelola harus melihat kepentingan pemerintah dan
kepentingan masyarakat yang lingkungan permukimannya akan diremajakan.
Karakteristik Dan Kriteria Perbaikan Permukiman Kumuh
Karakteristik permukiman kumuh dapat disebabkan oleh faktor rumah dan
faktor prasarana. Selain itu ktriteria perbaikan permukiman kumuh dapat dilihat dari
gejala sosial dan gejala fisik.

A. Karakteristik Permukiman Kumuh
1. Faktor rumah yang semi permanen dan non permanen
- Tata letak tidak teratur.
- Status bangunan pada umumnya tidak memiliki surat ijin mendirikan bangunan.
- Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi.
- Kondisi bangunan yang tidak layak huni dan jarak antara bangunan yang rapat.
- Kurangnya kesehatan lingkungan permukiman.
2. Faktor prasarana
- Aksesibilitas / jalan
- Drainase
- Air bersih
- Air limbah
- Persampahan
B. Kriteria perbaikan permukiman kumuh
1. Gejala sosial
- Kehidupan sosial yang rendah.
- Status sosial ekonomi sangat rendah.
- Tingkat pendidikan sangat rendah.
- Kepadatan penduduk sangat tinggi.
2. Gejala fisik
- Kondisi bangunan rata- rata dibawah standar minimum.
- Umumnya suatu kampung dengan bangunan non permanen dan semi
permanen telah mencapai umur 10 tahun.
- Kepadatan bangunan yang tinggi, sangat minimumnya ruang terbuka dan jarak
antar bangunan.
- Kondisi sarana fisik yang dibawah standar minimum.
- Daerah yang sangat dipengaruhi banjir.
- Keadaan daerah memerlukan pengaturan dari segi tata guna lahan.
Tindakan Yang Dilakukan Pemerintah Mengenai Masalah Permukiman
Pemerintah harus mengambil dan menerapkan pendekatan ekologis dalam rencana
permukiman penduduk guna menjamin terstrukturnya masalah- masalah lingkungan
dalam proses perencanaan dengan demikian mensosialisasikan secara berkelanjutan.
Hal tersebut akan memerlukan :

a. Perencanaan dan pengelolaan permukiman penduduk

untuk memenuhi

kebutuhan fisik, kebutuhan sosial dan kebutuhan lain berdasarkan keberlanjutan
dengan mempertahankan keseimbangan antara permukiman dan ekosistem
dimana permukiman merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan.
b. Meminimalkan masalah pembuangan limbah.
c. Mengurangi perubahan lahan subur untuk pertanian menjadi lahan permukiman
dan membantu mempertahankan produktivitas lahan.
d. Mengembangkan pola konservasi energi yang lebih untuk keperluan hidup dan
produksi barang.
e. Memaksimumkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia.
f. Memadukan pemeliharaan dan pelayanan permukiman dengan menyediakan
lapangan pekerjaan, pembangunan masyarakat dan pendidikan.
Strategi Pemerintah Dalam Pengelolaan Lingkungan
Mengembangkan pemerintah yang lebih efektif dan respresentatif yang bertekad untuk
memelihara lingkungan. Pemerintah harus dapat :
a. Menyediakan infrastruktur dan pelayanan terutama pelayanan kesehatan,
pelayanan keluarga berencana, penanganan keadaan darurat, transportasi
umum, yang aman dan efisien, manajemen lalu lintas, penyediaan air, saluran
sanitasi, pengumpulan sampah padat dan pembuangan limbah.
b. Menyelenggarakan sistem perundang- undangan dan peraturan serta jawatanjawatan lokal yang memenuhi kebutuhan warga untuk mendapatkan bimbingan,
dukungan serta perlindungan dan eksploitasi oleh para tuan tanah dan
pengusuha.
c. Mendorong

dan

mendukung

lembaga

swadaya

masyarakat

yang

menyelenggarakan pusat- pusat penyeuluhan dalam hal kesehatan, kebersihan,
keluarga berencana, pembangunan rumah sehat, penghematan energi, air dan
bahan baku serta sasaran- sasaran penting lainnya.
Strategi Yang Berhasil Dalam Menangani Permukiman Liar Di Perkotaan
Strategi yang dianggap berhasil dalam menangani masalah permukiman liar perkotaan
adalah :
a. Membiarkan terlebih dahulu cara masyarakat untuk membangun permukiman.
Masyarakat akan melakukan sendiri apabila memang

telah mendapatkan

kepastian tentang tempat yang masyarakat tinggalidan telah menikmati
pelayanan- pelayanan pokok.
b. Menyediakan air bersih, sanitasi, jalan, dan infrastruktur dasar lainnya serta
fasilitas komunikasi lainnya. Hal tersebut sering memotivasi masyarakat untuk
memperbaiki rumahnya sendiri.
Program Penanganan Permukiman Kumuh
Dalam program penanganan permukiman kumuh akan dibahas mengenai program
yang telah diupayakan pemerintah antara lain Peremajaan Kota, KIP dan Konsolidasi
Lahan.
Peremajaan Kota
Peremajaan kota merupakan upaya dalam proses perencanaan yang diterapkan untuk
menata kembali suatu kawasan tertentu di dalam kota. Peremajaan kota bertujuan
untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai bagi kawasan kota sesuai
dengan potensi nilai ekonomi yang dimiliki oleh lahan kawasan tersebut. Upaya
penataan kota melalui peremajaan kota dilakukan dengan cara mengganti sebagian
atau seluruh unsur- unsur lama dari suatu kawasan dengan unsur- unsur baru.
Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan vitalitas serta kualitas lingkungan
tersebut. Sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih baik bagi kehidupan kota
secara keseluruhan.
Pada tinggkat perencanaan dan perancangan, peremajaan kota merupakan
upaya dalam merumuskan kebijaksanaan pembangunan kota yang menyangkut
proses dan prosedur reorganisasi dari unsur- unsur tata ruang kota yang diremajakan.
Rumusan kebijaksanaan yang dihasilkan akan merupakan pedoman bagi penataan
kembali unsur- unsur kota, seperti peruntukkan lahan, peruntukkan bangunan,
sirkulasi, intensitas bangunan, ruang terbuka serta unsur penunjang lainnya.
Kebijaksanaan peremajaan suatu kota diambil berdasarkan atas tingkat permasalahan
yang dihadapi dan potensi serta prospek yang dimiliki oleh kawasan tersebut.
Kajian faktor tersebut akan sangat menentukan tingkat kebijaksanaan dan
pelaksanaan dari peremajaan suatu wilayah kota. Pelaksanaan peremajaan kota dapat
dilakukan secara menyeluruh, sebagian atau memanfaatkan potensi dari aset yang
dimiliki seoptimal mungkin dengan membatasi perombakan struktur kausa pada lokasilokasi tertentu saja.
Tahapan dalam seluruh proses peremajaan, terdiri dari :

1. Tahap identifikasi penanganan program. Merupakan tahap awal dari keseluruhan
proses peremajaan. Dalam tahap ini dilakukan pengenalan lokasi secara umum
baik potensi maupun permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya akan ditentukan
wilayah kajian yang dilanjutkan dengan pengenalan dan analisis terhadap
wilayah perencanaan secara mendetail dan memberikan arahan penataan
kawasan.
2. Tahap pemantapan. Merupakan perantara sebelum melaksanakan atau
merealisasikan pembangunan. Rumusan materi yang dimantapkan antara lain :
a. Evaluasi terhadap rencana (fisik, ekonomi dan budaya) yang disusun dalam
tahap identifikasi. Hasil evaluasi kemudian dimantapkan dengan perencanaan
partisipatif yang dilakukan bersama masyarakat.
b. Membentuk dan memantapkan organisasi masyarakat sehingga siap dan
mampu untuk terlibat aktif dalam proses peremajaan.
c. Menyiapkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan melalui proses dan
penggalangan komunitas.
d. Menyiapkan kelembagaan pemerintah.
e. Melakukan kelayakan dari aspek sosial dan ekonomi terhadap rencana
peremajaan.
f. Memantapkan strategi penyelesaian masalah tanah.
3. Tahap implementasi. Tahap ini adalah tahap pembangunan fisik dalam kawasan
perencanaan.
Kategori Peremajaan Kota.
Dalam proses peremajan kota, dikenal beberapa cara yang diterapkan dengan
kondisi atau sifat dari permasalahan yang dihadapi oleh kawasan yang akan
diremajakan. Beberapa perangkat pelaksanaan yang telah banyak dipraktekkan antara
lain :
1. Peremajaan Menyeluruh
Peremajaan menyeluruh adalah upaya penataan kembali kawasan kota dengan
melakukan pembongkaran sarana prasarana terlebih dahulu dari sebagian atau
seluruh kawasan kota tersebut yang dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi. Selain
itu, dilakukan perubahan secara struktural dari peruntukkan lahan serta ketentuanketentuan pembangunan lainnya yang mengatur intensitas bangunan baru.

2. Gentrifikasi
Gentrifikasi adalah upaya peningkatan vitalitas suatu kawasan kota melalui
upaya peningkatan kualitas lingkungannya tanpa melakukan perubahan yang berarti
dari struktur fisik kawasan tersebut. Gentrifikasi bertujuan memperbaiki perekonomian
suatu kawasan kota dengan cara memanfaatkan berbagai sarana tersebut melalui
program rehabilitasi dan renovasi tanpa harus melakukan pembongkaran yang berarti.
3.

Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan upya untuk mengembalikan kondisi suatu bangunan atau

unsur- unsur kawasan kota yang telah mengalami kerusakan, kemunduran atau
degradasi kepada kondisi aslinya sehingga dapat berfungsi kembali dengan baik.
4.

Preservasi
Preservasi merupakan upaya untuk memelihara dan melestarikan bangunan atau

lingkungan pada kondisi yang ada dan mencegah terjadinya proses kerusakan. Hal
tersebut biasanya dilakukan untuk melindungi gedung- gedung, monumen atau
lingkungan yang memiliki arti sejarah bernilai tinggi.
5.

Konservasi
Konservasi merupakan upaya untuk memelihara suatu tempat sedemikian rupa

sehingga makna dari tempat tersebut dapat dipertahankan. Semua hal tersebut dapat
dilihat dari maknanya masa lalu kepentingan pada masa sekarang dan kaitan dengan
kehidupan pada masa sekarang dan kaitan kehidupan pada masa yang akan datang.
6.

Renovasi
Renovasi merupakan upaya untuk merubah sebagian atau beberapa bagian dari

bangunan dengan tujuan agar bangunan tersebut dapat diadaptasikan untuk
menampung fungsi atau kegunaan baru yang diberikan kepada bangunan tersebut.
7.

Restorasi
Restorasi merupakan upaya untuk mengembalikan konsdisi suatu tempat pada

kondisi aslinya dengan menghilangkan tambahan- tambahan yang muncul kemudian,
serta merangsang atau mengadakan kembali unsur- unsur semula yang telah hilang
tanpa menambahkan unsur baru kedalamnya.
8.

Rekontruksi
Rekontruksi merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi atau membangun

kembali suatu tempat mendekati wujud semula. Rekontruksi biasanya dilakukan untuk
mengadakan kembali tempat- tempat yang telah rusak atau bahkan telah punah.
(Danrsworo; 1991)

2.6.2

KIP (Kampung Improvment Project)
KIP memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas fisik bangunan permukiman

tanpa melakukan perubahan total. Perbaikan dilakukan pada fisik permukiman yang
digunakan untuk tempat tinggal. Perbaikan terbatas pada peningkatan kualitas fisik
bangunan agar sesuai dengan sempadan bangunan dan kriteria teknis dan kesehatan,
serta memperbaiki sarana dan prasarana yang ada. Kriteria dalam KIP adalah kondisi
sosial ekonomi dengan tingkat pendapatan yang rendah serta kondisi sarana dan
prasarana dasar lingkungan yang kurang memadai.
Permukiman kumuh merupakan suatu penyakit ekologi kota yang terjadi di
setiap kota di dunia, termasuk di Indonesia. Kekumuhan adalah salah satu ciri khas
dari akibat kota yang masih menyisakan kantong- kantong kawasan miskin di antara
sela- sela percepatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tidak hanya mengganggu
visual kota, manun juga peka untuk memicu konflik sosial.
2.6.3

Konsolidasi Lahan ( Urban Land Consolidation)
Konsolidasi tanah perkotaan suatu program untuk mengatasi permasalahan

tanah yang seringkali menimbulkan konflik antara pemerintah dan masyarakat.
Program ini pada hakikatnya merupakan usaha peningkatan pemanfaatan tanah
secara ekonomis dari pemilikan persil yang berukuran kecil tidak teratur, terpencar
menjadi teratur, syah pemilikannya serta tersedianya jaringan jalan. Pada prinsipnya
konsolidasi tanah dilaksanakan berdasarkan kesepakatan para pemilik tanah,
kesepakatan ini merupakan dasar pelaksanaan konsolidasi tanah sejak awal telah
melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam proses perencanaan, pengawasan,
pelaksanaan dan terutama kesediaan mereka menyerahkan sebagian tanahnya untuk
keperluan pembangunan prasarana umum.
Konsolidasi lahan memiliki tujuan upaya penataan kembali penguasaan,
penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat pemilik tanah melalui usaha
bersama untuk membangun lingkungan siap bangun dan menyediakan kaveling tanah
matang sesuai dengan rencana tata ruang. Kriteria dalam konsolidasi lahan adalah
kondisi bangunan rumah yang kurang memadai serta status kepemilikan lahan dan
bangunan.