RESIKO OPERASI DAN REPUTASI. doc

MAKALAH MATA KULIAH MANAJEMEN ASET DAN LIKUIDITAS

RISIKO OPERASIONAL DAN REPUTASI
DISUSUN
OLEH :

OL

NURMAYENI MATONDANG ( 25133092 )
NURUL AFIFI SARFANI ( 25133093 )
NURWAHIDAH ( 25133094 )

\

DIII PERBANKAN SYARIAH
SEMESTER V C
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2015-2016

1


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak
negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Untuk dapat menerapkan proses
manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko
dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks) maupun
yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank, termasuk risiko yang bersumber dari
perusahaan terkait dan afiliasi lainnya.
Setelah dilakukan identifikasi risiko secara akurat, selanjutnya secara berturut-turut Bank
perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Pengukuran risiko
tersebut dimaksudkan agar Bank mampu mengkalkulasi eksposur risiko yang melekat pada
kegiatan usahanya sehingga Bank dapat memperkirakan dampaknya terhadap permodalan
yang seharusnya dipelihara dalam rangka mendukung kegiatan usaha dimaksud. Sementara
itu, dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, Bank harus melakukan evaluasi terhadap
eksposur risiko, terutama yang bersifat material dan atau yang berdampak pada permodalan
Bank.
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membahas risiko yang mungkin

terjadi pada suatu bank yaitu risiko operasional dan reputasi, sebagai salah satu Tujuan dari
aktivitas operasional yang dilakukan. Bank tidak menimbulkan kerugian jika melebihi
kemampuan Bank untuk menyerap kerugian tersebut ataupun membahayakan kelangsungan
usaha Bank. Pengelolaan seluruh aktivitas Bank harus sedapat mungkin terintegrasi ke dalam
suatu sistem pengelolaan risiko yang akurat dan komprehensif serta mampu menganalisa dan
mengelola seluruh risiko yang terkait.

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. RISIKO OPERASI
A1. PENGERTIAN RISIKO.
Secara umum risiko di definisikan sebagai bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai
pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah instansi untuk mencapai tujuannya.
Dengan defenisi yang bersifat umum ini biasanya manajemen bank tidak akan merasakan
perlunya kebutuhn atau urgensi untuk menerapkan sebuah sistem manajemen risiko secara
efektif. Dibutuhkan gambaran ukuran besar terhadap dampak risiko tersebut terhadap
pencapaian tujuan bank.
Defenisi risiko menurut kamus bahasa inggris yaitu “ the possibility of loss, harm, injury,

disadvantages or destruction.
Bank indonesia mendefenisikan resiko sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa ( events )
yang dapat menimbulkan kerugian bank.
Eddie Cade mendefenisikan resiko sebagai “ exposure to uncertainty of outcome, solvency
risk, dan liquidity risk masuk kategori dengan satu arah kebawah, dan risiko seperti interest
rate risk dan price risk masuk kategori dua arah yaitu bawah maupun keatas. Sedangkan
risiko seperti credit risk dan operasional risk yang seharusnya masuk kategori risiko satu arah
( hanya rugi ), dapat dipertimbangkan masuk kategori dua arah, yaitu apabila risiko rugi tidak
terjadi , bahkan apabila risiko rugi terjadi tetapi tidak material, bank dapat
mempertimbangkannya sebagai untung, karena bank telah memperhitungkan risk premium
dan reserve yang disipakan untuk menutup kerugian, apabila terjadi
George J. Benston mengemukakan bahwa risiko bank didefenisiskan sebagai kombinasi
dari tingkat kemungkinan sebuah peristiwa terjadi disertai konsekuensi ( dampak ) dari
peristiwa tersebut pada bank. Setiap kegiatan mengandung potensi sebuah peristiwa terjadi
atau tidak terjadi, dengan konsekuensi / dampak yang memberikan peluang untuk ( upside )
atau mengancam sebuah kesuksesan ( downside )

3

A2. PENGERTIAN RISIKO OPERASIONAL

Risiko opeasional adalah eksposur yang timbul antara lain karena adanya ketidakcukupan
atau tidak berfungsinya proses internal. Juga karena adanya kesalahan atau kecurangan
manusia, kegagalan sistem dalam mencatat, membukukan dan melaporkan transaksi secara
lengkap, benar, dan tepat waktu. Termasuk kegagalan dalam ketentuan intern maupun
regulasi yang sedang dan akan berlaku, atau adanya problem eksternal seperti perubahan
regulasi yang mempengaruhi operasional bank.1
Karena proses internal risiko operasional dikenal dengan istilah risiko transaksi, seperti
kesalahan dalam mengeksekusi, membukukan dan melakukan settlement sebuah tranksaksi
jual beli ( trades ). Termasuk didalamnya ketidakcukupan dokumentasi legal. Risiko ini
berkaitan dengan masalah keakurasian pelaksanaan proses bisnis bank yang normal guna
menghasilkan pendapatan operasional ( cash ).
Karena kesalahan dan kecurangan manusia risiko operasional dikenal juga dengan istilah
risiko pengendalian operasional, yaitu menghindari kontrol mullai dari aktivitas di front
office, middle dan back office. Contohny pelampauan limit yang tidak terdeteksi atau
terindentifikasi, transakasi jual beli diluar kewenangan seorang trader, pencucian uang, akses
ilegal ke sisitem, ketergantuhan kepada segelentir trader, atau kelemahan pengendalian
disekitar proses transaksi jual beli.
Karena kegagalan sistem risiko opersional dikenal dengan istilah resiko sistem, yaitu
kegegalan sistem dalam mendukung operasional bank. Contohnya antara lain, kesalahan
membangun sistem dan program komputer, kesalahan dalam memformulasikan model-model

matematika ke dalam sistem, kesalahan dalam melakukan perhitungan jumlah mark- tomarket, informasi manajemen yang tidak memadai atau tidak tepat waktu, kegagalan jalur
komunikasi atau jaringan network, dan tidak tersedia tau tidak memadainya rencana
kontinjensi pada saat sistem atau telekomunikasi tidak berfungsi. rencana kontijensi ini
memuat juga tindakan yang diperlukan untuk mengatasi bencana ( disaster ) seperti bencana
alam, perang, teroris, dan bahkan jatuhnya pasar uang , agar kelangsungn bisnis tetap terjaga.
Karena faktor eksternal risiko operasional misalny karena adanya perubahan regulasi yang
tidak diduga sebelumnya dipengaruhi oleh perubahan peraturan pajak.
1 Drs. Zainul Arifin, MBA, dasar-dasar manajemen bank syariah, pustaka alvabet, cet 3,
jakarta : februari 2005

4

A3. PENGAWASAN AKTIF KOMISARIS DAN DIREKSI DALAM MENGELOLA
RISIKO OPERASIONAL.
Dalam kaitan dengan risiko operasionall, dewan komisaris dan direksi bertanggug jawab
untuk menciptakan iklim atau budaya organisasi yang sehat dimana terdapat prioritas tinggi
bagi manajemen risiko operasional serta ketaatan terhadap pengendalian risiko yang efektif.
Hal hal yang mengharuskan manajemen risiko operasional suatu bank yaitu :2
1. Peningkatan budaya operasional yang menuntut adanya integritas dari seluruh
pegawai, dalam melaksanakan kegiatan usaha bank, baik dengan perkataan maupun

perbuatan.
2. Memahami risiko operasional dan membangun serta memperkuat sekurangnya lima
elemen pengendalian, yaitu lingkungan pengendalian sebagai fondasi, risk
assessment, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauannya.
3. Memberi persetujuan bagi penerapan sebuah kerangka kerja pengelolaan risiko
operasional bank secara keseluruhan yang terpisah dari pengelolaan risiko lainnya.
Kerangka kerja dimaksud sekurangnya mencangkup strategi, roses, insfrastruktur
yang dibutuhkan, pedoman dan pengarahan yang jelas berkaitan dengan prinsipprinsip yang mendasari kerangka kerja dan pengelolaan risiko operasional.
4. Bertanggung jawab untuk menetapkan struktur manajemen dan mampu menerapkan
manajemen

risiko

operasional.

Menggambarkan

secara

jelas


garis

pertanggungjawaban, akuntabilitas dan pelaporan. Harus ada pemisahan antara garis
pertanggungjawaban dan pelaporan dari fungsi yang menjalankan kegiatan usaha
5. Melakukan pengkajian ulang secara berkala terhadap kerangka kerja diatas agar dapat
memastikan bahwa bank telah mengelola risiko operasional yang timbul dari
perubahan pasar serta faktor lingkungan luar lainnya, sebagaimana risiko operasional
yang terkait dengan produk, kegiatan atau sistem baru. Proses pengkajian ini harus
bertujuan untuk mengintegrasikan inovasi yang ada kedalam pengelolaan risiko
operasional yang memadai
6. Mendukung internal audit ( SKAI ) agar memiliki coverage yang luas, dan mampu
menilai kebijakan dan prosedur operasional yang diterapkan secara efektif. Serta
mampu secara berkala memvalidasi bahwa kerangka kerja manajemen resiko
operasional bank telah diimplementasikan secara efektif di seluruh perusahaan.
2 Robert Tampubolon, Risk Management ( Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif Untuk
Bank Komersial, penerbit: pt elex media komputindo, jakarta : februari 2004

5


7. Dewan komisaris dan direksi wajib memastikan scope dan frequency audit cukup
memadai untuk mengaudit semua risiko yang ada. Tindakan itu dapat dilakukan baik
secara langsung atau melaui komite audit.
8. Memastikan bahwa manajemen senior telah mengimplementasikan kerangka kerja
manajemen risiko operasional kedalam kebijakan, proses dan prosedur yang khusus.
Kemudian dapat dilaksanakan dn dinilai dalam satuan kerja operasional yang berbeda.
Kebijakan ini harus dipastikan telah dikomunikasikan secara jelas kepada semua
pegawai seluruh tingkatan dalam satuan kerja operasional yang mengandung risiko
operasional yang material.
9. Memastikan bahwa staf dan pegawai yang akan menjalankan kerangka kerja
memnuhi syarat. Mereka memilki pengalaman dan kemmapuan teknis yang memadai,
diaman staf atau pegawai yang berwenang untuk memantau dan memberdayakan
kebijakan risiko. Juga memiliki kewenangan yang independen dari satuan kerja
operasional yang dinilainya
10. Memastikan bahwa tidak terdapat celah dan tumpang tindih dalam mengelola seluruh
resiko perusahaan. Pejabat pertanggungjawab yang menangani risikoo operasional
diwajiban untuk mengkominikasikan pengelolaan risiko operasioanl kepada pejabat
yang menangani risiko kerdit, risiko pasar, dan resiko lainnya . juga termasuk satuan
kerja yng berhubungan dengan pihak luar seperti perusahaan asuransi dan lain-lain
yang ada kaitannya dengan manajemen risiko.

A4. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENGELOLA RISIKO
OPERASIONAL.
1. PROSES
Proses yang patut dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan dan prosedur dalam
rangka mengelola risiko secara sehat, antara lain sebagai berikut :
a. Comfirmation process
Setelah sebuah transaksi dilakukan, maka transaksi tersebut umumnya dikaji ulang,
misalnya dikonfirmasi oleh bagian operasi di back office. Proses konfirmasi bertujuan untuk
memverifikasi setiap tranksaksi dengan pihak luar ( counter party ) yang harus sesuai dengan
syarat yang telah ditetapkan sebelumnya.

6

Untuk mengurangi tingkat ( kemungkinan ) terjadinya kecurangan ( fraud ) atau kesalahan
( human error ), proses konfirmasi ini harus dilakukan secara terpisah dari satuan kerja yang
mengambil risiko( risk talking unit ).
Proses konfirmasi melibatkan beberapa kontrol checks. Dalam kebanyakan hal proses
konfirmasi melalui telepon dan diikuti dengan konfirmsi secara tertulis. Semua konfirmsi
kepada counter party, harus dikirim kebagian yang bebas dari pengambilan risiko. Semua
konfirmasi masuk harus dicocokkan dengan konfirmasi keluar. Apabila perbedaannya tidak

besar, penyelesaian dengan counter party dapat melibatkan pengambil risiko.
b. Settlement process.
Proses pembayaran dan penerimaan uang harus ditangani secara hati- hati. Suatu
kesalahan yang terjadi biasa menimbulkan biaya yang relatif besar. Penyelesaian tranksaksi
( settlemnt procces ) khususnya yang berasal dari tranksaksi FX currency harus dikendalikan
dengan memanfatkan sistem tickler file dan pertransferan dana dengan menggunakan sistem
tekhnologi inormasi secara online.
Sistem ticker file harus memungkinkan bank memantau penyelesaian tranksaksi,
khususnya transaksi baru atau yang belum diselesaikan pembayarannya. Siistem tekhnologi
informasi secara online akan mengarahkan pelaksanaan penyelesaian transaksi melalui
tahapan yang memuat beberapa alat pengendalian.
Sistem-sistem diatas akan sangat memudahkan bank untuk mengukur eksposur risiko
operasional, termasuk memastikan tahapan mengenai batas akhir pembatalan perintah
pembayaran, batas akhir penerimaan dana, dn waktu pencatatan pembayaran dana.
c. Rekonsiliasi
Untuk memastikan bahwa semua data yang kritis telah dimasukkan kedalam sistem dan
database yang seharusnya. Beberapa adat dan laporan tertentu perlu di rekonsiliasi. Buku
besar harus di rekonsiliasi dengan database tranksaksi, laporan bulanan ke bank indonesia,
serta catatan-catatan lainnya. Petugas yang melakukan rekonsiliasi harus terpisah dari petugas
yang bertnggung jawab untuk memasukkan data transasi kedalam sistem.


7

d. Dokumentasi.
Bank harus memelihara semua file, seperti file tranksaksi yang masih harus diselesaikan
(yang disimpan dengan menggunakan sistem ticker file ), sampai kepada file tranksaksi
yang telah diselesaikan dalam bentuk rincian rekening, buku besar, buku tambahan,
dokumen pembentukan provisi, yang keseluruhan memberikan jejek audit ( audit trail )
e. Valuasi dan akunting
Setiap parameter yang digunakan untuk menilai tranksaksi yang harus dikaji secara
berkala, apakah sesuai prosedur akuntoing dengan tujuan pengamanan, pelaksanaan
kehati-hatian, dan standar akunting yang berlaku.
2. KUALITAS SDM
Semua pegawai harus memilik integritas, pengalaman dan kompetensi yang cukup dan
memadai, untuk melaksanakan program pengendalan risiko operasional. Pegawai wajib
mendapatkan pendidikan, pelatihan dan kompensasi atau insentif yng ada hubungannya
dengan manajemen risiko operasional dan pengendalian intern
3. KINERJA SISITEM TEKHNOLOGI INFORMASI
Hal yang penting dalam penilain tekhnolog infomasi adalah sejauh mana berbagai sisitem
diintegrasikan ( interface ). Bank memiliki sebuah databse yang memuat file nasabah dan
tranksaksi, akan memeilki pengendalian terhadap integritas data yang lenih kuat
dibandingkan bank yang file nasabah dan transaksinya tersebar di berbagai sstem.
4. CONTINGENCY PLANING
Sebuah rencana darurat harus disiapkan dan selalu tersedia untuk memastikan bahwa
dukungan operasional dan siistem cadangan akan berfungsi dengan baik pda saat terjadi
kegagalan pada siistem utama atau bencana alam. Rencana dilakukan secara komprehensif
dan mencangkup semua fungsi yang kritis.
5. PRINSIP KNOW YOUR COSTUMER ( KYC )
Empat elemen utama dari sebuah program KYC adalah :
a. Kebijakan untuk mengakseptasi nasabah
b. Pengindentifikasian nasabah
8

c. Pemantauan yang berkelanjutan atas rekening beriiko tinggi
d. Pengintegrasian prinsip KYC ke dalam proes manajemen risiko.
6. Pelaksanaan audit
Mencangkup :
a. Pengkajian atas aplikasi dan efektifitas dari kecukupan prosedur mananjemen
risiko dan metodologi penilaian risiko.
b. Siistem informasi keuangna dan manajemen
c. Akurasi dan catatatn atas laporan keuangan yng dapat dipercaya
d. Alat dan cara-cara mengamankan kativa
e. Siistem penilaian kecuupan modal.
7. Asuransi
Asuransi akan berfungsi sebagai salah satu alat mitigasi risiko, seperti risiko yang
lazim dapat dialihkan ke asuransi. Seperti tuntutan pihak ketiga karena error atau
omission, fraud oleh orang dalam atau pihak luar, kegagalan sistem, kerugian atau
kehilangan secara fisik seperti kebakaran, pencurian dan bencana alam.
A5.

MENGINDENTIFIKASI,

MENGUKUR

DAN

MEMANTAU

RISIKO

OPERASIONAL.
1. Identifikasi resiko
Kesepakatan diatas brdasarkan pada 4 faktor penyebab yaitu :
-

Process
People
System
Exsternal events

Keempat faktor ini berpotensi menghasilkan peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan, yang
pada akhirnya akan merugikan bank.
2. Mengukur resiko
Dilakukannya peneltian yang luas akan kasus dan kerugian dari risiko operasional baik
dengan membahasnya dengan orang-orang lama di bank ataupun sharing dengan bank lain.
Lalu lakukan analisa untuk mendapatkan gambaran mengenai profil risiko opersional untuk
satu tahun mendatang. Analisis dilakukan dengan pertanyaan sebagai berikut:
-

Risiko operasional apa yang paling tinggi ?
Berapa kerugian yang paling besar dapat terjadi pada kondisi yang terburuk ?

9

-

Apakah

perubahan

pada

startegi

atau

lingkinagn

pengendalian

akan

mempengaruhi potensi risiko operasional.
- Apakah potensi diatas dapat dibandingkan dengan bank lain.
3. Merespon
Bank harus menyusun program mitigasi risiko dan memasukkannya kedalam lembar
mitigasi risiko. Yang disusun berdasrkan tinggi rendahnya rating dari nilai score risiko yang
ada
B. RESIKO REPUTASI
B1. PENGERTIAN RESIKO REPUTASI
Risiko reputasi atau “risiko berita utama”, adalah risiko dimana perilaku yang tidak
bertanggung jawab atau perilaku manajemen akan merusak kepercayaan dari klien-klien
bank.3Menurut regulasi, risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan
para pemangku kepentingan yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank syariah.4
Risiko ini timbul antara lain karena adanya pemberhentian media dan/ atau rumor mengenai
bank syariah yang bersifat negatif, serta adanya strategi komunikasi bank syariah yang
kurang efektif.
Adiwarman Karim (2004) menyatakan bahwa hal-hal yang sangat berpengaruh
terhadap reputasi antaralain manajemen, pemegang saham, pelayanan yang disediakan,
penerapan prinsip-prinsip syariah, dan publikasi. Apabila manajemen dalam pandangan para
pemangku kepentingan dinilai baik, risiko reputasi menjadi rendah. Begitupun perusahaan
dimiliki oleh pemegang saham yang kuat, maka risiko reputasi juga rendah. Risiko reputasi
menjadi tinggi ketika pelayanannya kurang baik. Penerapan prinsip-prinsip syariah haruslah
dilaksanakan secara konsekuen agar tidak timbul penilaian negatif terhadap penerapan sistem
syariah yang dapat mengakibatkan timbulnya publikasi negatif sehingga akan menaikkan
tingkat risiko reputasi. Publikasi negatif dampak berdampak terhadap pangsa pasara,
profitabilitas, dan likuiditas suatu lembaga. Oleh karena itu, seluruh bank syariah harus
mewaspadai hal-hal yang bisa menyebabkan turunnya reputasi antara lain: kesalahan
manajemen, melanggar peraturan, melanggar fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), skandal
keuangan, kurang kompeten, baik dalam pengelolaan maupun pelayanan, integrasi yang
3 Henni van Greuning, Zamir iqbal, Analisis risiko Perabankan Syariah, ( Jakarta: Salemba
empat, 2011)hal 172
4 Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta:
Salemba empat 2013)hal 243

10

diragukan, dan performa keuangan yang kurang baik. Reputasi dibentuk dari berbagai atribut
seperti tabel berikut ini:
No
1

Risiko Inheren
Pengeruh reputasi
pemilik
bank
perusahaan terkait

Parameter/ indikator
dari a. Kredibilitas
pemilik
dan
dan perusahaan terkait.
b. Kejadian reputasi pada
pemilik dan perusahaan
terkait.

2

Pelanggaran Etika Bisnis

3

Kompleksitas produk dari a. Jumlah dan tingkat
kerjasama bisnis bank
penggunaan
nasabah
syariah
atas
produk
bank
syariah yang kompleks
b. Jumlah dan materilitas
kerja
sama
bank
syariah dengan mitra
bank.

4

Frekuensi

Pelanggaran etika terlihat
antara lain melalui hal-hal
sebagai berikut
a. Transparansi informasi
keuangan.
b. Kerja
sama
bisnis
dengan para pemangku
kepentingan lainnya.

a.
b.

5

Frekuensi dan matearilitas
keluhan nasabah

a.
b.

Keterangan
Pengaruh reputasi/ berita
negatif dari pemilik bank dan
atau
perusahaan
terkait
dengan
bank
syariah
merupakan salah satu faktor
yang dapat menyebabkan
peningkatan risiko reputasi
pada bank syariah
Dalam hal ini, yang perlu
diperhatikan apabila bank
sayriah
melakukan
pelanggaran
terhadap
etika/norma-norma
bisnis
yang berlaku secara umum.

Produk yang komplek dan
kerja sama denga mitra
bisnis dapat terekspos pada
risiko
reputasi
apabila
terdapat
kesalahpahaman
penggunaan produk jasa atau
pemberitaan negatif pada
mitra bisnis, antaralain pada
produk bancaassurance dan
reksadana.
Frekunsi
dan Frekuensi dan jenis media
matearilitas
dan matearilitas pemebritaan
pemberitaan
negatif bank syariah meliputi
Jenis media dan ruang juga pengurus bank syariah,
lingkup pemberitaan
yang diukur selama periode
penilaian.
Frekuensi
keluhan Keluhan nasabah diukur
nasabah
selama periode penilaian.
Matearilitas
keluhan
nasabah

Sumber: Diadaptasi dari surat edaran Bsnk Indonesia (BI) Nomor 13/24/DPNP tanggal 25 oktober 2011.

Selain atribut tabel diatas, Firsan Nova (2011) memberikan beberapa hal yang juga
dapat menjadi dasar reputasi, yaitu komunikasi sikap profesional, kepercayaan publik ,
inovasi produk, tanggung jawab sosial, kualitas layanan konsumen, responsif terhadap umpan
ebalik publik sebagai dasar reputasi.

11

Kegagalan manajemen risiko reputasi dapat menimbulkan penarikan besar-besaran
dana pihak ketiga, menimbulkan masalah likuiditas, ditutupnya bank oleh otoritas, dan
bahkan bisa mangalami kebangkrutan. Oleh karena itu, tujuan utama Manajemen Risiko
reputasi adalah untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak kerugian dari risiko
reputasi bank sayriah. Risiko reputasi dalam bisnis dapat bersumber dari berbagai aktivitas
bisnis bank syariah yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Kejadian-kejadian yang telah merugikan reputasi bank syariah, misalnya pemberitaan
negatif di media massa, pelanggaran etika bisnis, dan keluhan nasabah
2. Hal-hal lain yang dapat menyebabkan risiko reputasi, mislanya kelemahan-kelemahan
pada tata kelola, budaya perusahaan, dan praktik bisnis bank syariah.
B2. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
Penerapan manajemen risiko, khususnya risiko reputasi bagi bank syariah, baik secara
individual maupun bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak paling tidak
mencakup hal-hal sebagai berikut.
1. Pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS
Bank syariah wajib menerapkan manajemen risiko melalui pengawasan aktif dewan
komisaris, direksi dan DPS untuk risiko reputasi. Selain melaksanakan pengawasan
aktif, bank syariah perlu juga menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap aspek
pengawasan aktif oleh dewan komisaris, direksi, dan DPS, yang mencakup hal-hal
sebagai berikut.
a. Kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi
1. Dewan Komisaris dan Direksi harus memberikan perhatian terhadap
pelaksanaan manajemen risiko untuk risiko reputasi oleh unit-unit terkait
(corporate secretary, humas dan unit bisnis terkait).
2. Dewan Komisaris dan Direksi harus berperilaku secara profesional dan
menjaga etika bisnis sehingga dapat menjadi contoh bagi seluruh elemen
organisasi bank syariah dalam upaya membangun dan menjaga reputasi.
3. Direksi harus menetapkan satuan kerja/fungsi yang memiliki kewenangan dan
tanggung jawab untuk memberikan informasi kepada nasabah dan para
pemangku kepentingan bank terkait dengan aktivitas bisnis bank dalam rangka
mengendalikan risiko reputasi.
4. Dewan Pengawas Syariah harus melakukan evaluasi (review) atas kebijakan
manajemen risiko khususnya aspek reputasi yang terkait dengan pemenuhan
prinsip syariah
12

5. Dewan pengawas syariah harus mengevaluasi pertanggungjawaban direksi
atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko khususnya evaluasi (review) atas
pemenuhan prinsip syariah
6. Dewan Pengawas Syariah harus mengevaluasi pertanggungjawaban direksi
atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko khususnya aspek reputasi yang
terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah yang terkait dengan pemenuhan
Prinsip Syariah.
b. Sumber daya insani
Kecukupan SDI untuk risiko reputasi mangacu pada cakupan penerapan
manajemen risiko secara umum.
c. Organisasi Manajemen Risiko Reputasi
1. Seluruh pegawai ternasuk manajemen unit bisnis dan aktivitas pendukung
bank syariah harus menjadi bagian dari struktur pelaksana manajemen risiko
untuk risiko reputasi, mangingat reputasi merupakan hasil dari seluruh
aktivitas bisnis bank syariah. Peran manajemen unit bisnis adalah
mengidentifikasi risiko reputasi yang terjadi pada bisnis atau aktivitas unit
tersebut dan sebagai front liner dalam membangun dan mencegah risiko
reputasi, khususnya terkait hubungan dengan nasabah.
2. Satuan kerja yang melaksanakan manajemen risiko untuk risiko reputasi
seperti corporate secretary, humas, investor relation, antara lain bertanggung
jawab yang mencakup hal-hal berikut.
a. Menjalankan fungsi kehumasan dan merespons pemberitaan negatif atau
kejadian lainnya yang memengaruhi reputasi bank syariah dan dapat
menyebabkan kerugian bank syariah.
b. Mengomunikasikan informasi yang

dibutuhkan

para

pemangku

kepentingan: investor, nasabah, kreditur, asosiasi, dan masyaraka
2. Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
Bank syariah perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap aspek
kebijakan, prosedur, dan penetapan limit dalam melaksanakan kebijakan,
prosedur dan penetapan limit untuk risiko reputasi yang mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. Strategi manajemen risiko
Penyusunan strategi menajemen risiko untuk risiko reputasi mengacu pada
cakupan penerapan secara umum khususnya tentang kebijakan, prosedur, dan
penetapan limit.
b. Tingkat risiko yang akan diambil (risk appatite) dan toleransi risiko (risk
tolerence).

13

Penetapan tingkat risiko yang akan diambil dan tolenransi risiko untuk risiko
reputasi mengacu pada cakupan penerapan secara umum.
c. Kebijakan dan prosedur
1. Bank syariah harus mempunyai kebijakan dan prosedur tertulis yang memenuhi
prinsip-prinsip transparansi dalam rangka menigkatkan kualitas pelayanan
kepada nasabah dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mengendalikan
risiko reputasi. Kebijakan tersebut juga harus sejalan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai perlindungan kepada konsumen.
2. Bank syariah harus memiliki dan melaksanakan kebijakan komunikasi yang
tepat dalam rangka menghadapi berita/publikasi yang bersifat negatif atau
mencagah informasi yang cenderung kontraproduktif, antara lain dengan cara
menerapkan strategi penggunaan media yang efetif untuk menghadapi barita
negatif.
3. Bank syariah harus mempunyai protokol khusus untuk pengelolaan reputasi
pada saat krisis sehingga dapat dengan cepat mengantisipasi peningkatan risiko
reputasi di saat krisis. Penilaian atas faktor ini mencakup struktur manajemen
krisis, dan prosedur manual manajemen krisis.
d. Limit
Limit risko reputasi secara umum bukan merupakan limit yang dapat
dikuantifikasi secara finansial. Sebagai contoh: limit waktu merespons keluhan
nasabah dan batasan waktu menunggu dalam antrean atau mendapat layanan.
3. Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian risiko serta SIM
risiko reputasi
Bank syariah perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam melakukan
penerapan manajemen risiko melalui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko serta SIM risiko untuk risiko reputasi dalam tiap proses dimaksud,
sebagai berikut.
a. Identifikasi dan pengukuran risiko reputasi
1. Bank syariah harus mencatat dan menatausahakan setiap kejadian yang terkait
dengan risiko reputasi termasuk jumlah potensi kerugian yang diakibatkan
kejadian

dimaksud

dalam

suatu

administrasi

data.

Pencatatan

dan

penatausahaan data tersebut disusun dalam suatu data statistik yang dapat
digunakan untuk memproyeksikan potensi kerugian pada suatu periode dan
aktivitas tertentu bank sayriah.
2. Bank syariah dapat menggunakan beberapa sumber informasi untuk
mengidentifikasi dan mengukur dampak dari risiko reputasi antara lain:
14

pemberitaan media massa; situs bank dan hasil analisis jejaring sosial;
pengaduan nasabah melalui layanan nasabah; dan kuesioner kepuasan
nasabah.
b. Pemantauan risiko reputasi
Pelaksanaan pemantauan untuk risiko reputasi mengacu pada cakupan penerapan
secara umum.
c. Penegendalian risiko reputasi
1. Bank syariah harus segera menindaklanjuti dan mengatasi adanya keluhan
nasabah dan gugatan hukum yang dapat meningkatkan eksposur risiko
reputasi.
2. Bank syariah harus mengembangkan mekanisme yang andal dalam melakukan
tindakan

pengendalian

risiko

reputasi

yang

efektif.

Secara

umum,

pengendalian risiko reputasi dapat dilakukan melalui dua hal, yaitu sebagai
berikut.
a. Pencegaahan terjadinya kejadian yang menimbulkan risiko reputasi, yang
secara umum dilakukan melalui serangkaian aktivitas sebagai berikut.
 Tanggung jawab sosial perusahaan (profit equalisation reserve-PER),
merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan bank syariah untuk
pemberdayaan masyarakat dalam bentuk kegiatan ekonomi/sosial yang
diharapkan dapat membangun reputasi positif dari para pemangku
kepentingan terhadap bank syariah.
 Komunikasi/edukasi secara rutin kepada para pemangku kepentingan
dalam rangka membentuk reputasi positif dari para pemangku
kepentingan.
b. Pemulihan reputasi

bank

syariah

setelah

terjadi

kejadian

yang

menimbulkan risiko reputasi, yaitu segala respons bank syariah untuk
memulihkan reputasi dan mencegah terjadinya pemburukan reputasi bank
syariah.
3. Mitigasi risiko reputasi maupun kejadian yang menimbulkan risiko reputasi
dilakukan dengan mempertimbangkan materialitas permasalahan dan biaya.
Meskipun demikian, dapat saja risiko reputasi tersebut diterima sepanjang
masih sesuai dengan tingkat risiko yang akan diambil.
4. Tindakan pencegahan dan pemulihan risiko reputasi dalam rangka
pengendalian risiko reputasi yang lebih besar pada masa depan, yang telah
dilakukan perlu diikuti dengan perbaikan pada kelemahan pengendalian dan
prosedur yang memicu terjadinya risiko reputasi.
d. Sistem informasi Manajemen Risiko Reputasi

15

1. Bank syariah harus memiliki prosedur reguler dan mekanisme pelaporan risiko
reputasi/ kejadian yang menimbulkan risiko reputasi, baik secara tertulis
maupun

melalui

sistem

elektronik

termasuk

pembahasan

dalam

board/management meeting.
Bank syariah harus memilki mekanisme sistem peringatan dini untuk memberikan sinyal
kepada manajemen sehingga dapat melakukan respons-respons dan mitigasi yang dibutuhkan.

BAB III
KESIMPULAN
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, setiap Bank wajib menetapkan Kebijakan
Manajemen Risiko sebagai pedoman bagi seluruh unit kerja dalam melakukan identifikasi,
pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang melekat pada kegiatan fungsional
masing-masing, sehingga diharapkan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi
Risiko opeasional adalah eksposur yang timbul antara lain karena adanya ketidakcukupan
atau tidak berfungsinya proses internal. Juga karena adanya kesalahan atau kecurangan
manusia, kegagalan sistem dalam mencatat, membukukanemampuan bank atau yang dapat
mengganggu kelangsungan usaha bank.
Kegagalan manajemen risiko reputasi dapat menimbulkan penarikan besar-besaran dana
pihak ketiga, menimbulkan masalah likuiditas, ditutupnya bank oleh otoritas, dan bahkan bisa
mangalami kebangkrutan. Oleh karena itu, tujuan utama Manajemen Risiko reputasi adalah
untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak kerugian dari risiko reputasi bank.

16

DAFTAR PUSTAKA
Robert Tampubolon, Risk Management ( Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif Untuk
Bank Komersial, penerbit: pt elex media komputindo, jakarta : februari 2004
Greuning Henni van ,Iqbal Zamir, Analisis risiko Perabankan Syariah. Salemba empat,
jakarta : 2011
Rustam Bambang Rianto, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, Salemba
empat, jakarta :2013
Drs. Zainul Arifin, MBA, dasar-dasar manajemen bank syariah, pustaka alvabet, cet 3,
jakarta : Februari 2005

17