PENGARUH FAKTOR KEKUATAN (MODULUS ELASTISITAS) BAHAN TERHADAP BESARNYA NILAI KETEBALAN LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY)

  

PENGARUH FAKTOR KEKUATAN (MODULUS ELASTISITAS) BAHAN

TERHADAP BESARNYA NILAI KETEBALAN LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY)

  IR. Joewono Prasetijo, Dipl. TREND,MSc Rini Handayani, ST Laboratorium Penelitian Jalan Graduate Student Fakultas Teknik Jurusan Teknik S ipil Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Tanjungpura (UNTAN) Universitas Tanjungpura (UNTAN) Jalan Jenderal Ahmad Yani Pontianak 78124 Jalan Jenderal Ahmad Yani Pontiana k 78124 Phone/ Fax . : 0561 740186 Phone/ Fax . : 0561 740186 E-mail :

  Perancangan lapis tambahan (overlay design) merupakan ketebalan dari aspal atau lapisan butir Abstrak :

yang akan melapisi perkerasan yang ada, sebagai usaha dala m mengatasi penurunan kekuatan perkerasan serta

melindungi struktur selama periode desain. Selama beberapa tahun, dalam menentukan besarnya lapis tambahan

aspal untuk perkerasan lentur, didasarkan pada besarnya lapis tambahan aspal untuk perkerasan lentur,

didasarkan pada besarnya lendutan yang terjadi. Data lendutan tersebut didapat dari pengukuran dengan alat

Benkelman Beam pada suatu standar pembebanan tertentu. Sedangkan jalan yang diambil dalam studi kasus ini

adalah salah satu jalan di Propinsi Kalima ntan Barat, yaitu jalan Tanjung – Balai Karangan. Berdasarkan

beberapa prosedur perencanaan lapis tambahan, seperti misalnya dengan Metode Empirik dengan prosedur dari

Bina Marga memberikan hasil (ketebalan overlay) yang sangat bervariasi, selain itu juga digunakan metode

dengan cara kekuatan elemen bahan/material, khususnya dengan menonjolkan angka Modulus Elastisitas bahan

atau lebih dikenal dengan Metode Mekanik dengan prosedur dari TRRL yang memberikan hasil yang relatif

seragam dan lebih besar dari car a empirik. Untuk itu penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana

perbedaan hasil dari kedua metode tersebut dan bagaimana peranan nilai kekuatan bahan secara individu

(modulus elastisitas bahan) terhadap ketebalan lapis tambahan (overlay).

  

Dari beberapa seksi jalan yang dibagi, maka didapat hasil untuk prosedur Bina Marga dari seksi I – V berturut-

turut tebal overlaynya 3 cm, 7 cm, 8 cm, 11 cm, 8 cm, sedangkan untuk prosedur TRRL berturut -turut didapat

hasil 8 cm, 10 cm, 11 cm, 12 cm, hal ini seba gai dampak dari beberapa perbedaan parameter yang digunakan.

Sedangkan tingkat keefektifan dari setiap material overlay dalam mereduksi defleksi dapat diukur dengan

membandingkan tebalnya dengan tebal dari material standar yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang

sama, dalam hal ini yang dimaksud adalah granular material untuk base CGRA. Perbandingan dari masing -

masing ketebalan disebut sebagai “Faktor Ekivalen” (FE) dari material overlay. Dalam hal ini TRRL

menggunakan faktor ekivalen berkisar antara 3 .0 – 4.0, sedangkan untuk Bina Marga menggunakan angka

kisaran 2.0 – 3.0, sehingga besarnya faktor ekivalen ini juga mempengaruhi tebal overlay yang dihasilkan TRRL

lebih besar dari Bina Marga.

  1. LATAR BELAKANG

  Kontruksi jalan yang telah habis masa layanny a atau kondisi jalan yang karena satu hal perlu untuk ditingkatkan kekuatannya, perlu diberikan lapisan tambahan agar dapat kembali mempunyai nilai kekuatan, kenyamanan, tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatannya untuk mengalirkan air.

  2. IDENTIFIKASI MASALAH

  Pada umumnya sebagian besar prosedur perencanaan lapisan tambahan di Indonesia menggunakan metode Empirik, dimana dengan anggapan kondisi base yang stabil, padahal kondisi base yang tidak stabil mungkin ada terutama pada daerah alluvial. Se dangkan mekanisme dari kegegalan perkerasan terutama ketidakrataan, retakan dan lubang -lubang pada lapisan permukaan adalah hal yang dominan saat ini terjadi di Indonesia, dimana maintenace yang terus menerus dengan penambahan lapisan penetrasi macadam tel ah berlangsung bertahun-tahun yang akhirnya menghasilkan struktur perkerasan yang sangat tebal, biasanya antara 30 – 40 cm dan beberapa melebihi 10 m tanpa memperhitungkan dan mempertimbangkan keberadaan lapisan bak dan subgrade. Seiring dengan terus menin gkatnya beban lalu lintas permukaan perkerasan yang rata, akibat beban roda yang cepat merusak penetrasi macadam.

3. LANDASAN TEORI

  Secara umum tujuan dari perancangan lapis tambahan (overlay design) adalah untuk menentukan ketebalan dari lapisan aspal atau lapisan butir yang akan melapisi perkerasan yang ada dalam mengatasi penurunan kekuatan perkerasan, juga mengurangi lendutan yang terjadi serta melindungi struktur perkerasan selama periode desain.

  Penurunan Kekuatan Perkerasan diilustrasikan dalam grafi k sebagai berikut : Gambar 1. Penurunan Nilai Kekuatan Perkerasan

  Salah satu yang penting dari perancangan lapisan tambahan adalah mengidentifikasi kebutuhan perkerasan yang ada. Pengidentifikasian tersebut, dalam proses yang di bahas disini memerlukan data dari test lendutan. Data lendutan didapatkan dari pengukuran menggunakan alat Benkelman Beam.

  Dalam perhitungan overlay menggunakan 2 metoda yaitu metoda Empirik dengan prosedur Bina Marga dan Metoda Mekanik dengan prosedur TR RL.

3.1. Metoda Empirik dengan Prosedur Bina Marga

  

Prosedur Perancangan Overlay

  Pengukuran Benkelman Beam Pengukuran temperatur

  Penentuan koreksi lingkungan Lendutan per titik

  Temperatur perkerasan (sebelum dikoreksi) hujan  c = 0 rata-rata kemarau  c = 1

  1 t = (t + t + t )

  1 p t b

  Koreksi Lendutan per titik

  3 lingkungan (c) sesudah dikoreksi d = 2 (d = d ) . ft . c

  3

  1 Koreksi temperatur (ft)

  Lendutan karakteristik per seksi D = d + 2S (arteri)

  d d = n 2 2 Penentuan beban n ( d )  ( d )

    S

   lalu lintas

  

n ( n

  1 ) 

  Mobil penumpang AE 18 KSAL = 365 x N x m x UE 18 KSAL Traktor - trailer

  Lendutan sebelum overlay Lendutan setelah overlay (lendutan ijin)

  Tebal overlay Gambar 2. Skema Prosedur Metoda Empiris

  Keterangan : d = lendutan per titik sesudah dikoreksi d = lendutan rata-rata ft = faktor koreksi suhu S = standar deviasi c = faktor koreksi muka air tanah n = jumlah titik D = lendutan karakteristik per seksi N = Faktor Umur Rencana yang sudah disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas m = jumlah masing-masing jenis lalu lintas AE 18 KSAL = Accumulative Equivalent 18 Kip Single Axle Load UE 18 KSAL = Unit Equivalent 18 Kip Single Axle Load

3.2. Metode Mekanik dengan Prosedur TRRL

  

3.2.1. Hubungan modulus elastisitas perkerasan dengan tebal ekivalen (overlay)

berdasarkan teori equivalency odemark :

  3 (dari Structural he = 0,9 ha Ea/Eb Design of Pavement Molenaar)

  Ea Eb Es he = tebal ekivalen lapisan aspal

  Ea = modulus kekakuan rata -rata lapisan aspal Eb = modulus laspisan base Ha = tebal lapisan aspal

3.2.2. Perhitungan kekuatan bahan didasarkan pada teori elastis multi layer

  P a h 1 E 1 Surface h 2 base

  E 2 Sub base = 0,5, E sub grade 3 E 1

  k atau K =

  1

  1 E 2 E 2

  k atau K =

  2

2 E

  3 a

  a atau A =

  1 h 2 h 1 H = h 2

3.2.3. Prosedur perancangan overlay menurut Tropical Section of TRRL

  Perkiraan Menentukan umur

  Pertimbangan ekonomi lalu lintas rencana overlay bunga majemuk

  Pengukuran temperatur Survey pendahuluan & pengukuran Benkelman Beam

  Temperatur perkerasan rata-rata 1 t = (t + t + t )

  1 p t b

  3 Kriteria lendutan Level lendutan rencana Koreksi temperatur (ft) setelah overlay per seksi sebelum overlay

  D = d + S Perbaikan base &

  Desain drainase jika overlay diperlukan

  Tebal overlay Gambar 3. Perencanaan Overlay Metoda TRRL

4. ANALISA DATA

  Dalam studi kasus ini yang diambil adalah salah satu jalan di Propinsi Kalimantan Barat yaitu jalan Tanjung – Balai Karangan (Km 222 + 000 – Km 295 + 000) panjangnya 48 Km. Berdasarkan keseragamannya ruas jala n tersebut dibagi menjadi 5 seksi dengan hasil perhitungan tebal overlay :

  Menurut Bina Marga :

  Seksi Sta D (mm) Tebal Overlay (cm)

  d (mm)

  I 222 + 000 – 230 + 200 1.909 1,17

  3 II 230 + 400 – 233 + 800 2.56 1,17

  7 III 238 + 600 – 254 + 400 2.791 1,17

  8 IV 254 + 600 – 281 + 600 3.506 1,17

  11 V 283 + 600 – 295 + 000 2.924 1,17

  8

  Menurut TRRL :

  Seksi Sta D (mm) Tebal Overlay (cm)

  d (mm)

  I 222 + 000 – 230 + 200 1,18 0,65

  8 II 230 + 400 – 233 + 800 1,528 0,65

  10 III 238 + 600 – 254 + 400 1,658 0,65

  11 IV 254 + 600 – 281 + 600 1,941 0,65

  12 V 283 + 600 – 295 + 000 1,769 0,65

  11 Tegangan dan regangan masih memadai sehingga tidak perlu dilakukan perbaikan base.

5. ANALISA PARAMETER

  Setelah dilihat hasil analisa dat a kedua metoda ternyata secara umum metoda Mekanik dengan prosedur TRRL memberikan hasil tebal lapis overlay lebih besar daripada Metoda Empirik dengan prosedur Bina Marga. Hal ini terjadi karena beberapa hal yang mempengaruhinya (parameter).

  Parameter kedua metoda dapat dilihat pada tabel berikut : Parameter Bina Marga TRRL

  Faktor Ekivalen 2.0 – 3.0 3.0 – 4.0 Faktor Koreksi suhu 35 c 35 c

  • Faktor koreksi muka air tanah 1,5

6 Lalu lintas yang sama (0,5 x 10 ) Mengurangi lendutan Mengurangi lendutan

  sampai 1,17 mm sampai o,75 mm

  6 Untuk jumlah repetisi beban lalu lintas yang sama misalnya 0,5 x 10 standar axle maka

  overlay yang direncanakan menurut TRRL akan mereduksi defleksi sampai 0,75 mm sedangkan menurut Bina Marga overlay akan mereduksi defleksi sapa i 1,17 mm. Hal ini berarti TRRL membutuhkan tebal overlay yang lebih besar dari Bina Marga karena mereduksi defleksi 0,42 mm lebih besar dari pada Bina Marga.

  Sedangkan tingkat keefektifan dari tiap material overlay dalam mereduksi defleksi dapat diukur dengan membandingkan tebalnya dengan tebal dari material standar yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sama, dalam hal ini yang dimaksud adalah granular material untuk base CGRA (Canadian Good Road Assosiation). Perbandingan dari masing -masing ketebalan disebut sebagai “Faktor Ekivalen” (FE) dari material overlay. Dalam hal ini TRRL menggunakan faktor ekivalen berkisar 3.0 – 4.0 sedangkan Bina Marga berkisar 2.0 – 3.0 sehingga besarnya faktor ekivalen ini juga mempengaruhi tebal overlay yang dihasilka n TRRL lebih besar dari Bina Marga.

  Adapun faktor koreksi temperatur pada kedua metoda sama yaitu 35 c karena temperatur rata - rata perkerasan di daerah tersebut berkisar 35 c.

  Tegangan dan regangan perkerasan eksisting tidak mempengaruhi tebalnya overlay tetapi berpengaruh pada base apabila tidak memadai maka perlu dilakukan rekontruksi base, dalam kasus ini tegangan dan regangannya masih memadai.

  Perbandingan tebal overlay dari kedua metoda dapat dilihat pada grafik berikut :

  Grafik ay

  15 Bina Series1

  10 Marga verl O

  5 Series2 TRRL al eb T

  I II

  III

  IV V Seksi

  Grafik 1. Perbandingan Nilai Ketebalan Overlay Bina Marga – TRRL

6. KESIMPULAN

  Dari hasil studi analisa data tampak secara umum Metoda Mekanik dengan prosedur TRRL memberikan tebal lapis overlay yang lebih besar dan lebih seragam dari yang diperoleh Metoda Empirik dengan prosedur Bina Marga. Peranan nilai kekuatan bahan (modulus elastisitas bahan) terhadap ketebalan lapis tambahan (overlay) dapat dilihat pada ketebalan ekivalen yang memberikan tebal overlay (he) minimum mendekati tebal overlay minimum dari prosedur TRRL.

DAFTAR PUSTAKA

a) Buku Silvia Sukirman, 1992, Perkerasan Lentur Jalan Raya , Nova, Bandung.

  F. Yoder EJ & Witcazak M.W, 1975, Principle of Pavement Design , Jhon Wiley & Sons, Inc. New York. Colin P. Corne, M.E, MIE (Aust), 1983, Optimising Pavement Ove rlay Design In Indonesia, Jakarta. Shell Bitumen UK, Juli 1990, The Shell Bitumen Hand Book , University of Nottingham. Molenaar, September 1994, Structural of Pavement Design , TU Delft (Delft University of Technology). Molenaar, March 1994, Asphaltic Materials. Direktorat Jendral Bina Marga, 1983, Manual Pemeriksaan Jalan dengan Alat Benkelman Beam, No. 01/MN/B/1983, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Direktorat Jendral Bina Marga, 1983, Manual Pemeliharaan Jalan , No. 03/MN/B/1983, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.