2 PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH PADA PASUTRI Pakinah Herliani Dosen Tetap Prodi Hukum Ekonomi Syariah STAI Muara Bulian hasibuan_herlianiyahoo.co.id Abstract - View of PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH PADA PASUTRI

2
PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH PADA PASUTRI

Pakinah Herliani *
* Dosen Tetap Prodi Hukum Ekonomi Syariah STAI Muara Bulian
hasibuan_herliani@yahoo.co.id
Abstract
The family is the gathering of two or more individuals
who are bound by the knot in an effort to preserve life.
Sakinah is a peaceful atmosphere that surrounds the
households in which each of the parties (husband and
wife) running the commands of Allah with
perseverance, mutual respect, and mutual tolerance.
How to form a family sakinah among others always
think objectively and think clearly, do not look at the
past, kfokus in excess partner, mutual trust, to avoid a
third party, keeping romance, always prioritizing
communication, keep spirituality household, exercise
the rights and obligations of husband and wife. In
addition, married couples must also deepen their
knowledge and application of agam in married life

because religion has an important role in shaping
Mawaddah Warahmah Sakinah family is very
important, because the religion of the provisions of
Allah who guides and directs man towards happiness of
the world and the hereafter.
Keluarga adalah pertemuan dari dua atau lebih
individu yang terikat oleh simpul dalam upaya untuk
mempertahankan hidup. Sakinah adalah suasana
damai yang mengelilingi rumah tangga di mana
masing-masing pihak (suami dan istri) menjalankan
perintah Allah dengan ketekunan, saling menghormati,
dan saling toleransi. Bagaimana untuk membentuk
keluarga sakinah antara lain selalu berpikir objektif
dan berpikir jernih, tidak melihat masa lalu, kfokus
lebih mitra, saling percaya, untuk menghindari pihak

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 12

ketiga, menjaga romantisme, selalu mengutamakan
komunikasi, menjaga spiritualitas rumah tangga,

melaksanakan hak-hak dan kewajiban suami dan istri.
Selain itu, pasangan menikah juga harus memperdalam
pengetahuan dan aplikasi mereka dari agam dalam
kehidupan pernikahan karena agama memiliki peran
penting dalam membentuk keluarga Mawaddah
warahmah Sakinah sangat penting, karena agama
ketentuan Allah yang membimbing dan mengarahkan
manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Keywords: Keluarga Sakinah dan Pasutri
Pendahuluan
Sebagai makhluk biologis manusia memiliki kebutuhan vital
untuk makan, minum, istirahat dan seks yang tidak dapat
ditinggalkan. Untuk pemenuhan ini manusia memiliki kemampuan
untuk memilih. Manusia bertingkah laku untuk memenuhi kebutuhan
biologisnya, karena merupakan faktor pendorong yang penting dalam
kehidupan perkawinan seperti keinginan untuk memiliki keturunan,
dan memenuhi kebutuhan seksualnya. Dalam perkawinan selain
memenuhi kebutuhan biologisnya manusia juga membutuhkan kasih
sayang dari orang lain, sehingga dalam memenuhi kebutuhanya
tersebut manusia harus berinteraksi dengan sesama manusia lain.

Cinta sangat memerlukan keterbukaan diri antar pasangan,
apalagi pasangan suami-istri yang yang mengarungi perkawinan
dengan komitmen. Noller dan Fitz Pattrick (1993) mengaitkan
keterbukaan diri dengan hubungan suami-istri, bahwa keterbukaan
diri adalah bagian dari kemesraan hubungan antara suami dan istri
karena dalam hubungan yang mesra pasangan dapat menerima
pengakuan diri pasanganya dan memberikan tanggapan yang hangat
dan simpatik pada pasanganya. Keterbukaan diri tidak hanya terbuka
pada perasaan-perasaan positif saja tetapi juga perasaan negatif.
Permasalahannya di sini adalah dalam perkawinan tidak semua
pasangan suami-istri memiliki komitmen yang kuat. Akibatnya akan
menimbulkan persoalan atau konflik dalam kehidupan pasangan
tersebut bahkan lebih parah akan menimbulkan perceraian.
Cinta dan segala apapun yang mendasari utuhnya hidup
rumah tangga tidak lagi hanya mawaddah tapi juga selalu diiringi
rasa rahmah yang jalannya searah dengan pencarian ridho Allah
Subhanahu wa Ta‟ala dalam penyempurnaan agama yang separuhnya
sudah dipenuhi karena terjalinnya sebuah pernikahan antara kedua
insan. Oleh karena itu, keluarga sakinah diperlukan untuk
menghidupkan suasana yang lama terasa hambar dalam pernikahan,


13

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

membangkitkan cinta yang tadinya sudah layu, membasahi hati yang
sudah menjadi kering, menuai keharmonisan demi keharmonisan di
tiap atmosfer para penghuni rumah tangganya.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah
metode dskriptif analitis, maksudnya menggambarkan atau
melukiskan pembentukan keluarga sakinah pada pasutri melalui
berbagai teori dan analisis. Adapun analisis yang digunakan adalah
analisis kualitatif, yang tidak membutuhkan angka-angka.
Konsep Dasar Perkawinan/Pernikahan
Hukum keluarga dalam masyarakat muslim kontemporer,
baik di negara-negara muslim maupun negara-negara yang
penduduknya beragama Islam, sangat menarik untuk dikaji, sebab, di
dalam hukum keluarga Islam terdapat jiwa wahyu Ilahi dan sunnah
Rasulullah atau dalam qanun (perundang-undangan)-Nya senantiasa

dilandaskan pada firman Allah SWT. (Al-Qur‟an) dan sabda
Rasulullah (Hadits).
Keluarga sakinah merupakan dambaan sekaligus harapan
bahkan tujuan insan, baik yang akan ataupun yang tengah
membangun rumah tangga. Sehingga tidaklah mengherankan, jika di
kota-kota besar pada sekarang ini membincangkan konsep keluarga
sakinah merupakan kajian yang menarik dan banyak diminati oleh
masyarakat. Sehingga penyajiannya pun beragam bentuk; mulai dari
sebuah diskusi kecil, seminar, dan lokakarya hingga privat. Terlepas
apakah masalah keluarga sakinah ini menarik atau tidak menarik
untuk dikaji, namun yang pasti membentuk keluarga sakinah sangat
penting dan bahkan merupakan tujuan yang dicapai bagi setiap orang
yang akan membina rumah tangga, sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Ar-Rum ayat 21: Islam menginginkan pasangan suami
isteri yang telah atau akan membina suatu rumah tangga melalui akad
nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin keharmonisan di antara
suami isteri yang saling mengasihi dan menyayangi itu sehingga
masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya. Ada
tiga kunci yang disampaikan Allah SWT dalam ayat tersebut,
dikaitkan dengan kehidupan rumah tangga yang ideal menurut Islam,

yaitu: 1) Sakinah (as-sakinah), 2) Mawadah (al-mawaddah), dan 3)
Rahmah (ar-rahmah).
Sehingga ungkapan Rasulullah SAW “Baitii jannatii”,
rumahku adalah surgaku, merupakan ungkapan tepat tentang
bangunan rumah tangga atau keluarga ideal. Dimana dalam
pembangunannya mesti dilandasi fondasi kokoh berupa Iman,
kelengkapan bangunan dengan Islam, dan pengisian ruang

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 14

kehidupannya dengan Ihsan, tanpa mengurangi kehirauan kepada
tuntutan kebutuhan hidup sebagaimana layaknya manusia tak lepas
dari hajat keduniaan, baik yang bersifat kebendaan maupun bukan.
Dasar Hukum Perkawinan
Adapun dasar hukum perkawinan sebagai berikut:
1. UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Mahaesa.
Pasal 2
a. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
b. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 3
a. Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya
boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh
mempunyai seorang suami.
b. Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk
beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihakfihak yang bersangkutan.
Pasal 4
a. Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang,
sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang
ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
b. Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya
memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri
lebih dari seorang apabila:
 isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

 isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
 isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
a. Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undangundang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
 adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak
mereka;

15

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

 adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
b. Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini
tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteriisterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak
dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada

kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat
penilaian dari Hakim Pengadilan.
2. Al-Quran Surat An Nur Ayat 32

ِ ‫اِلني ِمن ِع‬
ِ َّ ‫و أَنْ ِكحوا ْاْلَيامى ِمْن ُكم و‬
‫باد ُك ْم َو إِمائِ ُك ْم إِ ْن يَ ُكونُوا‬
ُ َ
ْ َ ‫الص‬
َْ
ِ
ِ ِ ْ َ‫ُُف َ اا يُف ْنِ ِ م ِمن‬
)32 :‫ليم (النور‬
ْ ُ ُ َُ
ٌ ‫ضله َو ُ واس ٌع َع‬

"Dan kawinlah laki-laki dan perempuan yang janda di antara
kamu, dan budak-budak laki-laki dan perempuan yang patut buat
berkawin. Walaupun mereka miskin, namun Allah akan memampukan dengan kurniaNya karena Tuhan Allah itu adalah Maha

Luas pemberianNya, lagi Maha Mengetahui (akan nasib dan
kehendak hambaNya)".
Sebagaimana telah diketahui sejak dari permulaan Surat anNur ini, nyatalah bahwa peraturan yang tertera di dalamnya hendak
membentuk suatu masyarakat Islam yang gemah ripah, adil dan
makmur, loh jinawi. Keamanan dalam rohani clan jasmani dan dapat
dipertanggungjawabkan. Sehingga ada peraturan memasuki rumah,
ada peraturan memakai pakaian yang bersumber dari kesopanan
iman. Maka di dalam ayat yang selanjutnya ini terdapat pula
peraturan yang amat penting dalam rnasyarakat Islam, yaitu yang
dijelaskan dalam ayat 32 tersebut di atas. Hendaklah laki-laki yang
tidak beristeri dan perempuan yang tidak bersuami, baik masih
bujangan dan gadis ataupun telah duda dan janda, karena bercerai
atau karena kematian salah satu suami atau isteri, hendaklah segera
dicarikan jodohnya.
Apabila kita renungkan ayat ini baik-baik jelaslah bahwa
soal mengawinkan yang belum beristeri atau bersuami bukanlah lagi
semata-mata urusan peribadi dari yang bersangkutan, atau urusan
"rumahtangga" dari orang tua kedua orang yang bersangkutan saja,
tetapi menjadi urusan pula dari jamaah Islamiah, tegasnya
masyarakat Islam yang mengelilingi orang itu.

3. Al-Quran Surat Ar Rum Ayat 21

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 16

ِ
ِ
ِِ ِ
‫اجا لِتَ ْس ُكنُوا إِلَيُْف َ ا َو َج َع َل بَُفيُْفنَ ُك ْم‬
ً ‫َوم ْن آيَاته أَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم م ْن أَنُْف ُفس ُك ْم أ َْزَو‬
ٍ ‫موَّد ًة ور ْْحةً إِ َّن ِِف َذلِك ََلي‬
)21 :‫ات لَِ ْوٍم يَُفتَُف َف َّك ُو َن (ال وم‬
َ ََ َ َ
َ َ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS.
30:21)
Manusia mengetahui bahwa mereka mempunyai perasaanperasaan tertentu terhadap jenis yang lain. Perasaan-perasaan dan
pikiran-pikiran itu ditimbulkan oleh daya tarik yang ada pada
masing-masing mereka, yang menjadikan yang satu tertarik kepada
yang lain, sehingga antara kedua jenis pria dan wanita itu terjalin
hubungan yang wajar. Mereka melangkah maju dan bergiat agar
perasaan-perasaan itu dan kecenderungan-kecenderungan antara lakilaki dan wanita itu tercapai. Puncak dari semuanya itu ialah
terjadinya perkaw nan antara laki-laki dan perempuan itu. Dalam
keadaan demikian bagi laki-laki hanya istrinya itulah wanita yang
paling cantik dan baik, sedang bagi wanita itu, hanya suaminyalah
laki-laki yang menarik hatinya. Masing-masing mereka merasa
tenteram hatinya dengan ada pihak yang lain itu. Semuanya ini
merupakan modal yang paling berharga dalam membina rumah
tangga bahagia.
Dengan adanya rumah tangga yang berbahagia jiwa dan
pikiran menjadi tenteram, tubuh dan hati mereka menjadi tenang
serta kehidupan dan penghidupan menjadi mantap, kegairahan hidup
akan timbul, dan ketenteraman bagi laki-laki dan wanita secara
menyeluruh akan tercapai. Khusus mengenai kata-kata "mawaddah"
(rasa kasih) dan "rahmah" (sayang), Mujahid dan Ikrimah
berpendapat bahwa yang pertama adalah sebagai ganti dari kata
"nikah" (bersetubuh, bersenggama) dan yang kedua sebagai kata
ganti "anak". Jadi menurut Mujahid dan Ikrimah, maksud perkataan
Tuhan: "Bahwa Dia menjadikan antara suami dan istri rasa kasih
sayang ialah adanya perkawinan sebagai yang disyariatkan Tuhan
antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dari jenisnya sendiri,
yaitu jenis manusia, akan terjadilah persenggamaan yang
menyebabkan adanya anak-anak dan keturunan. Persenggamaan
adalah merupakan suatu keharusan dalam kehidupan manusia,
sebegaimana adanya anak-anak adalah merupakan suatu keharusan
yang umum pula. Ada yang berpendapat bahwa: "mawaddah" bagi
anak muda, dan "rahmah" bagi orang tua. Sehubungan dengan

17

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

mawaddah itu Allah mengutuk kaum Lut yang melampiaskan
nafsunya dengan melakukan homosex, dan meninggalkan istri-istri
mereka yang seharusnya kepada istri-istri itulah mereka
melimpahkan rasa kasih sayang dan dengan merekalah seharusnya
bersenggama.
Tujuan Perkawinan
Tujuan dilakukannya perkawinan antara lain:
1. Untuk Membentengi Akhlak Yang Mulia
2. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
4. Untuk Meningkatkan Ibadah kepada Allah.
5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Manfaat Perkawinan
1. Dapat menundukkan pandangan.
2. Akan terjaga kehormatan
3. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
4. Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah.
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab
dijaminnya ia untuk masuk ke dalam surga.
6. Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
7. Akan mendapatkan keturunan yang shalih.
8. Menikah dapat menjadi sebab peningkatan jumlah ummat
Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi Wassalam.
9. Akan terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah wa
rahmah.
Pengertian Keluarga
Berbagai definisi mengenai keluarga telah dikemukakan oleh
para ilmuwan maupun lembaga, yang memberikan gambaran betapa
pentingnya arti sebuah keluarga.
Duvall dan Logan ( 1986 ) mendefinisikan Keluarga dengan
sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya,
dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta
sosial dari tiap anggota keluarga.
Bailon dan Maglaya ( 1978 ) mendefinisan Keluarga dengan
pengertian dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah,perkawinan, atau adopsi.
Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu
budaya. DepartemenKesehatan RI ( 1988 ) mendefinisikan
Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 18

kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di
suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat di tarik suatu
kesimpulan, bahwa yang disebut keluarga adalah berkumpulnya dua
individu atau lebih yang diikat oleh tali pernikahan dalam upaya
melestarikan kehidupan. Adapun karakteristik-karakteristik dari
sebuah keluarga adalah sebagai berikut:
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi;
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah
mereka tetap memperhatikan satu sama lain;
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masingmasing mempunyai peran sosial antara lain suami, istri, anak,
kakak dan adik;
4. Mempunyai tujuan yaitumenciptakan dan mempertahankan
budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan
sosial anggota.
Pengertian Sakinah
Secara harfiyah (etimologi) sakinah diartikan ketenangan,
ketentraman dan kedamaian jiwa. Kata ini dalam Al-Qur‟an
disebutkan sebanyak enam kali dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan
bahwa sakinah itu didatangkan Allah SWT ke dalam hati para nabi
dan orang-orang yang beriman. Ali bin Muhammad Al-Jurjani
mendefinisikan sakinah adalah adanya ketentraman dalam hati pada
saat datangnya sesuatu yang tidak terduga, dibarengi satu nur
(cahaya) dalam hati yang memberi ketenangan dan ketentraman.
Adapun menurut Muhammad Rasyid Ridha bahwa sakinah adalah
sikap jiwa yang timbul dari suasana ketenangan dan merupakan
lawan dari kegoncangan bathin dan ketakutan.
Ulama tafsir menyatakan bahwa sakinah dalam ayat tersebut
adalah suasana damai yang melingkupi rumah tangga dimana
masing-masing pihak (suami-isteri) menjalankan perintah Allah
SWT dengan tekun, saling menghormati, dan saling toleransi. Dari
suasana as-sakinah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan
menyayangi (al-mawaddah), sehingga rasa bertanggung jawab kedua
belah pihak semakin tinggi.
Pengambilan kata sakinah yang ditujukan pada tujuan
pernikahan di dalam islam, diambil dari ayat ke 21 dari al-Qur‟an
Surat al-Rum yang artinya:
”dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa

19

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Dalam ayat tersebut di atas ada kalimat “ litaskunuu ilaiha”.,
yang dalam terjemah bahasa Indonesia lebih diartikan dengan “
supaya kamu cenderung dan tentram kepadanya”. Kalimat
“litaskunuu” ini lah, yang kemudian membentuk kata sakinah.
Di dalam bahasa Arab, kata-kata sakinah berasal dari katakata “ sakana – yaskunu – sukunun – sakinatun “, dimana di
dalamnya terkandung makna “ tenang, terhormat, aman, penuh kasih
sayang, mantap dan memperoleh pembelaan.
Dari dua definisi di atas yakni tentang keluarga dan sakinah,
maka dapatlah kita definisikan bahwa keluarga sakinah itu
adalah berkumpulnya dua individu atau lebih yang diikat oleh tali
pernikahan dalam upaya melestarikan kehidupan dimana dalamnya
terdapat interaksi yang melahirkan ketenangan, rasa aman,
kemantapan baik ekonomi, fisik, maupun psikis, saling menghormati,
saling mengasihi dan menyayangi, serta saling membela satu sama
lain.
Keluarga sakinah merupakan kondisi keluarga yang sangat
ideal dalam menjalani kehidupannya, dimana keluarga yang ideal
seperti ini sangat jarang adanya. Namun sekalipun sangat jarang
keberadaannya, bukan berarti tidak dapat diwujudkan, hanya saja
dalam upaya mewujudkannya diperlukan pengorbanan yang sangat
besar dan sangat panjang, baik pengorbanan waktu, materi, ilmu dan
lain-lain.
Kriteria Umum Keluarga Sakinah
Dalam Program Pembinaan Gerakan keluarga sakinah
disusun kriteria-kriteria umum keluarga sakinah yang terdiri dari
Keluarga Pra Sakinah, Keluarga Sakinah I, Keluarga Sakinah II,
Keluarga Sakinah III, dan Keluarga Sakinah III Plus yang dapat
dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kondisi masing-masing
daerah. Uraian masing-masing kriteria sebagai berikut :
1. Keluarga Pra Sakinah : yaitu keluarga-keluarga yang dibentuk
bukan melalui ketentuan perkawinan yang syah, tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan material (basic need)
secara minimal, seperti keimanan, shalat, zakat fitrah, puasa,
sandang, pangan, papan dan kesehatan.
2. Keluarga Sakinah I : yaitu keluarga- keluarga yang dibangun
atas perkawinan yang syah dan telah dapat memenuhi
kebutuhan spiritual dan material secara minimal tetapi masih
belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti
kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan dan

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 20

keluarganya, mengikuti interaksi sosial keagamaan dengan
lingkungannya.
3. Keluarga Sakinah II : yaitu keluarga-keluarga yang dibangun
atas perkawinan yang syah dan di samping telah dapat
memenuhi kebutuhan kehidupannya juga telah mampu
memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta
bimbingan keagamaan dalam keluarga serta mampu
mengadakan
interaksi
sosial
keagamaan
dengan
lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati serta
mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlakul
karimah, infaq, zakat, amal jariyah menabung dan sebagainya.
4. Keluarga Sakinah III : yaitu keluarga-keluarga yang dapat
memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan, akhlakul
karimah sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya
tetapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.
5. Keluarga Sakinah III Plus : yaitu keluarga-keluarga yang telah
dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan dan
akhlakul karimah secara sempurna, kebutuhan sosial
psikologis, dan pengembangannya serta dapat menjadi suri
tauladan bagi lingkungannya.
Untuk mengukur keberhasilan program keluarga sakinah
tersebut ditentukan tolok ukur umum masing-masing tingkatan.
Tolok ukur ini juga dapat dikembangkan sesuai situasi dan kondisi di
sekitarnya. Adapun tolok ukur umum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keluarga Pra Sakinah
a. Keluarga yang dibentuk melalui perkawinan yang tidak
syah
b. Tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
c. Tidak memiliki dasar keimanan
d. Tidak melakukan shalat wajib
e. Tidak mengeluarkan zakat fitrah
f. Tidak menjalankan puasa wajib
g. Tidak tamat SD, dan tidak dapat baca tulis
h. Termasuk kategori fakir dan atau miskin
i. Berbuat asusila
j. Terlibat perkara-perkara criminal
2. Keluarga Sakinah I
a. Perkawinan sesuai dengan peraturan syariat dan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974
b. Keluarga memiliki surat nikah atau bukti lain, sebagai
bukti perkawinan yang syah
c. Mempunyai Perangkat shalat, sebagai bukti melaksanakan
shalat wajib dan dasar keimanan

21

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

d. Terpenuhi kebutuhan makanan pokok, sebagai tanda bukan
tergolong fakir dan miskin
e. Masih sering meninggalkan shalat
f. Jika sakit sering pergi ke dukun
g. Percaya terhadap takhayul
h. Tidak datang di pengajian atau majelis taklim
i. Rata-rata keluarga tamat atau memiliki ijazah SD
3. Keluarga Sakinah II
Selain memiliki kriteria Keluarga Sakinah I, keluarga tersebut
hendaknya :
a. Tidak terjadi perceraian, kecuali sebab kematian atau hal
sejenis lainnya yang mengharuskan terjadinya perceraian
itu
b. Penghasilan keluarga melebihi kebutuhan pokok, sehingga
bisa menabung
c. Rata-rata keluarga memiliki ijazah SLTP
d. Memiliki rumah sendiri meskipun sederhana
e. Keluarga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan sosial
keagamaan
f. Mampu memenuhi standar makanan yang sehat serta
memenuhi empat sehat lima sempurna
g. Tidak terlibat perkara kriminal, judi, mabuk, prostitusi dan
perbuatan amoral lainnya.
4. Keluarga Sakinah III
a. Aktif dalam upaya meningkatkan kegiatan dan gairah
keagamaan di masjid-masjid maupun dalam keluarga
b. Keluarga aktif dalam pengurus kegiatan keagamaan dan
sosial kemasyarakatan
c. Aktif memberikan dorongan dan motifasi untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta kesehatan
masyarakat pada umumnya
d. Rata-rata keluarga memiliki ijazah SMA ke atas
e. Mengeluarkan zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf senantiasa
menigkat
f. Meningkatkan pengeluaran qurban
g. Melaksanakan ibadah haji secara baik dan benar, sesuai
tuntunan agama dan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku
5. Keluarga Sakinah III Plus
a. Keluarga yang telah melaksanakan ibadah haji dan dapat
memenuhi kriteria haji yang mabrur
b. Menjadi tokoh agama, tokoh masyaraat dan tokoh
organisasi yang dicintai oleh masyarakat dan keluarganya

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 22

c. Mengeluarkan zakat, infaq, shadaqah, jariyah, wakaf
meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif
d. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat
sekelilingnya dalam memenuhi ajaran agama e. Keluarga
mampu mengembangkan ajaran agama
f. Rata-rata anggota keluarga memiliki ijazah sarjana
g. Nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah
tertanam dalam kehidupan pribadi dan keluarganya
h. Tumbuh berkembang perasaan cinta kasih sayang secara
selaras, serasi dan seimbang dalam anggota keluarga dan
lingkungannya
i. Mampu menjadi suri tauladan masyarakat sekitarnya
Ciri-Ciri Keluarga Sakinah
1. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada lima, yaitu:
a. Memiliki kecenderungan kepada agama.
b. Yang muda menghormati yang tua dan yang tua
menyayangi yang muda.
c. Sederhana dalam belanja.
d. Santun dalam bergaul.
e. Selalu introspeksi.
Dalam hadis Nabi juga disebutkan bahwa: ada “empat hal akan
menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un
min sa`adat al mar’i)”, yakni:
a. Suami/isteri yang setia (saleh/salehah).
b. Anak-anak yang berbakti.
c. Lingkungan sosial yang sehat.
d. Dekat rizkinya.
2. Hubungan antara suami-isteri harus atas dasar saling
membutuhkan, seperti pakaian dan yang dipakainya (hunna
libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi
pakaian ada tiga, yaitu:
a. Menutup aurat.
b. Melindungi diri dari panas-dingin.
c. Perhiasan.
Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus memfungsikan diri
dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan,
suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga
sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau
membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu
tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil
membanggakan isteri, jangan terbalik jika saat keluar rumah istri atau
suami tampil menarik agar dilihat orang banyak. Sedangkan giliran
ada di rumah suami atau istri berpakaian seadanya, tidak menarik,

23

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

awut-awutan, sehingga pasangannya tidak menaruh simpati
sedikitpun padanya. Suami-isteri saling menjaga penampilan pada
masing-masing pasangannya.
3. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara
sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a
syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara
bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf.
Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami-isteri yang berasal
dari kultur yang menyolok perbedaannya.
4. Suami istri secara tulus menjalankan masing-masing
kewajibannya dengan didasari keyakinan bahwa menjalankan
kewajiban itu merupakan perintah Allah SWT yang dalam
menjalankannya harus tulus ikhlas. Suami menjaga hak istri dan
istri menjaga hak-hak suami. Dari sini muncul saling menghargai,
mempercayai, setia, dan keduanya terjalin kerjasama untuk
mencapai kebaikan di dunia ini sebanyak-banyaknya melalui
ikatan rumah tangga. Suami menunaikan kewajiabannya sebagai
suami karena mengharap ridho Allah. Dengan menjalankan
kewajiban inilah suami berharap agar amalnya menjadi berpahala
di sisi Allah SWT. Sedangkan isteri, menunaikan kewajiban
sebagai isteri seperti melayani suami, mendidik anak-anak, dan
lain sebagainya juga berniat semata-mata karena Allah SWT.
Kewajiban yang dilakukannya itu diyakini sebagai perintah Allah,
tidak memandang karena cintanya kepada suami semata, tetapi di
balik itu dia niat agar mendapatkan pahala di sisi Allah melalui
pengorbanan dia dengan menjalankan kewajibannya sebagai istri.
5. Semua anggota keluarganya seperti anak-anaknya, isteri dan
suaminya beriman dan bertaqwa kepada Allah dan rasul-Nya
(shaleh-shalehah). Artinya hukum-hukum Allah dan agama Allah
terimplementasi dalam pergaulan rumah tangganya.
6. Rizkinya selalu bersih dari yang diharamkan Allah SWT.
Penghasilan suami sebagai tonggak berdirinya keluarga itu selalu
menjaga rizki yang halal. Suami menjaga agar anak dan istrinya
tidak berpakaian, makan, bertempat tinggal, memakai kendaraan,
dan semua pemenuhan kebutuhan dari harta haram. Dia berjuang
untuk mendapatkan rizki halal saja.
7. Anggota keluarga selalu ridho terhadap anugrah Allah SWT yang
diberikan kepada mereka. Jika diberi lebih mereka bersyukur dan
berbagi dengan fakir miskin. Jika kekurangan mereka sabar dan
terus berikhtiar. Mereka keluarga yang selalu berusaha untuk
memperbaiki semua aspek kehidupan mereka dengan wajib
menuntut ilmu-ilmu agama Allah SWT.

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 24

Faktor-faktor Pembentuk Keluarga Sakinah
1. Faktor utama
Untuk membentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah,
pernikahan, dan berkeluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal
yang perlu difahami, antara lain:
a. Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri
terhadap suami
b. Menjadikannya sebagai Qowwam (yang bertanggung
jawab) Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan.
Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan
kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam.
c. Menjaga kehormatan diri, Menjaga akhlak dalam
pergaulan. Menjaga izzah suami dalam segala hal. Tidak
memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa seizin
suami
d. Berkhidmat kepada suami, Menyiapkan dan melayani
kebutuhan lahir batin suami. Menyiapkan keberangkatan.
Mengantarkan kepergian. Suara istri tidak melebihi suara
suami. Istri menghargai dan berterima kasih terhadap
perlakuan dan pemberian suami.
2. Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami
terhadap istri
a. Istri berhak mendapat mahar
b. Mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir
batin, Mendapat nafkah: sandang, pangan, papan.
Mendapat pengajaran Diinul Islam. Suami memberikan
waktu untuk memberikan pelajaran. Memberi izin atau
menyempatkan istrinya untuk belajar kepada seseorang
atau lembaga dan mengikuti perkembangan istrinya.
Suami memberi sarana untuk belajar. Suami mengajak
istri untuk menghadiri majlis ta‟lim, seminar atau
ceramah agama.
c. Mendapat perlakuan baik, lembut dan penuh kasih
sayang, Berbicara dan memperlakukan istri dengan penuh
kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil dan paska lahir.
Sekali-kali bercanda tanpa berlebihan. Mendapat kabar
perkiraan waktu kepulangan. Memperhatikan adab
kembali ke rumah.
3. Faktor penunjang
Diantara faktor-faktor penunjang dalam pembentukan
keluarga sakinah adalah sebagai berikut :
a. Bersikap realistis
Bersikaf realistis di sini adalah menerima kenyataan dari
pasangan hidup yang merupakan pilihan kita sendiri.

25

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

Suami harus menerima kelebihan dan kekurangan yang
ada pada istrinya, pun sebaliknya. Selain itu
dimaksudkan dengan realistis ini adalah memanfaatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi
intinya adalah adanya keridhoan atas karunia Allah yang
telah dilimpahkan dan berusaha semaksimal mungkin
memanfaatkan karunia tersebut.
b. Peningkatan pengetahuan
Bukan hanya pengetahuan ajgama yang dibutuhkan
dalam
menjalani
kehidupan
keluarga,
namun
pengetahuan umum lainnya pun dibutuhkan.Pengetuan
umum yang banyak dibutuhkan dalam mendukung
terbentuknya keluarga sakinah adalah pengethuan tentang
memasak, mengelola keuangan, tatacara berbusana, ilmu
kecantikan
dan lain-lain.Semua
ilmu
tersebut
dipergunakan untuk memelihara keutuhan keluarga.
c. Silaturrahmi
Silaturrahmi merupakan salah satu faktor penunjang bagi
pembentukan keluarga sakinah. Silaturrahmi di sini
dimaksudkan silaturrahmi antara suami-istri dengan
keluarganya (ibu dan bapaknya), dengan saudarasaudaranya, termasuk di dalamnya dengan saudarasaudara dari kedua orang tunanya. Pemeliharaan
hubungan silaturrahnmi ini, akan sangat membantu
dalam menjaga keutuhan keluarga, sehingga tatakala ada
sebuah permasalahan yang menghinggapinya, keluarga
yang lain akan membantunya.
4. Faktor pemeliharaan
Antara memilih dan dipilih. Begitulah sesungguhnya hidup
ini. Hal ini dikarenakan kehidupan manusia di dunia ini sering
diwarnai sebuah proses pilihan hidup yang saling susul-menyusul,
yang selalu hadir dalam dua buah kondisi:Memilih ataukah
dipilih! Dan salah satu kenyataan hidup yang tak dapat kita hindari
adalah keniscayaan untuk memilih calon suami atau istri sebagai
pendamping hidupnya di dunia bahkan hingga di akhirat.
Masalah pertama yang harus diperhatikan dalam
membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah,
pemilihan pasangan hidup merupakan pintu gerbang pertama yang
harus dilewati secara benar sebelum masuk kepada lembaga keluarga
Islami yang sesungguhnya, sehingga perjalanan selanjutnya menjadi
lebih mudah dan indah untuk dilalui. Tujuannya agar lelaki yang
shalih akan mendapatkan wanita yang shalihah, demikian pula
sebaliknya. Allah berfirman yang artinya:

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 26

"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji,
dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula),
dan wanita-wanita yang baik adalah untk laki-laki yang baik dan
laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik
(pula)” (QS. An Nuur: 26).
Mengapa kita harus selektif?
Kecermatan memilih pasangan hidup sangat menentukan
keberhasilan perjalanan seorang hamba di dunia dan akhirat. Apalagi
mengingat pernikahan merupakan bentuk penyatuan dari dua lawan
jenis yang berbeda dalam banyak hal, keduanya tentu memiliki
kebaikan dan keburukan yang tingkatannya juga berbeda satu sama
lain.
Akibat salah memilih. Akibat salah dalam memilih
pasangan hidup, banyak pasangan suami istri yang menghadapi
kesulitan dan hidupnya malah tidak bahagia, bahkan perceraian dan
gonta-ganti pasangan menjadi sesuatu yang sudah biasa dilakukan.
Dewasa ini, begitu banyak kasus pertikaian di dalam sebuah
keluarga, dari sekedar konflik yang berbentuk pertengkaran mulut
sampai dengan penganiayaan fisik bahkan pembunuhan, yang
disebabkan oleh kesalahan langkah awal dalam membentuk rumah
tangga. Camkanlah nasehat Luqman Al Hakim berikut ini:
“Wahai anakku, takutlah terhadap wanita jahat karena dia
membuat engkau beruban sebelum masanya. Dan takutlah wanita
yang tidak baik karena mereka mengajak kamu kepada yang tidak
baik, dan hendaklah kamu berhati-hati mencari yang baik dari
mereka.” (Begitu pula untuk Wanita berhati-hatilah dalam mencari
pasangan).
Siapa yang harus kita pilih?
Islam telah mengajarkan dengan cermat atas dasar apa kita
harus memilih pasangan hidup kita:
“Dinikahi wanita atas dasar empat perkara: karena
hartanya, karena kecantikannya, karena keturunannya, dan karena
agamanya. Barangsiapa yang memilih agamanya, maka
beruntunglah ia.” (HR. al Bukhari dan Muslim).
Maka jelaslah bagi kita bahwa ada empat dasar dalam
menentukan siapa yang layak untuk kita pilih menjadi pasangan
hidup kita, yakhi kekayaan, keelokan, keturunan serta akhlak dan
agama. Dan di antara semuanya, maka akhlak dan agama menjadi
jaminan kedamaian dan kebahagiaan, sebaliknya pengabaian bahkan
pengingkaran terhadap masalah ini akan menyebabkan fitnah dan
kerusakan yang besar bagi para pelakunya. Alangkah indahnya
memang bila kesemuanya terkumpul pada diri seseorang hamba
Allah.

27

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

5. Pilih yang taqwa, baru yang lain
a. Kekayaan, hal ini memang utama, bahkan Rasulullah SAW
adalah seorang dermawan yang paling banyak sedekahnya,
tetapi pernikahan bukanlah sekedar transaksi perdagangan
semata, bahkan Allah mengancam mereka yang menikah
semata-mata karena mengharapkan kekayaan dengan
kefakiran: “Barangsiapa yang menikahi wanita karena
hartanya, Allah tidak akan menambahkannya kecuali
kefakiran..”(HR. Ibnu Hibban).
b. Keelokan, hal ini juga memang boleh-boleh saja dan
menyukai keelokan memang fitrah manusia, bahkan Allah
sendiri indah dan menyukai keindahan, tetapi pernikahan pun
bukan sekedar kesenangan mata belaka. Sesungguhnya
keelokan merupakan karunia Allah kepada hamba-Nya, yang
kelak pasti akan diambil-Nya secara perlahan dengan
bertambahnya usia sang hamba. Karena memang tidak ada
keelokan yang berkekalan di dunia yang fana ini. “Janganlah
kamu menikahi wanita karena kecantikannya, sebab
kecantikan itu akan lenyap dan janganlah kamu menikahi
mereka karena hartanya, sebab harta itu akan membuat dia
sombong. Akan tetapi nikahilah mereka karena agamanya,
sebab seorang budak wanita yang hitam dan beragama itu
lebih utama.” (HR. Ibnu Majah).
c. Keturunan, demikian pula hal ini juga sesuatu yang utama,
tetapi pernikahan pun bukan sekedar kebanggaan silsilah
yang justru bisa membawa kepada penyakit (ashobiyah).
Bahkan Allah mengancam mereka yang menikahi seseorang
hanya untuk mengejar keturunan, dengan memberikan
kerendahan bukan kemuliaan. “Barangsiapa yang menikahi
wanita karena keturunannya, Allah tidak akan menambahkan
kecuali kerendahan…”(HR. Ibnu Hibban).
d. Akhlak dan Agama
Inilah faktor yang paling utama, yang tidak boleh tidak, harus
ada pada calon pasangan hidup kita. Semakin baik akhlak dan agama
seseorang, maka seakan-akan semakin jelaslah kebahagiaan sebuah
rumah tangga telah terbentang di hadapan kita. Akhlak dan agama di
sini bukanlah sebatas ilmu dan retorika atau banyaknya hafalan di
kepala, melainkan mencakup ucapan dan perbuatan sebagai cerminan
dari hati seseorang yang telah melekat dalam kepribadiannya, dan
inilah TAQWA yang sebenarnya!
Mempersempit pilihan untuk keutamaan:
a. Pilihan yang sekufu

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 28

“Pilihlah wanita-wanita yang akan melahirkan anak-anakmu
dan nikahilah wanita yang sekufu (sederajat) dan nikahlah dengan
mereka.” (HR. Ibnu Majah, Al Hakim, dan Al Baihaqi).
Al Kafa‟ah merupakan masalah kesesuaian dan kesamaan
antara pasangan pernikahan yang dianggap paling mendekati, seperti
pertimbangan akan masalah: usia, garis keturunan, kehormatan,
profesi, atau tingkat pendidikan. Para ulama menyarankan agar lakilaki idealnya menikah dengan wanita yang setingkat dengannya atau
di bawahnya, sedangkan seorang wanita sebaiknya menikah dengan
laki-laki yang mempunyai tingkatan yang sama atau di atasnya.
b. Memilih yang penuh kasih sayang dan subur
“Nikahilah wanita-wanita yang penuh kasih dan banyak
memberikan keturunan (subur) sebab aku akan bangga dengan
banyaknya ummat di hari kiamat kelak” (HR. Ahmad).
Hamba yang penuh kasih dan mengasihi adalah hamba yang
memiliki nada perasaan (afek) yang halus serta emosi yang
terkendali. Kita dapat mengenali apakah seseorang termasuk kriteria
ini melalui ucapan, perbuatan ataupun tatapan mata, baik di kala ia
gembira maupun kecewa, yang kesemuanya itu dapat memberikan
gambaran tentang bagaimana kepribadian dan isi hati yang
dimilikinya. Apakah dipenuhi kelembutan dan kasih sayang?
Ataukah dipenuhi kekasaran, kebencian dan kepalsuan?
c. Memilih kerabat yang jauh
Nasihat Rasulullah SAW: “Janganlah kalian menikahi
kerabat dekat, sebab dapat berakibat melahirkan keturunan yang
lemah akal dan fisik.” Dan selain untuk menjaga kualitas keturunan
dari penyakit bawaan, menikahi mereka yang berasal jauh dari
keluarga kita akan menambah ikatan kekerabatan dengan orang lain,
serta memberikan kebahagiaan sendiri bila harus berpergian jauh
untuk saling silaturahim.
d. Memilih para gadis
“Nikahilah para gadis sebab ia lebih lembut mulutnya, lebih
lengkap rahimnya, dan tidak berfikir untuk menyeleweng, serta rela
dengan apa yang ada di tanganmu.”(HR. Ibnu Majah. Al Baihaqi
dari Uwaimir bin Saidah).
Pernikahan dengan yang masih gadis lebih utama daripada
janda, karena dapat membuat hubungan lebih erat dan menyatu,
mereka lebih mudah digoda dan bercanda serta bersenang-senang,
lebih setia dan menerima, serta lebih sedikit beban mental dan
psikologisnya bagi kita. Semua ini mempunyai kesan dan
kenikmatan tersendiri di dalam menambah keindahan rumah tangga.
e. Cinta Kasih
Suatu hal yang tidak boleh dilupakan dalam memilih calon
istri adalah hendaknya dia adalah wanita yang dicintai dan menerima

29

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

cinta atau mencintai calon suami. Karena wanita yang dicintai inilah
tentunya yang paling ideal dan paling disenangi oleh calon suami.
Sebagaimana Allah SWT sendiri memerintahkan agar kita menikah
dengan wanita yang menyenangkan atau yang kita senangi.
Firmannya: “...Maka
menikahlah
dengan
wanita
yang
menyenangkan hati kalian!...” (QS an-Nisa ayat 3).
Pada dasarnya, cinta adalah hal yang amat misteri dan amat
suci. Kadang-kadang kita sendiri kesulitan mendeteksi dari mana
asalnya cinta, yang tiba-tiba telah tumbuh dalam diri kita. Tanpa
diduga sebelumnya, tiba-tiba muncul dan jatuh pada seseorang
(lawan jenis). Padahal mungkin secara nalar tidak masuk akal. Bisa
saja pemuda tampan justru jatuh cinta kepada gadis yang buruk rupa.
Tidak mustahil gadis bangsawan nan rupawan justru tergila-gila
kepada pemuda desa yang tidak tergolong tampan. Tidak sedikit
pengusaha muda yang sukses justru cintanya tertambat pada
karyaatinya yang rendah jabatanya, dan seterusnya.
Jika menurut berbagai pertimbangan, wanita itu benar-benar
ideal, dan hasil dari konfirmasi terhadap Allah (shalat istikharah) pun
menunjukan tanda-tanda positif, maka langkah berikutnya ialah
menjajagi perihal wanita tersebut untuk kemudian meminang dan
menikahinya.
6. Komitmen Perkawinan
Penting untuk memahami arti sebuah komitmen perkawinan.
Selama ini komitmen perkawinan dipahami sebatas tingkat keinginan
seseorang untuk bertahan dalam perkawinannya. Padahal menurut
Michael P. Johnson, penggagas teori komitmen perkawinan dari The
Pennsylvania State University, komitmen perkawinan perlu dipahami
dalam tiga bentuk, yaitu:
a. Komitmen personal, yaitu keinginan untuk bertahan karena
cinta terhadap pasangan dan perasaan puas terhadap
hubungan itu sendiri.
b. Komitmen moral, yaitu rasa bertanggung jawab secara moral
baik terhadap pasangan maupun janji perkawinan.
c. Komitmen struktural yang berbicara mengenai komitmen
untuk bertahan dalam suatu hubungan karena alasan-alasan
struktural seperti yang disebutkan di atas.
Kedua komitmen tersebut hanya menurunkan probabilitas
terpilihnya perceraian sebagai suatu solusi. Orang yang memiliki
keduanya tetapi tidak memiliki komitmen personal, akan
mengeluhkan betapa kering perkawinan mereka. Perkawinan ini juga
lebih rawan akan konflik. Ditambah dengan tidak adanya lagi rasa
tertarik terhadap hubungan dan pasangan, masing-masing dapat
kehilangan minat untuk menyelesaikan konflik tersebut. Akhirnya
pasangan ini menjadi rentan terhadap perselingkuhan.

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 30

Dengan demikian, komitmen personal tentunya perlu dijaga
untuk membangun perkawinan yang bebas affair. Menjaga
komitmen personal berarti menjaga kepuasan hubungan. Kepuasan
bersifat subjektif dan tergantung dari masing-masing pasangan. Oleh
karena itu kita butuh memahami keinginan pasangan dan
menyesuaikan diri satu sama lain. Untuk itu perlu menjalin
komunikasi dua arah, mendiskusikan perbedaan, dan mendengarkan
penuh empati. Disertai dengan respek satu sama lain, dan dilengkapi
dengan rasa percaya.
7. Komunikasi Efektif
Penyelesaian yang baik dan rasional adalah dengan berbicara
agar keutuhan rumah tangga bisa dipertahankan. Banyak kasus ketika
bicara baik-baik itu penting. Misalnya, ketika seorang istri yang
sebelumnya tidak bekerja, kemudian ingin bekerja karena merasa
anak-anak sudah cukup dewasa. Ketika suami memutuskan untuk
bekerja ke luar negeri, sementara istri tidak menginginkan suaminya
meninggalkan keluarga. Ketika istri menginginkan agar ibunya
tinggal serumah dengannya, padahal adik-adiknya masih ada dan,
menurut suami, merekalah yang berhak untuk mengurusnya. Ketika
suami ingin menikah lagi dan istri melihat itu akan berdampak buruk
terhadap kehidupannya. Dan masih banyak contoh lainnya.
Menyiapkan diri sebelum membicarakan persoalan rumah
tangga dengan pasangannya:
a. Mempersiapkan apa saja yang akan dibicarakan dan cara
yang bagaimana yang bisa memuaskan pasangannya.
b. Tidak terlalu menuntut merupakan hal yang penting untuk
mewujudkan pembicaraan yang berhasil, tetapi bukan
semua tuntutannya terpenuhi.
c. Berbicara terkadang mengharuskan membuka kembali
kenangan lama agar bisa sampai kepada penyelesaiannya,
karena salah satu pihak akan rugi demi seimbangnya
kembali hubungan suami-isteri. Contohnya: ketika suami
mengizinkan isteri bekerja, maka suami pun harus rela
menanggung beban tugas rumah tangga lebih besar
daripada sebelumnya. Dalam hal ini penting sekali untuk
menimbang secara matang memberikan prioritasnya.
Kiat-kiat Membangun Keluarga Sakinah
1. Pilih pasangan yang shaleh atau shalehah yang taat menjalankan
perintah Allah dan sunnah Rasulullah SWT.
2. Pilihlah pasangan dengan mengutamakan keimanan dan
ketaqwaannya
dari
pada
kecantikannya,
kekayaannya,
kedudukannya.

31

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

3. Pilihlah pasangan keturunan keluarga yang terjaga kehormatan
dan nasabnya.
4. Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan
untuk menghidari hubungan yang dilaran Allah SWT
5. Suami berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang
suami dengan dorongan iman, cinta, dan ibadah. Seperti memberi
nafkah, memberi keamanan, memberikan didikan islami pada
anak istrinya, memberikan sandang pangan, papan yang halal,
menjadi pemimpin keluarga yang mampu mengajak anggota
keluaganya menuju ridha Allah dan surga -Nya serta dapat
menyelamatkan anggota keluarganya dario siksa api neraka.
6. Istri berusaha menjalankan kewajibann ya sebagai istri dengan
dorongan ibadah dan berharap ridha Allah semata. Seperti
melayani suami, mendidik putra-putrinya tentan agama islam dan
ilmu pengetahuan, mendidik mereka dengan akhlak yang mulia,
menjaga kehormatan keluarga, memelihara harta suaminya, dan
membahagiakan suaminya.
7. Suami istri saling mengenali kekurangan dan kelebihan
pasangannya, saling menghargai, merasa saling membutuhkan dan
melengkapi, menghormati, mencintai, saling mempercai kesetiaan
masing-masing, saling keterbukaan dengan merajut komunikasi
yang intens.
8. Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu
bersama dalam mengarungi badai dan gelombang kehidupan.
9. Suami mengajak anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau
ibadah bersama-sama, seperti suami mengajak anak istrinya
bersedekah pada fakir miskin, dengan tujuan suami mendidik
anaknya agar gemar bersedekah, mendidik istrinya agar lebih
banyak bersukur kepada Allah SWT, berzikir bersama-sama,
mengajak anak istri membaca al-qur‟an, berziarah qubur,
menuntut ilmu bersama, bertamasya untuk melihat keagungan
ciptaan Allah SWT. Dan lain-lain.
10. Suami istri selalu meomoh kepada Allah agar diberikan keluarga
yang sakinah mawaddah wa rohmah.
11. Suami secara berkala mengajak istri dan anaknya melakukan
instropeksi diri untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan
datang. Misalkan, suami istri, dan anak-anaknya saling meminta
maaf pada anggota keluarga itu pada setiap hari kamis malam
jum‟at. Tujuannya hubungan masing-masing keluarga menjadi
harmonis, terbuka, plong, tanpa beban kesalahan pada
pasangannnya, dan untuk menjaga kesetiaan masing-masing
anggota keluarga.
12. Saat menghadapi musibah dan kesusahan, selalu mengadakan
musyawarah keluarga. Dan ketika terjadi perselisihan, maka

Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Pasutri – Pakinah Herliani 32

anggota keluarga cepat-cepat memohon perlindungan kepada
Allah dari keburukan nafsu amarahnya.
Hak Suami Yang Harus Dipenuhi Istri :
a. Ketaatan Istri Kepada Suaminya
b. Isteri Harus Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut
c. Isteri Wajib Berbuat Baik Kepada Suaminya
d. Istri Wajib Mendidik Anak dengan Baik
Hak Suami Yang Harus Dipenuhi Istri :
a. Engkau memberinya makan apabila engkau makan.
b. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian.
c. Janganlah engkau memukul wajahnya,dan
d. Janganlah engkau menjelek-jelekannya, dan
e. Janganlah engkau tinggalkan dia melainkan di dalam rumah
(jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah).
Penutup
Keluarga adalah berkumpulnya dua individu atau lebih yang
diikat oleh tali pernikahan dalam upaya melestarikan kehidupan.
Sakinah adalah suasana damai yang melingkupi rumah tangga
dimana masing-masing pihak (suami-isteri) menjalankan perintah
Allah SWT dengan tekun, saling menghormati, dan saling toleransi.
Cara membentuk keluarga yang sakinah antara lain selalu berpikir
objektif dan berpikir jernih, jangan melihat masa lalu,kfokus pada
kelebihan pasangan, saling percaya, hindari pihak ketiga, menjaga
romantisme, selalu utamakan komunikasi, jaga spiritualitas rumah
tangga, melaksanakan hak dan kewajiban suami istri. Selain itu,
pasangan suami istri juga harus memperdalam ilmu dan penerapan
agam dalam kehidupan pernikahan karena agama memiliki peran
penting dalam membentuk keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah
sangat penting, karena agama merupakan ketentuan-ketentuan Allah
Swt yang membimbing dan mengarahkan manusia menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Bibliografi
A.M,Sardiman., 1996, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Lestari, Sri., 2012, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan
Penanganan Konflik dalam Keluarga, Jakarta:Prenada
Media Group.
Prayitno., 2009, Dasar Teori dan Praktisi Pendidikan, Jakarta:
Grasindo Purwanto, M. Ngalim., 1995, Psikologi
Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

33

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 11-33

Robbins, Stephen P.; Timothy A. Judge., 2008, Perilaku Organisasi
Buku 1, Jakarta: Salemba Empat.
Slameto., 1995, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,
Jakarta: Rineka Cipta.