View of SEKOLAH SEBAGAI SISTEM SOSIAL

4
SEKOLAH SEBAGAI SISTEM SOSIAL
Nur’aini *
* Prodi Manajemen Pendidikan Islam STAI Muara Bulian
nurainijelutung@gmail.com
Abstract
Title intent in writing this is to examine that education is
the hope of improving the quality of Human Resources
(HR). School or educational institution is a mirror of
society, because the school or institution that is the place
to transfer and receive science education. In this paper
explains the sense of the school, the school's main task,
the focus of teaching school and the school as a social
system.
Judul niat dalam menulis ini adalah untuk menguji
pendidikan yang merupakan harapan meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sekolah atau
lembaga pendidikan adalah cermin masyarakat, karena
sekolah atau lembaga yang adalah tempat untuk
mentransfer dan menerima ilmu pendidikan. Dalam
makalah ini menjelaskan arti sekolah, tugas utama

sekolah, fokus sekolah pengajaran dan sekolah sebagai
sistem sosial.
Keywords: Sekolah, Sistem Sosial
Pendahuluan
Pendidikan menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia. Pendidikan
menjadi sarana bagi pembentukan intelektualitas, bakat, budi
pekerti/ahlaq serta kecakapan peserta didik. Atas pertimbangan inilah
selayaknya semua pihak perlu memberikan perhatian secara
maksimal terhadap bidang pendidikan. Perhatian tersebut antara lain
direalisasikan melalui kerja keras secara kontinu dalam memperbarui
dan meningkatkan kualitas pendidikan dari waktu ke waktu. Melalui

Sekolah Sebagai Sistem Sosial – Nur’aini 54

cara demikian, pendidikan diharapkan mampu menjadi aneka macam
kebutuhan, tuntutan dan permasalahan yang tengah dihadapi
masyarakat.
Dunia pendidikan dimasa depan memang dituntut untuk lebih
dekat lagi dengan realitas dan permasalahan hidup yang tengah

menghimpit masyarakat. Ungkapan school is mirror society
(sekolah/lembaga pendidikan adalah cermin masyarakat) seyogyanya
benar-benar mewarnai proses pendidikan yang sedang berlangsung.
Sebagai konsekuensinya, lembaga pendidikan harus ikut berperan
aktif dalam memecahkan problem sosial.1
Komitmen (kesepakatan) dan concern (permufakatan)
terhadap pemecahan problem sosial seperti itu seharusnya menjadi
bagian dari visi dan misi dunia pendidikan nasional. Bahkan lembaga
pendidikan nasional semakin dituntut untuk lebih melipat gandakan
komitmen sosiologisnya mengingat kompleksitas permasalahan yang
tengah dihadapi bangsa Indonesia.
Seperti kita ketahui, bangsa Indonesia saat ini sepertinya
kehilangan karakter yang telah dibangun berabad-abad. Keramahan,
tenggang rasa, kesopanan, rendah diri, suka menolong, solidaritas
sosial dan sebagainya yang merupakan jati diri bangsa seolah-olah
hilang begitu saja.2 Di lain pihak, warga masyarakat belakangan ini
juga dicemaskan oleh maraknya kasus penyalahgunaan narkoba.
Ironisnya, penyalahgunaan narkoba telah merambah ke lembaga
sekolah dan perguruan tinggi dengan melibatan para pelajar dan
mahasiswa.

Permasalahan ini tentu saja menuntut kesadaran kolektif dari
lembaga pendidikan dibantu orang tua anak didik, aparat keamanan,
aparat penegak hukum dan komponen-komponen masyarakat lain
untuk mengatasinya.
Selain narkoba, warga masyarakat juga sering dipusingkan
dengan kasus tawuran pelajar. Tawuran telah menjadi fenomena
musiman bagi para pelajar yang terjadi pada tiap awal tahun ajaran
baru, menjelang akhir pembelajaran atau di sela-sela itu. Oleh karena
itu perlu pemahaman intensif terhadap akar penyebab munculnya
tawuran pelajar sehingga dapat dilakukan penanganan secara tepat.
Fenomena merosotnya kualitas moral bangsa Indonesia
tampaknya telah menggugah kesadaran bersama perlunya
memperkuat kembali dimensi moralitas bangsa, diantaranya dengan
mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan ahlaq/budi pekerti secara
optimal dibanding sebelumnya, diasumsikan dengan bekal
pendidikan ahlaq/budi pekerti yang cukup, peserta didik akan
1

Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat Upaya Menawarkan Solusi
Terhadap Problem Sosial, (Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006), hlm. 5.

2
Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat, hlm. 6.

55

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 53-66

memiliki daya tahan (resistensi) secara moral dalam menghadapi
godaan dan pengaruh negative dari kehidupan modern.
Namun yang perlu diingat, adalah bahwa keberhasilan proses
pembelajaran budi pekerti/ahlaq di sekolah mempersyaratkan adanya
dukungan dari insitusi di luar sekolah. Dalam hal ini orang tua,
lingkungan masyarakat dan media massa harus memberikan ruangan
kondusif bagi proses penanaman dan pembentukan budi pekerti.
Termasuk juga tayangan televisi harus bermuatan edukatif sehingga
dapat memupuk tumbuhnya nilai-nilai budi pekerti/ahlaq di kalangan
anak-anak dan remaja.3
Di pihak lain, bangsa Indonesia yang bersifat multi kultur
hingga kini masih dibayangi oleh aneka macam konflik yang
bernuansa SARA. Untuk mengantisipasinya tentu saja membutuhkan

sebuah paradigm pendidikan dengan melembagakan filsafat
pluralism. Budaya dalam sistem pendidikan dengan mengedepankan
prinsip persamaan, saling menghargai, menerima dan memahami
serta adanya komitmen moral terhadap keadilan sosial.4
Selanjutnya sekolah dapat diartikan sebagai tempat
menyemaikan bibit intelektual dalam sebuah kawah candradimuka
yang mengisi, mendoktrin, membimbing, megnarahkan serta
membuka wawasan dari sebuah kegelapan menuju sebuah
pencerahan dalam kehidupan, sekolah juga merupakan wadah
persemaian profesionalitas, kreatifitas dan kemandirian yang
ditumbuhkan melalui nilai-nilai yang mengikat keseluruhan sistem
sekolah dan di sosialisasikan melalui proses pembelajaran. Proses
persemaian ini melibatkan seluruh komponen pendukung seperti
pemerintah, guru, siswa, kepala sekolah, staf dan pengguna
(stakeholder) serta pemitra sekolah lainnya.5
Dari uraian mengenai sekolah atau madrasah yang telah
dikemukakan, maka dapat diambil pemahaman, bahwa sekolah atau
madrasah adalah lembaga pendidikan yang didalamnya terjadi proses
pembelajaran antara peserta didik dan pendidik, dengan
menggunakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Tujuan Utama Sekolah: Pembelajaran dan Pengajaran
Salah satu masalah yang diajukan oleh program efektivitas
sekolaha dan banyak program perbaikan sekolah yang dihasilkan
3

Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat, hlm. 7.
Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat, hlm.. 8.
5
Muhtar dan Widodo Suparti, Manajemen Berbasis Sekolah, (Fifamas,
Jakarta, 2001), hlm. 15.
4

Sekolah Sebagai Sistem Sosial – Nur’aini 56

adalah bahwa efektivitas sekolah dipertimbangkan berdasarkan
pendekatan instrument sempit untuk mengukur belajar siswa, secara
singkat berdasarkan tes kemampuan membaca, menulis dan

berhitung. Padahal selain tiga hal tersebut masih banyak cara untuk
menjadi penmdidikan sekolah yang baik. 6
Koalisi (kerjasama) sekolah teladan telah tumbuh dari
kesadaran yang sama bahwa ada beberapa fungsi pokok yang harus
dilakukan sekolah, dan yang tidak seharusnya dibelokkan dari sana.
Koalisi itu dihasilkan dari temuan A Study of High Schools yang
dipimpin oleh Theodore Sizer, mantan dekan Graduate School of
Education di Harvard dan kemudian direktur Philips Academy
School Principals (NASSP) dan National Association of Independen
School (NAIS). Koalisi itu beranggotakan 40 sekolah dengan 10
diantaranya menjadi kelompok inti untuk bekerja dengan DR. Brown
University dalam menghasilkan satu piagam pernyataan untuk
rekonstruksi (penyusunan kembali) pendidikan menengah. Dalam
bentuknya yang paling sederhana, pandangna koalisi yaitu statemen
yang “Kurang itu lebih”, bahwa sekolah telah mengambil terlalu
banyak tugas dan kesejahteraannya akan dipulihkan bila melepaskan
tugas tambahan dan memusatkan diri pada pencapaian misi utama
mereka.7
Sebagai akibatnya, koalisi mengembangkan 9 prinsip yang
memuat inti fungsi sekolah dan apa yang dapat dijadikan sebagai

manifesto (perwujudan) bagi semua sekolah. Kesembilan prinsip
tersebut adalah :
1. Sekolah mempunyai fokus intelektual
Sekolah tidak dapat menjadi segalanya bagi semua orang dan
pada intinya sekolah itu tidak ada untuk membantu orang
mengembangkan pikiran mereka.
2. Tujuan sekolah harus sederhana
Tujuan utama sekolah adalah untuk menjamin bahwa setiap
siswa menguasai sejumlah keterampilan pokok atau bidang
ilmu pengetahuan. Hal ini menekankan belajar tuntas
terhadap silabus yang ditentukan secara jelas.
3. Tujuan sekolah berlaku untuk semua
Tujuan sekolah berlaku untuk semua kelompok siswa, bukan
berlaku hanya kepada sebagian saja. Sekolah perlu
merancang pelajarannya sehingga setiap siswa memiliki
kesempatan untuk belajar dengan baik.
4. Metafora (pemakaian kata-kata bukan arti sebenarnya,
melainkan lukisan yang berdasarkan persamaan atau
6


Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul (Penerbit Lembaga
Indonesia Adidaya, Jakarta, 2000), hlm.119.
7
Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul, hlm.119.

57

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 53-66

perbandingan) yang berlaku adalah siswa sebagai pekerja.
Aktivitas sekolah didasarkan kepada siswa sebagai pelajar,
bukan didasarkan kepada guru sebagai pekerja yang belum
didasarkan kepada guru sebagai pekerja yang menyampaikan
program pendidikan. Maka sekolah menekankan bahwa siswa
sendirilah yang bertanggung jawab atas pelajaran mereka.
5. “Pameran Siswa” itu dituntut
Sekolah menuntut siswa menunjukkan bahwa mereka telah
menguasai pelajaran. Maka ijazah, kemampuan atau wisuda
berarti tidak lebih dari bahwa siswa dapat menunjukkan bukti
bahwa mereka ialah belajar dan tampil dengan baik.

6. Sikap itu penting
Suasana sekolah tergantung kepada sikap yang baik. Dengan
demikian sekolah akan mewujudkan nilai-nilai harapan yang
menggembirakan, kepercayaan dan kesopanan, dan orang tua
akan diperlakukan sebagai mitra kerja utama dalam
mengembangkan nilai-nilai ini.
7. Staf : spesialis dalam generalis
Setiap anggota staf diharapkan memiliki komitmen
(kesepakatan) kepada sekolah secara keseluruhan dan
misinya. Tanggung jawab generalis ini juga meliputi
spesialisasi guru untuk pelajaran tertentu dalam kurikulum.
8. Pendidikan adalah belajar secara individual
Baik aktivitas belajar maupun mengajar, perlu untuk
dijadikan sebagai kegiatan perseorangan. Karena itu, guru
tidak boleh diberikan begitu banyak siswa sehingga tidak
dapat lagi mengenali siswanya satu persatu. Seharusnya guru
memiliki kurang dari 80 siswa yang berada dibawah
pengawasannya, tanpa kecuali, guru harus memiliki tanggung
jawab memiliki ilmu pendidikan yang menjamin bahwa
setiap siswanya mampu mengambil pelajaran yang sesuai.

9. Anggaran menunjukkan prioritas
Sumber daya sekolah, khususnya anggaran, seharusnya
mendapat apa yang menjadi prioritas tertinggi. Sekolah
mungkin mesti mengurangi atau menghilangkan beberapa
pelayanan dalam rangka memelihara kualitas pelayanan
utama.8
Dari pembahasan yang telah dikemukakan, hal ini membawa
kita kepada salah satu bangunan dasar untuk menciptakan sekolah
yang efektif dan unggul. Tentunya sekolah harus memusatkan diri
kepada tugas utamanya, dan seharusnya disusun dalam kerangka
mendukung esensi tersebut.
8

Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul, hlm.120 – 121.

Sekolah Sebagai Sistem Sosial – Nur’aini 58

Cukup menarik bahwa masalah ini merupakan salah satu
prinsip perencanaan yang diajukan oleh Peters dan Waterman,
berdasarkan temuan mereka dari sebuah survey antar perusahaanperusahaan paling sukses di Amerika. Tetap pada rajutan, mereka
sarankan : organisasi yang unggul adalah mereka yang mengetahui
apa yang terbaik untuk dilakukan bagi kepentingan mereka sendiri,
yang memiliki keterampilan ahli pada bidang tertentu, dan yang
mencurahkan perhatian mereka kepada bidang tersebut bukan
membiarkan pemborosan atau sikap yang pelit.9
Kesimpulannya, koalisi sekolah teladan telah melaksanakan
penerapan pendidikan secara sederhana pada poin ini juga dalam
model ceramah. Dan lebih jelasnya, sekolah adalah tempat belajar
yang berfokus kepada siswa.
Fokus Pengajaran Sekolah
Sesuatu yang menarik untuk dicatat, betapa seringnya istilah
pengajaran muncul dalam literature sekolah efektif. Sebagai contoh,
kepala sekolah yang baik tidak mesti pengelola atau manajemen
sekolah yang efektif, melainkan pemimpin pengajaran. Guru terbaik
adalah mereka yang memiliki harapan pendidikan tinggi terhadap
siswanya dan tidak malu tentang pengajaran formal. Sekolah terbaik
mendefinisikan tugas pengajaran secara jelas sebagai program
pengajaran formal.10
Dari beberapa literature memaparkan bahwa kelas yang
paling efektif ditandai dengan waktu yang lebih banyak digunakan
untuk tugas dengan jam pelajaran formal dan dengan pendekatan
yang teratur dan sistematis terhadap kegiatan belajar dan mengajar.11
Mungkin juga baik bagi sekolah untuk dikaji ulang, dari
fungsinya yang berlainan dan kegiatan tak terprogram yang
dibebankan kepadanya. Sekolah dengan sendirinya akan terus
memperhatikan kesejahteraan sosial siswa, namun dia utamanya
menjadi masalah orientasii dan fokus. Sekolah ada untuk mendukung
belajar dan tujuan utamanya harus memasukkan semua hal yang
ingin dilakukan sekolah.
Sekolah Efektif Menggunakan Penilaian dan Pengajaran Yang
Sistematis
Suatu organisasi tidak akan efektif kecuali bila memiliki
tujuan yang akan dicapai. Efektifitas berarti pencapaian tujuan, maka
tidaklah mengherankan bahwa sekolah yang baik memiliki

9

Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul, hlm.122.
Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul, hlm.122.
11
Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul, hlm.123.
10

59

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 53-66

kurikulum yang secara terus-menerus di evaluasi serta kemajuan
siswa dijajaki secara teratur.
Shoemaker dan Fraser menulis:
“Keyakinan akan perlunya tujuan pengajaran didefinisikan
dengan baik dan sistem evaluasi yang komprehensif menjadi
hal yang lazim dan hampir tidak berarti. Meskipun demikian,
prestasi siswa terkait dengan pengetahuan siswa dan guru
kemana mereka menuju, dan meneliti seberapa jauh mereka
telah maju. Dalam sekolah yang mencapai prestasi tinggi,
tujuan pengajaran menentukan, dan tes serta evaluasi
memperoleh perhatian serius dan cermat.”12
Selanjutnya Shoemaker dan Fraser juga mengatakan bahwa
temuan yang paling konsisten dalam kajian efektifitas sekolah adalah
hubungan signifikan antara harapan dan kemajuan. Sangat sederhana,
siswa dipacu menuju harapan yang ditetapkan oleh sekolah untuk
mereka capai. Mereka diharapkan untuk maju, dan mereka benarbenar maju.13
Akan halnya sekolah efektif terdapat harapan bahwa siswa
belajar dengan baik, Coleman berpendapat : Bahwa “Pengendalian
takdir” sebagai faktor yang kuat dalam menentukan prestasi siswa di
sekolah. Istilah ini bermakna tingkat dimana siswa menilai bawa
mereka sendirilah yang mengelola kehidupannya. Cukup menarik,
salah satu sarana untuk meningkatnya “Pengendalian takdir” adalah
dengan cara membuat orang tua terlibat dalam kehidupan, pekerjaan
dan program sekolah. Apabila orang tua memperhatikan mereka
dapat mengubah status que (seperti patung) dengan tindakan mereka,
anak-anak juga akan menjadi yakin terhadap diri mereka sendiri.14
Dalam hal yang sama tentang sekolah efektif terdapat harapan
bahwa siswa belajar dengan baik, Carol Lopate mempunyai
pandangan sebagai berikut :
“Ketika orang tua terlibat dalam proses pengambilan
keputusan pendidikan, anak-anak mereka bekerja lebih baik
di sekolah. Prestasi yang meningkat ini mungkin disebabkan
oleh pengurangan jarak antara tujuan di rumah dan tujuan di
sekolah serta perubahan sikap guru sebagai hasil rasa
tanggung jawab yang lebih besar ketika orang tua anak dapat
terlihat di sekolah. Hal ini juga dikaitkan dengan
meningkatnya kesadaran pengendalian yang dirasakan anak
terhadap “takdir-nya sendiri ketika melihat orang tuanya

12

Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul, hlm.123.
Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul, hlm.123.
14
Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul, hlm.123 – 124.
13

Sekolah Sebagai Sistem Sosial – Nur’aini 60

secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan di
sekolah.”15
Pelukisan yang menonjol dalam penelitian sekolah efektif,
juga dikemukakan oleh Wilbur Brookover pada tahun 1978
mengenai sebuah studi yang ia dan timnya dari Michigan lakukan
untuk menelusuri bagaimana suasana sekolah atau subkultur
mempengaruhi belajar. Mereka menemukan : Bahwa kesadaran
kegagalan akademik siswa jelas berpengaruh lebih dari variable
(berubah-ubah) suasana lainnya. Tampaknya yang memperbaiki
prestasi siswa adalah komitmen guru terhadap perbaikan, harapan
akademik yang tinggi tentang siswa yang terlihat dalam evaluasi
konkrit serta dalam informasi kepada siswa tentang apa yang
diharapkan dari mereka, dan usaha yang cermat dengan kepala
sekolah. Siswa tampaknya perlu diingatkan berulang kali tentang
jaminan bahwa mereka dapat belajar dan bahwa siswa dapat
dikuasai.16
Dari apa yang telah dikemukakan oleh Brookover beserta
timnya dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa guru dalam sekolah dengan prestasi yang lebih tinggi
memerlukan proporsi waktu pengajaran yang lebih banyak.
2. Bahwa sekolah dengan prestasi yang lebih rendah cenderung
mengurangi proporsi yang lebih besar bagi siswanya.
3. Bahwa sekolah dengan prestasi yang lebih tinggi cenderung
menciptakan aktivitas kompetitif sehingga kelompokkelompok siswa berlomba sebagai tim bukannya individual.
4. Bahwa guru dalam sekolah dengan prestasi lebih tinggi
segera melakukan koreksi dan menyediakan pengajaran ulang
ketika siswa gagal memberikan jawaban yang benar.
Penguatan positif diberikan kepada siswa yang memberikan
yang benar.
Sekolah Efektif Memiliki Suasana Tertib dan Aman Yang
Kondusif Mendorong Belajar Mengajar
Suasana sekolah merupakan masalah yang diberikan
perlakuan yang cukup luas dalam literature administrasi pendidikan,
sehingga menjadi layak apabila ditanyakan struktur manajemen apa
yang cenderung ditemukan dalam sekolah efektif.
Pada tahun 1979 Cecil Miskel melaporkan studi di Kansas
yang mendokumentasi beberapa faktor keorganisasian yang
membantu sekolah menjadi efektif. Miskel melaporkan bahwa
sebuah organisasi efektif ditandai oleh produktivitas, kemampuan
beradaptasi, loyalitas dan kepuasan tugas. Paling tidak dapat
15
16

Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul... hlm.124.
Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul... hlm.124.

61

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 53-66

diperhatikan bahwa guru akan melaksanakan tugas mengajar mereka
lebih baik apabila mereka puas dengan pekerjaan mereka, apabila
mereka mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan
lingkungan dan apabila mereka memili keyakinan dan kepercayaan
kepada pemimpin.17
Sekolah Efektif Memiliki Pendidik Yang Kuat Sebagai Kepala
Sekolahnya
Kepala sekolah biasanya menonjol dalam ungkapan apapun
mengenai sekolah efektif. Akan tetapi, yang menarik adalah bahwa
tidak ada potret yang jelas muncul, setidaknya mengenai caranya
mengorganisasi sekolah atau mengenai gaya manajerialnya. Jelas
bahwa kepala dari sekolah yang efektif itu dapat menjadi kolaboratif
(kerja bersama-sama) atau dictatorial (tidak demokratis), ramah atau
keras, tetapi satu karakteristik umum yang tampak adalah bahwa
kepala sekolah yang efektif haruslah seorang pendidik – orang yang
jelas merupakan pemimpin pengajaran.
Dalam masalah ini, perlu kiranya dikemukakan pendapat
Hough yang menunjukkan bahwa banyak aspek administrasi sekolah
(dan sistem sekolah) tampak terkait secara leluasa dengan tugas
utama sekolah, yaitu belajar mengajar dan mungkin menarik untuk
melaksanakan semuanya itu. Namun hal ini adalah bidang manajer
kebudayaan. Untuk itu Hough mengusulkan bahwa ketika salah satu
dari sejumlah pertimbangan, berupa pertanyaan rujukan yang paling
penting dalam memutuskan jawaban adalah : Pilihan mana yang
paling sesuai untuk mendukung tujuan kurikulum terpilih dari
sekolah?. Secara singkat, pemimpin atau kepala sekolah harus
memahami kurikulum.18
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sekolah efektif
memerlukan seorang figure yang dapat mengorganisasikan seluruh
komponen yang ada didalamnya serta memanaje dengan baik serta
berkolaborasi dengan pihak-pihak yang ada didalamnya seperti guru,
siswa. Staf serta orang tua sebagai pengguna dan aspek lain, yaitu
penentuan kurikulum yang akan dipakai. Untuk itu semua sekolah
efektif haruslah memiliki seorang pendidik yang kuat sebagai
seseorang yang dijadikan pemimpin pengajaran.
Sekolah Sebagai Sistem Sosial
Kata sistem sosial, terdiri dari dua kata, yaitu sistem dan
sosial. Kata sistem artinya: 1. Sekelompok bagian-bagian (alat
tersebut) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan sesuatu
maksud; 2. Sekelompok dari pendapat, peristiwa, kepercayaan
17
18

Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul.., hlm.125.
Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul.., hlm.126.

Sekolah Sebagai Sistem Sosial – Nur’aini 62

tersebut yang disusun dan diatur baik-baik; 3. Cara (metode) yang
teratur untuk melakukan sesuatu.19 Sedangkan definisi sistem
menurut Shore & Voich ialah suatu keseluruhan yang terdiri dari
sejumlah bagian-bagian.20 Adapun Gerald, mendefinisikan sistem
ialah tata cara kerja yang saling berkaitan, dan bekerja sama
membentuk suatu aktifitas atau mencapai suatu tujuan tertentu. 21
Sistem menurut Banghari ialah sekelompok elemen-elemen yang
saling berkaitan yang secara bersama-sama diarahkan untuk
mencapai tujuan yang ditentukan.22 Murdick & Ross mendefinisikan
sistem sebagai seperangkat unsure yang melakukan suatu kegiatan
atau membuat skema dalam rangka mencapai tujuan dengan
mengolah data dan atau energy serta barang-barang dalam waktu
tertentu untuk menghasilkan informasi dan atau energy dan atau
benda.23
Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sistem adalah metode yang teratur untuk
melakukan kerja yang saling berkaitan dan bekerja sama membentuk
aktivitas untuk mencapai suatu tujuan.
Adapun kata sosial, artinya (segala sesuatu) yang mengenai
masyarakat ; kemasyarakatan.24
Apabila dua kata yaitu sistem dan sosial disandingkan
menjadi kata sistem sosial, maka artinya adalah, struktur jaringan
hubungan masyarakat antara sejumlah orang yang menempati
kedudukan atau posisi tertentu. Adanya sistem sosial itu
mengakibatkan adanya struktur organisasi sosial di sekolah, baik
menurut pola organisasi formasl (maupun informal). Pola organisasi
formal terbentuk secara resmi dan biasanya digambarkan dalam suatu
bagan organisasi (organogram) dengan menunjukkan garis perintah
dan garis konsultasi.

19

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hlm. 955.
Husaini Usman, Manajemen , Teori Praktek & Riset Pendidikan..,
(Bumi Aksara, Jakarta, 2008), edisi kedua, cet 1, Hal. 38
21
Husaini Usman, Manajemen , Teori Praktek & Riset Pendidika.., hlm.
38.
22
Husaini Usman, Manajemen, Teori Praktek & Riset Pendidikan.., hlm.
38.
23
Husaini Usman, Manajemen , Teori Praktek & Riset Pendidikan.., hlm.
38.
24
Husaini Usman, Manajemen, Teori Praktek & Riset Pendidikan.., hlm.
38.
20

63

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 53-66

Kepala Sekolah

Staf TU

Staf Guru

Badan Penasehat

Staf BK

_________ : Garis Perintah
-------------- : Garis Konsultasi
Bagan Sistem Sosial di Sekolah
Menurut Pola Organisasi Formal
Mencakup
Mencakup
para
siswa
semua warga dalam rangka
sekolah :
 Pimpinan
 Staf
Kegiatan
Kegiatan
Guru
Pengajaran
Non
 Staf BK  Satuan
Pengajaran
 Staf TU
Kelas
 Drumband
 Para
 Tingkatan  Tim
Siswa
kelas
olahraga
 Dan lain  Kelompok
sebagainya
pentas
(diatur
 Koor
oleh
 Dsb (diatur
Pimpinan)
oleh
Pimpinan
guru
&
OSIS

Menurut Pola Organisasi Informal
Mencakup
staf Menckup
para
guru, staf BK, siswa :
staf
TU
/  Kelompok
karyawan
yang
lahir
 Kelompok yang
secara spontan
lahir
secara
:
spontan,
- Klik
wanita
misalnya :
A+B+C+D
- Guru
pria  Pemimpin yang
A+B+C
lahir
secara
- Guru wanita
spontan
D+E+F
- Panglima
 Pemimpin yang
- Penjajah
lahir
secara
- Pengkhianat
spontan,
- Organisator
misalnya :
(diatur sendiri)
- Guru laki-laki
yang paling
senior
- Guru wanita
yang
berpengalama
n
(diatur
sendiri)

Keterangan :
Panglima
: Siswa yang bertindak demi kepentingan
bersama
Penjajah
: Siswa yang memperbudak teman demi
kepentingan sendiri

Sekolah Sebagai Sistem Sosial – Nur’aini 64

Penghasut

: Siswa yang mengambil inisiatif, tetapi puas
dengan mendorong siswa. Biasanya bersifat
mengacau
Organisator : Siswa yang mengambil inisiatif secara aktif
memimpin biasanya bersifat membangun
Pola Organisasi Formal
: Mengikuti ketentuan yang
diambil oleh mereka yang
berwenang
Pola Organisasi Informal : Mengikuti ketentuan yang
dibuat oleh orang sendiri,
lepas dari ketentuan resmi
Dalam keseluruhan sistem sosial di sekolah, terdapat
beberapa kedudukan atau posisi yang membawa prestise
(kehormatan) tinggi, baik dalam rangka pola organisasi formal
maupun informal. Ini berarti, bahwa orang-orang itu mendapat
penghargaan dan kehormatan tinggi, berdasarkan peranan yang
mereka pegang atau wewenang yang mereka miliki. Misalnya dalam
rangka pola organisasi formal, kepala sekolah mendapat kehormatan
tertinggi berdasarkan wewenang yang dimilikinya ; maka kedudukan
kepala sekolah mendapat prestise tertinggi. Demikian pula
kedudukan ketua OSIS, mendapat prestise tinggi dan dipandang
sebagai posisi terhormat, baik oleh para guru maupun oleh para
siswa. Dalam rangka pola organisasi informal, seorang guru yang
sudah lama bertugas di sekolah mendapat penghargaan khusus dan
kerap diakui oleh guru-guru lain sebagai seorang pemimpin,
meskipun kedudukannya sebagai seorang pemimpin tidak pernah
diatur secara resmi. Kedudukan itu membawa prestise tinggi.
Demikian pula suatu kelompok siswi yang pandai show off dalam
berpakaian atau berhias atau suatu kelompok siswa yang pandai
show off dalam keterampilan naik sepeda motor, dapat memperoleh
kedudukan istimewa dalam kalangan siswa. Semua siswa kagum
akan prestasi teman-teman itu, meskipun bukan prestasi dibidang
akademik. Seorang siswa yang terkenal sebagai jago berpacaran,
menunjukkan suatu prestasi yang dihargai tinggi oleh siswa-siswa
lain. Kedudukan kelompok show off atau jago berpacaran, mendapat
prestise tinggi, berdasarkan prestasi yang dikagumi oleh siswa-siswa
lain.
Terdapat juga kedudukan atau posisi yang membawa prestise
rendah, karena orang-orang yang menempati kedudukan itu belum
mempunyai wewenang atau belum menunjukkan prestasi yang patut
dihargai. Misalnya kedudukan sebagai guru baru membawa taraf
prestise rendah. Demikian juga kedudukan sebagai siswa baru
dikelas satu. Meskipun posisi-posisi itu telah diatur dengan jelas
menurut pola organisasi formal, namun orang-orang yang menempati

65

At-Tasyrih, Volume 2, Nomor 1, September 2016: 53-66

kedudukan itu belum mempunyai prestasi yang patut dihargai.
Disuatu sekolah menengah di kota besar sering dapat disaksikan
bahwa siswa yang datang ke sekolah dengan naik sepeda motor, oleh
teman-temannya dianggap berada “dibawah norma”, yang berlaku
sebagai norma ialah harus datang ke sekolah dengan naik sepeda
motor, oleh teman-temannya dianggap berada “dibawah norma”.
Yang berlaku sebagai norma ialah harus datang ke sekolah dengan
naik sepeda “dianggap sebagai posisi kurang terhormat” ; karena
kurang terhormat, kedudukan itu membawa prestise rendah.
Tinggi rendahnya prestise yang melekat pada kedudukan
tertentu, menunjukkan pada status sosial. Status sosial ialah tinggi
atau rendahnya prestise (kehormatan) yang diberikan kepada
seseorang warga sekolah, berdasarkan posisi yang dipegangnya
dalam keseluruhan sistem sosial yang berlaku di sekolah, baik
menurut pola organisasi formal maupun informal.
Dari paparan yang telah dikemukakan di atas, maka yang
dimaksud sekolah sebagai sistem sosial adalah lembaga pendidikan
yang di dalamnya terjadi proses pembelajaran antara pendidik dan
peserta didik, dengan seperangkat rencana serta pengaturan tentang
tujuan, isi, bahan pengajaran serta metode yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran guna mencapai
tujuan pendidikan dalam struktur jaringan kemasyarakatan.
Penutup
1. Sebagai lembaga pendidikan yang berorientasi pada masyarakat,
maka program efektifitas sekolah harus dipertimbangkan secara
cermat, agar tercipta pendidikan yang baik.
2. Beberapa prinsip yang harus dipertimbangkan, antara lain :
a) Sekolah berfokus intelektual.
b) Tujuan sekolah harus sederhana.
c) Tujuan sekolah berlaku untuk semua.
d) Pameran siswa itu perlu, artinya sekolah menuntut siswa
menunjukkan bahwa mereka menguasai pelajaran.
e) Sikap itu penting, artinya suasana sekolah tergantung kepada
sikap yang baik.
f) Staf : Spesialis dalam generalis, artinya setiap anggota staf
harus memiliki komitmen kepada sekolah secara keseluruhan.
g) Pendidikan adalah belajar secara individual.
h) Anggaran menunjukkan prioritas, artinya anggaran harus
digunakan untuk mendanai apa yang menjadi prioritas
tertinggi.

Sekolah Sebagai Sistem Sosial – Nur’aini 66

Bibliografi
Anomin, Peranan Belajar di Sekolah.
Anonim, Pemanajemenan Berbasis Madrasah, Jakarta Depag R.I,
2003.
Cyril Poster, Gerakan Menciptakan Sekolah Unggul, Lembaga
Indonesia Adidaya, Jakarta, 2000.
Dasim

Budi Mansyah, Model Pembelajaran
PT.Genesindo, Bandung, 2003.

:

Fortofolio.

E. Mulayasah, Kurikulum berbasis kompetensi, PT.Remaja Rosda
Karya, Bandung, 2004.
Husdini Usman, Manajemen – Teori Praktek dan Riset Pendidikan,
PT. Bumi Angkasa, Jakarta, 2008.
Mochtar Buchori, Transformasi Pendidikan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1995.
Mohammad Irfan – Masturi H.S, Teori Pendidikan, Friska Agung
Insani, Jakarta, 2008.
Muhammad Imarah, Islam dan Keamanan Sosial, Gema Insani,
Jakarta, 1999.
Muhammad Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, PT. Hida Karya,
Jakarta.
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris – Indonesia –
Indonesia – Inggris, Hasta, Bandung, 1980.
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PM Balai
Pustaka, Jakarta, 1976.

Dokumen yang terkait

View of PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA

0 1 14

6 ASPEK SOSIAL DALAM PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Abdul Mutalib Dosen Tetap Prodi Pendidikan Agama Islam STAI Muara Bulian abdulmutalibmpdigmail.com Abstract - View of ASPEK SOSIAL DALAM PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

0 0 21

5 PERAN PENGAJIAN ANTARA MAGHRIB ISYA (PAMI) DALAM MENGATASI BUTA AKSARA AL-QUR’AN DI DESA OLAK KECATAMAN MUARA BULIAN-BATANG HARI JAMBI Ansori Dosen Tetap Prodi Pendidikan Agama Islam STAI Muara Bulian ansori1183yahoo.co.id Abstract - View of PERAN PENGA

0 0 14

View of KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA DALAM SURAT LUQMAN AYAT 12-19

0 0 16

3 PERAN GURU DALAM MENANAMKAN NILAI NILAI AGAMA ISLAM PADA ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ISLAM AL-FALAH KOTA JAMBI Dodi Harianto Dosen Tetap Prodi Pendidikan Agama Islam STAI Muara Bulian infostai-muarabulian.ac.id Abstract - View of PERAN GURU DALAM MENANAMK

0 1 9

2 PENDIDIKAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN SEBAGAI MITRA SEJAJAR LAKI-LAKI Amiruddin Dosen Tetap Prodi Manajemen Pendidikan Islam STAI Muara Bulian infostai-muarabulian.ac.id Abstract - View of PENDIDIKAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN SEBAGAI MITRA SEJAJAR LAKI

0 0 23

View of STRATEGI PROMOSI PERPUSTAKAAN KELILING BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH PROVINSI JAMBI DALAM MENINGKATKAN MINAT BACA

0 2 18

View of PEMBELAJARAN DENGAN MEMPERHATIKAN ASPEK KEJIWAAN PESERTA DIDIK

0 0 10

View of KARAKTER KERJA KERAS DALAM PEMBELAJARAN STATISTIK

0 0 10

View of KEIMANAN SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN

0 0 15