PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DAN PENGEND

PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DAN PENGENDALIAN
PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA
Dwi Indah Puji Astuti
[email protected]
DATA BUKU :
Judul Buku
Penulis
Penerbit
Tahun Terbit
Kota Penerbit
Bahasa Buku
Jumlah Halaman
ISBN Buku

: Hukum Lingkungan di Indonesia
: Prof.Dr. Takdir Rahmadi, S.H., M.S.
: PT RajaGrafindo Persada
: 2014
: Jakarta
: Indonesia
: 298 Halaman

: 978-979-769-360-2

DISKUSI/PEMBAHASAN REVIEW
Penggundulah hutan, lahan kritis, menipisnya lapisan ozon,
pemanasan global tumpahan minyak di laut, ikan mati di anak sungai karena
zat-zat kimia, dan punahnya species tertentu adalah beberapa contoh dari
masalah-masalah lingkungan hidup. Dalam literature masalah-masalah
lingkungan dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yaitu pencemaran
lingkungan (pollution), pemanfaatan lahan secara salah (land misuse) dan
pengurasan atau habisnya sumber daya alam (natural resource depeletion).
Akan tetapi, dalam buku ini dilihat dari persepktif hukum yang berlaku di
Indonesia, masalah-masalah lingkungan hanya di kelompokkan ke dalam dua
bentuk, yakni pencemaran lingkungan (environmental pollution) dan
perusakan lingkungan hidup. Pembedaan masalah lingkungan ke dalam dua
bentuk dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) yang
kemudian dicabut oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). UUPLH juga hanya mengenal dua
bentuk maslah lingkungan hidup, yaitu: pencemaran dan perusakan
lingkungan.

Dalam buku ini, pengertian pencemaran lingkungan adalah
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 12 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997, yakni: masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi dan /komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan,
sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan hidup tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pengertian perusakan lingkungan sebagaimna dirumuskan dalam Pasal 1
butir 14, yaitu: tindakan yang menimbulkan perusakan langsung atau tidak
langsung terhadap sifat fisik dan /atau hayati yang mengakibatkan
lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan
1

berkelanjutan. Jadi dalam buku ini dalam penjelasan Pasal 1 di butir-butir
tersebut sangat mencemari lingkungan termasuk fisik sehingga kualitas
menjadi menurun sampai dengan tingkat tertentu yang akan menyebabkan
lingkungan hidup tersebut tidak berfungsi lagi. Dan tidak adanya
penunjangan pembangunan lagi yang berkelanjutan.
Pengurasan sumber daya alam (natural resource depletion) diartikan
sebagai pemanfaatan sumber daya alam secara tidak bijaksana sehingga
sumber daya alam itu baik kualitasnya maupun kuantitasnya menjadi

berkurang atau menurun dan pada akhirnya akan habis sama sekali.
Ancaman akan habisnya sumber daya alam, terutama dapat terjadi pada
sumber daya alam yang tidak terbarui, misalnya minyak bumi, gas alam,
batubara atau mineral pada umumnya. Meskipun beberapa jenis sumber
daya alam tergolong ke dalam sumber daya alam yang dapat diperbarui atau
tersedia secara tetap, kegiatan-kegiatan manusia dapat menyebabkan
sumber daya alam itu menjadi kurang kualitasnya. Misalnya, lahan adalah
termasuk sumber daya alam yang diperbarui, jika lapisan permukaan tanah
terkikis habis, maka lahan menjadi tidak atau berkurangnya nilai untuk
budidaya pertanian.
Dalam buku ini dijelaskan juga mula-mula diatur dalam UU No.5 Tahun
19967 Tentang ketentuan pokok kehutanan dan berbagai peraturan
perundang-undangan pelaksanaannya seperti, PP No.21 Tahun 1970 tentang
Hak Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan dan PP No.18 Tahun
1975 tentang Perubahan PP No. 21 Tahun 1970, PP No.7 Tahun 1990 tentang
Hak Pengusahaan Tanaman Industri. Pada tahun 1999 pemerintah
mengundang UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (LN tahun 1999
No.167) yang mencabut berlakunya UU No.5 tahun 1967. Selain itu UU No.
41 Tahun 1999 kemudian diubah dengan UU No.19 Tahun 2004.
Di sini akan dijelaskan juga tentang UU No.41 Tahun 1999 merumuskan

sebagai berikut: “hutan ialah suatu ekosistem berupa hamparan lahan brisi
sumber daya alam yang dihayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya yang satu sama lainnya tidak dapat
dipisahkan.’’.Pengelolaan bhutan didasarkan pada asas manfaat dan lestari,
kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Berikut
juga akan dijelaskan tujuan poengelolaan kehutanan adalah untuk :
a. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukjup dan
sebaran yang proporsional.
b. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi
konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mendapatkan
manfaat lingkungan hidup.
c. Meningkatkan daya dukung alliran sungai.
d. Menihgkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasstas dan
keberdayaan masyarakat secara partisipayif, berkeadilan, dan
berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahan
2

sosial dan ekonomi srta ketahananterhadap akibat perubahan
eksternal.
e. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkekanjutan.

Berdasarkan status penguasaannya, hutan dapat dibedakan atas hutan
negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah
yang gidak dibebani hak katas tanah tersebut. Menurut ketentuan Pasal 5
ayat (2) hutan negara dapat berupa hukum adat. Ketentuan pasal 5 ayat (2)
UU No.41 Tahun 1999 itu merupakan pengakuan atas hak hukum adat. Itu
merupakan pengakuan masih mensubirdinasi hutan adat sebagai bagian dari
hutan negara. Namun dibandingkan dengan UU No. 5 Tahun 1967 yang sama
sekali tidak mengakui adanya hutan ada, UU No.41 Tahun 1999 agak
akomodatif terhadap tuntutan keberadaan hutan adat . Hutan hak adalah
hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak. Sebagai fungsinya hutan
dapat dibedakan atas itu tadi yang sudah di penjelasan awal. menjaga hutan
Lindung, hutan konservasi, hutan produksi. Untuk itu perlu kita lebih teliti
lagi dalam menjaga alam yang sudah dimiliki oleh negara kita.
Di buku ini juga dijelaskan pemanfaatan hutan dan kawasan hutan
produksi, dimana pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi dapat
terjadi, antara lain dalam bentuk kegiatan-kegiatan ini juga memerlukan izin
yang meliputi izin usaha pemanfaatan kawasan, izin pemanfaatan jasa
lingkungan pada kawasan hutan produksi, izin usaha pemanfaatan hasil
hutan kayu, izon pemanfaatn hasil hutam bukan kayu, dan hak pengusahaan
tanaman industri, Dan berikut kegiatan-kegiatannya sebagai berikut :

- Pemanfaatan kawasan.
- Pemanfaatan jasa lingkungan
- Pemanfaatan hasil hutan kayu
- Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
- Pemungutan hasil hutan kayu
- Dan pemungutan hasil hutan bukan kayu
Disamping adanya pemanfaatan hutan untuk kawasan hutan produksi,
dijelaskan juga mengenairehabilitasi, reklamasi dan perlindungan hutan.
Rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga fungsi
daya dukung, produktifitas, system pentangga kehidupan dapat tetap
terjaga. Bentuk-bentuk rehabilitasi hutan dan lahan adalah: reboisasi,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaam tanaman atau penerapan teknik
konservasi tanah secara vegetative dan sipil teknis pada lahan kritis dan
tidak produktif.
Perlindungan hutan dan konservasi alam dilakukan melalui usaha-usaha
mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan
yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya
alam, harta serta penyakit. Pemerintah dalam hal ini mempunyai
kewenangan untuk mengatur perlindungan hutan didalam ampuan diluar

kawasan hutan. Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh
pemerintah, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dan HPH wajib
3

melakukan perlindungan hutan didalam area kerjanya. Pemegang hak atau
izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di area kerjanya.
Ketentuan lebih lanjut tentang perlindungan hutan diatur melalui
peraturan pemerintah. Namun, hingga saat ini belum dikeluarkan peraturan
pemerintah tentang perlindungan hutan sebagai pelaksana UU No. 41 Tahun
1999. Oleh sebab itu, adalah relavan untuk mengkaji PP No. 28 Tahun 1985
Tentang Perlindungan Hutan yang merupakan pelaksanaan dari UU No.5
Tahun 1967. Pada tanggal 18 oktober 2004 pemerintah mengundang PP
No.45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan (LN Tahun 2004 No.147) yang
mencabut berlakunya PP No.28 Tahun 1985.
PP No.45 Tahun 2004 menetapkan tujuan dan prinsip perlindungan hutan.
Perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan
hutan, dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan
produk tercapai secara optimal dan lestari. Berikut juga dijelaskan prinsipprinsip perlindungan hutan terdiri atas upaya-upaya :
a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil
hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran,

daya-daya alam, harta serta penyakit.
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Dan untuk mencegahnya kita harus melakukan sosialisasi dan penyuluhan
peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
Dalam buku ini dijelaskan juga tentang penyelesaian sengketa
lingkungan hidup. Terhadap sengeketa lingkungan hidup dapat dirumuskan
dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas sengketa lingkungan hidup
adalah perselisihan kepentingan dua pihak atau lebih yang timbul
sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan sumber
daya alam di samping memberikan manfaat kepada sekelompok orang, juga
dapat menimbulkan kerugian terhadap kelompok lain, atau setidaknya
meletakkan risiko kerugian kepada kelompok lain. Sering kali manfaat dari
suatu kegiatan sumber daya alam dilihat secara makro, semengtara resiko
agtau dampak negative dari kegiatan itu dirasakan oleh sekelompok kecil
orang.
Sengketa lingkungan hidup (environmental disputes) sebenar-benarnya
tidak terbatas pada sengketa-sengketa yang timbul karena peristiwa
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, tetapi juga meliputi sengketasengketa yang terjafi karena adanya rencana-rencana kebijakan pemerintah

dalam bidang pemanfaatan dan peruntukan lahan, pemanfaatan hasil hutan,
kegiatan penebangan, rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik,
rencana pembangunan waduk, rencana pembangunan saluran udara
tegangan tinggi. Dengan demikian, pengertian sengketa lingkungan
mencakup konteks yang sanagt luas.
Akan tetapi, UULH 1997 dan UUPLH menganut perumusan sengketa
lingkungan hidup da;lam arti sempit. Sengketa lingkungan hidup dalam
UUPPLH dirumuskam dalam pasal 1 Butir 25 sebagai “ perselisihan antara
4

dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan berpotensi dan / atau telah
berdampak pada lingkungan hiduop.’’ Jadi, fokusnya masih pada kegiatan,
belum mencakup kebijakan atau program pemerintah yang berkaitan dengan
masalah-masalah lingkungan hidup. Dalam UULH 1997 pengertian sengketa
lingkungan dirumuskan dalam pasal 1 butir 19, yaitu “ perselisihan antara
dua pihak atau lebih yah ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup’’ akibat dari rumusan sempit
pengertian sengketa lingkungan hidup, maka pokok bahasan terbatas pada
masalah ganti kerugian dan pemulihan lingkungan.
Kegiatan-kegiatan ekonomi seperti pendirian sebuah pabrik, penetapan

lokasi pembuangan limbah, pembangunan waduk, pengambilan bahan
tambang dan hasil hutan yang dapat merugikan kepentingan suatu
kelompok dalam masyarakat sehingga dapat menimbulkan sengketan dapat
digolongkan ke dalam sengketa lingkungan. Ancaman terhadap hak dan
kepentingan sah dari suatu kelompok dalam masyarakat juga berarti dapat
mengganggu lingkungan sosial masyarakat yang bersangkutan.
Sengketa lingkungan berkisar pada kepentingan-kepentingan atau
kerugian-kerugian yang bersifat ekonomi, misalnya hilang atau terancamnya
mata pencaharian dan pemerosotan kualitas atau nilai ekonomi dari hak-hak
kebendaan, dan juga berkaitan dengan kepentingan-kepentingan non
ekonomi sifatnya. Misalnya terganggunya kesehatan, kegeiatan rekreasional,
keindahan, dan kebersihan lingkungan.
Disini dapat dilihat dari pihak yang terlibat sengketa-sengketa
lingkungan tidak selalu berupa pertikaian antara anggota-anggota
masyarakat di satu pihak dengan pengusaha atau industriawan dipihak lain,
tetapi juga pertikaian antara anggota-anggota disatu pihak dengan
pengusaha dan aparat pemerintah di pihak lain. Gejala seperti ini dapat juga
dilihat dari pengalaman negara- negarayang telah maju seperti Amerika
Serikat dan Kanada. Aparat pemerintahpun kadang-kadang terlibat dalam
sengketa dalam kedudukan sebagai trgugat karna perannya sebagai pihak

yang memberi izin atas kegiatan yang dilakukan yang menimbulkan dampak
negatif. Jenis sengketa ini yang pertama dapat dikatakan bercorak pada
murni, sedangkan jenis yang kedua bercorak administratif.
Di bahas juga penyelesaian sengketa juga dapat di selesaikan
berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009. Yang dijelaskan bahwa sebagian
besar ketentuan-ketentuan penyelesaian sengketa lingkungan UUPPLH
mengadopsi ketentuan-ketentuan
dalam UULH 1997. Penyelesaian
lingkungan hidup dalam UUPPLH diatur dalam Pasal 87 hingga Pasal 93.
Menurut UUPPLH penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh
secara sukarela melalui dua pilihan mekanisme, yaitu mekanisme proses
pengadilan dan mekanisme diluar pengadilan. Jika para pihak telah sepakat
untuk memiliih mekanisme di luar pengadilan, maka gugatan keperdataan
melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika mekanisme di luar pengadilan
dinyatakan tidak berhasil asatu pihak atau salah satu pihak.
Dan diobahas juga dalam buku ini tentang penyelesaian sengketa
melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa lindungan hidup melalui
5

pengadilan bermula dari adanya gugatandari pihak yang merasa dirugikan
terhadap pihak lain yang dianggap pihak lain yang di anggap penyebab
kerugian itu. UUPPLH menyediakan dua bentuk tuntutan yang dapat diajukan
oleh penggugat, yaitu meminta ganti kerugiaan dan meminta tergugat untuk
melakukan tindakan tertentu. Agar tergugat dapat di jatuhi hukuman seperti
yang dituntut oleh penggugat, maka harus di tentukan terlebih dahulu,
bahwa tergugat bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.
Di dalam ilmu hukum terdapat dua jenis tanggung gugat, yaitu
tanggung gugat berdasarkan kesalahan (liability based on fault) dan
tanggunggugat tidak berdasarkan kesalahan (liability without fault) atau juga
disebut strict liability. Tanggung gugat berdasarka kesalahan ditemukan
dalam rumusan Pasal 1365 KUH Perdata. Bahwa ketentuan Pasal 1365
menganut tanggung gugat berdasarkan kesalahan dapat di lihat dari unsurunsur rumusan pasal tersebut:
a. Perbuatan tergugat harus bersifat melawan hukum
b. Pelaku harus bersalah
c. Ada kerugian
d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan dengan kerugian.
Selain menganut tanggung gugat berdasarkan kesalahan, UUPPLH juga
memberlakukan tanggung gugat tanpa kesalahan strict liability yaitu unutuk
kegiatan-kegiatan yang mengunakan bahan berbahaya dan beracun atau
menghasilkan dan mengelola limbah berbahaya atau beracun yang
menimbulkan yang menimbulkan anmcaman serius terhadap lingkungan
hidup. Dan terdapat juga dua perbedaan penting antara rumusan tanggung
gugat mutlak berdasarkan UULH 1997 dan berdasarkan UUPPLH. Perbedaan
pertama adalah bahwa dalam rumusan UULH 1997 menggunakan istilah
penanggungjawab membayar ganti rugi secara langsung dan seketika,
sedangkan dalam UUPLH tidak lagi menggunakan istilah atau klausula itu,
tetapi menggunakan istilah bertanggung jawab secara mutlak tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan.
Saya berpedapat rumusan UUPPLH yang lebih tepat karena sesuai
dengan konsep dalam sisttem Anglo Saxon yaitu strict liability yang adalah
juga disebut liability without fault. membuktikan unsur adanya sebab akibat
antara petbuatan dengan kerugian penderita. Jika dikaitkan dengan kasus
pencemaran lingkungan hidup, maka si penggugat harus dapat
membuktikan bahwa kerugian yang diderita di sebabkab oleh aktifitas
industri dan pabrik menjadi tergugat. Pembuktian hal ini sangat sulit karena
kompleksnya sifat-sifat zat kimiawi dan reaksinya satu sama lain maupun
reaksinya dengan komponen abiotiuk dan biotik didalam suatu ekosistem
yang akhirnya berpengaruh pada kesalahan manusia.

6

7