V HUKUM ACARA YANG BERLAKU PADA PERADILA (1)
HUKUM ACARA YANG BERLAKU
PADA PERADILAN AGAMA
Pasal 54 Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 menyebutkan :
“ Hukum acara yang berlaku pada
pengadilan
dalam
lingkungan
Peradilan Agama adalah Hukum Acara
perdata yang berlaku pada Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Umum,
kecuali yang telah diatur secara
khusus dalam Undang-Undang ini “.
03/06/18
1
HAL-HAL YANG
KHUSUS YANG
BERLAKU PADA
PERADILAN AGAMA
03/06/18
2
1. BIDANG PERKAWINAN
a.
Beberapa perkara yang diperiksa dan diputus secara
Volunter:
1). Dispensasi Kawin; atau dispensasi umur untuk kawin
2). Izin Kawin
3). Penetapan Wali hakim Karena adhol
4). Penetapan Perwalian
5). Penetapan asal usul anak
b.
c.
d.
Izin beristri lebih dari seorang
Isbat nikah
Pasal 56 ayat (3) KHI : ‘ Perkawinan yang dilakukan
dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari
Pengadilan Agama tidak mempunyai kekuatan hukum”.
03/06/18
3
2. PERCERAIAN
a. Kewenangan relatif ;
b.Tatacara Pemanggilan kepada
Termoho/Tergugat yang tidak diketahui /tidak
jelas tempat tinggalnya ( Ghoib )
Berpedoman pada Ps 27 ayat (1), (2) dan ayat (3)
PP. Nomor 9 Tahun 1975
c. Biaya perkara dalam bidang perkawinan
dibebankan kepada Penggugat atau
Pemohon.
d. Gugatan cerai atas dasar Ta’lik Talak
03/06/18
4
a KHULUK’ ( talak Bil “Iwald
/talak tebus).
KHULUK
adalah gugatan cerai yang
diajukan oleh Istri (Penggugat) ke
Pengadilan Agama, Kemudian suami
(Tergugat) bersedia menjatuhkan talaknya
dengan menerima Iwald dari istri.
Di dalam Pasal 1 huruf I KHI disebutkan :
Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas
permintaan Istri dengan memberikan
tebusan atau iwald kepada dan atas
persetujuan suaminya.
03/06/18
5
f. SYIQOQ
o
Arti harfiayah dari Syiqoq adalah
pecah atau perpecahan yang sudah
parah.
o
Menurut pengertian dari syiqoq
adalah seperti yang telah dirumuskan
pada pasal 19 huruf dari PP No. 9 tahun
1975; Jo. Pasal 76 ayat (1) UU no. 7
Tahun 1989 Jo. Pasal 134 KHI
03/06/18
6
g. SUMPAH LI’AN
o Diatur dalam pasal 87 ayat (1) dan (2); 88
ayat (1) dan (2) UU No. 7 Tahun 1989, 125,
126, 127, 128 dan 162 KHI.
o Arti harfiah dari Li’an adalah laknat atau
melaknat.
o Pengertian secara hukum adalah sebagai
mana termuat pada pasal 88 ayat (1) UU
No. 7 Th 7/1989 beserta UU No. 3 tahun
2006 Tentang Revisi UU No. 7 Tahun 1989,
Jo. Pasal 126 KHI.
03/06/18
7
h. Nafkah Istri dan nafkah
Anak Dalam Hal Terjadi
Perceraian.
03/06/18
8
1) Nafkah Istri dalam hal terjadi Perceraian
Bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, yeng kemudian dikuatkan
dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama beserta Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Revisi
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
diantaranya adalah untuk melindungi kaum
wanita/istri. Pasal 41 huruf c UU No. 1 Tahun
1974 menyatakan bahwa Pengadilan dapat
mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan atau
menentukan sesuatu kewajiban kepada bekas
istri
2). Nafkah dan biaya hidup anak
03/06/18
9
i. PP Nomor 10 tahun 1983 Jo. PP
Nomor 45 Tahun 1990.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, yeng kemudian dikuatkan dengan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama beserta Undang-undang Nomor
3 Tahun 2006 Tentang Revisi Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 diantaranya adalah untuk
melindungi kaum wanita/istri. Tujuan itu lebih
dipertegas lagi dengan adanya PP Nomor 10 tahun
1983 Jo. PP Nomor 45 Tahun 1990. sungguhpun
hanya berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil dan Istri
PNS tersebut.
03/06/18
10
j. Lain-lain
Dalam perkara perceraian di
Pengadilan yang berakhir dengan
rukun kembali dan damai tidak dapat
dibuatkan AKTA PERDAMAIAN;
cukup kalau permohonan Izin Ikrar
Talak atau Gugatan Perceraian itu
dicabut.
03/06/18
11
3. BIDANG KEWARISAN
Sungguhpun Undang-undang Nomor 3 tahun
2006 tentang Revisi UU no. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama menganut asas
personalitas, tetapi oleh karena kewenangan
Pengadilan untuk memeriksa dan mengadili
sengketa kewarisan itu harus dilacak dari
keislaman Pewaris ( Si Mayit ), maka dalam
hal diajukan eksepsi atas alasan si pewaris
tidak beragama Islam, maka secara hukum
eksepsi dari Tergugat itu harus diterima dan
Pengadilan Agama menyatakan dirinya tidak
berwenang. Pasal 171-b KHI. o
03/06/18
12
4.
03/06/18
WASIAT
13
5. H I B A H
Hibah yang diatur pada BAB VI Buku II
dari Pasal 210 sampai dengan pasal 214
KHI adalah pemberian dari seseorang
kepada orang lain tanpa ikatan apapun.
Hibah yang diatur di dalam KHI ini yang
didasarkan kepada kewenangan Peradilan
Agama ( Ps. 49 ayat (1) huruf b ) yang
dirumuskan dilakukan dengan hukum
Islam, maka harus diartikan baik secara
historis maupun secara tujuan dari
Undang-Undang; yaitu dengan berpegang
kepada Asas Personalitas.
03/06/18
14
6. BIDANG PERWAKAFAN DAN
SHADAQAH
Shadaqah yang dimaksud di dalam
pasal 49 huruc c ayat (1) adalah
Shadaqah dalam arti pemberian yang
berhubungan dengan amal jariyah,
rumah sakit atau untuk mendirikan
musholla, madrasah, untuk badan
sosial keagamaan.
Wakaf keluarga untuk keluarga dianggap
sebagai hibah keluarga, jika digunakan
untuk kepentingan umat/umum haruslah
dianggap sebagai barang wakaf.
03/06/18
15
03/06/18
CATATAN
Dalam hal Kepala KUA Kecamatan
atau Mejelis Ulama ataupun Jaksa
bertindak selaku Penggugat atas
terjadinya pelanggaran UU No. 1
Tahun 1974 maupun pelanggaran
atas hukum perwakafan, maka
Pengadilan
Agama
harus
membebaskan dari biaya perkara;
tanpa
harus
adanya
Surat
Keterangan Tidak Mampu
16
PADA PERADILAN AGAMA
Pasal 54 Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 menyebutkan :
“ Hukum acara yang berlaku pada
pengadilan
dalam
lingkungan
Peradilan Agama adalah Hukum Acara
perdata yang berlaku pada Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Umum,
kecuali yang telah diatur secara
khusus dalam Undang-Undang ini “.
03/06/18
1
HAL-HAL YANG
KHUSUS YANG
BERLAKU PADA
PERADILAN AGAMA
03/06/18
2
1. BIDANG PERKAWINAN
a.
Beberapa perkara yang diperiksa dan diputus secara
Volunter:
1). Dispensasi Kawin; atau dispensasi umur untuk kawin
2). Izin Kawin
3). Penetapan Wali hakim Karena adhol
4). Penetapan Perwalian
5). Penetapan asal usul anak
b.
c.
d.
Izin beristri lebih dari seorang
Isbat nikah
Pasal 56 ayat (3) KHI : ‘ Perkawinan yang dilakukan
dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari
Pengadilan Agama tidak mempunyai kekuatan hukum”.
03/06/18
3
2. PERCERAIAN
a. Kewenangan relatif ;
b.Tatacara Pemanggilan kepada
Termoho/Tergugat yang tidak diketahui /tidak
jelas tempat tinggalnya ( Ghoib )
Berpedoman pada Ps 27 ayat (1), (2) dan ayat (3)
PP. Nomor 9 Tahun 1975
c. Biaya perkara dalam bidang perkawinan
dibebankan kepada Penggugat atau
Pemohon.
d. Gugatan cerai atas dasar Ta’lik Talak
03/06/18
4
a KHULUK’ ( talak Bil “Iwald
/talak tebus).
KHULUK
adalah gugatan cerai yang
diajukan oleh Istri (Penggugat) ke
Pengadilan Agama, Kemudian suami
(Tergugat) bersedia menjatuhkan talaknya
dengan menerima Iwald dari istri.
Di dalam Pasal 1 huruf I KHI disebutkan :
Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas
permintaan Istri dengan memberikan
tebusan atau iwald kepada dan atas
persetujuan suaminya.
03/06/18
5
f. SYIQOQ
o
Arti harfiayah dari Syiqoq adalah
pecah atau perpecahan yang sudah
parah.
o
Menurut pengertian dari syiqoq
adalah seperti yang telah dirumuskan
pada pasal 19 huruf dari PP No. 9 tahun
1975; Jo. Pasal 76 ayat (1) UU no. 7
Tahun 1989 Jo. Pasal 134 KHI
03/06/18
6
g. SUMPAH LI’AN
o Diatur dalam pasal 87 ayat (1) dan (2); 88
ayat (1) dan (2) UU No. 7 Tahun 1989, 125,
126, 127, 128 dan 162 KHI.
o Arti harfiah dari Li’an adalah laknat atau
melaknat.
o Pengertian secara hukum adalah sebagai
mana termuat pada pasal 88 ayat (1) UU
No. 7 Th 7/1989 beserta UU No. 3 tahun
2006 Tentang Revisi UU No. 7 Tahun 1989,
Jo. Pasal 126 KHI.
03/06/18
7
h. Nafkah Istri dan nafkah
Anak Dalam Hal Terjadi
Perceraian.
03/06/18
8
1) Nafkah Istri dalam hal terjadi Perceraian
Bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, yeng kemudian dikuatkan
dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama beserta Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Revisi
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
diantaranya adalah untuk melindungi kaum
wanita/istri. Pasal 41 huruf c UU No. 1 Tahun
1974 menyatakan bahwa Pengadilan dapat
mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan atau
menentukan sesuatu kewajiban kepada bekas
istri
2). Nafkah dan biaya hidup anak
03/06/18
9
i. PP Nomor 10 tahun 1983 Jo. PP
Nomor 45 Tahun 1990.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, yeng kemudian dikuatkan dengan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama beserta Undang-undang Nomor
3 Tahun 2006 Tentang Revisi Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 diantaranya adalah untuk
melindungi kaum wanita/istri. Tujuan itu lebih
dipertegas lagi dengan adanya PP Nomor 10 tahun
1983 Jo. PP Nomor 45 Tahun 1990. sungguhpun
hanya berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil dan Istri
PNS tersebut.
03/06/18
10
j. Lain-lain
Dalam perkara perceraian di
Pengadilan yang berakhir dengan
rukun kembali dan damai tidak dapat
dibuatkan AKTA PERDAMAIAN;
cukup kalau permohonan Izin Ikrar
Talak atau Gugatan Perceraian itu
dicabut.
03/06/18
11
3. BIDANG KEWARISAN
Sungguhpun Undang-undang Nomor 3 tahun
2006 tentang Revisi UU no. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama menganut asas
personalitas, tetapi oleh karena kewenangan
Pengadilan untuk memeriksa dan mengadili
sengketa kewarisan itu harus dilacak dari
keislaman Pewaris ( Si Mayit ), maka dalam
hal diajukan eksepsi atas alasan si pewaris
tidak beragama Islam, maka secara hukum
eksepsi dari Tergugat itu harus diterima dan
Pengadilan Agama menyatakan dirinya tidak
berwenang. Pasal 171-b KHI. o
03/06/18
12
4.
03/06/18
WASIAT
13
5. H I B A H
Hibah yang diatur pada BAB VI Buku II
dari Pasal 210 sampai dengan pasal 214
KHI adalah pemberian dari seseorang
kepada orang lain tanpa ikatan apapun.
Hibah yang diatur di dalam KHI ini yang
didasarkan kepada kewenangan Peradilan
Agama ( Ps. 49 ayat (1) huruf b ) yang
dirumuskan dilakukan dengan hukum
Islam, maka harus diartikan baik secara
historis maupun secara tujuan dari
Undang-Undang; yaitu dengan berpegang
kepada Asas Personalitas.
03/06/18
14
6. BIDANG PERWAKAFAN DAN
SHADAQAH
Shadaqah yang dimaksud di dalam
pasal 49 huruc c ayat (1) adalah
Shadaqah dalam arti pemberian yang
berhubungan dengan amal jariyah,
rumah sakit atau untuk mendirikan
musholla, madrasah, untuk badan
sosial keagamaan.
Wakaf keluarga untuk keluarga dianggap
sebagai hibah keluarga, jika digunakan
untuk kepentingan umat/umum haruslah
dianggap sebagai barang wakaf.
03/06/18
15
03/06/18
CATATAN
Dalam hal Kepala KUA Kecamatan
atau Mejelis Ulama ataupun Jaksa
bertindak selaku Penggugat atas
terjadinya pelanggaran UU No. 1
Tahun 1974 maupun pelanggaran
atas hukum perwakafan, maka
Pengadilan
Agama
harus
membebaskan dari biaya perkara;
tanpa
harus
adanya
Surat
Keterangan Tidak Mampu
16