JENIS JENIS TARIAN DAERAH JAMBI

JENIS-JENIS TARIAN DAERAH JAMBI

JENIS TARIAN DAERAH JAMBI
Tari Sekapur Sirih

Tari Sekapur Sirih merupakan tarian selamat datang kepada tamu-tamu besar di Provinsi
Jambi dan Riau.Keagungan dalam gerak yang lembut dan halus menyatu dengan iringan musik
serta syair yang ditujukan bagi para tamu. Menyambut dengan hati yang putih muka yang jernih
menunjukkan keramahtamahan bagi tetamu yang dihormati.
Tari ini menggambarkan ungkapan rasa putih hati masyarakat dalam menyambut tamu. Sekapur
Sirih biasanya ditarikan oleh 9 orang penari perempuan, dan 3 orang penari laki-laki, 1 orang
yang bertugas membawa payung dan 2 orang pengawal. Propetri yang digunakan: cerano/wadah
yang berisikan lembaran daun sirih, payung, keris. Pakaian: baju kurung /adat Jambi, iringan
musik langgam melayu dengan alat musik yang terdiri dari : biola, gambus, akordion, rebana,
gong dan gendang.
Tari selampit delapan
Tari selampit delapan merupakan tari tradisional yang berasal dari Provinsi Jambi. Tari
ini pertama kali diperkenalkan oleh M. Ceylon ketika bertugas pada Dinas Kebudayaan Provinsi
Jambi pada tahun 1970-an. Pria kelahiran Padang Sidempuan 7 Juli 1941 ini memiliki bakat
yang luar biasa dalam bidang kesenian, terutama seni tari. Sebagai pribadi yang baik, ramah, dan
enerjik membuat dia mudah beradaptasi dengan budaya dan lingkungan setempat. Aktivitasnya

yang lebih banyak bergulat dalam bidang kebudayaan menjadikan dirinya berhasil menangkap
pesan terdalam dari pergaulan masyarakat yang kemudian diolah menjadi sebuah karya seni
bernama Tari Selampit Delapan. Dalam perkembangannya, tari tersebut kemudian ditetapkan
menjadi salah satu tarian khas Provinsi Jambi.

Tari Inai
Tari Inai, adalah sebuah tarian sakral yang dilakukan pada saat pelaksanaan upacara adat
pengantin etnis melayu timur yang berada di tanjung Jabung Timur yang disebut Malam Tari
Inai.
Tari Inai ditarikan oleh 5 atau 7 pasang penari yang tampil secara bergiliran dengan
menggunakan property kembang lilin. 5 atau 7 pasang penari tersebut masing-masing
menggambarkan tokoh-tokoh nenek moyang masyarakat Melayu Timur yang terdapat di
Tanjung Jabung Timur, yaitu Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Lekir atau Lekiu, Hang Kasturi,
Dewa Safri, Dandan Setia dan Sidang Budiman sebagai tokoh yang diwakili oleh penari pria.
Sedangkan penari wanita mewakili tokoh Putri Siti Zubaidah, Putri Suri Maknikam, Putri Intan
Baiduri, Putri Intan Terpilih, Putri Intan Gemale, Putri Intan Teserlah dan Putri Begubang.
Gerakan tari inai umumnya menggunakan gerakan-gerakan silat dengan iringan musik
Kelintang Perunggu, Gendang dan Gong.
(Ditulis Oleh Herman)


Tari Tauh (Rantau Pandan)
TAUH, adalah suatu tari yang menggambarkan tentang pergaulan/hubungan muda mudi
(Bujang Gadis) pada zaman dahulu sampai sekarang yang diwariskan secara turun temurun.
Sampai sekarang masyarakat tidak mengetahui secara pasti pencipta Tari Tauh yang telah
mengakar ditengah-tengah masyarakat Rantau Pandan tempat dimana penelitian ini dilakukan.
Pada saat sekarang, Tari Tauh sangat populer di Kabupaten Bungo sebagai tari tradisional vang.
sangat disukai oleh masyarakat. Tari Tauh biasanya ditarikan ketika menyambut Rajo, Berelek
Gedang, dan ketika Beselang Gedang (gotong royong menuai padi).
Jumlah penari Tauh adalah 8 orang (4 wanita dan 4 laki-laki) dan termasuk jenis tari
tradisi kerakyatan dengan lama pementasan tergantung kondisi sesuai panjang pantun dan
kesanggupan penari dan tidak jarang dari senja hari sampai pagi hari. Adapun musik pengiring
ialah Kelintang Kayu, Gong, Gendang dan Biola, kostum yang dipakai adalah pakaian Melayu.
Pada saat sekarang Tari Tauh sering ditampilkan pada acara resmi yang diadakan Pemerintah
kecamatan/kabupaten dan juga pada acara pernikahan. Sedangkan lagu yang mengiringi Tari
Tauh adalah Krinok dan pantun-pantun anak Muda.
Fungsi Tari Tauh adalah untuk pergaulan antara muda mudi, dan hiburan bagi masyarakat
umum.

Tari Niti Mahligai
Niti Mahligai, ditata oleh Epa Bramanti Putra yang diadaptasi dari sebuah upacara

tradisional masyarakat Kerinci, Niti Naik Mahligai.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Niti Naik Mahligai adalah sebuah upacara yang dulu dilakukan untuk memilih pemimpin di
kerajaan yang terdapat di Bukit Kaco, batas antara Kerinci dan Bungo.
Menurut penuturan Epa Bramanti Putra sebagai keturunan langsung Ratu Kerajaan Bukit Kaco,
seseorang akan diangkat sebagai apabila sang calon telah melewati beberapa tahap seleksi yang
terdiri ;
meniti pecahan kaca
meniti berbagai macam duri tumbuhan
meniti bara api
meniti bambu runcing
meniti/masuk ke dalam api besar

meniti tanggu berayun
duduk di daun nyiru/awing-awang
Prosesi inilah yang diadaptasi menjadi sebuah seni pertunjukan. Tidak heran apabila
pertunjukan tari Niti Mahligai sarat dengan nuansa magis.
Alat musik yang digunakan adalah Gendang Dap diiringi dengan lantunan ‘Nyahu’ (vocal)
sang pawang, sedangkan penari bergerak mengikuti irama musik dengan gerakan tari Aseik

Tari Sekato
SEKATO, merupakan sebuah karya tari baru yang berangkat dari ragam gerak dasar
tari daerah Jambi. Kehadiran tari Sekato ini merupakan suatu jalan dalam upaya untuk
menambah perbendaharaan tari daerah Jambi.
Tari ini adalah hasil dari kegiatan pengolahan tari yang dilaksanakan pada tahun
1992. Tari ini ditata oleh Sri Purnama Syam. Dalam penampilannya dibawakan oleh 8 penari
yang terdiri dari 4 orang penari putra dan 4 orang penari putri. Tari ini menggunakan properti
Kipas dan Payung dimana peggunaan Kipas dan Payung selain sebagai penghias juga
mengandung arti untuk senjata dan perlindungan diri. Beberapa ragam gerak yang dominan
dalam tari ini antara lain adalah gerak lenggang, langkah tigo, langkah tak jadi, buka ayun
kipas.
Tari ini telah dipentaskan di Taman Budaya Provinsi Jambi. Tari ini menggambarkan
pasangan muda-mudi yang sedang memadu kasih, mereka bergembira bersama dan menari

sebagai ungkapan dari rasa kebersamaan. Musik pengiring tari Sekato ditata oleh Azhar. MJ
dan Heri Suroso, menggunakan alat instrumen : gendang melayu, suling, rebana kecil, gong,
beduk, kelintang perunggu. Sedangkan untuk Kostum penari adalah baju gunting limo,
celana panjang, kain samping, desta, baju kurung, celana panjang, teratai dan kain samping.
Tari Liang Asak
LIANG ASAK, adalah sebuah tari tradisional yang berasal dari Sarolangun
Kabupaten Sarolangun. Tema tari ini diangkat dari kebiasaan masyarakat setempat pada
saat menugal, menanam padi di sawah yang dilakukan oleh bujang gadis. Kebiasaan ini
dilakukan secara turun termurun dari nenek moyangnya.
Menurut masyarakat setempat, yang dimaksud dengan liang asak adalah lobanglobang kecil akibat ditugal sebagai tempat penaburan benih. Karena tari ini
menggambarkan proses menugal dan menanam padi, maka judulnya diangkat dari salah
satu hasil proses menugal. Tari liang asak ini ditata dan dikembangkan oleh Elmawati dan
Ali Tayib.
Dipentaskan dalam bentuk berpasangan yaitu putra dan putri. Jumlah penari yang
menarikan berkisar antara tiga sampai dengan lima pasang penari.
Gerak tari yang digunakan adalah langkah tak jadi, stap, zig-zag, tudung awan dan
nyilau, Gerak-gerak tersebut menggambarkan bagaimana proses menugal dan menanam padi
sambil bersendagurau bersama pasangannya. Sang putra menugal sedangkan putri menabur
benih.
Kostum yang digunakan penari putri adalah baju kurung, kain sarung dan topi penutup

kepala. Sedangkan penari putra menggunakan busana baju teluk bLango dan topi.

Alat musik yang digunakan dalam mengiringi tari liang asak adalah gendang, biola,
accordion dan gong, di samping itu juga diiringi vokal. Waktu pelaksanaan pementasan bebas
kapan saja mau dilaksanakan, begitu juga tempat pertuniukkannya. Lama pementasan tari
sekitar 5 menit.
Tari Elang Mengipeh
Tari Elang Mengipeh, adalah sebuah karya tari baru hasil dari kegiatan pengolahan
yang diangkat dari tari tradisi Klik Elang. Beberapa gerak Tari Klik Elang yang dianggap
spesifik tetap dipertahankan. Pengembangan gerak yang dilakukan tetap mengacu pada
gerak tari daerah Jambi sebagai dasar pengolahan, sehingga pada akhirnya terbentuk sebuah
karya tari baru dengan tidak menghilangkan nilai kedaerahan dan mana tari itu berasal.
Garapan Tari Elang Mengipeh ini adalah sebuah tari bertema yang berbentuk tari
kelompok dan dalam penampilannya didukung oleh 3 orang penari putri. Dalam tari Elang
Mengipeh ini menggunakan property selendang dan kipas, selendang melambangkan kepak
atau sayap dari burung elang sedangkan kipas melambangkan kuku-kuku burung tersebut.
Sehingga kesan yang ingin ditampilkan adalah kelembutan di balik keperkasaan burung
elang. Sedangkan durasi penampilan adalah 7 menit. Untuk keutuhan garapan Tari Elang
Mengipeh menggunakan perpindah - an pola lantai. Hal ini diantisipasi agar tidak terjadi
kemonotonan dalam garapan, sekaligus menghadirkan nilai estetis tersendiri. Sedangkan untuk

musik pengiring tarinya menggunakan gendang, kelintang perunggu, gong, akordion, biola dan
beduk. Elang Mengipeh ditata oleh Sri Purnama Syam, sedang musik ditata oleh Syamsuri.
Tari Angso Duo
MITOS ANGSO DUO SEBAGAI INSPIRASI PENCIPTAAN KARYA TARI, hasil
eksperimen tari karya Lilik Bekti Lestari dan musik pengiring tari diramu oleh Andy Gomes
yang digarap pada bulan September 1997.
Proses penjelajahan gerak dalam menoreh keindahan gerakan angsa yang disenyawakan
dengan gerak tradisi dan bentuk baru dengan menambah tempo, ruang dan tenaga. Sikap dasar
(satuan terkecil dari gerak) tari tradisi yang dirangkai sebagai acuan eksperimen tari Angso
Duo, antara lain; noleh, teleng, luruh, nanar, tudung swan, saluk, ... . dsb. Yang perlu digaris
bawahi adalah sikap dasar tradisi dicomot sebagai langkah eksplorasi keindahan, tentunya
disesuaikan dengan kebutuhan ungkapan, sehingga menjadi satu garapan yang utuh.
Performance tari Angso Duo didukung oleh dua orang penari (satu orang perempuan
dan satu orang laki-laki) dengan durasi selama 5 menit 30 detik.
Pemilihan tema dalam mencurahkan bentuk eksperimen tari Angso Duo tersebut dilaksanakan
guna memberikan suasana baru bagi penciptaan karya tari garapan baru, yang bertumpu pada
penyilangan antara pengembangan gerak-gerak tradisi dan pengangkatan mitos yang telah
mengental di hati sanubari masyarakat Jambi, Angso Duo.

Tari Langgang Kipas Layang

LENGGANG KIPAS LAYANG, adalah sebuah karya tari baru yang berasal dan
hasil kegiatan pengolahan tari. Tari ini berawal dari tari tradisi yang berasal dan daerah
Tk. II Merangin vaitu tari Kecimpung Ambai. Beberapa gerak tari Kecimpung Ambai
yang ada dan mempunyai nilai khas diangkat dan dikembangkan. kemudian gerak-gerak
tersebut dikemas sehingga terbentuk suatu gerak baru yang pada akhirnya menjadi
sebuah t a r i baru.
Tari Lenggang Kipas Layang menceritakan tentang kegembiraan muda-mudi
setelah lelah bekerja, mereka bermain, bersendagurau dengan riangnya.
Dalam penampilannya Tari Lenggang Kipas Layang di tarikan oleh 6 orang
penari putri dengan menggunakan kipas sebagai propertinya, dimana fungsi kipas itu
selain sebagai hiasan Juga berfungsi sebagai perisai diri.
Tari ini ditata oleh Sri Purnama Syam dan musik pengiringnya ditata oleh Heri
Suroso. Tari ini telah dipentaskan di Taman Budaya Provinsi Jambi pada
tanggal 6 Februari 1998 serta dipentaskan di Taman Budaya Provinsi Bengkulu.
Tari Kodrat
KOMPOSISI TARI KODRAT, karya Sri Purnama Syam yang dipentaskan dalam
Workshop Tari Kontemporer di Taman Budaya Jambi.
Bengkel Tari Taman Budaya Propinsi Jambi mencoba membuat sebuah komposisi tari
yang berjudul Kodrat, dimana ide serta tema komposisi tari ini muncul untuk mengungkapkan
hal-hal yang terjadi dan dialami oleh wanita dalam kehidupannya. Dimana gambaran kekerasan

hati seorang wanita tatkala mendapat benturan yang melewati batas. la berusaha untuk
melepaskan diri dari semua belenggu yang mengikat, namun bagaimanapun juga Kodrat tidak
bisa di lawan.
Komposisi Tari Kodrat ini menggunakan piring sebagai properti dalam media ungkap
sehingga diharap kan akan terjadi komunikasi antara garapan dan penghayat. Sedangkan untuk
musik pengiring dibuat oleh Andy Gomes.

Tari Rangguk
Tari tradisi yang berasal dari Kabupaten Kerinci, Jambi.
Rangguk dalam bahasa Kerinci diucapkan dalam versi dialek yang berbeda. Orang Sungai Penuh
mengatakannya “Ranggoak’, dialek Pulau Tengah ‘Rangguek’, sedangkan dialek Kerinci Hulu
adalah ‘Rangguk’.

Ada dua pendapat yang mengacu pada pengertian kata tersebut. Pertama kata Rangguk
tersebut adalah kata lain untuk menyebut tari dalam bahasa Kerinci, jadi menari disebut
meRangguk dan pendapat ini dapat dilihat pemakaiannya seperti pada awal dari penyebut nama
tari-tari yang hampir punah di daerah Kerinci seperti Rangguk Dua Belas yang berarti tari dua
belas, Rangguk Bigea Rabbeah atau tari Bigea Rabbeih, Rangguk Ayak atau tari Ayak dan
begitu pula pemakaian kata Rangguk dalam kalimat atau konteks kalimat akan lebih terasa
bahwa kata Rangguk berarti tari, seperti "Mari anak-anak kita meRangguk"atau"kelompok mana

yang sedang meRangguk sekarang". Sedangkan Pendapat kedua adalah dari mereka yang biasa
memperpendek kata, sebagaimana kebisaan orang Kerinci pada umumnya bahwa kata ini adalah
gabungan dari kata Uhang yang berarti orang dan kata Ngangok yang berarti mengangguk,
sehingga dari gabungan kata Uhang Ngangok ini dalam perkembangannya menjadi kata
Ranggok.
Tari Ranggok pada awal perkembangannya ditarikan oleh laki-laki dan diiringi dengan
tetabuan rebana, sebagai hiburan setelah seharian bekerja keras.
Gerakan tari Rangguk pada mulanya sangat sederhana, yakni para penari duduk dalam posisi
melingkar menabuh rebana dan menyanyi. Masa itu wanita dianggap tabu melakukan Rangguk,
mungkin sekali disebabkan oleh pengaruh Islam yang sangat kuat dalam masyarakat ini.
Demikian lah tadi Jenis-jenis Tarian Daerah Jambi, sebenernya masih banyak lagi Jenis-jenis
Tarian Daerah Jambi, tapi cukup segitu saja..