I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Pola Tanam Padi Terhadap Populasi Hama Penggerek Batang Padi Kuning (Scirpophaga Incertulas Wlk.)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat lebih memilih beras yang berkualitas tinggi, baik dalam mutu maupun rasa. Namun, kadang kala ketersediaan beras yang diharapkan masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Selain penerapan teknologi modern dalam ilmu pertanian, perlu diperhatikan pula tata cara pengendalian OPT mengingat dampak serangan OPT berpengaruh terhadap kualitas maupun kuantitas hasil tanaman. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dilakukan cara- cara atau teknik agar serangan OPT dapat dikendalikan.

  Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama yang menyebabkan kerusakan dan kerugian hasil padi di Indonesia dan beberapa negara Asia. Di Indonesia, luas serangan akibat hama tersebut pada musim hujan tahun 1989/1990 mencapai tercatat seluas 172.933 ha terserang dan 15.000 ha di antaranya puso (Damayanti, 1995).

  Di antara enam spesies hama penggerek batang padi di Indonesia, penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata Wlk.) dan penggerek batang padi kuning (S. incertulas Wlk.) merupakan spesies yang dominan. Hama penggerek batang, terutama jenis penggerek batang padi kuning diketahui dapat berada terus menerus di pertanaman padi tanpa diapause (short cycle). Kemampuannya untuk berkembang biak tanpa diapause disebabkan oleh tersedianya makanan secara terus menerus akibat pola tanam yang tidak teratur, tersedianya singgang tanaman, dan meningkatnya intensitas tanam (Pathak dan Khan, 1994).

  Pengendalian hama yang telah dilakukan yaitu pengendalian dengan menggunakan pestisida, baik menggunakan pestisida nabati maupun pestisida kimia. Pestisida kimia yang sering digunakan adalah karbofuran. Namun, teknik pengendalian ini belum mampu mengatasi permasalahan hama

  1 penggerek batang padi. Hal ini dibuktikan dengan adanya serangan hama yang terus-menerus dan produksi padi yang menurun.

  Perlu dilakukan pengendalian hama dengan teknik lain yaitu dengan cara bercocok tanam, misalnya dengan pola tanam, rotasi tanaman, pengaturan jarak tanam, dan waktu tanam. Salah satu cara bercocok tanam yang dilakukan adalah dengan penerapan pola tanam secara polikultur, dengan menggabungkan berbagai macam tanaman secara bersamaan akan secara perlahan mengurangi penyebaran hama dari tanaman satu ke tanaman lain. Salah satu contoh pola tanam polikultur, yaitu menanam padi bersebelahan dengan cabai. Hal ini bertujuan untuk mengurangi persediaan pakan untuk hama, sehingga akan secara perlahan mengurangi jumlah hama.

  B. Perumusan Masalah

  Rumusan masalah yang sesuai dengan uraian di atas adalah sebagai berikut :

  1. Apakah perbedaan sistem pola tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan populasi hama penggerek batang padi kuning dan kerusakan tanaman?

  2. Apakah perbedaan sistem pola tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan populasi musuh alami?

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk :

  1. Mengetahui pertumbuhan populasi hama penggerek batang padi kuning pada sistem pola tanam yang berbeda.

  2. Mengetahui pertumbuhan populasi musuh alami penggerek batang padi kuning pada sistem pola tanam yang berbeda.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penggerek Batang Padi

  Masalah hama tanaman masih dianggap sebagai kendala utama dalam mempertahankan produktivitas tanaman pangan, khususnya padi. Di Indonesia hama utama tanaman padi telah menimbulkan kerusakan dan kehilangan hasil yang cukup signifikan. Menurut laporan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (1988), luas serangan hama padi per tahun mencapai 700.000 ha dengan intensitas kerusakan antara 9-26 %.

  Pada tanaman padi serangan penggerek batang padi (Scirpophaga

  incertulas Walker) menyebabkan kerusakan serius di beberapa wilayah. Di Jawa

  Barat, misalnya, pada tahun 1989/1990 hama tersebut menyerang pertanaman padi seluas 65.000 ha dengan intensitas serangan dari sedang sampai puso (Puslitbangtan, 1990).

  Serangga betina meletakkan telurnya pada awal malam. Kelompok telur ditutupi oleh rambut berwarna kekuning-kuningan yang berasal dari dubur betina. Jumlah telur dalam cluster (kelompok) yaitu 2-3 kelompok, jumlah telur yang diletakkan ada 100-150 butir. Telur penggerek berwarna putih kekuning- kuningan. Bentuknya pipih dan oval. Telur-telur itu menetas setelah 5-8 hari (Kalshoven, 1950).

  Larva yang baru ditetaskan bergerak ke bawah. Larva instar satu berpindah antar tanaman dengan melalui angin atau air. Kemampuan hidup larva instar satu hanya sekitar 10 %. Larva tersebut makan pelepah daun dan akhirnya masuk batang melalui titik tumbuh. Gejala kerusakan pada stadia vegetatif menyebabkan sundep, yaitu ujung daun yang mati kering dan mudah dicabut karena daun tersebut telah putus digigit larva yang ada di dalam batang. Pada stadia generatif menyebabkan beluk, yaitu tangkai malai dalam batang dipotong larva sehingga malai padi menjadi hampa. Seluruh malai kering berwarna putih keabu-abuan dan tetap berdiri. Malai yang terserang mudah dicabut karena bagian dalam batang telah putus (Suharto, 2007).

  3 Saat memasuki instar akhir, larva akan membuat kantung dengan benang sutera yang mengelilingi tubuhnya. Sebelum menjadi pupa, larva menutup lubang bagian luarnya dengan jaringan yang tipis. Panjang pupa biasanya 12 mm dan lebarnya 3 mm. Pada permulaannya berwarna pucat dan sedikit demi sedikit berubah menjadi cokelat gelap. Periode pupa biasanya 6-10 hari (Kalshoven, 1981).

  Tubuh imago betina lebih besar dari jantannya. Sayap depan berwarna cokelat kekuning-kuningan dengan bintik hitam yang jelas di tengahnya. Abdomennya lebar, pada ujungnya ditumbuhi dengan rambut kekuning-kuningan, membentuk lingkaran pada bagian bawah yang terbuka. Imago jantan kuning pucat, lebih kecil dari betina, dan ujung anus ditutup sedikit rambut (Kalshoven, 1950).

  Hama penggerek batang padi kuning bersifat monofag yaitu hanya mempunyai inang padi saja. Berdasar pada penelitian di Benggala, dari 100 rumput pengganggu di antaranya 14 adalah graminae. Tetapi, ternyata tidak ada satu pun rumput ini menjadi tempat diapaus. Oleh karena itu serangga ini hanya mempunyai inang padi (Baehaki, 1992).

B. Sistem Pertanaman

  Pimental (1986a) menyebutkan, salah satu penyebab terjadinya ledakan serangan hama adalah pertanaman monokultur. Keberadaan tanaman monokultur menyebabkan ketersediaan pakan melimpah dan akhirnya menciptakan kondisi yang sesuai untuk peningkatan populasi secara cepat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komunitas tanaman yang beragam dapat mengurangi beberapa serangga herbivora berkaitan dengan target tanaman inang.

  Bila satu spesies tanaman saja yang ditanam disebut monokultur, misalnya monokultur padi, meskipun yang ditanam beberapa varietas padi. Pada daerah-daerah program intensifikasi yang ditanam hanya satu varietas padi, misalnya varietas modern Cissedane, dalam hamparan yang luas. Bila dua atau beberapa spesies tanaman yang diusahakan dalam satu areal dalam waktu yang sama disebut polikultur (Pimental, 1986b). Di Indonesia dikenal dengan

  “tumpang sari”. Spesies-spesies tanamannya biasanya jagung-kedelai; jagung- kacang tanah; kacang tanah/kedelai-ubi kayu dan sebagainya. Makin banyak spesies tanaman yang ditanam dalam suatu hamparan dalam waktu yang sama keragamannya semakin tinggi.

  Secara umum disimpulkan bahwa sistem pertanaman yang beranekaragam berpengaruh kepada populasi spesies-spesies herbivora (hama). Dampak yang menguntungkan dari penganekaragaman pertanaman adalah berkurangnya populasi serangga hama. Selain itu populasi spesies-spesies predator cenderung lebih banyak pada sistem pertanaman beranekaragam (Oka, 1995).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

  A. Kesimpulan

  Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian pengaruh pola tanam padi terhadap populasi hama penggerek batang padi kuning (Scirpophaga

  incertulas Wlk.) adalah sebagai berikut :

  1. Intensitas kerusakan yang ditimbulkan hama penggerek batang padi kuning terbesar adalah 21,71 % (termasuk intensitas kerusakan ringan) pada lahan monokultur. Pada lahan polikultur tidak ditemukan kerusakan akibat penggerek batang padi.

  2. Penggerek batang padi kuning mulai ditemukan di persemaian, puncak populasi pada umur 9 MST, dan mengalami penurunan mulai umur 10 MST.

  3. Penggerek batang padi kuning di pertanaman monokultur mengalami dua generasi dalam satu kali musim tanam.

  4. Hama lain lebih tinggi pada lahan polikultur daripada lahan monokultur.

  5. Pola tanam polikultur mampu menekan populasi hama penggerek batang padi kuning tetapi memperbesar populasi hama lain.

  B. Saran

  Sebaiknya penanaman pada pola polikultur, petak tanaman padi dengan petak tanaman jenis lain lebih jauh jaraknya. Sehingga hama tidak berpindah dari satu tanaman ke tanaman yang lain.

  25

  DAFTAR PUSTAKA Baehaki. 1992. Berbagai Hama Serangga Tanaman Padi. Angkasa. Bandung.

  Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Pathak dan Khan, 1994. Pemberantasan Hama Dan Penyakit Padi. Yayasan Sosial Tani Membangun. Jakarta.

  Shiraki, T. 1917. Paddy borer (Schoenobius incertellus Walker). Philipp. Agric.

  Pemahaman secara cepat serangan penggerek batang padi di jalur Pantura Jawa Barat pda Musim tanam 1989/90. Bogor. 52 p.

  . John Wiley & Sons. New York. Pp 299-319. __________. 1986b. Some aspects of integrated pest management. Department of Entomology, Cornell University, Ithaca. New York, 368 pp. Puslitbangtan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan). 1990.

  Ecological Theory And Integrated Pest Management Practice

  Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta. Pimental, D. 1986a. Agroecology and economics. dalam M. Kogan (edt).

  Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. 2007.

  PT. Ichiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. 701p. Oka, I. D. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.

  Damayanti. 1995. Serangan Hama Penggerek Batang Padi.

  Bandung. _________. 1981. The Pest of Crops in Indonesia, Revised by V. A. Van der Lan.

  dalam Baehaki. Berbagai Hama Serangga Tanaman Padi. Angkasa.

  Kalshoven, L.G.E. 1950. De Plagen Van De Cultuurgawessen In Indonesie.

  Ekologi . Penterjemah Kasumbogo Untung. Yogyakarta.

  Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (1988). Pelaporan luas serangan dan intensitas serangan hama penyakit tanaman . Jakarta 96 p. Gallagher, K. 1989. Pengendalian Hama Terpadu untuk Padi : Suatu Pendekatan

  http//bantul.com . Diakses tanggal 20 Januari 2010.

  Rev. 12 (6), 225-36. Sosromarsono, S. 1979. Pengaruh Iklim Terhadap Perkembangan Serangga Hama . Simposium Meteorologi Pertanian. Bogor. Suharto. 2007. Pengenalan dan Pengendalian Hama Tanaman Pangan. Andi Offset. Yogyakarta.