4.1. Permasalahan Psikosoial Warga Binaan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor Di Kaji Dari Perspektif Konseling Masyarakat - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Pers

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA Berdasarkan hasil temuan lapangan, warga binaan yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kalabahi-Alor, mengalami permasalahan-permasalahan

  psikososial, untuk itu dalam bab ini penulis akan mencoba untuk mengkaji permasalahan- permasalahan psikososial tersebut dari perspektif konseling masyarakat dan melihat sejauh mana permasalahan-permasalahan psikosoial tersebut ditangani sehingga dapat menolong warga binaan untuk mengahadapi permasalahan yang dialami oleh mereka.

  

4.1. Permasalahan Psikosoial Warga Binaan Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB

Kalabahi-Alor Di Kaji Dari Perspektif Konseling Masyarakat

  Dari penelitian yang dilakukan, penulis menemukan bahwa warga binaan yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor mengalami permasalahan- permasalahan psikososial, permasalahan-permasalahan psikososial tersebut penulis jabarkan sebagai berikut :

1. Lost Of Liberty ( Kehilangan Kebebasan)

  Sebagai seorang manusia, warga binaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor memiliki keinginan untuk memiliki kesempatan yang sama dengan manusia lainnya. Namun berdasarkan hasil penelitian, keberadaan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan menyebabkan mereka tidak bebas menjalani kehidupan mereka sebebas ketika mereka masih berada di luar Lembaga Pemasyarakatan karena sebagai orang hukuman, mereka harus menaati setiap aturan dan jadwal yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Keadaan fisik yang tidak bebas seringkali menyebabkan adanya perasaan jenuh (bosan) yang dirasakan oleh para warga binaan. Hasil penelitian tersebut sejalan

  1

  dengan penjelasan Azani bahwa ketika berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan, seorang warga binaan kehilangan kebebasannya misalnya sperti kebebasan untuk berpendapat, melakukan hobby, membaca surat kabar dan sebagianya, sehingga hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi keadaan psikologis sesesorang yang menyebabkan orang tersebut tertekan jiwanya, menjadi seorang yang pemurung dan tidak bergairah dengan program- program pembinaan yang dilakukan. Hal ini berarti bahwa berada di lingkungan yang baru dengan situasi terpenjara yang tidak bebas dan dengan segala sesuatu yang serba diatur membuat para warga binaan cepat merasa bosan dan semakin tertekan, seperti yang diungkapkan oleh warga binaan dari hasil wawancara bahwa perasaan bosan seringkali mereka rasakan dan tingkat kejenuhan itu sangat tinggi mereka rasakan sebab mereka hanya bisa melakukan kegiatan di dalam ruangan yang sempit yang dibatasi oleh tembok dan jeruji.

2. Lost of Personal Comunication ( Kehilangian Komunikasi Pribadi)

  Selama menjalani masa hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan, kebebasan seorang warga binaan untuk berkomunikasi sangat dibatasi, sehingga hal tersebut terkadang menjadi suatu beban tersendiri bagi para warga binaan. Hal tersebut sejalan dengan

  2

  penjelasan Azani bahwa selama menjalani hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan, kebebasan untuk berkomunikasi dibatasi. Warga binaan tidak bisa bebas untuk berkomunikasi dengan relasi, keluarganya. Sebagai mahkluk sosial warga binaan memerlukan komunikasi dengan teman, keluarga, keterbatasan untuk berkomunikasi ini merupakan beban tersendiri bagi para warga binaan.

  Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh bapak EL, dimana ia mengatakan bahwa terkadang ia merasa tertekan dan marah dengan sistem yang berada di dalam Lembaga 1 Azani 2 . (2012). “Gambaran Psychological…, hlm 9.

  Azani . (2012). “Gambaran Psychological…, hlm 9. Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor. Namun itulah konsekuensi yang harus diterima ketika berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh bapak Seksi bidang Pembinaan bahwa waktu yang diberikan kepada warga binaan untuk berkomunikasi dengan yang mengunjunginya adalah 15 menit. Dengan demikian menurut penulis, kehilangan komunikasi pribadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan membawa dampak tersendiri bagi para warga binaan.

  Dari penelitian yang penulis lakukan, kehilangan komunikasi pribadi ini juga turut mempengaruhi pembinaan kerohanian yang dilakukan oleh Gereja dan Departemen Agama.

  Dimana waktu yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan hanya 1 kali dalam seminggu selama 2 jam untuk melakukan pembinaan. Menurut penulis, kondisi seperti ini tidak memungkinkan bagi konselor untuk mendengarkan shering dari warga binaan, hal ini juga tidak memungkinkan bagi warga binaan mengungkapkan hal-hal yang menjadi pergumulan pribadi mereka dihadapan banyak orang. Demi memaksimalkan proses pendampingan terhadap warga binaan maka sebaiknya waktu untuk mengadakan konseling perlu ditambah dan juga disediakan ruangan khusus sebagai tempat konseling karena pada dasarnya konseling adalah sesuatu yang bersifat pribadi, sehingga segala pembicaraan ataupun diskusi yang berlangsung selama konseling juga bersifat pribadi dan rahasia. Dengan waktu yang diberikan kepada gereja selama 2 jam, secara otomatis hal yang dapat dilakukan adalah ibadah atau shering bersama. Menurut penulis, dengan metode seperti ini,tidak akan menjamin bahwa para warga binaan akan merasa puas dengan pelayanan (pembinaan) gereja.

  Dengan metode yang terus-menerus seperti ini juga akan membuat para warga binaan merasa jenuh dan pada akhirnya mereka malas untuk mengikuti ibadah. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran para narasumber pelaku pelecehan seksual.

  Pelayanan bagi warga binaan yang sedang menjalani masa hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu tugas penting dari gereja yang dikehendaki Tuhan, seperti yang tertulis di dalam Matius 25: 35-36; 40:

  “sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus,

  

kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu

memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang kamu memberi Aku

pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di

dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.... Aku berkata kepadamu,

sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah

seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu melakukannya

unuk Aku”.

  Kebutuhan fisik, psikis, emosional, psikologis dan spiritual warga binaan sangat penting untuk mendapatkan perhatian. Setiap hari minggu selalu ada ibadah hari minggu, pada kesempatan tersebut pelayan (konselor) memberitakan firman Tuhan sebagai tuntunan hidup bagi warga binaan, tetapi pelayan (konselor) tidak cukup hanya menuntun melalui pemberitaan firman di hari minggu, perlu juga adanya waktu khusus secara pribadi antara pelayan (konselor) dengan masing-masing warga binaan untuk menggumuli masalahnya melalui konseling. Jika jemaat di luar kehidupan Lembaga Pemasyarakatan yang menjalani kehidupan secara bebas dan normal (umum) saja membutuhkan konseling, apalagi warga binaan yang pada dasarnya memiliki kehidupan yang bermasalah, tentunya mereka jauh lebih membutuhkan konseling untuk dapat memahami gejolak-gejolak yang muncul akibat dari pergumulan yang mereka hadapi, mereka perlu dibantu untuk dapat menghadapi masalah- masalah tersebut dengan cara yang positif.

  Konseling yang efektif memang tidak bisa mengubah situasi yang dialami oleh warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan tetapi melalui konseling, warga binaan diberdayakan untuk mengubah cara pandang dan sikapnya dalam menghadapi situasi tersebut. Selain itu konseling sangat penting diberikan bagi warga binaan, agar mereka bisa dimampukan untuk menjalani hukuman yang lama tersebut dengan lebih ikhlas, dan membantu mereka agar dapat menyadari kesalahannya, mengubah cara pandang dan sikapnya dalam menghadapi situasi tersebut, dan membantu untuk melihat tujuan hidup yang baik sehingga tidak lagi melakukan kesalahan yang sama dan kembali menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Seorang konselor harus mampu mengarahkan hidupnya selama berada di Lembaga Pemasyarakatan dengan melakukan hal-hal yang kreatif dan benar dan tentunya membantu ia memperbaiki hubungan pribadinya dengan Tuhan yang sempat rusak. Hal inilah yang perlu dibenahi bersama antara warga binaan dan pelayan (konselor).

3. Depresi

  Depresi sangat berpengaruh bagi para warga binaan, khususnya warga binaan dalam kasus pelecehan seksual yang tidak bisa menerima perbuatan yang mereka lakukan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis menemukan bahwa semua warga binaan mengalami depresi, hal itu terlihat ketika para warga binaan mengatakan bahwa mereka merasa bersalah, dan perasaan bersalah tersebut seringkali membebani mereka dan membuat mereka sulit untuk tidur di malam hari, mereka merasa dirinya gagal menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak dan suami yang baik bagi isterinya (bapak OJ, bapak RW, bapak EL dan bapak MS), tidak dapat mengampuni dirinya sehingga berencana untuk mengakhiri hidupnya seperti yang pernah dilakukan oleh bapak MS. Selain itu, para warga binaan juga berpikir tentang bagaimana tentang masa depannya ketika ia telah dinyatakan bebas dan dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan, apa yang harus dikerjakan mengingat ia merupakan mantan warga binaan, seperti yang dikatakan oleh sdr. MM. Para warga binaan kecewa dengan kehidupan dan perbuatan yang telah mereka lakukan. Selain itu ditambah lagi dengan stigma negatif dari masyarakat yang seringkali membebani pikiran mereka. Hasil penelitian ini sejalan dengan

  3

  penjelasan Azani yang mengatakan bahwa selama menjalani hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan, seoranag warga binaan mengalami depresi. Mengenai definisi tentang 3 Azani . (2012). “Gambaran Psychological…, hlm 10.

  4

  depresi, penulis setuju dengan yang di katakana June Hunt yang mana depresi merupakan keadaan dimana seseorang terjebak di dalam kesedihan, rasa bersalah, merasa kecewa dengan kehidupan yang di jalani, merasa tidak punya harapan dan kehilangan masa depan.

  Keberadaan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor menempatkan mereka pada situasi yang sulit, tertekan dan menderita karena aturan-aturan yang membatasi kebebasannya dan masa hukuman yang lama, ditambah lagi dengan penolakan-penolakan dari keluarga dan pandangan buruk yang diberikan oleh masyarakat padanya, memberikan dampak bagi psikologis mereka. Warga binaan merasa bahwa masalah tersebut menjadi masalah yang cukup serius bagi dirinya, sehingga hal tersebut menjadi sesuatu yang mengganggu pikiran mereka. Oleh karena itu mereka perlu dibantu untuk menangani permasalahan tersebut. Dalam hal penangangan permasalahan tersebut, konseling

  5

  menjadi salah satu alternatif. Hal ini sejalan dengan pemikirang Engel bahwa konseling merupakan proses pertolongan antara seorang (penolong) dan yang ditolong (konseli) dengan

  6 maksud bukan hanya untuk meringankan penderitaan konseli tetapi memberdayakannya.

  Dalam proses konseling, seorang konselor mencoba untuk membimbing konselinya ke dalam suasana percakapan yang ideal yang memungkinkan konseli tersebut dapat mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi dalam dirinya sendiri, persoalan yang sedang ia hadapi, kondisi hidupnya dan bagaiman ia merespon semua itu dengan pola pikir, perasaan dan sikap, sehingga dengan demikian ia mempunyai kesadaran yang meningkat sehingga ia mulai belajar untuk melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggungjawabnya pada Tuhan

  

7

  dan mencoba untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam penjelasan ini menurut penulis, proses konseling dapat membantu konseli sebab di dalam proses konseling tersebut seorang konselor 4 5 June Hunt, Konseling Alkitabiah …, hlm 185. 6 J.D. Engel, Pastoral Dan Kebutuhan …,hlm 1 J.D.Engel, Pastoral dan Kebutuhan 7 …, hlm 1.

  Yakub B. Susabda, Konseling Pastoral…,hlm 7. akan membantu konseli untuk menemukan akar permasalahan yang dihadapi serta membantu untuk menemukan jalan keluar dari permasalahan tersebut.

  Untuk dapat menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para warga binaan, seorang konselor dituntut agar supaya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam proses konseling. Sebab para warga binaan yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan berada dalam multicultural. Mengenai hal tersebut penulis setuju dengan yang dikatakan oleh

8 Lewis bahwa seorang konselor harus memiliki kompetensi multikultural, artinya bahwa : 1)

  seorang konselor harus sadar terhadap landasan filosofis dan nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam budaya masyarakat; 2) Kesadaran konselor terhadap permasalahan klien; 3) Kesadaran konselor masyarakat untuk menciptakan strategi intervensi untuk pengembangan suatu pendekatan konseling yang sesuai dengan budaya klien. Dalam masing- masing bagian ini, kompetensi meliputi kategori : a) Sikap dan keyakinan; b) Pengetahuan; c) Keterampilan.

  Harapan warga binaan berdasarkan situasi mereka sekarang menghendaki para pelayan (konselor) untuk mengurangi tekanan akibat dari hukuman, menolong untuk memelihara hubungan-hubungan, membuat kontak dengan dunia luar, memprakarsai aktivitas kelompok dalam penjara, berjuang melawan ketidakadilan sehari-hari dan ketidakberuntungan, membuka kesempatan-kesempatan untuk memulai hidup baru, para warga binaan juga mencoba untuk memperoleh kesenangan khusus dari pelayan (konselor) dengan maksud untuk meringankan beban mereka sebagai tahanan.

8 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, Judy A. Daniels, and Michael J. D’Andrea Community Counseling…, hlm 11.

  9 Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Lewis dimana ia menjelaskan bahwa tugas

  dari seorang konselor adalah membantu konseli untuk menjembatani kesenjanagan yang terjadi antara kehidupan konseli dengan perkembangan masyarakatnya. Seorang konselor menggunakan sudut pandang yang luas untuk melihat konseli dalam konteks lingkungan yang sehat, adil dan merata masyarakatnya. Dengan asumsi bahwa semua orang memiliki hak untuk diperlakukan setara (adil). Hal ini berarti bahwa seorang konselor harus memiliki keterampilan dalam melihat permasalahan yang dialami oleh konseli.

4.2. Rangkuman

  Permasalahan psikososial warga binaan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kalabahi-Alor sangat berpengaruh besar dalam kehidupan mereka, sehingga mereka perlu dibimbing dan dibina agar supaya mereka dapat mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Namun dari penelitian yang penulis lakukan, pembinaan-pembinaan (khususnya pembinaan kerohanian) yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan menurut penulis tidak cukup efektif untuk membantu para warga binaan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi, sebab waktu yang disediakan dibatasi sehingga seorang konselor (pelayan) hanya melakukan pembinaan dengan cara menyampaikan khotbah-khotbah, shering dan ber-PA bersama. Hal ini tentu tidak membantu para warga binaan untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinnya. Warga binaan membutuhkan “tempat” untuk dapat berbagi setiap keluh kesah yang sedang dialami. Selain itu, seorang pelayan (konselor) harus peka dalam melihat kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan oleh para warga binaan. Sebab Masa hukuman yang beragam tidak dapat dipungkiri memberikan tekanan yang berbeda-beda bagi setiap warga binaan. Untuk itu seorang konselor (pelayan) harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan agar dapat membantu pelayan (konselor) dalam proses konseling. 9 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, Judy A. Daniels, and Michael J. D’Andrea Community Counseling…, hlm 4-12.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan: Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

0 0 41

Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan (Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani) TESIS Diajukan kepada Program Studi: Magister Sosiologi Agama, Fakultas: Teologi

0 0 14

2. IDENTITAS SOSIAL BAGI MASYARAKAT KARO DIASPORA 2.1. Pendahuluan. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 0 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 1 37

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Perspektif Konseling Masyarakat

0 0 8

2.1. Pemahaman Tentang Konseling Masyarakat - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Perspektif Konseling Masyarakat

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Perspektif Konseling Masyarakat

0 1 22