POLA BATIK LASEM PASCA PENETAPAN UNESCO TENTANG BATIK TAHUN 2009

POLA BATIK LASEM PASCA PENETAPAN UNESCO TENTANG BATIK TAHUN 2009 SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna melengkapi Gelar Sarjana Seni Rupa Jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

Astaufi Herpi Perdana

C0905004

JURUSAN KRIYA SENI/TEKSTIL FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERSETUJUAN

Skripsi Berjudul

POLA BATIK LASEM PASCA PENETAPAN UNESCO TENTANG BATIK TAHUN 2009

Dipersiapkan dan disusun oleh:

ASTAUFI HERPI PERDANA NIM. C0905004

Telah disetujui oleh pembimbing Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk di uji Surakarta, 19 September 2012,

Pembimbing I

Ratna Endah Santoso, S. Sn, M. Sn. NIP. 197610112003122001

Pembimbing II

Dra. Tiwi Bina Affanti, M. Sn. NIP. 195907091986012001

Mengetahui, Ketua Jurusan Kriya Seni atau Tekstil

Dra. Tiwi Bina Affanti, M. Sn. NIP. 195907091986012001

PENGESAHAN

Skripsi

POLA BATIK LASEM PASCA PENETAPAN UNESCO TENTANG BATIK TAHUN 2009

Dipersiapkan dan disusun oleh

ASTAUFI HERPI PERDANA NIM. C0905004

Telah disajikan dan dipertanggungjawabkan di hadapan dewan penguji Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada tanggal, 28 September 2012 Dinyatakan telah memenuhi syarat

Jabatan

Nama

Tanda tangan Ketua sidang

: Dra. Tiwi Bina Affanti, M. Sn.

NIP. 195907091986012001

Sekretaris sidang

: Ratna Endah Santoso, S. Sn, M. Sn .

NIP. 197610112003122001

Penguji I

: Dra. Sarah Rum Handayani, M. Hum.

NIP. 195212081981032001

Penguji II

: Dra. Th, Widyastuti, M. Sn.

NIP. 195909231986012001

Mengetahui, Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D. NIP. 1956003281986011001

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “POLA BATIK LASEM PASCA PENETAPAN UNESCO TENTANG BATIK TAHUN 2009” ini beserta isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak yang lain terhadap keaslian karya saya ini.

Surakarta, 23 September 2012, Yang membuat pernyataan,

Astaufi Herpi Perdana

ABSTRAKSI

Batik Lasem sangat terkenal karena cirinya sebagai batik Pesisir yang indah dengan pewarnaan yang berani, dan Kota Lasem merupakan Sentra Batik Tulis yang pernah terkenal dan menjadi salah satu kota penting penghasil batik tulis di Pesisir Utara Jawa. Sejak ditetapkan sebagai daftar budaya tak benda warisan manusia Representative List of Intangible Cultural Heritage oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization ) tahun 2009 dan jenis batik yang ditetapkan sebagai World Heritage adalah batik tulis dan bukan batik Printing. Kemudian banyak perkembangan yang terjadi pada batik. Dengan semakin banyaknya permintaan pasar, maka semakin banyak juga perubahan motif yang terjadi pada batik tulis Lasem untuk memenuhi tuntutan pasar. Muncul beberapa permasalahan yaitu bagaimanakah perkembangan pola dan makna estetis yang terkandung di dalam Batik Tulis Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009. Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka bentuk penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Sumber data yang dikumpulkan adalah data kualitatif. Untuk menjamin validitas data, dengan menggunakan teknik trianggulasi data. Secara garis besar batik lasem dapat dibedakan menjadi dua, yaitu batik dengan selera cina yang oleh umum dinamakan batik Laseman dan batik selera pribumi yang sering disebut batik rakyat yang kemudian di pilah lagi menjadi dua golongan besar masing-masing jenis pola tersebut. Penggolongan tersebut adalah golongan Geometris dan Non geometris. Batik Lasem saat ini memiliki berbagai macam perubahan dari mulai bentuk pola, motif, dan warna yang sudah tidak lagi sesuai pola pakem Batik Lasem. Secara struktural pola batik Lasem tersebut disusun dengan susunan geometris (Lereng dan Ceplok) dan non geometris (Semenan dan Buketan ). Struktur susunan motif seringkali dilakukan tidak dengan sistem pengulangan pola kecuali pada pola Lereng dan Ceplokan. Corak yang terjadi pada batik Lasem merupakan mimesis dari kehidupan masyarakat Lasem itu sendiri. Bentuk-bentuk motifnya yang dulu memiliki makna filosofi yang mendalam, sekarang sudah berubah karena persaingan pasar yang begitu ketat. Penamaan batik Lasem yang dulu sesuai dengan warna yang diterapkan, sekarang berubah sesuai jenis motif yang ada didalamnya.

Kata kunci: pola, batik, Lasem, UNESCO, 2009, estetis.

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan karunia-Nya, penulis dapat melaksanakan Tugas Akhir dan menyelesaikan penulisan Skripsi untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Program Studi Kriya Seni.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D. Selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan banyak fasilitas baik tempat maupun peralatan serta perlengkapan dalam proses maupun pelaksanaan ujian Tugas Akhir Skripsi.

Dra. Tiwi Bina Affanti, M. Sn. Selaku Ketua Jurusan Studi Kriya Seni dan Pembimbing II yang selalu sabar sepenuh hati telah mengijinkan dan menyetujui penulis menempuh Ujian Tugas Akhir Skripsi..

Ratna Endah Santoso, S. Sn, M. Sn. Selaku pembimbing I yang selalu membimbing, memberi dukungan, dan mengarahkan dengan sepenuh hati sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Drs. Sarwono, M. Sn. Selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dari awal semester hingga sekarang. Seluruh Dosen Pengajar dan Staff Karyawan Jurusan Kriya Seni atau Tekstil yang telah memberi pengarahan demi kelancaran proses Tugas Akhir dan yang telah memberi syarat untuk menempuh Ujian Tugas Akhir Skripsi.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

H. Santosa Doellah, selaku Pemilik Perusahaan Batik Danar Hadi dan salah satu pakar Batik di Indonesia yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan bantuan materi dan pengarahan serta bimbingan dari awal proses proses penelitian hingga ujian Tugas Akhir Skripsi.

Sigit Witjaksono, selaku Pemilik Rumah Produksi Kerajinan Batik Laseman yang memberikan pengalaman serta nasehat. Prof. Dr. Wiliam Cant. M. Hum, selaku Pemerhati dan Peneliti Etnis Cina IPI yang telah memberikan kontirbusi besar dalam penelitian ini hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi..

H. Umy Jazilah Salim, selaku Ketua Deskaranasda Rembang yang memberi perijinan selama penelitian. Jeng Ida, selaku Pemilik Sentra Batik Lasem dan pengurus paguyuban pengusaha Batik di kota Lasem yang telah meluangkan waltu dan tenaga dalam proses penelitian Tugas Akhir Skripsi.. Rekan-rekan wartawan dan pendukung penelitian, petugas perpustakaan serta

semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih pula kepada beberapa nara sumber yang telah memberikan dukungan sepenuh hati dan informasi untuk melengkapi Tugas Akhir Skripsi. diantaranya :

Wahyu Santosa Prabawa, M. Kar. Alm. Nora Kustantina Dewi, M. Sn. Sunarno Purwalelana, M. Sn.

Didik Bambang Wahyudi, M. Kar.

Terima kasih juga kepada bapak, ibuku tercinta serta kakak, adik dan calon pendamping hidupku yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil yang sangat berarti bagi penulis. Ucapan terima kasih penyaji sampaikan juga kepada teman-teman antara lain Imam, Beni, Bagus, Wahid, Ronald, Andreas, Bani, Veni, Paulus, Dhanis, Isna, Usman, Widyantoro, Bangun, Puput, Novia, Niken, Sigit, serta teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun selalu penulis harapkan.

Surakarta, 23 September 2012,

Astaufi Herpi Perdana

MOTTO

“Kebenaran meninggikan derajat Bangsa, tetapi dosa adalah noda Bangsa”

AMSAL 14:34

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii HALAMAN PENGESAHAN

iii HALAMAN PERNYATAAN

iv ABSTRAKSI

v KATA PENGANTAR

vi MOTTO

ix DAFTAR ISI

x DAFTAR BAGAN

xiv DAFTAR GAMBAR

xv BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Sistematika Penulisan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

B. Akulturasi Budaya di Dalam Batik Tulis Lasem

1. Faktor Internal

a. Pengaruh Keraton a. Pengaruh Keraton

2. Faktor Eksternal

a. Pengaruh Cina

b. Pengaruh Belanda

C. Perkembangan Budaya di Dalam Industri Batik Tulis Lasem

1. Periode Rintisan (1157-1349)

2. Periode Pengaruh Budaya Majapahit (1350-1500)

3. Periode Pengaruh Budaya Cina (1500-1799)

4. Periode Awal Industrialisasi Batik Lasem (1800-1890)

5. Periode Pengaruh Budaya Belanda (1901-1941)

6. Periode Stagnasi (1942-1945)

7. Periode Pengaruh Budaya Lokal (1946-1950)

8. Periode Revitalisasi Industri I (1951-1970)

9. Periode Kemerosotan Industri (1970-2004)

10. Periode Revitalisasi Industri II (2004-2012)

D. Motif Batik Lasem

1. Batik Lasem Selera Rakyat (Pribumi)

2. Batik Lasem Selera Cina (Laseman)

a. Motif Fauna Cina dan Motif Jawa

b. Motif Flora Cina dan Motif Jawa

c. Motif Cina Selain Flora-Fauna dan Motif Batik Jawa

d. Motif kombinasi Cina dan Motif Batik Jawa

F. Kerangka Teoritis

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

B. Lokasi Penelitian

C. Teknik Pengammbilan Sampel

D. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Informan atau Nara Sumber

b. Tempat dan Aktifitas Pembatikan

c. Karya Batik

d. Dokumen atau Arsip

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Teknik Wawancara

b. Teknik Observasi

c. Teknik Pengkajian Dokumen atau Arsip

E. Validitas Data

F. Teknik Analisis Data

BAB IV POLA DAN MOTIF BATIK LASEM

A. Situasi Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tahun 2009

B. Pola Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tahun 2009

1. Batik Tulis Lasem Pola Selera Rakyat

2. Batik Tulis Lasem Pola Selera Cina

C. Kajian Estetika Pola Batik Lasem

1. Wujud atau Rupa (appearance)

2. Bobot atau Isi (substance)

3. Penampilan atau Penyajian (presentation)

a. Batik Selera Rakyat

1) Batik Golongan Geometris

2) Batik Golongan Non Geometris

b. Batik Selera Cina atau Laseman

1) Batik Golongan Geometris

2) Batik Golongan Non Geometris

c. Batik Pola Lainnya

1) Batik Pola Kontemporer

2) Batik Pola Pesisiran

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

84 MEDIA SURAT KABAR

85 MEDIA INTERNET BROWSING

85 DAFTAR WAWANCARA

86 GLOSARIUM

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Kerangka Pikir

30 Bagan 2. Teknik Analisis Data

38 Bagan 3. Pendekatan Estetika A. A. M. Djelantik

58

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Batik Pola Bang-Biru dan Bang-bangan

19 Gambar 2. Batik Pola Liong dan Burung Hong

21 Gambar 3. Batik Pola Kendoro-Kendiri

21 Gambar 4. Batik Pola Banji

22 Gambar 5. Pola Sekar Jagad, karya Sigit Witjaksono

49 Gambar 6. Pola Tiga Negri, karya Sigit Witjaksono

49 Gambar 7. Pola Krecak Peksi, karya Jeng Ida

50 Gambar 8. Pola Sekar Krecak, karya Jeng Ida

50 Gambar 9. Pola Lerek Latohan, karya Sigit Witjaksono

50 Gambar 10. Pola Sekar Aseman, karya Sigit Witjaksono

50 Gambar 11. Pola Lerek Aseman, karya Jeng Ida

50 Gambar 12. Pola Lerek Puspa, karya Jeng Ida

50 Gambar 13. Pola Lok Can, karya Jeng Ida

51 Gambar 14. Pola Lerek Sisik Naga, karya Jeng Ida

51 Gambar 15. Pola Banji Tambal, karya Sigit Witjaksono

52 Gambar 16. Pola Terate, karya Sigit Witjaksono

52 Gambar 17. Pola Naga, karya Sigit Witjaksono

52 Gambar 18. Pola Tok Wi, karya Sigit Witjaksono

52 Gambar 19. Pola Bambu, karya Sigit Witjaksono

52 Gambar 20. Pola burung Hong, karya Sigit Witjaksono

Gambar 22. Pola Latohan, karya Sigit Witjaksono

53 Gambar 23. Pola Sekar Gunung Ringgit, karya Jeng Ida

53 Gambar 24. Pola Banji Kawung, karya Jeng Ida

53 Gambar 25. Pola Bledak Sarimbit, karya Sigit Witjaksono

54 Gambar 26. Pola Selo Karang, karya Sigit Witjaksono

54 Gambar 27. Pola Nice Umbrella, karya Sigit Witjaksono

54 Gambar 28. Pola Romantic Birds, karya Jeng Ida

54 Gambar 29. Batik Pola Lerek Blarakan

59 Gambar 30. Pola dasar Lerek Blarakan

60 Gambar 31. Detail Pola Lerek Blarakan

61 Gambar 32. Pola Sekar Aseman

63 Gambar 33. Detail Motif Sekar Aseman

64 Gambar 34. Batik Pola Bola Dunia

66 Gambar 35. Pola Dasar Bola Dunia

67 Gambar 36. Detail Pola Bola Dunia

68 Gambar 37. Batik Pola Kupu-kupu Beruang

71 Gambar 38. Detail Pola Kupu-kupu Beruang

72 Gambar 39. Batik Pola Sekar Sarimbit

74 Gambar 40. Detail Pola Sekar Sarimbit

75 Gambar 41. Batik Pola Iwak-iwakan

77 Gambar 42. Detail Pola Iwak-iwakan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Lasem adalah sentra batik tulis yang pernah terkenal dan menjad i sala h satu ko ta p enting penghasil batik tulis di Pesisir Utara Jawa. Batik tulis Lasem begitu terkenal pada pertengahan abad ke-19 hingga tahun 1970-an sampai produ knya dip erdagangkan ke luar Negeri. Situ asi berubah sejak lebih dari 30 tahun terakhir. Batik tulis Lasem tid ak lagi menjadi primadona bersama dengan Batik dari Cirebo n, Pekalongan, Solo, Yogyakarta, dan Banyu mas. Seb elum tahun 2005, ada ratusan pembatik Tulis di Lasem. Setelah tahun 2005 tinggal delapan pengusaha, (Ferd yanto , 2005 : 7). Pengaruh batik Cina tersebut dapat disaksikan pada pola-pola batik tulis Lasem baik motif mau pun warnanya. Be ntuk p ola batik tulis Lasem dilihat dari motifnya terjadi karena adanya akulturasi budaya Jawa yang muncul di Keraton (Parang atau Lerek), Pesisir, Belanda (Vorsch Landen), Cina (Hong dan Banji), dan Ind ia (Sembagi).

Pasar batik tulis Lasem mengalami pasang surut. Pada masa penjajahan Belanda 1596-1945 , batik tulis Lasem menga lami keja ya an. Namun ketika tentara Jepang masuk ke Ind onesia 1942 , batik tulis Lasem menjad i terpuruk. Setelah tentara Jepang meninggalkan Indonesia 1945, batik tulis Lasem mu lai bangkit la gi. Tahun 2005 , pemasaran batik tulis Lasem mulai surut kembali. Akib atnya, banyak pengusaha batik yang gulung tikar dan yang bertahan hanya beberapa orang saja. Batik tulis Lasem mulai menggeliat kemb ali, puncaknya ketika terjadi polemik tahun 2008 batik diakui sebagai milik Negara M alaysia dan semp at

berawal pada tiga September 2008 dengan proses nominasi batik Indonesia yang akan yang akan didaftarkan ke dalam jajaran daftar bud aya tak benda warisan manusia atau Rep resentative List of Intangib le Cultural Heritage oleh UNESCO (United Nations Edu ca tional, Scientific, and Cultural Organization), kemudian pada sembilan Januari 2009 nominasi tersebut diterima oleh UNESCO, dan akhirnya pada dua Oktober 2009 secara resmi diakui oleh UNESCO dalam sidang ke empat antar-pemerintah d i Abu Dhab i. Sejak diakui sebagai warisa n budaya tak benda oleh UNESCO, batik Indonesia makin populer. Setiap hari bisa dilihat kau m tua, muda hingga anak-anak mengenakan batik dan sud ah tidak lagi hanya menjadi busana yang dikenakan pada upacara tertentu (Antara news).

Pasca penetapan UNESCO Tentang Batik tahun 2009, pada tahun 2010 kondisi batik tu lis di Lasem terjadi p eningkatan jumlah produksi. Po la-pola batik yang baru mulai b ermunculan. Berdasarkan hasil observasi terakhir tahun 2 012, motif khas batik tulis Lasem (Krecak, Dewa-dewi, Uang Kepeng ) dan beberapa motif lainnya su lit dijumpai serta banyak d itemu kan motif baru hasil ciptaan masyarakat Lasem misalnya Blarak, Geblak Kasur, dan Co ral. Kondisi ini terjadi karena harus memenuhi permintaan p asar dan selera konsumen. Berdasar tulisan tersebut, maka hal-hal yang terkait dengan perkemb angan pola dan estetika pada batik tulis Lasem yang ada saat ini cu kup menarik u ntuk dikaji karena guna memahami perubahan yang terjadi pada b atik tu lis Lasem dan konsep penggarapan atau perancangan pada pola dan mo tif batik tulis Lasem, yang tidak menutup kemungkinan bahwa memiliki ciri khas yang membed akan batik tulis Lasem dengan batik tulis daerah lain di Indonesia.

1. Bagaimanakah Pola Batik Tulis Lasem Pasca Penetap an UNESCO tentang Batik tahun 2009? 2. Bagaimana makna estetis yang terkandung di dalam Pola Batik Tulis Lasem pada masa Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2 009?

C. Tujuan Penelitian.

1. Mengetahui Pola Batik Tulis Lasem yang mu ncul Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009 . 2. Mengetahui makna estetis yang terkandu ng di dalam Pola Batik Tulis

Lasem

D. Manfaat Penelitian.

1. Lembaga.

a. Diharapka n adanya p enelitian ini d apat memb erikan su mb anga n pengetahuan baru yang b ermanfaat bagi p erkembangan ilmu di kampus Universitas Sebelas Maret, khususnya J uru san Kriya Tekstil.

b. Diharapka n dengan penelitian ini dap at menambah pengetahuan bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret, khususnya bagi mahasiswa Jurusan Kriya Tekstil tentang perkembangan M otif Batik Lasem P asca Penetap an UNESCO tentang Batik tahun 2009.

2. Masyarakat.

a. Diharapka n penelitian ini menambah pengetahuan bagi masyarakat umu m mengenai Batik Lasem Pasca Penetap an UNESCO tentang Batik tahun 2009.

tertarik dan mengenal Batik Lasem Pasca Penetap an UNESCO tentang Batik tahun 2009.

3. Penulis.

c. M ampu memberikan pengetahuan p ada penulis terhadap Motif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009.

a. M ampu memberikan pengalaman dan p engetahuan yang lebih dalam bidang p ertekstilan khusun ya mengenai Batik Lasem .

E. Sistematika Penulisan.

Laporan penelitian ini di susu n dan d ibagi menjad i beberapa bab sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan, pada b ab ini berisi uraian tentang latar b elakang masalah, perumusan masalah, tu juan penelitian, manfaaat peniltian. Bab . II. Kajian p ustaka, p ada bab ini memb ahas tenta ng informasi dan data Batik Lasem mu lai dari sejarah, Motif, perkembangan Motif. Bab III. Metod e penelitian, pada bab ini b erisi tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber d an teknik pengu mpulan data, validitas data, d an teknik anilisis data.

Bab IV. Pengumpulan data d an anilisis data, pada bab ini memaparka n semua hasil penlitian ob servasi, wawancara, dan visual tentang p erkembanga n Motif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009.

Bab V. M erupakan bagian akhir dari sksipsi berisi kesimpulan dan saran.

BAB II Kajian Pustaka

A. Tinjauan Pustaka.

Cukup banyak tulisan tentang batik berupa hasil penelitian, disertasi, thesis ataupun literatur, namun sejauh ini belum ditemui tulisan yang membahas secara khusus tentang Motif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO Tahun 2009.

Sebuah buku yang ditulis oleh Sewan Susanto (1980) dengan judul “Seni Kerajinan Batik Indonesia,” memaparkan tentang penggolongan batik menjadi dua golongan yaitu geometris dan non geometris.

Djoemena (1990) dalam bukunya ungkapan sehelai Batik “Its Mystery and Meaning ,” memaparkan secara garis besar batik tulis Lasem dibedakan menjadi dua jenis, yaitu batik selera rakyat atau pribumi, dan batik selera Cina yang oleh umum dinamakan batik Laseman.

Santoesa Doellah (2002) dalam bukunya “Batik Pengaruh Jaman dan Lingkungan,” memaparkan tentang kesenian tradisi batik dan pengaruhnya terhadap masyarakat Indonesia.

Sebuah penelitian yang dilakukan Tiwi Bina Affanti (2009) dengan judul “Keberadaan Batik Kliwonan di Kabupaten Sragen Kemunculannya, dinamika Kehidupannya, dan Visual Pola Batiknya,” dalam tesisnya memaparkan mengenai pengklasifikasian pola-pola batik Kliwonan menjadi beberapa pola.

Buku “Badra Santri Babad Tanah Lasem” karangan Mpu Santri Badra di tahun Buku “Badra Santri Babad Tanah Lasem” karangan Mpu Santri Badra di tahun

Soedarsono, dalam bukunya “Aspek Ritual dan Kreativitas Dalam Perkembangan Seni di Jawa” (2005), memaparkan perdagangan batik Lasem yang dilakukan oleh bangsa Portugal dan Belanda dari Nusantara hingga Mancanegara.

Jurnalistik yang dilakukan oleh Nias di dalam harian Kompas (2003), menuliskan tentang pengaruh Cina di dalam batik tulis Lasem dan perkembangan industri pada tahun 2003 yang terjadi pada batik tulis Lasem serta eksistensinya terhadap persaingan pasar.

Tien dalam bukunya, “Rich of Batik” (1997), menuliskan tentang ciri khas pewarnaan batik tulis Lasem yang begitu terkenal karena ciri khas warna merahnya yang tidak bisa ditiru oleh batik tulis daerah lain..

Melly. G. Dalam bukunya yang berjudul “Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia. Suatu masalah Pembinaan Kesatuan Bangsa”, tahun 1878, memaparkan mengenai macam-macam motif batik tulis Lasem dan kehidupan masyarakat etnis Tiongha di Indonesia.

Rahayu di dalam jurnalistik pada harian Kompas (2009), menuliskan Penetapan UNESCO terhadap dan mengenai perkembangan yang terjadi pada industri batik di Indonesia.

Widhiarso seorang jurnalis harian Kompas (2010), pada artikelnya menuliskan tentang perkembangan Batik Pekalongan, Yogya, dan Solo Pasca Penetapan

UNESCO dilihat dari segi industri, pemasaran, dan tanggapan pemerintah terhadap batik Indonesia.

Soepardi dalam karya jurnalistiknya pada harian Kompas (2009), menuliskan data jumlah batik yang berkembang pada di Indonesia, dan mengenai perkembangan industri yang terjadi pada batik Indonesia.

Karya jurnalis Hartono pada harian Kompas (2011), menuliskan munculnya kegiatan-kegiatan masyarakat dalam melestarikan batik setelah dikukuhkan oleh UNESCO 2009, dan mengenai antusias masyarakat terhadap perkembangan batik Indonesia.

Tulisan-tulisan yang terkait tentang batik Lasem di atas, ternyata tidak ditemukan adanya pembahasan tentang pola dan motif batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tahun 2009. Dengan demikian penelitian ini cukup otentik untuk dilaksanakan.

B. Akulturasi Budaya di Dalam Batik Tulis Lasem.

Batik tulis Lasem merupakan suatu peningggalan budaya yang memiliki sejarah panjang, dimana dalam perjalanannya mengalami banyak peristiwa yang berpengaruh pada bentuk dan perkembangan motif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi akulturasi budaya di dalam batik tulis Lasem, yang petama adalah faktor internal antara lain pengaruh Keraton dan pengaruh budaya lokal masyarakat Pesisiran. Sedangkan, yang kedua adalah faktor eksternal yang merupakan pengaruh budaya asing yang terserap di dalam batik tulis Lasem, yaitu pengaruh Cina dan pengaruh Belanda. Untuk mengetahui lebih jelas apa, bagaimana, dan mengapa faktor internal kemudian faktor eksternal bisa menjadi akulturasi budaya pada batik tulis Lasem,

1. Faktor Internal. Pengaruh budaya Keraton dan pengaruh lokal Pesisiran masyarakat Lasem merupakan faktor internal yang seringkali tercermin ke dalam batik tulis Lasem. Penjelasannya sebagai berikut:

a. Pengaruh Keraton. Buku Serat “Badra Santri Babad Tanah Lasem” menceritakan, pada awal abad ke-14, kota kecil Lasem merupakan salah satu kekuasaan Kerajaan Majapahit yang ada di Jawa Timur (Mpu Santri, 1401:377). Pada tahun 1351, Lasem diperintah oleh Ratu Dewi Indu yang berperan sebagai Adipati (Perdana menteri bagi wilayah yang bersangkutan) di bawah Kerajaan Majapahit. Suaminya Radjasa Wardhana merupakan seorang saudagar besar yang terkenal yang pada saat itu mempunyai relasi dagang yang meliputi wilayah di Asia Tenggara. Dewi Indu meninggal pada tahun 1382, dan jasadnya dibakar di Gunung Argopuro di sebelah timur Kuil Ganapati (Keberadaan Kuil tersebut belum ditemukan). Suaminya Radjasa Wardhana meninggal setahun kemudian dan dibakar pada tempat yang sama. Kekuasaan di Lasem diambil alih oleh anak mereka yang bernama Badra Wardhana. Kerajaan ini telah ada di Indonesia sejak abad ke-13 sampai abad ke-15 dan mulai runtuh ketika Islam datang ke Indonesia.

Setelah memerintah selama 30 tahun, Badra Wardhana memberikan kekuasaannya kepada putranya yang bernama Wijaya Badra pada tahun 1413. Pada Setelah memerintah selama 30 tahun, Badra Wardhana memberikan kekuasaannya kepada putranya yang bernama Wijaya Badra pada tahun 1413. Pada

b. Pengaruh Budaya Lokal Pesisir Utara. Lasem terletak di Pesisir Pantai Utara Jawa, pengaruh Pesisiran terlihat jelas di dalam motif batik tulis Lasem. Sebagai contoh Motif Latohan atau Rumput Laut, Motif Iwak atau Ikan.

Secara teknis pewarnaan batik tulis Lasem memiliki seperti umumnya penampilan batik Pesisiran dengan banyak warna merah, biru, dan hijau (Tien, 1997:144). Hal tersebut merupakan suatu pengaruh masyarakat Lasem dengan ciri khas Pesisiran pada umumnya. Dengan pewarnaan khas Pesisiran, tentu saja memiliki dampak pada motif dan corak yang ada di dalam pola batik tulis Lasem.

2. Faktor Eksternal. Faktor eksternal merupakan pengaruh dari budaya asing yang ada di dalam motif batik tulis Lasem. Akulturasi dengan budaya asing terjadi karena disebabkan oleh dua hal, yang pertama adalah hubungan dagang dimana bangsa Cina melakukan pelayaran antar Benua yang bertujuan untuk melakukan perdagangan. Kemudian, yang kedua adalah penjajahan yang terjadi di Indonesia oleh bangsa Eropa yaitu negara Belanda, yang memiliki tujuan untuk merampas kekayaan alam yang tidak lain adalah rempah-rempah. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut:

a. Pengaruh Cina. Menurut buku “Badra Santri Babad Tanah Lasem” karangan Mpu Santri a. Pengaruh Cina. Menurut buku “Badra Santri Babad Tanah Lasem” karangan Mpu Santri

Buku tersebut juga menuliskan tentang keberadaan Batik Cina di Lasem bermula dari kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1413 Masehi. Anak buah Cheng Ho bernama Bi Nang Un turut menetap di Lasem bersama istrinya, Na Li Ni. Bi Nang Un adalah anak buah kapal Dhang Puhawang Tzeng Ho dari Negara Tiong Hwa, setelah melihat keindahan alam Jawa, memilih menetap di Bonang bersama dengan istrinya Na Li Ni. Berawal dari keterampilan tangan Na Li Ni kemudian tercipta berbagai kain batik yang menjadi cikal-bakal keberadaan batik tulis Lasem.

Kedatangan Laksamana Cheng Ho, bertujuan untuk mendatangi Kerajaan Majapahit. Bi Nang Un ingin tinggal di Lasem untuk menyebarkan Agama Islam diantara penduduk asli. Akhirnya niat Bi Nang Un tersebut dipersilahkan oleh Wijaya Badra, dan memberinya wilayah Kemandung untuk tempat bermukim. Dari tulisan di atas dapat diketahui bahwa hubungan antara etnis Cina yang ada di Indonesia sudah berlangsung sejak jaman dahulu. Hubungan ini berawal dari kekuatan dalam diri etnis Cina dalam hal perdagangan. Na Li Ni menyusupkan motif Burung Hong, Liong, Bunga Seruni, Banji, dan Mata Uang Kepeng dengan warna merah darah ayam khas Tiong Hoa dalam batik. Karena ciri khas yang unik ini, batik tulis Lasem mendapat tempat penting di dunia perdagangan. Pedagang antar pulau dengan menggunakan Kedatangan Laksamana Cheng Ho, bertujuan untuk mendatangi Kerajaan Majapahit. Bi Nang Un ingin tinggal di Lasem untuk menyebarkan Agama Islam diantara penduduk asli. Akhirnya niat Bi Nang Un tersebut dipersilahkan oleh Wijaya Badra, dan memberinya wilayah Kemandung untuk tempat bermukim. Dari tulisan di atas dapat diketahui bahwa hubungan antara etnis Cina yang ada di Indonesia sudah berlangsung sejak jaman dahulu. Hubungan ini berawal dari kekuatan dalam diri etnis Cina dalam hal perdagangan. Na Li Ni menyusupkan motif Burung Hong, Liong, Bunga Seruni, Banji, dan Mata Uang Kepeng dengan warna merah darah ayam khas Tiong Hoa dalam batik. Karena ciri khas yang unik ini, batik tulis Lasem mendapat tempat penting di dunia perdagangan. Pedagang antar pulau dengan menggunakan

Pengrajin batik semakin kreatif menciptakan Motif-motif baru. Mereka merespon situasi yang terjadi. Misalnya, ketika Daendels memperkerjakan rakyat untuk membuat jalan raya, terciptalah motif Krecak, atau Watu Pecah. Namun, masa kejayaan tersebut mulai pudar di era 1950-an. Karena kondisi politik yang tidak berpihak pada etnis Tionghoa membuat banyak pengusaha batik gulung tikar.

b. Pengaruh Belanda. Menurut Soedarsono, dalam bukunya “Aspek Ritual dan Kreativitas Dalam Perkembangan Seni di Jawa”, tahun 2005. Pada tahun 1519, para pedagang bangsa Portugal telah menjadikan batik tulis Lasem sebagai dagangan mereka Hal ini berarti menandakan bahwa, pada saat itu batik Tulis Lasem sudah dijual ke berbagai pelosok Nusantara, baik ke barat sampai Aceh, atau ke timur sampai ke Ambon. Batik tersebut dibeli dari Jawa Tengah (Surakarta, Ngayogyakarta, Lasem) dijual lagi ke nusantara atau ke Manca Negara. Tahun 1603, para pedagang Belanda kemudian mengikuti jejak para pedagang Portugal, menyebarluaskan dagangan batik Jawa Tengah ke berbagai daerah di dalam maupun di luar Nusantara. Sehingga pada abad

17 dan abad 18, busana batik (Sinjang atau kain panjang) buatan Jawa Tengah telah banyak tersebar di daerah Aceh maupun kepulauan Maluku (2005:47-70).

Sejak Belanda masuk ke Indonesia tahun 1596 dan menjajah untuk Sejak Belanda masuk ke Indonesia tahun 1596 dan menjajah untuk

Menurut “Serat Badra Santri Babad Tanah Lasem”, Berkembangnya batik tulis Lasem tidak terlepas dari posisi strategis daerah Lasem yang dahulu dikenal sebagai salah satu daerah penting di Utara Pulau Jawa. Lasem memiliki pelabuhan besar yang telah digunakan sebagai tempat transaksi antar pedagang dari berbagai tempat pada masa Kerajaan Majapahit dan menjadi salah satu pelabuhan besar Kerajaan Majapahit di samping Juwana dan Tuban. Posisi strategis pelabuhan Lasem tersebut masih diakui dan terus dimanfaatkan sampai akhir masa pendudukan Jepang. Pada daerah Caruban, Lasem sudah merupakan sebuah tempat pemukiman pada masa Majapahit dan transisi ke periode Kerajaan Mataram Islam abad XIV-XVII Masehi (Mpu santri, 1401:788).

C. Perkembangan Budaya di Dalam Industri Batik Tulis Lasem.

Buku Serat Badra Santi (Babad Tanah Lasem) yang ditulis pada tahun 1401 menjelaskan bahwa kota Lasem pernah disinggahi salah seorang nahkoda kapal dari rombongan Laksamana Ceng Ho. Puteri Na Li Ni, istri Bi Nang Un anak buah Ceng Ho, merupakan salah seorang perintis dunia perbatikan Lasem. Tradisi itu kini diwarisi oleh pengrajin Batik di Rembang khususnya Lasem, Pancur, dan Pamotan (Mpu santri, 1401: 377-379).

Berdasarkan bukti-bukti yang terdapat di dalam buku tersebut, maka perkembangan budaya dan industri Batik Lasem diperkirakan melampaui beberapa

1. Periode rintisan (1157-1349).

Pada awal abad 14, Lasem merupakan daerah dibawah naungan kekuasaan Kerajaan Majapahit. Merupakan periode dimana batik mulai diperkenalkan kepada masyarakat Lasem oleh pihak Kerajaan.

2. Periode pengaruh budaya Majapahit (1350-1500).

Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Budha di Indonesia. Pada periode ini penyebaran agama Hindu-Budha mulai merambah ke dalam seni dan budaya termasuk batik.

3. Periode pengaruh budaya Cina (1500-1799).

Pada periode ini, ada seorang saudagar dari Cina yang meletakkan kapalnya di sepanjang Pantai Bonang bernama Laksamana Ceng Ho bersama anak buahnya bernama Bi Nang Un, dan turut menetap di Lasem bersama istrinya Na Li Ni, yang memiliki tujuan untuk berdagang. Na Li Ni yang memiliki keahlian di bidang melukis dan kesusastraan sangat tertarik pada batik dan mulai mengembangkan kerajinan batik. Pada tahun 1596, bangsa Belanda datang dan menjajah Indonesia. Dalam perang melawan Belanda, Laksamana Ceng Ho ikut andil berperang melawan Belanda dengan mendatangkan armada laut dari Cina.

4. Periode awal industrialisasi Batik Lasem (1800-1890).

Setelah Na Li Ni yang dibantu suaminya Bi Nang Un berhasil Setelah Na Li Ni yang dibantu suaminya Bi Nang Un berhasil

5. Periode pengaruh budaya Be landa (1901-1941).

Batik tulis Lasem mengalami kejayaan dan menjadi primadona pada periode ini. Penjajah Belanda mulai memberikan konstribusi kapal dagang terhadap budaya di daerah jajahannya.

6. Periode stagnasi (1942-1945).

Pada tahun 1942. Jepang datang ke Indonesia dan melakukan penjajahan. Periode ini penjajah Jepang menghancurkan semua industri di Lasem dan semua daerah jajahan Jepang harus membuat perkebunan rempah- rempah dan pertambangan. Tahun 1945, Jepang meninggalkan Indonesia dan proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Setelah Indonesia merdeka, masyarakat Lasem yang menjadi budak kemudian kembali lagi membuka industri Batik.

7. Periode pengaruh budaya lokal (1946-1950).

Pada periode ini, Indonesia masih melakukan pembentukan pemerintahan. Tahun 1947, pemerintah Indonesia melakukan pengembangan

Utara Jawa, sehingga pengaruh budaya Pesisir terlihat jelas di dalam motif batik tulis Lasem.

8. Periode revitalisasi industri I (1951-1970).

Pada periode ini, industri batik tulis Lasem mulai melakukan kebangkitan secara menyeluruh di daerah Lasem. Karena para pengusaha kembali lagi memproduksi Batik Lasem.

9. Periode kemerosotan industri (1970-2004).

Tahun 1970, Indonesia mulai melakukan kerja sama perdagangan dengan Negara asing yang menyebabkan kenaikan harga bahan baku batik tulis Lasem, dan timbul kesenjangan sosial dimana bangsa pendatang tidak boleh ikut dalam dunia politik. Pada tahun 1997, terjadi krisis moneter dimana

hal ini membuat banyak pengusaha batik tulis Lasem yang gulung tikar.

10. Periode revitalisasi industri II (2004-2012).

Tahun 2004, batik tulis Lasem mulai bangkit kembali. Tahun 2008, terjadi polemik dengan diakuinya batik sebagai budaya Negara Malaysia, yang kemudian memicu industri batik tulis Lasem untuk semakin bersinar dan batik menjadi fenomenal. Lasem terkenal sebagai salah satu Sentra batik penting di Jawa pada akhir

abad ke-19. Warna merah batik tulis Lasem sangat khas yang dipercaya karena

pengaruh air tanah dan iklim setempat. Invasi Jepang pada 1942-1945 membuat pengaruh air tanah dan iklim setempat. Invasi Jepang pada 1942-1945 membuat

Setelah itu, batik tulis Lasem mengalami keterlambatan untuk bangkit

kembali, karena pemakai kain batik tinggal para perempuan Tionghoa lanjut usia, sementara pasar yang dulu sampai ke Sumatera Barat (motif Lokcan) dan Suriname

berubah selera. Pemilik usaha batik tulis Lasem juga berubah. Tahun 1990-an semua

usaha batik milik keturunan Tionghoa, setelah krisis ekonomi tahun 1998, muncul pengusaha batik suku Jawa. Tahun 2004, ada 14 pengusaha Tionghoa dan 4 Jawa. Tahun 2009, dari 32 pengusaha batik di Lasem, kira-kira dua pertiganya suku Jawa.

D. Motif Batik Lasem.

Kehadiran ornamen tetap memiliki makna yang mendalam, dan merupakan ungkapan-ungkapan idealisasi atau gagasan-gagasan si pencipta dalam mewujudkan suatu karya seni dengan memanfaatkan ornamen sebagai sumber ciptaannya. Bentuk Ornamen dan Komposisinya Secara garis besar struktur ornamen dapat dibedakan menjadi tiga hal utama yaitu : Pertama, garis-garis berkesinambungan dengan segala variasinya, yaitu berupa garis-garis lurus, garis patah, garis lengkung, garis bergelombang, dan juga garis-garis yang berfungsi sebagai garis batas. Kedua, berupa bentuk-bentuk figure yang berkelompok. Ketiga, bentuk hiasan yang menyeluruh dan utuh, menutup seluruh wujud dari bentuk yang dikenai, dengan jalinan yang saling mengikat terpadu, berhubungan antara satu dengan bentuk lainnya, saling berdekatan secara berulang-ulang. Sebenarnya garis yang berkesinambungan, garis lurus, Kehadiran ornamen tetap memiliki makna yang mendalam, dan merupakan ungkapan-ungkapan idealisasi atau gagasan-gagasan si pencipta dalam mewujudkan suatu karya seni dengan memanfaatkan ornamen sebagai sumber ciptaannya. Bentuk Ornamen dan Komposisinya Secara garis besar struktur ornamen dapat dibedakan menjadi tiga hal utama yaitu : Pertama, garis-garis berkesinambungan dengan segala variasinya, yaitu berupa garis-garis lurus, garis patah, garis lengkung, garis bergelombang, dan juga garis-garis yang berfungsi sebagai garis batas. Kedua, berupa bentuk-bentuk figure yang berkelompok. Ketiga, bentuk hiasan yang menyeluruh dan utuh, menutup seluruh wujud dari bentuk yang dikenai, dengan jalinan yang saling mengikat terpadu, berhubungan antara satu dengan bentuk lainnya, saling berdekatan secara berulang-ulang. Sebenarnya garis yang berkesinambungan, garis lurus,

Sedangkan Adi Irwanto di dalam bukunya “Motif dan Pola” menuliskan, Pada awalnya garis-garis semacam ini telah ada dengan berbagai variasinya. Misalnya : garis putus-putus, garis patah, garis zig-zag, garis berlika-liku, dan sebagainya. Kemudian pada dekade berikutnya muncul berbagai macam bentuk motif yang berasal dari garis saja. Kita beranggapan bahwa garis pembatas adalah garis yang sederhana, namun apabila garis-garis tersebut disusun secara berulang-ulang dan berurutan akan menjadi sebuah desain yang sudah jadi. Selain dari pada itu ada upaya untuk membuat susunan motif naturalis dengan cara meniru alam atau alam sebagai sumber inspirasinya. Yang dalam pembuataanya tidak harus sama persis seperti yang ada di alam melainkan sudah melalui proses stelisasi secara kreatif dan inovatif. Gubahan unsur alam ini biasanya di ambil dari bentuk pohon, buah-buahan, tumbuh- tumbuhan, awan, dan lain sebagainya (2007:37).

Mendengar kata batik Jawa Tengah, tentu kebanyakan orang segera menyebut Solo, Jogja, Pekalongan dan Banyumas sebagai sentra pengrajin Batik. Padahal selain empat daerah tadi masih ada daerah lain yang juga menghasilkan batik tulis yang tidak kalah indahnya, yaitu Lasem. Saat ini yang bisa disaksikan dari Kota Lasem adalah tetap terpeliharanya warisan budaya etnis Cina dengan koleksi rumah kunonya berjajar berhadap-hadapan di seluruh pelosok kota. Kota ini juga terdapat sentra industri batik walaupun tidak setenar batik produksi Solo, Jogja atau Pekalongan. Namun kehadiran batik tulis Lasem merupakan kebanggaan sendiri bagi penduduk Mendengar kata batik Jawa Tengah, tentu kebanyakan orang segera menyebut Solo, Jogja, Pekalongan dan Banyumas sebagai sentra pengrajin Batik. Padahal selain empat daerah tadi masih ada daerah lain yang juga menghasilkan batik tulis yang tidak kalah indahnya, yaitu Lasem. Saat ini yang bisa disaksikan dari Kota Lasem adalah tetap terpeliharanya warisan budaya etnis Cina dengan koleksi rumah kunonya berjajar berhadap-hadapan di seluruh pelosok kota. Kota ini juga terdapat sentra industri batik walaupun tidak setenar batik produksi Solo, Jogja atau Pekalongan. Namun kehadiran batik tulis Lasem merupakan kebanggaan sendiri bagi penduduk

Menurut harian Kompas tahun 2005, menuliskan tentang sejarah industri batik Nusantara, dan disinggung bahwa kehadiran batik tulis Lasem sudah ada sejak berabad silam dan sempat menjadi komoditi di Asia yang kemudian mengharumkan Kota Rembang (Wawan, 2005:10). Awalnya batik Lasem menjadi batik Encim, batik yang dipakai oleh wanita keturunan Tionghoa yang berusia lanjut. Pengaruh Keraton juga ikut mewarnai corak, motif dan ragam batik tulis Lasem. Terbukti dengan adanya motif atau ornamen Kawung dan sejarah batik Lasem Parang. Pengaruh budaya Cina terasa kental di sini, sedangkan pengaruh masyarakat Pesisir Utara terlihat pada kombinasi warna cerah merah, biru, kuning dan hijau. Ketika membuat desain motif batik tulis para pengusaha batik tulis Lasem sangat dipengaruhi budaya leluhur mereka seperti kepercayaan dan legendanya. Misalnya terdapat corak ragam hias burung Hong dan binatang legendaris Kilin atau Singa. Bahkan cerita klasik Tiongkok seperti Sam Pek Eng Tey pernah menjadi motif batik tulis Lasem dan bisa bersaing dengan Batik Solo karena motifnya yang unik dan pernah di ekspor Mancanegara.

Hastini Ari dalam bukunya “Batik Laseman”, memaparkan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit, kota Lasem merupakan salah satu dari tiga kota pelabuhan terbesar, batik tulis Lasem mempunyai ciri khas multikultural Jawa- Tionghoa yang kental, berarti batik tulis Lasem memiliki pesona tampak pada warna- warni yang cerah serta motifnya yang khas (2009:8).

Pembagian motif sebagai berikut:

1. Batik Lasem Selera Rakyat (Pribumi). Batik Rakyat adalah batik Sogan dengan tata warna merah biru dan hijau yang dibuat di daerah Kauman dan Suditan. Batik Sogan disebut dengan Kendoro Kendiri. Terdapat juga daerah pembatik lain yaitu Baganan, yang mempunyai ragam hias khas yang disebut Tutul. Sejumlah motif dan warna batik tulis Lasem mengingatkan pada batik daerah Indramayu, Jambi, Cirebon dan Madura, tentu saja tidak mengherankan karena ramainya hubungan dagang antar daerah tersebut dahulu. Ragam hias Solo- Yogya seperti Kawung dan Parang juga terdapat baik pada batik rakyat maupun batik tulis Lasem, meskipun tidak terlihat utuh.

Pemberian nama pada batik tulis Lasem selera rakyat pada umumnya berdasarkan tata warna bukan menurut ragam hias. Maka dari itu terdapat istilah Bang-bangan, Kelengan, Bang-biru, dan Bang-biru-ijo.

Gambar 1. Batik Pola Bang-Biru dan Bang-bangan.

2. Batik Lasem Selera Cina (Laseman). Nian. S. Djoemena di dalam bukunya “Ungkapan Sehelai Batik Its Mistery and Meaning ” , membedakan batik tulis Lasem menjadi dua jenis, yaitu batik dengan selera Cina dan batik selera Pribumi. Batik Lasem selera Cina memiliki tata warna yang mengingatkan pada Dinasti Ming; merah, biru, merah-biru, dan merah-biru- hijau di atas warna putih porselin. Batik selera Cina juga disebut batik Laseman. Pemberian nama pada batik Lasem pada umumnya berdasarkan tata warna dan bukan dari ragam hias, karena alasan ini maka muncul beberapa istilah nama untuk batik Lasem yaitu; Bang-bangan yang memiliki warna latar putih (Ecru) dan ragam hias merah atau sebaliknya, Kelengan memiliki warna latar putih (Ecru) dan ragam hias biru atau sebaliknya, Bang biru memiliki warna latar putih (Ecru) dan ragam hias merah atau biru, dan yang terakhir Bang biru ijo memiliki wrna latar putih (Ecru) dan ragam hias merah, biru, hijau (Djoemena, 1990:71-72).

Sedangkan, Melly. G. Dalam bukunya yang berjudul “Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia. Suatu Masalah Pembinaan Kesatuan Bangsa”, tahun 1878, menegaskan bahwa motif khas Tionghoa itu bisa terlihat dalam gambar burung Hong, Kilin, Liong , Ikan Mas, dan Ayam Hutan. Ada juga motif bunga seperti Seruni, Delima, Magnolia, dan Peoni. Ciri khas motif Tionghoa lainnya bisa dilihat dalam

Gulungan Surat. Motif Tionghoa berpadu dengan motif Jawa yang umum terdapat dalam batik khas Jogjakarta dan Solo, seperti Parang, Lereng, Kawung, dan Udan Riris . Warna dominan batik Lasem adalah Merah, Biru, Sogan, Hijau, Ungu, Hitam, Krem, dan Putih. Warna-warna ini adalah juga pengaruh dari silang budaya. Warna merah dalam batik Lasem adalah pengaruh dari budaya Tionghoa. Beberapa jenis batik tulis Lasem Motif Cina, diantaranya:

a. Motif Fauna Cina dan Motif Jawa. Contoh Motif Fauna Cina : Motif burung Phoenix yang dikenal sebagai Hong, Naga (Liong), Kilin, Ayam Hutan, Ikan Emas, Kijang, Kelelawar, Kupu-kupu, Kura-kura, Ular, Udang, dan Kepiting. Motif Fauna Cina ini sering berkolaborasi dengan motif batik Jawa, seperti Parang, Udan Riris , dan Kawung.

Gambar 2. Batik Pola Liong dan Burung Hong.

b. Motif Flora Cina dan Motif Jawa. Motif Flora Cina misalnya bunga Seruni (chrysanthemum), Magnolia, dan peoni (Cherry Blossom). Motif Flora Cina ini juga sering bersimbiosis mutualisme dengan motif Batik Jawa.

Gambar 3. Batik Pola Kendoro-Kendiri.

c. Motif Cina Selain Flora-Fauna dan Motif Batik Jawa.

Contoh motif lain (non Flora-fauna Cina) adalah Kipas, Banji, Delapan Dewa (Pat Sian), Dewa Bulan, Koin (Uang Kepeng).

Gambar 4. Batik Pola Banji.

d. Motif Kombinasi Cina dan Motif Batik Jawa. Maksud kombinasi motif adalah dalam satu batik tulis Lasem keeleganan motif Fauna dan Flora Cina berbaur dengan keindahan motif batik Jawa seperti Udan Riris, Parang, Krecak (Melly. G, 1878:17-22).

Adanya keempat jenis kategori motif batik tulis Lasem tersebut, memberikan kebebasan kepada para pembatik Lasem dalam berkreasi. Mereka tidak terpaku pada Pola Motif baku (Pakem). Hal terpenting, improvisasi dan kreativitas pembatik Lasem selalu tertantang untuk membuat Batik yang bermotif unik dan khas, sehingga bernilai estetik yang tinggi. Batik tulis Lasem motif burung Phoenix atau sering juga disebut burung Hong merupakan salah satu motif yang terkenal karena berupa stylisasi Motif burung Phoenix (Prabowo, 2007:37).

Dituliskan juga bahwa batik tulis Lasem merupakan seni batik Tulis gaya Pesisiran yang kaya warna dan memiliki ciri multikultural, sebagai akibat akulturasi banyak budaya, khususnya budaya Cina dan budaya Jawa. Dalam batik Lasem mudah dikenali perpaduan warna dan motif hasil silang budaya. Misalnya, motif Fauna khas Cina (burung Hong atau Phoenix, Kilin, Liong atau Naga, dan Ikan Mas) atau motif Flora (Bunga Seruni, Delima, Magnolia, dan Peoni) dikombinasikan dengan motif geometris khas batik Pedalaman seperti Parang, Kawung, dan Jereng. Silang budaya dalam bentuk kombinasi warna, misal pada batik Tiga Negeri yang merupakan kombinasi warna khas merah marun (pengaruh budaya Cina), biru (pengaruh budaya Belanda atau Eropa) dan Sogan (pengaruh budaya Jawa).

E. Situasi Batik Pasca Penetapan UNESCO Tentang Batik Tahun 2009.

Setelah batik dikukuhkan sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia oleh UNESCO, mendorong banyak perusahaan melakukan beragam cara untuk merayakannya. Ada yang mengharuskan seluruh karyawannya mengenakan batik, ada yang membuatkan seragam untuk perusahaan. Jenis batik yang akan Setelah batik dikukuhkan sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia oleh UNESCO, mendorong banyak perusahaan melakukan beragam cara untuk merayakannya. Ada yang mengharuskan seluruh karyawannya mengenakan batik, ada yang membuatkan seragam untuk perusahaan. Jenis batik yang akan

Batik sudah menjadi warisan budaya yang diakui UNESCO. Ada hasil yang cukup signifikan dengan penetapan tersebut. Tetapi ada tantangan yang menghadang para pengajin batik (Rahayu, 2009:17). Setelah penetapan UNESCO, berbagai kalangan mulai menaruh perhatian lebih terhadap batik. Beberapa Event pameran ramai digelar. Orang dari sejumlah daerah juga berburu batik hingga ke Lasem. Bahkan ada yang menjadi agen penjualan di Jakarta, Bogor hingga Papua.

Tantangan perkembangan batik ke depan adalah melonjaknya bahan baku kain. Setahun ini, harga kain mori sebagai bahan utama batik terus mengalami kenaikan. Untuk kain katun jenis prima yang semula harga per yard hanya Rp 5.400, naik menjadi Rp 6.400. Jenis primis dari Rp 8.750 menjadi Rp 9.250. Jenis kereta kencana, dari Rp 14.864 menjadi Rp 16.486. Kenaikan bahan utama batik mencapai

10 persen. Kenaikan kain mori ini dikarenakan bahan baku kain dari negara penghasil kapas seperti India sudah dikontrak Cina (Widji, 2009:7) Masyarakat sendiri juga sudah membentuk organisasi berupa Paguyuban Pencinta Batik yang selalu menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam mempertahankan batik. Dengan demikian, batik bisa berkembang di Pekalongan dan sekitarnya. Untuk upaya melestarikan batik, tidak hanya dibebankan pada pemerintah saja, tetapi juga masyarakat dan pengrajin itu sendiri, sehingga batik tetap berkembang di Pekalongan. (Wibowo, 2009:7)

Motif batik dari Pekalongan, diakui sudah berkembang pesat mengikuti

Dokumen yang terkait

RENCANA AKSI PROGRAM SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2015-2019 REVISI

0 0 27

ANALISA KUALITAS FISIK DAN MIKROBIOLOGI UDARA RUANGAN BER-AC DAN KELUHAN SICK BUILDING SYNDROME PADA PEGAWAI BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAERAH KOTA MEDAN DI GEDUNG WALIKOTA MEDAN TAHUN 2015

0 0 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK A. Pengertian Hukum Kontrak - Tinjauan Yuridis Kontrak Penjualan Plywood Antara PT. Mujur Timber Sibolga Dengan Sustainable Timber Direct (Studi Pada PT. Mujur Timber)

0 0 46

PENGUMUMAN NOMOR KP.03.01337892018 TENTANG HASIL UJIAN DINAS DAN UJIAN KENAIKAN PANGKAT PENYESUAIAN IJAZAH BAGI PNS DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2018

0 1 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG DISMENOREA DENGAN TINDAKAN DALAM PENANGANAN DISMENOREA DI SMP SWASTA KUALUH KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA TAHUN 2015 SKRIPSI

0 1 14

PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2017

1 1 496

PENGUMUMAN NOMOR KP.03.01341702018 TENTANG HASIL REMEDIAL UJIAN DINAS DAN UJIAN KENAIKAN PANGKAT PENYESUAIAN IJAZAH BAGI PNS DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2018

0 0 10

EVALUASI PELAKSANAAN DEKONSENTRASI DAN CAPAIAN INDIKATOR PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TRIWULAN III TAHUN 2018

0 0 24

ANALISIS PENGARUH RETURN ON ASSET (ROA), EARNING PER SHARE (EPS), RETURN ON EQUITY (ROE) DAN CURRENT RATIO (CR) TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2011

0 1 13

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN TENTANG BAHAYA MEROKOK MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN MEDIA MOVIE MAKER PADA SISWA KELAS X TEHNIK MESIN 2 SMK NU MA’ARIF KUDUS TAHUN PELAJARAN 20142015

0 0 23