BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan (Reguler) Universitas Sumatera Utara tentang UU RI No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan

  1. Pengetahuan

  1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).

  Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lenggang daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian (Rongers 1974, dalam Notoatmodjo, 2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

  a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

  c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

  d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

  e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

  8

  1.2 Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni: a. Tahu (Know), diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

  b. Memahami (comprehension), suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

  c. Aplikasi (application), diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

  d. Analisi (analysis), adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen- komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

  e. Sintesis (synthesis), menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu f. kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

  g. Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

  Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

  1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Budiman dan Riyanto (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu: a. Pendidikan

  Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

  Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan pula pengetahuannya. Namun perlu, ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak pengetahuannya rendah pula, peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal, akan tetapi dapat juga diperoleh dari pendidikan nonformal.

  b. Informasi/media massa Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokonya, media massa membawa pula pesan- pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

  Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

  c. Sosial budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menetukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

  d. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam linkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

  e. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang hadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional, serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

  f. Usia Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Pada usia madya, individu akan akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu, orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia dini.

  2. Undang-Undang Keperawatan Undang-Undang mempunyai dua arti yaitu arti formal/arti sempit dan arti material/arti luas. Dalam arti formal, undang-undang adalah setiap peraturan atau ketetapan yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang diberi kekuasaan membuat undang-undang, dan diundangkan sebagaimana mestinya. Dalam arti material, Undang-Undang adalah setiap peraturan atau ketetapan yang isinya berlaku mengikat kepada umum/semua orang dalam suatu daerah atau golongan tertentu (Priharjo, 2008).

  Peraturan perundang-undangan merupakan ketentuan berisi norma yang bersifat dan berlaku mengikat mengenai perintah, kebolehan dan larangan. Dalam lingkup profesi keperawatan, pengaturan perilaku profesi keperawatan terdapat dalam bentuk undang-undang Keperawatan, yang memiliki peran penting untuk memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi tenaga perawat yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan keperawatan, memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi masyarakat yang akan memanfaatkan pelayanan keperawatan, meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan dan mutu pelayanan keperawatan, serta mempercepat keberhasilan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Tujuan pengaturan keperawatan terdapat dalam UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawat pasal 3 yaitu meningkatkan mutu perawat dan mutu pelayanan keperawatan, memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada perawat dan klien, meningkatkan derajat kesehatan.

  Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana. Hukum kesehatan meliputi hukum kedokteran, hukum keperawatan, hukum kebidanan, hukum farmasi, dan hukum rumah sakit (Priharjo, 2008).

  Hukum keperawatan yang ada di Indonesia tertera dalam Undang-Undang No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan terdapat pada BAB 1 Ketentuan umum,

  pasal 1 ayat 1, yaitu keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Undang-Undang No. 36 tahun 2014 tentang kesehatan yang terdapat pada

  BAB 1 Ketentuan umum, pasal 1 ayat 1, yaitu tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat terdapat pada BAB 1 ketentuan umum, pasal 1 ayat 1, yaitu perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan baik di dalam maupun di luar negeri sesuai peraturan perundang-undangan. Dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 17 tahun 2013 tentang perubahan atas peraturan menteri kesehatan No. HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat.

  Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014 dibagi menjadi 13 BAB yang terdiri dari BAB I ketentuan umum, BAB II jenis perawat, BAB III pendidikan tinggi, BAB IV registrasi, izin praktik, dan registrasi ulang, BAB V praktik perawat, BAB VI hak dan kewajiban perawat, BAB VII organisasi profesi perawat, BAB VII kolegium keperawatan, BAB IX konsil keperawatan, BAB X pengembangan, pembinaan, dan pengawasan, BAB XI sanksi administratif, BAB

  XII ketentuan peralihan, BAB XIII ketentuan penutup. Dan terdapat 66 pasal di dalam Undang-Undang Keperawatan.

  2.1 Pendidikan Keperawatan Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

  Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

  Berdasarkan naskah akademik sistem pendidikan keperawatan di Indonesia. Pendidikan keperawatan adalah proses pendidikan yang diselenggarakan di perguruan tinggi untuk meghasilkan berbagai lulusan Ahli Madya keperawatan, Ners, Magister keperawatan, Ners Spesialis, dan Doktor Keperawatan.

  2.1.1. Standar Pendidikan Keperawatan Pendidikan keperawatan di Indonesia mengacu kepada UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan. Pengaturan jenis pendidikan keperawatan di Indonesia tertera pada pasal 5, pasal 6, pasal 7, dan pasal 8 yang mencakup:

  a. Pendidikan vokasi, merupakan program pendidikan diploma keperawatan yang merupakan pendidikan keperawatan paling rendah. b. Pendidikan adakemik, yaitu pendidikan tinggi yang terdiri atas program sarjana keperawatan, program magister keperawatan dan program doktor keperawatan

  c. Pendidikan profesi, yaitu terdiri atas program profesi keperawatan dan program spesialis keperawatan.

  Berdasarakan UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 9, pasal

  10. Pendidikan tinggi keperawatan diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki izin penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dan Perguruan tinggi diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat yang melaksanakan tridarma perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang dimaksud dapat berbentuk universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, atau akademik yang harus menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan berupa rumah sakit dan fasilitas tingkat pertama yang memenuhi persyaratan, termaksud jejaring dan komunitas di dalam wilayah binaan. Fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan melalui kepemilikan dan kerja sama.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 11, penyelenggaraan perguruan tinggi keperawatan harus memenuhi standar nasional pendidikan keperawatan yang mengacu pada standar nasional pendidikan tinggi yang disusun secara bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan, di bidang pendidikan, asosiasi institusi pendidikan, dan organisasi profesi keperawatan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

  Dalam rangka menjamin mutu lulusan, penyelenggaraan pendidikan tinggi keperawatan hanya dapat menerima mahasiswa sesuai dengan kuota nasional yang diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pendidikan setelah berkoordinasi dengan menteri. Institusi pendidikan tinggi keperawatan wajib memiliki dosen dan tenaga pendidikan yang dapat berasal dari pegawai negeri dan/atau non pegawai negeri. Dosen yang dimaksud yaitu berasal dari perguruan tinggi dan wahana pendidikan keperawatan. Dosen diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dosen pada wahana pendidikan keperawatan memberikan pendidikan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dan pelayanan kesehatan serta memiliki kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit yang menghitung kegiatan pelayanan kesehatan dan ini diatur dalam UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pada pasal 12, pasal 13, pasal 14, dan pasal 15.

  2.1.2. Uji Kompetensi Uji kompetensi adalah bagian dari penapisan kompetensi seseorang untuk dapat menyandang gelar sebutan atau perkerjaan profesi yang sering diistilahkan sebagai proses credentialing. Proses credentialing dilakukan oleh profesi yang bersangkutan (PPNI). Proses ini dilanjutkan dengan kegiatan registrasi, dimana perawat yang telah lulus dicatat dan diberi nomor dalam sistem registrasi nasional. Perawat yang telah teregistrasi, secara resmi berhak menyandang peran atau praktik profesionalnya (Masfuri et.al., 2012). Berdasarkan UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan, uji kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi keperawatan.

  Menurut naskah akademik sistem pendidikan perawat di Indonesia. Pelaksanaan uji kompetensi berdasarkan peraturan menteri kesehatan merupakan kewenangan dari lembaga/majelis tenaga kesehatan Indonesia (MTKI). Dalam menjalankan tugasnya tersebut, MTKI bekerjasama dengan lembaga pengembangan uji kompetensi (LPUK) untuk mengembangkan sistem termaksuk termasuk soal uji kompetensi. Bukti dari kelulusan seorang perawat dalma uji kompetensi berupa Surat Tanda Regustrasi (STR) identik dengan Registered Ners (RN) di luar negeri.

  Menurut Masfuri et,al., (2012) tujuan dilakukannya uji kompetensi terhadap lulusan baru secara nasional (Entry level national examination) adalah:

  1. Menegakkan akuntabilitas profesional perawat dalam menjalankan peran profesinya

  2. Menegakkan standar dan etik profesi dalam praktek

  3. Cross chek terhadap kompetensi lulusan suatu institusi pendidikan 4. Melindungi kepercayaan masyarakat terhadap profesi perawat.

  UU Keperawatan No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 16. Mahasiswa keperawatan pada akhir masa pendidikan tinggi vokasi dan profesi harus mengikuti uji kompetensi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berkerja sama dengan organisasi profesi perawat, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditas, dimana ditujukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja, standar kompetensi kerja disusun oleh organisasi profesi perawat dan konsil keperawatan dan ditetapkan oleh menteri. Mahasiswa pendidikan vokasi keperawatan yang lulus uji kompetensi diberikan sertifikat kompetensi dan mahasiswa pendidikan profesi yang lulus uji kompetensi diberikan sertifikat profesi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi.

  2.2. Pelayanan Praktik Keperawatan Dalam tatanan klinis jenis perawat terbagi dua yaitu, perawat vokasi dan perawat profesi yag terdiri atas ners dan ners spesialis (Pasal 4, UU No. 38 tahun

  2014). Pada dasarnya ada dua jenis tindakan yang dilakukan oleh perawat, yaitu tindakan yang dilakukan berdasarkan pesanan dokter dan tindakan yang dilakukan mandiri. Kedua jenis tindakan ini mempunyai implikasi yang berbeda. Tindakan yang berdasarkan pesanan dokter tidak dapat sepenuhnya secara hukum dibebankan kepada perawat, sedangkan tindakan mandiri sepenuhnya dapat dibebankan pada perawat (Priharjo, 2008).

  Berdasarkan UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan. Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit. Praktik keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh perawat dalam bentuk asuhan keperawatan yang merupakan rangkaian interaksi antara perawat dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya.

  2.2.1. Melaksanakan Asuhan Keperawatan Mandiri Dengan melaksanakan asuhan keperawatan mandiri dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan, perawat diharapkan dalam memberi asuhan keperawatan dan mampu menegakkan diagnosis keperawatan sesuai standar yang disusun oleh organisasi profesi (Priharjo, 2008).

  Berdasarkan UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 29. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat bertugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor klien, pengelola pelayanan, peneliti keperawatan, pelaksan tugas berdasarkan pelimpahan kewenangan, dan pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu. Tugas perawat dapat dilaksanakan secara bersama atau mandiri, bertanggung jawab dan akuntabel.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 30 ayat 1. Perawat dalam memberi asuhan keperawatan perorangan berwewenang, melakukan pengkajian keperawatan secara holistik, menetapkan diagnosis keperawatan, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan, mengevaluasi hasil tindakan keperawatan, melakukan rujukan, memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi, memberikan konsultasi keperawatan dan kolaborasi dengan dokter, melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling dan, melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 30 ayat 2. Perawat dalam memberi asuhan keperawatan kepada masyarakat berwewenang, melakukan pengkajian keperawatan kesehatan masyarakat ditingkat keluarga dan kelompok masyarakat, menetapkan permasalah keperawatan kesehatan masyarakat, membantu penemuan kasus penyakit, merencanakan tindakan keperawatan kesehatan masyarakat, melaksanakan tindakan keperawatan kesehatan masyarakat, melakukan pemberdayaan masyarakat, melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat, menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat, melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling, mengelola kasus dan, melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 31 ayat 1. Pelayanan keperawatan sebagai penyuluh dan konselor bagi klien, perawat berwenang, melakukan pengkajian keperawatan secara holistik di tingkat individu dan keluarga serta di tingkat kelompok masyarakat, melakukan pemberdayaan masyarakat, melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat, menjalin kemitraan perawatan kesehatan masyarakat dan melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 31 ayat 2. Perawat dalam menjalankan tugas sebagai pengelolahan pelayanan keperawatan, perawat berwewenang, melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelayanan keperawatan, dan mengelola kasus.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 31 ayat 3. Perawat dalam menjalankan tugas sebagai peneliti keperawatan, perawat berwewenang melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika, menggunakan sumber daya pada fasilitas pelayanan kesehatan atas izin pimpinan, dan menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2.2.2. Menjalankan tindakan dari profesi lain Dalam menjalankan tindakan perawat mungkin saja menjalankan tindakan dari profesi lain (medis). Secara konseptual sebelum menjalankan pesanan dokter

  (misalnya: memberian obat). Perawat harus yakin dulu bahwa pesanan yang diberikan benar-benar jelas dan dapat dilaksanakan. Perawat harus mengikuti pesanan dari waktu ke waktu dalam arti perawat harus tahu kapan pesanan mulai diberikan, dihentikan, atau diganti (Priharjo, 2008).

  Menurut (Becker, 1983 dalam Priharjo, 2008), mengemukakan empat hal yang harus ditanyakan perawat untuk melindungi perawat secara hukum: a. Tanyakan setiap pesanan ditanyakan pasien, misalnya jika seorang pasien yang telah menerima injeksi IM memberitahu perawat bahwa dokter telah mengganti pesanan dari obat injeksi ke obat oral, perawat harus memeriksa kembali pesanan sebelum memberi obat.

  b. Tanyakan setiap pesanan bila kondisi klien telah berubah. Perawat dianggap bertanggung jawab untuk memberitahukan dokter setiap perubahan kondisi pasien. c. Tanyakan dan catat pesanan verbal untuk mencegah kesalahan komunikasi. Catat waktu/jam, tanggal, nama dokter, pesanan, keadaan yang harus diberitahukan dokter, baca kembali pesanan kepada dokter, dan catat bahwa dokter telah menyepakati pesanannya sewaktu diberikan.

  d. Tanyakan pesanan (Standing order), terutama bila perawat tidak berpengalaman. Standing order memberi tambahan tanggung jawab perawat dalam melatih diri membuat keputusan sewaktu melaksanakannya. Perawat diberi tugas membuat keputusan kapan obat dibutuhkan. Bagi perawat yang merasa tidak berpengalaman harus minta petunjuk baik dari perawat senior maupun dokter.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 32. Pelimpahan medis yang diberikan ada dua yaitu delegatif dan mandat. Delegatif yaitu melakukan suatu tindakan medis yang diberikan oleh tenaga medis kepada perawat dengan disertai dengan pelimpahan tanggung jawab, yang diberikan kepada perawat profesi atau perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang diperlukan. Pelimpahan wewenang hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.

  Mandat yaitu pelimpahan wewenang yang diberikan kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan, dimana tanggung jawab atas tindakan medis yang dilimpahkan berada pada pemberi pelimpahan wewenang, dalam melaksanakan tugas pelimpahan wewenang perawat memiliki wewenang: melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya atas pelimpahan wewenang delegatif tenaga medis, melakukan tindakan medis dibawah pengawasan atas pelimpahan wewenang mandat dan, memberikan pelyanan kesehatan sesuai dengan program pemerintah.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 33. Pada situasi tertentu perawat mendapat penugasan dalam keadaan terbatas dari pemerintah yang ditetapkan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakanan urusan pemerintah di bidang kesehatan setempat, dimana tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat perawat bertugas. Maka, perawat berwenang, melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medis, merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan dan, melakukan pelayanan kefarmasiaan secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga kefarmasian. Dalam konteks pelaksanaan tugas pada keadaan darurat perawat tetap memperhatikan kompetensinya.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 35. Dalam keadaan darurat untuk memberi pertolongan pertama, perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya, yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut, sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 61, perawat lulusan sekolah perawat kesehatan yang telah melakukan praktik keperawatan sebelum undang-undang ini diundangkan masih diberikan kewenangan melakukan praktik keperawatan untuk jangka waktu enam tahun setelah undang-undang diundangkan.

  2.2.3. Hak dan Kewajiban Perawat Dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang merupakan salah satu dari praktik keperawatan tentunya seorang perawat memiliki hak dan kewajiban, dua hal dasar yang harus terpenuhi, dimana ada keseimbangan antara tuntutan profesi dengan apa yang semestinya didapatkan dari pengembanagan tugas secara maksimal. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur (SOP) merupakan salah satu hak perawat yang mempertahankan kredibilitas dibidang hukum serta menyangkut aspek legal atas dasar peraturan perundang-undangan dari pusat maupun daerah (Iskandar, 2013).

  2.2.3.1. Hak Perawat Hak adalah kekuasaan/kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu

  (Iskandar, 2013).

  Hak perawat berdasarkan Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan terdapat dalam pasal 36, yaitu: a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan prundang-undangan.

  b. Memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari klien dan/atau keluarganya.

  c. Menerima imbalan jasa atas pelayanan keperawatan yang telah diberikan. d. Menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

  e. Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.

  Hak perawat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat terdapat dalam pasal 11, yaitu: a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik keperawatan sesuai standar.

  b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan/atau keluarganya.

  c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensinya

  d. Menerima imbalan jasa profesi; dan

  e. Memeperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya.

  2.2.3.2. Kewajiban Perawat Kewajiban adalah sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh seseorang atau suatu badan hukum (Iskandar, 2013).

  Kewajiban perawat dalam melaksanakan praktik berdasarkan Undang- Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan terdapat dalam

  pasal 37: a. Melengkapi sarana dan prasarana pelayanan keperawatan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan dan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  b. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan, standar profesi prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  c. Merujuk klien yang tidak dapat ditangani kepada perawat atau tenaga kesehatana yang lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya.

  d. Mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar.

  e. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya.

  f. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi perawat.

  g. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.

  Kewajiban perawat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/148/I/2010 terdapat pada pasal 12, yaitu:

  1. Dalam melaksanakan praktik perawat wajib untuk:

  a. Menghormati hak pasien

  b. Melakukan rujukan c. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien/klien dan pelayanan yang dibutuhkan.

  e. Meminta persetujuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

  f. Melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis; dan g. Mematuhi standar.

  2. Perawat dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, yang diselenggarakan oleh pemerintah atau organisasi profesi.

  3. Perawat dalam menjalankan praktik wajib membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

  2.2.4. Hak dan Kewajiban Klien Dahulu hubungan tenaga kesehatan di rumah sakit dengan klien bersifat komando, dimana pasien selalu menuruti apa yang dikatakan petugas tanpa mempertanyakan alasannya. Sekarang kedudukan tenaga kesehatan dengan pasien adalah sejajar dan sama secara hukum. Klien memiliki hak dan kewajiban tertentu, demikian sebaliknya (Ta’adi, 2009).

  2.2.4.1. Hak Klien Hak klien dalam praktik keperawatan berdasarkan Undang-Undang No.38 tahun 2014 tentang keperawatan terdapat dalam pasal 38 dan 39 yaitu: a. Mendapatkan informasi secara benar, jelas, dan jujur tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan. b. Meminta pendapat perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya.

  c. Mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan,. standar profesi, standar profesi operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  d. Memberi persetujuan atau penolakan tindakan keperawatan yang akan diterimanya e. Memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.

  f. Pengungkapan rahasia kesehatan klien dilakukan atas dasar, kepentingan kesehatan klien, pememnuhan permintaan aparatur penegakan hukum dalam rangka penegakan hukum, persetujuan klien sendiri, kepentingan pendidikan dan penelitian, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2.2.4.2. Kewajiban Klien Berdasarkan Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014 pasal 40, dalam praktik keperawatan, klien berkewajiban: a. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur tentang masalah kesehatannya.

  b. Mematuhi nasihat dan petunjuk perawat

  c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan, dan

  d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

  2.3. Praktik mandiri perawat Praktik mandiri perawat adalah tindakan mandiri perawat ahli madya keperawatan, Ners, Ners spesialis dan Ners konsultan melalui kerja sama bersifat kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya (Kusnanto, 2004).

  Dalam melaksanakan praktik perawat wajib memiliki:

  2.3.1. Surat Tanda Registrasi (STR) Registrasi perawat terdapat dalam UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan praktik keperawatan. Surat Tanda Registrasi (STR) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil keperawatan kepada perawat yang telah registrasi.

  Berdasarkan Permenkes 148 tahun 2010. Surat Tanda Registrasi (STR) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan perturan perundang- undangan.

  Perawat yang menjalankan praktik keperawatan wajib memiliki STR, yang diberikan oleh konsil keperawatan setelah memenuhi persyaratan. Berdasarkan pasal 49 UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan. Konsil keperawat memiliki fungsi sebagai pengaturan, penetapan, dan pembinaan perawat dalam menjalankan praktik keperawatan. Dalam menjalankan fungsi, konsil keperawatan memiliki tugas, melakukan registrasi perawat, melakukan pembinaan perawat dalam menjalankan praktik keperawatan, menyusun standar pendidikan tinggi keperawatan, menyusun standar praktik dan standar kompetensi perawat, dan menegakkan disiplin praktik keperawatan.

  Berdasarkan pasal 50 UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan menyebutkan Wewenang konsil keperawatan yaitu, menyetujui atau menolak permohonan registrasi perawat termaksud perawat warga negara asing, menerbitkan atau mencabut STR, menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi perawat, menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi perawat, dan memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan institusi pendidikan keperawatan.

  Berdasarkan UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 18, persyaratan memperoleh STR yaitu: (1) memiliki ijazah pendidikan tinggi keperawatan, (2) memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi, (3) memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental, (4) memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi, (5) membuat penyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. STR berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun, untuk persyaratan registrasi ulang yaitu: (1) memiliki STR lama, (2) memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi, (3) memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental, (4) membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi, (5) telah mengabdi diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya, (6) memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.

  2.3.2. Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) Berdasarkan UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan. Surat Izin Praktik

  Perawat (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada perawat sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keperawatan.

  Permenkes Republik Indonesia No. 17 tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. HK. 02.02/MENKES/148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat. SIPP adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan berupa praktik mandiri.

  Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan, izin praktik perawat diatur pada pasal 19, pasal 20, pasal 21, dan pasal 22 yaitu: perawat yang Dalam menjalankan praktik keperawatan wajib memiliki izin yang diberikan dalam bentuk SIPP. SIPP diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat perawat menjalankan praktik, untuk mendapatkan SIPP harus melampirkan: (1) salinan STR yang masih berlaku, (2) rekomendasi dari organisasi profesi perawat, (3) surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

  SIPP dinyatakan berlaku apabila: (1) STR masih berlaku, (2) perawat berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPP. SIPP berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik dan paling banyak untuk 2 (dua) tempat, perawat yang menjalankan praktik keperawatan mandiri harus memasang papan nama praktik keperawatan.

  SIPP dinyatakan tidak berlaku apabila: (1) dicabut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, (2) habis masa berlakunya, (3) atas permintaan perawat, (4) perawat meninggal dunia, dan ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dalam peraturan menteri.

  Ketentuan Perawat warga Negara asing yang akan menjalankan praktik di Indonesia diatur dalam UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pada pasal 24 dan pasal 25 dimana perawat warga negara asing harus mengikuti evaluasi kompetensi yaitu: (1) Penilaian kelengkapan administratif yaitu penilaian keabsahan ijasah oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendidikan, surat keterangan sehat fisik dan mental, dan surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi, (2) Penilaian kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program evaluasi kompetensi dan sertifikat kompetensi, selain ketentuan tersebut perawat Negara asing harus memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perawat warga negara asing yang sudah mengikuti proses evaluasi kompetensi dan yang akan melakukan praktik di Indonesia harus memiliki STR sementara dan SIPP, yang berlaku 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya, perawat warga negara asing yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia sesuai atas permintaan pengguna perawat warga Negara asing yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas perawat Indonesia.

  Berdasarkan UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 27, menerangkan Perawat warga Negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus mengikuti proses evaluasi kompetensi yaitu, (1) Penilaian kelengkapan administratif berupa penilaian keabsahan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan, Surat keterangan sehat fisik dan mental, Surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etik profesi, (2) Penilaian kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan dilakukan melalui uji kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perawat warga Negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah lulus uji kompetensi dan akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia memperoleh STR yang diberikan oleh konsil keperawatan dan wajib memiliki SIPP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 28 menjelaskan bahwa Praktik keperawatan dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat lainnya sesuai dengan sasaran klien yang berdasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional. Praktik keperawatan yang dilakukan terdiri dari praktik keperawatan mandiri dan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan masyarakat dalam suatu wilayah.

  Berdasarkan Permenkes 148 tahun 2010 pasal 8. Penyelenggaraan praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga, yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, dilaksanakan melalui kegiatan: (1) pelaksanaan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi yang meliputi penerapan perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang termaksud pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Dan dalam menjalankan asuhan keperawatan perawat dapat memberikan obat bebas dan/atau obat bebas terbatas, (2) pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat, (3) pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.

  Pelanggaran yang dilakukan perawat dalam melakukan tindakan pratik keperawatan profesional akan mendapatkan sanksi seperti yang tercantum dalam UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan, pasal 58 berupa, teguran tertulis, peringatan tertulis, denda administrasi, dan pencabutan izin.

  2.4. Profesionalisme Keperawatan Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan profesional, sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang mempunyai daya ungkit besar terhadap pembangunan bidang kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan ditentukan salah satunya dari kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat yang berkualitas. Praktik profesional perawat merupakan ciri utama profesi yang diharapakan tetap dipelihara, dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya guna mempertahankan standar praktik profesional yang tinggi.

  Persatuan perawat nasional Indonesia (PPNI) dalam rumusan kerangka kerja kompetensi bagi perawat Indonesia telah menetapkan pengembangan profesional sebagai ranah ketiga, sesuai dengan standar kompetensi global yang ditetapkan oleh International Council of Nurses (ICN). Dalam ranah tersebut, salah satu elemen kompetensi yang harus dimiliki perawat adalah melakukan pengembangan keprofesional berkelanjutan.

  Menurut (Fadhillah, 2015) Undanng-Undang No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan merupakan instrument pengembangan profesionalisme perawat:

  1. Mengatur jenis perawat, menetapkan kejelasan kualifikasi perawat dan memudahkan dalam perencanaan dan pengembangan sistem keperawatan

  2. Pengaturan penyelenggaraan pendidikan tinggi perawat

  a. Harus adanya wahana pendidikan keperawatan dan berkoordinasi dengan organisasi profesi (PPNI) mensinkronkan pelayanan pendidikan

  b. Memperkuat fungsi fasilitas pelayanan kesehatan (RS) sebagai penyelenggaraan pendidikan ners: Dosen dan SNPK, dll.

  3. Mengatur sistem kredensialing (registrasi dan lisensi) sebagai karakteristik perawat sebagai profesi

  4. Pengaturan tugas dan wewenang menegaskan kemandirian dan kolaborasi dengan tenaga medis dan sesame perawat

  5. Pengaturan lembaga 2 (Konsil, Organisasi profesi/Kolegium) memperkuat penerapan aspek 2 keprofesian (Kode etik, standar, pendisplinan) Berdasarkan UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan, pasal 53. Pengembangan praktik keperawatan dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan nonformal atau pendidikan berkelanjutan. Pengembangan praktik keperawatan bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan keprofesionalan perawat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan, pemilik, atau pengelola fasilitas pelayanan kesehatan harus memfasilitasi perawat untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan. Pendidikan nonformal atau pendidikan berkelanjutan ditempuh dengan menyelesaikan pendidikan keperawatan yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, organisasi profesi perawat, atau lembaga lain yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pada standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional yang dibina oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan.

  UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan, pasal 55, pasal 56, dan pasal 57. Pembinaan dan pengawasan praktik keperawatan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, konsil keperawatan, dan organisasi profesi sesuai dengan fungsi masing-masing yang diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, melindungi masyarakat atas tindakan perawat yang tidak sesuai dengan standar, dan memberikan kepastian hukum bagi perawat dan masyarakat.

  Berdasarkan UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 44. Kolegium keperawatan merupakan badan otonom di dalam organisasi profesi perawat yang bertanggung jawab kepada organisasi profesi perawat. Berfungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu keperawatan dan standar pendidikan tinggi bagi perawat profesi. Dalam pasal 41 UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan. Organisasi profesi perawat dibentuk sebagai satu wadah yang menghimpun perawat secara nasional dan berbadan hukum. Dimana bertujuan, meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat, dan etika profesi perawat, mempersatukan dan memberdayakan perawat dalam rangka menunjang pembangunan kesehatan, sebagai pemersatu, Pembina, pengembang, dan pengawasan keperawatan Indonesia.

Dokumen yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Suara - Penerapan Perintah Suara Berbahasa Indonesia untuk Mengoperasikan Perintah Dasar di Windows

0 1 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolaborasi 2.1.1 Defenisi Kolaborasi - Analisis Kepuasan Perawat Dalam Pelaksanaan Kolaborasi Perawat-Dokter Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

1 2 14

BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Remaja 2.1.1 Defenisi Remaja - Perkembangan Psikososial Remaja Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 1 13

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Mahasiswa Sarjana Keperawatan Kelas Reguler Menjalani Pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

0 1 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Mahasiswa Sarjana Keperawatan Kelas Reguler Menjalani Pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Gambaran Tingkat Depresi pada Lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah

0 0 23

Pengaruh Efikasi Diri terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja

0 1 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Efikasi Diri terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian - Pengaruh Efikasi Diri terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja

0 0 10

Pengetahuan Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan (Reguler) Universitas Sumatera Utara tentang UU RI No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan

0 0 44