P ENGARUHG AYAK EPEMIMPINAN DAN
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi...
Sarwani
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN STRATEGI KOMUNIKASI SEKDA TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DI SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
THE INFLUENCE OF LEADERSHIP STYLE AND COMMUNICATION STRATEGY OF REGIONAL
SECRETARY LEADER TO THE EMPLYEE’S PERFORMANCE AT THE REGIONAL SECRETARY
OFFICE OF SOUTH KALIMANTAN PROVINCE
Sarwani
Ilmu Komunikasi Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Brigjen H. Hasan Basri, Gedung Fisip, Banjarmasin. Telp./Fax.0511-3304595
Email: [email protected]
diterima: 8 Mei 2015 | direvisi: 18 Mei 2015 | disetujui: 30 Mei 2015
ABSRACT
This study is aimed to examine the influence of leadership style and their communication strategy to the
employee’s performance at the regional secretary office, south Kalimantan province. To analyze the
leadership style researcher use two factors leadership theory by Fleishman and his colleague in Ohio State
University. To analyze the communication strategy researcher uses Smeltzer theory. Base on the research by
Indonesian Government Index (IGI) in 2013, the low level of employee’s performance is the main problem in
regional secretary office of south Kalimantan province. This circumstance is caused by several factors such
like leadership style and communication strategy. This study uses survey method and double regression test.
The result simultaneously shows that leadership style and communication strategy have significant influence
to the level of employee’s performance in south Kalimantan province, that is 74,8%.
Key word: Leadership Style, Communication Strategy, Employee’s performance.
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menjelaskan pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi Komunikasi Pimpinan
terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan terhadap Kinerja pegawai.
Untuk menganalisa gaya kepemimpinan, peneliti menggunakan teori kepemimpian dua faktor oleh
Fleishmann dan rekan-rekannya di Ohio State University kemudian untuk menganalisa strategi komunikasi
peneliti menggunakan teori Smeltzer. Masalah yang ada pada saat ini adalah masih belum optimalnya tingkat
kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan hasil riset dari Indonesian
Government Index IGI tahun 2013. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya seperti gaya
kepemimpinan dan strategi komunikasi. Dengan menggunakan metode penelitian survei dan uji regresi
berganda. Hasil penelitian itu secara simultan (bersama-sama) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dan
strategi komunikasi mempengaruhi secara signifikan kinerja pegawai di sekretariat daerah Provinsi
Kalimantan Selatan sebesar 74,8 %.
Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan, Strategi Komunikasi, Kinerja Pegawai
I.
Kinerja birokrasi (Pemerintah) di Indonesia
sudah lama menjadi bahan kajian dan sorotan
berbagai kalangan. Pada masa Orde Baru sampai
sekarang, birokrasi di Indonesia dinilai mengalami
banyak masalah seperti kecenderungan inefisiensi,
penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan
PENDAHULUAN
Penelitian ini menguji pengaruh gaya
kepemimpinan dan strategi komunikasi Sekda
terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan.
35
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
nepotisme. Birokrasi sebagai aktor public services
dalam beberapa kasus disoroti karena justru
menjadi penghambat dan sumber masalah
berkembangnya keadilan dan demokrasi, terjadi
diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas,
program, dan dana Negara (Siagian 1997).
Publik yang pernah berhubungan dengan
birokrasi selama ini banyak yang kecewa atas
keadaan yang terjadi di dalam birokrasi. Publik
sering mengeluhkan tentang lambatnya pengurusan
di kantor-kantor kalau tidak menggunakan koneksi
dan biaya tambahan tertentu. Publik juga pesimis
melihat bagaimana kinerja aparat yang sering tidak
menggunakan waktu kerja dengan baik, seperti
tidak disiplin, beraktivitas di luar kantor, main
kartu dan main game di kantor. Bahkan sering
dijumpai pegawai yang tertidur di kursinya karena
tidak tahu apa yang seharusnya dikerjakan.
Buruknya kinerja birokrasi di Indonesia
selama ini tidak hanya menjadi sorotan di dalam
negeri, tetapi juga berasal dari luar negeri. Di
antaranya berasal dari Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong
yang meneliti pendapat para eksekutif bisnis asing
(expatriats).
Hasil penelitian mereka menilai
birokrasi Indonesia termasuk terburuk dan belum
mengalami perbaikan berarti hingga saat ini.
PERC menilai birokrasi Indonesia pada tahun
2013 dengan skor 8,83 atau tak bergerak dari skor
yang dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan
10 untuk terburuk. Skor 8,83 atau jauh di bawah
rata-rata ini diperoleh berdasarkan pengalaman dan
persepsi expatriats yang menjadi responden.
Merujuk pada kondisi birokrasi tersebut,
David Osborn dan Ted Gaebler menyarankan agar
model birokrasi di Indonesia yang mengadopsi
paradigma birokrasi modern Weber yang hirarkis,
diubah menjadi birokrasi yang memperhatikan
partisipasi, kerja tim dan kontrol rekan kerja (peer
group), bukan lagi dominasi atau kontrol atasan.
Model paradigma baru birokrasi adalah
menempatkan pemerintah seperti yang disarankan
oleh Osborne dan Gaebler (1992) yaitu:
Catalytic government: steering rather than
rowing. Pemerintah sebagai katalis, lebih baik
menyetir dari pada mendayung. Pemerintah dan
birokrasinya disarankan untuk melepaskan bidang-
bidang atau pekerjaan yang sekiranya sudah dapat
dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Communityowned government: empowering rather than
serving. Pemerintah adalah milik masyarakat: lebih
baik
memberdayakan
daripada
melayani.
Pemerintah dipilih oleh wakil masyarakat,
karenanya menjadi milik masyarakat. Pemerintah
akan bertindak lebih utama jika memberikan
pemberdayaan kepada masyarakat untuk mengurus
masalahnya secara mandiri, daripada menjadikan
masyarakat
tergantung
terhadap
pemerintah.Competitive government: injecting
competition into service delivery. Pemerintahan
yang kompetitif adalah pemerintahan yang
memasukan semangat kompetisi di dalam
birokrasinya. Pemerintah perlu menjadikan
birokrasinya saling bersaing, antar bagian dalam
memberikan pendampingan dan penyediaan
regulasi dan barang-barang kebutuhan publik.
Kondisi yang terjadi di dalam birokrasi itu
sangat ditentukan oleh suasana yang diciptakan
oleh kepemimpinan. Dimensi yang sangat
terpenting dari kepemimpinan itu adalah faktor
komunikasi. Komunikasi bagi pemimpin suatu
organisasi
merupakan
salah-satu
penentu
keberhasilan
dalam
menjalankan
misi
kepemimpinannya. Pemimpin sebagai dinamisator
bagi sebuah organisasi yang dipimpinnya
senantiasa menjalin hubungan (komunikasi)
dengan semua pihak, baik melalui hubungan
formal maupun informal (Hawkins 1981).
Komunikasi dalam suatu organisasi birokrasi
bermanfaat untuk menghubungkan semua unsur
yang melakukan interelasi pada semua lapisan,
sehingga menimbulkan rasa kesetiakawanan,
loyalitas, saling pengertian dan saling menghargai.
Komunikasi bagi pimpinan bermanfaat untuk dapat
mengetahui keadaan bawahannya sehingga dapat
melakukan pengendalian (Smeltzer 1991).
Rogers (1976) mengatakan bahwa “Kegiatan
komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia
dalam mempengaruhi setiap tingkah-laku manusia
suatu organisasi, seperti yang dikatakan banyak
orang bahwa komunikasi memberikan kehidupan
pada struktur organisasi”. Pimpinan dalam suatu
organisasi harus memiliki kemampuan untuk dapat
berkomunikasi dengan bawahannya. Oleh karena
36
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi...
Sarwani
itu, seorang pemimpin perlu mengetahui unsurunsur penting dari komunikasi seorang pimpinan
seperti kredibilitas dan daya tarik komunikator,
daya tarik pesan serta proses, strategi dan gaya
berkomunikasi.
Komunikasi dengan bawahan bagi seorang
pemimpin menjadi sarana untuk mensosialisasikan
pelaksanaan suatu program organisasi. Myers dan
Myers (1973) menjelaskan bahwa “Perencanaan
kerja yang dibuat oleh pimpinan dengan hasil yang
sebaik apapun, apabila tidak dikomunikasikan
kepada bawahan yang dipimpinnya menjadi tidak
berguna”
Berhasil-tidaknya kegiatan komunikasi secara
efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi.
Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan dan
manajemen untuk mencapai tujuan. Strategi tidak
hanya berfungsi sebagai peta jalan, tetapi juga
menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.
Pengertian strategi komunikasi dikemukakan
Effendy (2000) yaitu bahwa: Strategi komunikasi
adalah perencanaan komunikasi dan manajemen
komunikasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Strategi komunikasi perlu disusun secara luwes
sehingga taktik operasional komunikasi dapat
segera disesuaikan dengan faktor-faktor yang
berpengaruh.
Myers dan Myers (1983) mengatakan:
“Keberhasilan kinerja suatu organisasi adalah
cermin keberhasilan kepemimpinan seorang
pemimpin. Kinerja kerja suatu organisasi sangat
ditentukan oleh kinerja pegawai yang menjalankan
tugas keorganisasian. Sementara itu, kinerja
organisasi ditentukan oleh sumber daya manusia,
sarana-prasarana dan manajemen kepemimpinan.
Manajemen kepemimpinan sangat ditentukan oleh
karakter dan performance pemimpin. Komunikasi
menjadi sangat berguna bagi pimpinan dalam
menjalankan manajemen kepemimpinannya”.
Selanjutnya, Rivanto (1985) mengatakan,
“Proses komunikasi yang terjadi dalam lingkungan
organisasi pemerintah harus berlangsung kondusif.
Hal itu penting agar tercipta lingkungan kerja yang
memungkinkan terjadinya pegawai dapat bekerja
efektif.
Gaya kepemimpinan dan strategi
komunikasi Pimpinan berperan penting dalam
menciptakan lingkungan kerja pegawai yang
kondusif melalui kebijakan, perintah dan instruksi
kepada pegawai. Melalui Gaya kepemimpinan dan
Strategi komunikasi tersebut, seorang pemimpin
dapat mempengaruhi Kinerja pegawai yang ada
dalam lingkungan kerjanya. Komunikasi antara
pimpinan dan pegawai yang diharapkan dapat
meningkatkan kinerja birokrasi yang efektif”.
Udai (1994) menjelaskan berbagai bentuk
perilaku pegawai yang justru bertentangan dengan
harapan yang ingin diciptakan dari proses
komunikasi pimpinan, seperti; kurang disiplin;
kerja sama yang kurang harmonis, penggunaan
fasilitas kerja yang kurang optimal, tidak adanya
perbaikan kerja. Hal ini berimplikasi pada
produktivitas kerja atau kinerja lembaga secara
keseluruhan.
Selanjutnya Hicks (1996) menjelaskan
Penerapan disiplin pegawai adalah dasar tertib
organisasi dan dasar dalam meningkatkan kinerja
pegawai. Faktor disiplin yang mudah diamati
seperti datang tepat waktu di kantor, tidak
terlambat mengisi absensi pegawai, menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu, tidak meninggalkan tempat
kerja untuk urusan di luar jam kantor, dan lain-lain.
Rendahnya motivasi pegawai dalam proses
pelaksanaan tugas terlihat dari sikap yang kurang
inisiatif, cenderung apatis, menerima begitu saja
tugas atau perintah pimpinan walaupun kurang
dipahaminya.
Menciptakan komunikasi yang baik dalam
lingkungan pekerjaan yang diharapkan dapat
mendukung kinerja lembaga harus diupayakan
oleh seorang pimpinan. Conrad (dalam Tubbs,
1996) menyatakan bahwa “Hubungan dalam
pekerjaan (komunikasi) mempengaruhi kinerja
pekerjaan (job performance)”. Ini berarti bahwa
komunikasi pimpinan yang efektif mempengaruhi
persepsi pegawai terhadap pekerjaannya. Dari sini
dapat diketahui bahwa faktor komunikasi pimpinan
begitu berperan dan turut menentukan dalam
menciptakan kinerja pegawai yang optimal.
Gaya komunikasi dan strategi komunikasi
yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
komunikasi antara Sekretaris Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan dengan pegawai yang ada di
dalam lingkup organisasi Sekretariat Daerah
sebagai bawahannya. Komunikasi yang terjadi
37
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
berkaitan
dengan
kewenangannya
sebagai
pembantu pimpinan provinsi (Gubernur) yang
melaksanakan tugas pemerintahan di daerah.
Dalam hal ini, seorang Sekretarias Daerah Provinsi
menyelenggarakan fungsi pemerintahan yaitu
mengkoordinasikan
perumusan
kebijakan
Pemerintah
Provinsi;
menyelenggarakan
administrasi pemerintahan; pengelolaan sumber
daya aparatur, keuangan, prasarana dan sarana
pemerintahan provinsi; dan melaksanakan tugas
lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Peneliti melihat bahwa kinerja pegawai di
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
belum optimal. Berdasarkan hasil riset dari
Indonesia Govermance Index (IGI) tahun 2013,
Indonesia Governance Index (IGI) adalah
pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan
(governance)
di
Indonesia
yang
sangat
komprehensif. Pada saat ini pengukuran dilakukan
pada level provinsi. Angka indeks keseluruhan
merupakan komposit dari empat arena tata kelola
pemerintahan, yaitu: 1) Pemerintah, 2) Birokrasi,
3) Masyarakat sipil, dan 4) Masyarakat ekonomi.
Keempat arena diukur berdasarkan sejauh mana
fungsi-fungsi pentingnya dijalankan sesuai dengan
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,
yaitu
partisipasi,
akuntabilitas,
keadilan,
transparansi, efisiensi dan efektivitas.
Kinerja yang diperoleh Kalimantan Selatan
berada di nilai 6,19 atau masih berada di
kecendurungan baik di antara empat arena yang
diukur, kinerja masyarakat sipil (6,40) dan arena
birokrasi (6,32) masuk kategori cenderung baik,
sementara arena masyarakat ekonomi (6,02) dan
arena pemerintah (5,99) termasuk dalam kategori
Sedang. Secara berturut-turut, prinsip-prinsip yang
termasuk dalam kategori “cenderung baik”
diantaranya adalah efisiensi (7,66) di Arena
Pemerintah, efisiensi (7,39) di Arena Birokrasi,
dan Transparansi (6,84) di Arena Birokrasi.
Sementara itu, prinsip-prinsip yang masuk dalam
kategori Cenderung Buruk adalah Prinsip
Partisipasi (3,74) di Arena Birokrasi dan
Efektifitas (4,73) di Arena Pemerintah, sementara
Prinsip Transparansi (4,92) di Arena Pemerintah
Masuk kategori Sedang. Hal itu disebabkan karena
adanya masalah yang dialami oleh para pegawai
tersebut. Salah satu masalah yang menjadi fokus
penelitian
ini
berkaitan
dengan
gaya
kepemimpinan komunikator.
Selain itu, berdasarkan artikel dari harian
Banjarmasinpost edisi Jumat, 27 Juni 2014, tentang
“Gaya pimpinan Sekda Kalsel dan Predikat WTP”,
dimana ditulis bahwa dalam organisasi dibutuhkan
seorang pemimpin yang memiliki jiwa dan gaya
kepemimpinan sehingga mampu mempengaruhi
orang lain agar bekerja bersama sebagai suatu tim
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, selain
itu seorang pemimpin harus bisa membedakan
antara
otoritas
(suatu
wewenang
yang
didelegasikan dari atas melalui rantai perintah) dan
kepemimpinan (suatu wewenang yang didapat
seseorang dari rekan maupun bawahannya).
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan,
seorang pemimpin harus memahami benar bahwa
individu merupakan komponen penting dalam
organisasi sehingga harus dilibatkan dalam
pendelegasian tanggung jawab untuk mencapai
tujuan organisasi dengan tanpa mengabaikan aspek
budaya dan lingkungan organisasi, serta adanya
iklim organisasi yang kondusif. Untuk menunjang
fungsi inilah dibutuhkan adanya komunikasi (gaya
kepemimpinan dan strategi komunikasi) yang
berkualitas yaitu dengan sikap antusias terhadap
semua
kegiatan
organisasi,
Keterbukaan,
akuntabilitas, komunikasi dua arah antara
pemimpin dengan pegawai, dan perhatian yang
cukup dalam hubungan dengan bawahan, dengan
gaya kepemimpinan inilah yang mendasari
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
mendapat
predikat
WTP
(Wajar
Tanpa
Pengecualian) yang selama ini belum pernah
diterima predikat tersebut sebelumnya dari BPKP.
Selain itu juga, artikel dari harian
Banjarmasin Post edisi Kamis, 5 Desember 2014
mengangkat judul “ Kinerja Pemprov Kalsel dinilai
tertinggi di tingkat nasional”, berdasarkan Laporan
Hasil Evaluasi (LHE) Sistem Akuntabilitas
Instansi Pemerintah (SAKIP) tahun 2013,
Pemerintah
Provinsi
Kalimantan
Selatan
mendapat predikat tertinggi bersama enam
Provinsi Lainnya yaitu: Kalimantan Barat,
Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Jawa Tengah,
38
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi...
Sarwani
Jawa Timur, dan Sulawesi Utara. Laporan Hasil
Evaluasi (LHE) Sistem Akuntabilitas Instansi
Pemerintah (SAKIP) bertujuan untuk menilai
implementasi dan perkembangan akuntabilitas
kinerja di lingkungan pemerintah Provinsi seluruh
Indonesia.
Berdasarkan surat nomor B/3845/M/PANRB/2013 tanggal 22 November 2013, Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia menyebutkan bahwa
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mendapat
nilai 66,18 atau dengan kategori penilaian “B”
intepretasi Baik. Adapun Rincian yang dinilai
yaitu: Perencanaan kinerja 23,46, Pengukuran
Kinerja 12,29, Pelaporan Kinerja 10,39, Evaluasi
Kinerja 6,28, selain itu pencapaian kinerja 13, 76
sehingga total mencapai 66,18 atau masuk kategori
Baik.
Beberapa rekomendasi yang disampaikan
oleh Menteri PAN-RB Republik Indonesia kepada
Pemerintah
Provinsi
Kalimantan
Selatan,
diantaranya yaitu meningkatkan kualitas evaluasi
kinerja internal dan meningkatkan kapasitas SDM
dalam bidang akuntabilitas dan manajemen kinerja.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis melihat
bahwa gaya kepemimpinan dan strategi
komunikasi merupakan salah satu faktor yang
menentukan dalam meningkatkan kinerja pegawai
di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
Menciptakan komunikasi yang baik dalam
lingkungan pekerjaan yang diharapkan dapat
mendukung kinerja lembaga harus diupayakan
oleh seorang pimpinan. Conrad (dalam Tubbs,
1997) menyatakan bahwa “Hubungan dalam
pekerjaan (komunikasi) mempengaruhi kinerja
pekerjaan (job performance)”. Ini berarti bahwa
gaya dan strategi pimpinan yang efektif
mempengaruhi
persepsi
pegawai
terhadap
pekerjaannya. Dari sini dapat diketahui bahwa
faktor komunikasi yang dilakukan pimpinan turut
menentukan dalam menciptakan kinerja pegawai
yang optimal.
Permasalah pada penelitian ini adalah, apakah
ada pengaruh antara gaya kepemimpinan dan
strategi komunikasi Sekda terhadap kinerja
pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan?
Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan
dan strategi komunikasi sekda terhadap kinerja
pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan bahan untuk pengembangan studi ilmu
komunikasi, khususnya dimensi komunikasi
pimpinan dalam organisasi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan masukan dan sumbangan pemikiran di
dalam memberikan alternatif pemecahan masalah
yang muncul dalam birokrasi, khususnya yang
berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan
strategi komunikasi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan
(knowledge) dan pengalaman (experience),
terutama dalam menganalisis suatu fenomena
komunikasi organisasi dan kelompok.
Hasil penelitian yang dilakukan di
Kalimantan Selatan ini diharapkan dapat menjadi
contoh dan rujukan dalam hal gaya kepemimpinan
strategi komunikasi yang efektif.
A.
Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
dengan antusias (Davis 1985). Yuki (1998),
menyebutkan, kepemimpinan merupakan proses
untuk mempengaruhi orang lain, untuk memahami
dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan
bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta
proses untuk memfasilitasi upaya individu dan
kolektif untukmencapai tujuan bersama.
Kemampuan pegawai mencapai tingkat
kinerja yang tinggi penting untuk peningkatan
kinerja organisasi yang efisien, efektif dan
produktif. Upaya peningkatan kinerja pegawai
menuntut peran manajemen dalam melakukan
pendekatan kepemimpinan efektif. Robbins (2003)
yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan
merupakan kemampuan untuk mempengaruhi dan
menggerakkan sekelompok orang bukan dengan
paksa untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Rivai (2004) Gaya kepemimpinan
adalah perilaku dan strategi sebagai kombinasi dari
falsafah, keterampilan,sikap yang sering diterapkan
39
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
seorang pemimpin ketika sedang mempengaruhi
bawahannya. Sedangkan menurut Davis (1985)
gaya kepemimpinan adalah pola tindakan
pemimpin secara keseluruhan seperti yang di
persepsikan oleh pegawainya
Pimpinan
dengan
kemampuan
yang
dimilikinya dapat mempengaruhi dan mendorong
pegawainya untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan diarahkannya dan diinginkannya agar dapat
mencapai tingkat kinerja yang diharapkannya
sehingga tujuan dan keberhasilan organisasi dapat
dicapai. Perilaku kepemimpinan manajer/sekda
akan tercermin dari gaya kepemimpinannya yang
muncul pada saat memimpin bawahannya.
Menurut Meredith (1984) dan Praningrum
(1998) pada dasarnya gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas cenderung menetapkan
sasaran dan rencana, mengarahkan dan mengawasi
pegawai secara tertutup, serta lebih menekankan
pada
pelaksanaan
pekerjaan
daripada
perkembangan dan pertumbuhan pegawai.
Sementara itu, gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan cenderung memotivasi
dan
membina
hubungan
dengan
bawahan/pegawai/anggota kelompoknya untuk
melaksanakan tugas dengan memberi kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan,
menciptakan
suasana
persahabatan,
serta
menciptakan hubungan saling percaya dan
menghormati/menghargai.
Berdasarkan hasil studi dari Universitas
Ohio, Yuki (1994) dan Thoha (1996) telah
mengidentifikasi adanya dua dimensi/ kelompok
perilaku
yang
mempengaruhi
efektivitas
kepemimpinan yaitu:
(1)
perilaku
yang
menerangkan pada Inisiatif Struktur (Initiative
Structure) dan (2) perilaku yang menekankan pada
pertimbangan (Consideration).
Sedangkan Lebih lanjut dijelaskan Thoha
(1996),
bahwa
Memprakarsai
Struktur
menggambarkan perilkau seorang pemimpin yang
mengatur dan menentukan pola organisasi, saluran
komunikasi, serta prosedur kerja yang jelas dalam
pencapain tujuan organisasi, sedangkan perilaku
Konsiderasi/Pertimbangan
menggambarkan
perilaku seorang pimpinan yang berusaha
menciptakan hubungan hangat antara pemimpin
dengan bawahan, saling percaya, kekeluargaan,
dan
kesetiakawanan,
serta
memberikan
penghargaan terhadap gagasan-gagasan bawahan.
B.
Strategi Komunikasi
Disamping Faktor kepemimpinan yang dapat
mempengaruhi kinerja karyawan dalam mencapai
keberhasilan organisasi, strategi komunikasi juga
di perlukan dalam mencapai suatu tujuan
organisasi. Beberapa ahli mendefinisikan strategi
komunikasi sebagai berikut: Menurut Effendy
(2006) strategi komunikasi adalah metode atau
langkah yang diambil untuk keberhasilan proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang
lain untuk memberitahu atau merubah sikap,
pendapat dan perilaku baik secara langsung (lisan)
maupun tidak langsung melalui media. Masih
menurut effendy, strategi memiliki fungsi ganda,
yaitu pertama menyebarluaskan pesan komunikasi
yang bersifat informatif, persuasif dan instruktif
secara sistematiskepada sasaran untuk memperoleh
hasil yang optimal. Kedua menjembatani
kesenjangan budaya (Culture gap).
Sedangkan menurut Arifin (1994) dalam buku
Strategi
komunikasi
menyatakan
bahwa
“sesungguhnya suatu strategi komunikasi adalah
keseluruhan keputusan kondisional tentang
tindakan yang akan dijalankan guna mencapai
tujuan”, jadi merumuskan strategi komunikasi,
berarti memperhitungkan kondisi dan situasi
(ruang dan waktu) yang akan dihadapi dan yang
mungkin akan dihadapi dimasa depan, guna
mencapai efektivitas
Berhasil-tidaknya kegiatan dalam suatu
organisasi secara efektif banyak ditentukan oleh
strategi komunikasi. Strategi pada hakekatnya
adalah perencanaan dan manajemen untuk
mencapai tujuan. Strategi tidak hanya berfungsi
sebagai peta jalan, tetapi juga menunjukkan
bagaimana taktik operasionalnya. Pengertian
strategi komunikasi dikemukakan Effendy (2000)
yaitu bahwa:
Strategi komunikasi adalah perencanaan
komunikasi dan manajemen komunikasi untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Strategi
komunikasi perlu disusun secara luwes sehingga
taktik operasional komunikasi dapat segera
40
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi...
Sarwani
disesuaikan
dengan
faktor-faktor
yang
berpengaruh.
Selanjutnya Pace, Peterson dan Burnett
(dalam Effendy 1989) menyatakan bahwa tujuan
dari strategi komunikasi adalah sebagai berikut: to
secure understanding, to establish motive action,
and to motive action. (”Untuk mencapai
pemahaman, memunculkan tindakan motif dan
mendorong tindakan”).
Dengan strategi komunikasi ini, berarti dapat
ditempuh beberapa cara memakai komunikasi
secara sadar untuk menciptakan perubahan pada
diri organisasi dengan mudah dan cepat. Dari
beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa strategi komunikasi adalah metode atau
langkah-langkah yang diambil utuk keberhasilan
proses
penyampaian
pesan
oleh
orang
lain/komunikator/pimpinan kepada orang lain
untuk memberitahu atau merubah sikap, pendapat
dan perilkau baik secara lisan maupun tidak
langsung melalui media untuk mencapai suatu
tujuan.
Smeltzer et al. (1991), Smelzer
menetapkan empat komponen yang dapat
menentukan keberhasilan strategi komunikasi,
yaitu terdiri dari:1 The Specific content of the
message, 2 The message's channel, 3. The time the
communication takes place dan 4. The
environment in which it occurs
C.
Menurut Mathias dan Jackson (2002) kinerja
pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberi kontribusi kepada
organisasi yang antara lain termasuk kuantitas
output, kualitas output, jangka waktu output,
kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif.
Kuantitas Output mengacu pada sejumlah hasil
yang dicapai. Kualitas output mengacu pada
akurasi dan margin kesalahan. Jangka waktu
output mengacu pada penyelesaian tugas dalam
waktu yang diperkenankan. Kehadiran di tempat
kerja mengacu pada ketaatan pada jadwal kerja
sebagaimana ditugaskan, dan sikap kooperatif
mengacu pada kerja sama dan komunikasi dengan
pnyelia dan rekan kerja.
Berdasarkan kerangka pikir, maka dapat
disusun hipotesis penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Ho: tidak ada pengaruh yang signifikan secara
simultan (bersama-sama)
antara
gaya
kepemimpinan dan strategi komunikasi
terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
Ha: ada pengaruh yang signifikan secara simultan
(bersama-sama) antara gaya kepemimpinan
dan strategi komunikasi terhadap kinerja
pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
Kinerja Pegawai
II. METODOLOGI
Pada saat ini pentingnya peranan sumber
daya manusia tercermin dari kebutuhan organisasi
untuk membuat strategi sumber daya manusia nya
sendiri. Sumber daya manusia merupakan tulang
punggung kehidupan organisasi. Keberhasilan
organisasi sangat bergantung pada kualitas sumber
daya manusia yang bersangkutan, sehingga perlu
memiliki karyawan yang berkemampuan tinggi
dan berkembang baik untuk meningkatkan kinerja
yang tinggi (Achmad 2004).
Gibson, dkk (1997) menyatakan kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Selanjutnya Alwi
(2001) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil
kerja baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Tipe penelitian adalah penelitian kuantitatif
dengan metode survei yaitu mengambil sejumlah
responden sebagai sampel, dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok
(Singarimbun 2012), Dalam penentuan jumlah
sampel Arikunto (2002) mengatakan apabila
subyeknya kurang dari 100 maka sampel yang
digunakan adalah seluruhnya. Apabila subyeknya
lebih dari 100 maka sampel yang diambil adalah
10-15 persen atau 20-25 persen atau lebih dari
populasi yang digunakan.
Untuk menentukan jumlah sampel total yang
akan di ambil dalam penelitian ini sebesar 25 %
dari masing –masing unit kerja dari jumlah
populasi. jumlah populasi sebanyak 488 orang dan
teknik Pengambilan Sampel yaitu : Proposional
41
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
Tabel 1. Hasil Uji F (Anovab)
Table 1. Result of F Test (Anovab)
Model
1
Sum of Squares
Regression
Mean Square
1021,936
2
510,968
335,984
109
3,082
1357,920
111
Residual
Total
Df
Keterangan:
- Prediktor: (Konstant) Gaya Kepemimpinan
Strategi Komunikasi
- Variabel Tidak Bebas: Kinerja Pegawai
F
Sig.
165,768
,000a
Remarks:
- Predictors: (Constant): Leadership Style
Communication Strategy
- Dependent Variable: Employee Performance
Pada Tabe 2 yang menunjukan Coefficients
(α), kolom Unstandardized Coefficents dengan
subkolom B merupakan koefisien yang
menunjukkan harga Constan b0, harga b1 dan b2.
Dari ketiga koefisien ini kemudian dimasukkan
kedalam persamaan :
Sratified Random sampling sehingga didapat
sampel sebanyak 112 orang pegawai . Teknik
pengujian Instrumen yaitu : uji Validitas (teknik
Korelasi Product moment) dari Karl Pearson dan
Uji reliabilitas adalah
yaitu
teknik Alpha
Cronbach. Teknik Analisis data: tabel Frekuensi,
Uji hipotesis: Uji F dan Uji R². Uji asumsi Klasik
yaitu :Uji multi Kulinearitas, Uji Heteroskedesitas
dan uji Normalitas.
𝑌̂ = 𝑏0 + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2
sehingga persamaan regresi menjadi:
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
𝑌̂ = 3,218 + 0,374𝑋1 + 0,266𝑋2
A. Hasil Hipotesis / Uji F
Pada hasil perhitungan F diperoleh koefisien
sebesar 165,769. Hasil uji F menunjukkan bahwa
nilai F hitung sebesar 165,769 lebih besar dari nilai
F tabel sebesar 3,08. Hal ini juga ditunjukkan
dengan nilai signifikansi (p) yaitu sebesar 0,000
lebih kecil dar 0,05 sebagai taraf yang telah
ditetapkan (α). Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa secara bersama-sama gaya kepemimpinan
dan strategi komunikasi memiliki pengaruh
terhadap kinerja pegawai. Lebih jelas dapat dilihat
pada tabel Tabel ANOVA (b) di Tabel 1.
Sehingga dapat diartikan bahwa kenaikan skor
rata-rata gaya kepemimpinan sebesar 1 kali, akan
meningkatkan skor rata-rata kinerja pegawai
sebesar 0,734 dan peningkatan skor rata-rata
Strategi Komunikasi maka akan meningkatkan
Kinerja Pegawai sebesar 0,266 pada konstanta
3.128.
Tabel 2. Koofesien
Table 2. Coofecients
Model
1
Koofesien Tidak Standar
(Unstandardized Coofecient)
B
Std. Error
Konstanta
(Constant)
Gaya Kepemimpinan
Strategi Komunikasi
Keterangan:
- Variabel Tidak Bebas: Kinerja Pegawai
3,218
2,224
0.374
0,266
0,033
0,096
Koofesien Standard
(Standardized Coofecient)
Beta
t
0,735
0,180
1,447
0,151
11,331
2,775
,000
0,007
Remarks:
- Dependent Variable: Employee Performance
42
Sig.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi...
Sarwani
Tabel 3. Hasil Uji Determinasi
Table 3. Result of Determination Test (R2)
Model
1
B.
R
0.868a
R Square
Penyesuaian R Square
(Adjusted R Square)
0,753
Estimasi Standar Error
(Std. Error of the Estimate)
0,748
Uji Determinasi (R2)
1,75568
mendekati 1 (Santoso 2002). Perhitungan
multikolinearitas lebih rinci dapat dilihat pada
Tabel 4.
Uji determinasi dilakukan untuk mengetahui
kelayakan suatu model regresi yang digunakan.
Hasil uji determinasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil uji determinasi (R2) yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Adjusted R
Square. Nilai Adjusted R Square yang dihasilkan
sebesar 0,748 setara dengan nilai 74,8%. Hal ini
berarti bahwa variabel independen (X) yang terdiri
dari gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi
mampu
menerangkan
kejadian
variabel
independennya (Y) yaitu kinerja pegawai sebesar
74,8%, selebihnya sebesar 25,2% diterangkan
variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian
ini.
Tabel 4. Uji Multikolinearitas
Table 4. Multicoliniearity Test
Variabel
X1
X2
Tolerance
0,539
0,539
VIF
1,854
1,854
Keterangan
Tidak Terjadi
Multikolinieritas
Hasil analisis menunjukkan nilai VIF
(Variance Inflation Factors) dari masing-masing
variabel ada sekitar angka 1 demikian juga nilai
toleransi dari seluruh variabel bebas
Sarwani
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN STRATEGI KOMUNIKASI SEKDA TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DI SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
THE INFLUENCE OF LEADERSHIP STYLE AND COMMUNICATION STRATEGY OF REGIONAL
SECRETARY LEADER TO THE EMPLYEE’S PERFORMANCE AT THE REGIONAL SECRETARY
OFFICE OF SOUTH KALIMANTAN PROVINCE
Sarwani
Ilmu Komunikasi Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Brigjen H. Hasan Basri, Gedung Fisip, Banjarmasin. Telp./Fax.0511-3304595
Email: [email protected]
diterima: 8 Mei 2015 | direvisi: 18 Mei 2015 | disetujui: 30 Mei 2015
ABSRACT
This study is aimed to examine the influence of leadership style and their communication strategy to the
employee’s performance at the regional secretary office, south Kalimantan province. To analyze the
leadership style researcher use two factors leadership theory by Fleishman and his colleague in Ohio State
University. To analyze the communication strategy researcher uses Smeltzer theory. Base on the research by
Indonesian Government Index (IGI) in 2013, the low level of employee’s performance is the main problem in
regional secretary office of south Kalimantan province. This circumstance is caused by several factors such
like leadership style and communication strategy. This study uses survey method and double regression test.
The result simultaneously shows that leadership style and communication strategy have significant influence
to the level of employee’s performance in south Kalimantan province, that is 74,8%.
Key word: Leadership Style, Communication Strategy, Employee’s performance.
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menjelaskan pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi Komunikasi Pimpinan
terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan terhadap Kinerja pegawai.
Untuk menganalisa gaya kepemimpinan, peneliti menggunakan teori kepemimpian dua faktor oleh
Fleishmann dan rekan-rekannya di Ohio State University kemudian untuk menganalisa strategi komunikasi
peneliti menggunakan teori Smeltzer. Masalah yang ada pada saat ini adalah masih belum optimalnya tingkat
kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan hasil riset dari Indonesian
Government Index IGI tahun 2013. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya seperti gaya
kepemimpinan dan strategi komunikasi. Dengan menggunakan metode penelitian survei dan uji regresi
berganda. Hasil penelitian itu secara simultan (bersama-sama) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dan
strategi komunikasi mempengaruhi secara signifikan kinerja pegawai di sekretariat daerah Provinsi
Kalimantan Selatan sebesar 74,8 %.
Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan, Strategi Komunikasi, Kinerja Pegawai
I.
Kinerja birokrasi (Pemerintah) di Indonesia
sudah lama menjadi bahan kajian dan sorotan
berbagai kalangan. Pada masa Orde Baru sampai
sekarang, birokrasi di Indonesia dinilai mengalami
banyak masalah seperti kecenderungan inefisiensi,
penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan
PENDAHULUAN
Penelitian ini menguji pengaruh gaya
kepemimpinan dan strategi komunikasi Sekda
terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan.
35
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
nepotisme. Birokrasi sebagai aktor public services
dalam beberapa kasus disoroti karena justru
menjadi penghambat dan sumber masalah
berkembangnya keadilan dan demokrasi, terjadi
diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas,
program, dan dana Negara (Siagian 1997).
Publik yang pernah berhubungan dengan
birokrasi selama ini banyak yang kecewa atas
keadaan yang terjadi di dalam birokrasi. Publik
sering mengeluhkan tentang lambatnya pengurusan
di kantor-kantor kalau tidak menggunakan koneksi
dan biaya tambahan tertentu. Publik juga pesimis
melihat bagaimana kinerja aparat yang sering tidak
menggunakan waktu kerja dengan baik, seperti
tidak disiplin, beraktivitas di luar kantor, main
kartu dan main game di kantor. Bahkan sering
dijumpai pegawai yang tertidur di kursinya karena
tidak tahu apa yang seharusnya dikerjakan.
Buruknya kinerja birokrasi di Indonesia
selama ini tidak hanya menjadi sorotan di dalam
negeri, tetapi juga berasal dari luar negeri. Di
antaranya berasal dari Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong
yang meneliti pendapat para eksekutif bisnis asing
(expatriats).
Hasil penelitian mereka menilai
birokrasi Indonesia termasuk terburuk dan belum
mengalami perbaikan berarti hingga saat ini.
PERC menilai birokrasi Indonesia pada tahun
2013 dengan skor 8,83 atau tak bergerak dari skor
yang dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan
10 untuk terburuk. Skor 8,83 atau jauh di bawah
rata-rata ini diperoleh berdasarkan pengalaman dan
persepsi expatriats yang menjadi responden.
Merujuk pada kondisi birokrasi tersebut,
David Osborn dan Ted Gaebler menyarankan agar
model birokrasi di Indonesia yang mengadopsi
paradigma birokrasi modern Weber yang hirarkis,
diubah menjadi birokrasi yang memperhatikan
partisipasi, kerja tim dan kontrol rekan kerja (peer
group), bukan lagi dominasi atau kontrol atasan.
Model paradigma baru birokrasi adalah
menempatkan pemerintah seperti yang disarankan
oleh Osborne dan Gaebler (1992) yaitu:
Catalytic government: steering rather than
rowing. Pemerintah sebagai katalis, lebih baik
menyetir dari pada mendayung. Pemerintah dan
birokrasinya disarankan untuk melepaskan bidang-
bidang atau pekerjaan yang sekiranya sudah dapat
dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Communityowned government: empowering rather than
serving. Pemerintah adalah milik masyarakat: lebih
baik
memberdayakan
daripada
melayani.
Pemerintah dipilih oleh wakil masyarakat,
karenanya menjadi milik masyarakat. Pemerintah
akan bertindak lebih utama jika memberikan
pemberdayaan kepada masyarakat untuk mengurus
masalahnya secara mandiri, daripada menjadikan
masyarakat
tergantung
terhadap
pemerintah.Competitive government: injecting
competition into service delivery. Pemerintahan
yang kompetitif adalah pemerintahan yang
memasukan semangat kompetisi di dalam
birokrasinya. Pemerintah perlu menjadikan
birokrasinya saling bersaing, antar bagian dalam
memberikan pendampingan dan penyediaan
regulasi dan barang-barang kebutuhan publik.
Kondisi yang terjadi di dalam birokrasi itu
sangat ditentukan oleh suasana yang diciptakan
oleh kepemimpinan. Dimensi yang sangat
terpenting dari kepemimpinan itu adalah faktor
komunikasi. Komunikasi bagi pemimpin suatu
organisasi
merupakan
salah-satu
penentu
keberhasilan
dalam
menjalankan
misi
kepemimpinannya. Pemimpin sebagai dinamisator
bagi sebuah organisasi yang dipimpinnya
senantiasa menjalin hubungan (komunikasi)
dengan semua pihak, baik melalui hubungan
formal maupun informal (Hawkins 1981).
Komunikasi dalam suatu organisasi birokrasi
bermanfaat untuk menghubungkan semua unsur
yang melakukan interelasi pada semua lapisan,
sehingga menimbulkan rasa kesetiakawanan,
loyalitas, saling pengertian dan saling menghargai.
Komunikasi bagi pimpinan bermanfaat untuk dapat
mengetahui keadaan bawahannya sehingga dapat
melakukan pengendalian (Smeltzer 1991).
Rogers (1976) mengatakan bahwa “Kegiatan
komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia
dalam mempengaruhi setiap tingkah-laku manusia
suatu organisasi, seperti yang dikatakan banyak
orang bahwa komunikasi memberikan kehidupan
pada struktur organisasi”. Pimpinan dalam suatu
organisasi harus memiliki kemampuan untuk dapat
berkomunikasi dengan bawahannya. Oleh karena
36
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi...
Sarwani
itu, seorang pemimpin perlu mengetahui unsurunsur penting dari komunikasi seorang pimpinan
seperti kredibilitas dan daya tarik komunikator,
daya tarik pesan serta proses, strategi dan gaya
berkomunikasi.
Komunikasi dengan bawahan bagi seorang
pemimpin menjadi sarana untuk mensosialisasikan
pelaksanaan suatu program organisasi. Myers dan
Myers (1973) menjelaskan bahwa “Perencanaan
kerja yang dibuat oleh pimpinan dengan hasil yang
sebaik apapun, apabila tidak dikomunikasikan
kepada bawahan yang dipimpinnya menjadi tidak
berguna”
Berhasil-tidaknya kegiatan komunikasi secara
efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi.
Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan dan
manajemen untuk mencapai tujuan. Strategi tidak
hanya berfungsi sebagai peta jalan, tetapi juga
menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.
Pengertian strategi komunikasi dikemukakan
Effendy (2000) yaitu bahwa: Strategi komunikasi
adalah perencanaan komunikasi dan manajemen
komunikasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Strategi komunikasi perlu disusun secara luwes
sehingga taktik operasional komunikasi dapat
segera disesuaikan dengan faktor-faktor yang
berpengaruh.
Myers dan Myers (1983) mengatakan:
“Keberhasilan kinerja suatu organisasi adalah
cermin keberhasilan kepemimpinan seorang
pemimpin. Kinerja kerja suatu organisasi sangat
ditentukan oleh kinerja pegawai yang menjalankan
tugas keorganisasian. Sementara itu, kinerja
organisasi ditentukan oleh sumber daya manusia,
sarana-prasarana dan manajemen kepemimpinan.
Manajemen kepemimpinan sangat ditentukan oleh
karakter dan performance pemimpin. Komunikasi
menjadi sangat berguna bagi pimpinan dalam
menjalankan manajemen kepemimpinannya”.
Selanjutnya, Rivanto (1985) mengatakan,
“Proses komunikasi yang terjadi dalam lingkungan
organisasi pemerintah harus berlangsung kondusif.
Hal itu penting agar tercipta lingkungan kerja yang
memungkinkan terjadinya pegawai dapat bekerja
efektif.
Gaya kepemimpinan dan strategi
komunikasi Pimpinan berperan penting dalam
menciptakan lingkungan kerja pegawai yang
kondusif melalui kebijakan, perintah dan instruksi
kepada pegawai. Melalui Gaya kepemimpinan dan
Strategi komunikasi tersebut, seorang pemimpin
dapat mempengaruhi Kinerja pegawai yang ada
dalam lingkungan kerjanya. Komunikasi antara
pimpinan dan pegawai yang diharapkan dapat
meningkatkan kinerja birokrasi yang efektif”.
Udai (1994) menjelaskan berbagai bentuk
perilaku pegawai yang justru bertentangan dengan
harapan yang ingin diciptakan dari proses
komunikasi pimpinan, seperti; kurang disiplin;
kerja sama yang kurang harmonis, penggunaan
fasilitas kerja yang kurang optimal, tidak adanya
perbaikan kerja. Hal ini berimplikasi pada
produktivitas kerja atau kinerja lembaga secara
keseluruhan.
Selanjutnya Hicks (1996) menjelaskan
Penerapan disiplin pegawai adalah dasar tertib
organisasi dan dasar dalam meningkatkan kinerja
pegawai. Faktor disiplin yang mudah diamati
seperti datang tepat waktu di kantor, tidak
terlambat mengisi absensi pegawai, menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu, tidak meninggalkan tempat
kerja untuk urusan di luar jam kantor, dan lain-lain.
Rendahnya motivasi pegawai dalam proses
pelaksanaan tugas terlihat dari sikap yang kurang
inisiatif, cenderung apatis, menerima begitu saja
tugas atau perintah pimpinan walaupun kurang
dipahaminya.
Menciptakan komunikasi yang baik dalam
lingkungan pekerjaan yang diharapkan dapat
mendukung kinerja lembaga harus diupayakan
oleh seorang pimpinan. Conrad (dalam Tubbs,
1996) menyatakan bahwa “Hubungan dalam
pekerjaan (komunikasi) mempengaruhi kinerja
pekerjaan (job performance)”. Ini berarti bahwa
komunikasi pimpinan yang efektif mempengaruhi
persepsi pegawai terhadap pekerjaannya. Dari sini
dapat diketahui bahwa faktor komunikasi pimpinan
begitu berperan dan turut menentukan dalam
menciptakan kinerja pegawai yang optimal.
Gaya komunikasi dan strategi komunikasi
yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
komunikasi antara Sekretaris Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan dengan pegawai yang ada di
dalam lingkup organisasi Sekretariat Daerah
sebagai bawahannya. Komunikasi yang terjadi
37
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
berkaitan
dengan
kewenangannya
sebagai
pembantu pimpinan provinsi (Gubernur) yang
melaksanakan tugas pemerintahan di daerah.
Dalam hal ini, seorang Sekretarias Daerah Provinsi
menyelenggarakan fungsi pemerintahan yaitu
mengkoordinasikan
perumusan
kebijakan
Pemerintah
Provinsi;
menyelenggarakan
administrasi pemerintahan; pengelolaan sumber
daya aparatur, keuangan, prasarana dan sarana
pemerintahan provinsi; dan melaksanakan tugas
lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Peneliti melihat bahwa kinerja pegawai di
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
belum optimal. Berdasarkan hasil riset dari
Indonesia Govermance Index (IGI) tahun 2013,
Indonesia Governance Index (IGI) adalah
pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan
(governance)
di
Indonesia
yang
sangat
komprehensif. Pada saat ini pengukuran dilakukan
pada level provinsi. Angka indeks keseluruhan
merupakan komposit dari empat arena tata kelola
pemerintahan, yaitu: 1) Pemerintah, 2) Birokrasi,
3) Masyarakat sipil, dan 4) Masyarakat ekonomi.
Keempat arena diukur berdasarkan sejauh mana
fungsi-fungsi pentingnya dijalankan sesuai dengan
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,
yaitu
partisipasi,
akuntabilitas,
keadilan,
transparansi, efisiensi dan efektivitas.
Kinerja yang diperoleh Kalimantan Selatan
berada di nilai 6,19 atau masih berada di
kecendurungan baik di antara empat arena yang
diukur, kinerja masyarakat sipil (6,40) dan arena
birokrasi (6,32) masuk kategori cenderung baik,
sementara arena masyarakat ekonomi (6,02) dan
arena pemerintah (5,99) termasuk dalam kategori
Sedang. Secara berturut-turut, prinsip-prinsip yang
termasuk dalam kategori “cenderung baik”
diantaranya adalah efisiensi (7,66) di Arena
Pemerintah, efisiensi (7,39) di Arena Birokrasi,
dan Transparansi (6,84) di Arena Birokrasi.
Sementara itu, prinsip-prinsip yang masuk dalam
kategori Cenderung Buruk adalah Prinsip
Partisipasi (3,74) di Arena Birokrasi dan
Efektifitas (4,73) di Arena Pemerintah, sementara
Prinsip Transparansi (4,92) di Arena Pemerintah
Masuk kategori Sedang. Hal itu disebabkan karena
adanya masalah yang dialami oleh para pegawai
tersebut. Salah satu masalah yang menjadi fokus
penelitian
ini
berkaitan
dengan
gaya
kepemimpinan komunikator.
Selain itu, berdasarkan artikel dari harian
Banjarmasinpost edisi Jumat, 27 Juni 2014, tentang
“Gaya pimpinan Sekda Kalsel dan Predikat WTP”,
dimana ditulis bahwa dalam organisasi dibutuhkan
seorang pemimpin yang memiliki jiwa dan gaya
kepemimpinan sehingga mampu mempengaruhi
orang lain agar bekerja bersama sebagai suatu tim
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, selain
itu seorang pemimpin harus bisa membedakan
antara
otoritas
(suatu
wewenang
yang
didelegasikan dari atas melalui rantai perintah) dan
kepemimpinan (suatu wewenang yang didapat
seseorang dari rekan maupun bawahannya).
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan,
seorang pemimpin harus memahami benar bahwa
individu merupakan komponen penting dalam
organisasi sehingga harus dilibatkan dalam
pendelegasian tanggung jawab untuk mencapai
tujuan organisasi dengan tanpa mengabaikan aspek
budaya dan lingkungan organisasi, serta adanya
iklim organisasi yang kondusif. Untuk menunjang
fungsi inilah dibutuhkan adanya komunikasi (gaya
kepemimpinan dan strategi komunikasi) yang
berkualitas yaitu dengan sikap antusias terhadap
semua
kegiatan
organisasi,
Keterbukaan,
akuntabilitas, komunikasi dua arah antara
pemimpin dengan pegawai, dan perhatian yang
cukup dalam hubungan dengan bawahan, dengan
gaya kepemimpinan inilah yang mendasari
Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan
mendapat
predikat
WTP
(Wajar
Tanpa
Pengecualian) yang selama ini belum pernah
diterima predikat tersebut sebelumnya dari BPKP.
Selain itu juga, artikel dari harian
Banjarmasin Post edisi Kamis, 5 Desember 2014
mengangkat judul “ Kinerja Pemprov Kalsel dinilai
tertinggi di tingkat nasional”, berdasarkan Laporan
Hasil Evaluasi (LHE) Sistem Akuntabilitas
Instansi Pemerintah (SAKIP) tahun 2013,
Pemerintah
Provinsi
Kalimantan
Selatan
mendapat predikat tertinggi bersama enam
Provinsi Lainnya yaitu: Kalimantan Barat,
Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Jawa Tengah,
38
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi...
Sarwani
Jawa Timur, dan Sulawesi Utara. Laporan Hasil
Evaluasi (LHE) Sistem Akuntabilitas Instansi
Pemerintah (SAKIP) bertujuan untuk menilai
implementasi dan perkembangan akuntabilitas
kinerja di lingkungan pemerintah Provinsi seluruh
Indonesia.
Berdasarkan surat nomor B/3845/M/PANRB/2013 tanggal 22 November 2013, Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia menyebutkan bahwa
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mendapat
nilai 66,18 atau dengan kategori penilaian “B”
intepretasi Baik. Adapun Rincian yang dinilai
yaitu: Perencanaan kinerja 23,46, Pengukuran
Kinerja 12,29, Pelaporan Kinerja 10,39, Evaluasi
Kinerja 6,28, selain itu pencapaian kinerja 13, 76
sehingga total mencapai 66,18 atau masuk kategori
Baik.
Beberapa rekomendasi yang disampaikan
oleh Menteri PAN-RB Republik Indonesia kepada
Pemerintah
Provinsi
Kalimantan
Selatan,
diantaranya yaitu meningkatkan kualitas evaluasi
kinerja internal dan meningkatkan kapasitas SDM
dalam bidang akuntabilitas dan manajemen kinerja.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis melihat
bahwa gaya kepemimpinan dan strategi
komunikasi merupakan salah satu faktor yang
menentukan dalam meningkatkan kinerja pegawai
di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
Menciptakan komunikasi yang baik dalam
lingkungan pekerjaan yang diharapkan dapat
mendukung kinerja lembaga harus diupayakan
oleh seorang pimpinan. Conrad (dalam Tubbs,
1997) menyatakan bahwa “Hubungan dalam
pekerjaan (komunikasi) mempengaruhi kinerja
pekerjaan (job performance)”. Ini berarti bahwa
gaya dan strategi pimpinan yang efektif
mempengaruhi
persepsi
pegawai
terhadap
pekerjaannya. Dari sini dapat diketahui bahwa
faktor komunikasi yang dilakukan pimpinan turut
menentukan dalam menciptakan kinerja pegawai
yang optimal.
Permasalah pada penelitian ini adalah, apakah
ada pengaruh antara gaya kepemimpinan dan
strategi komunikasi Sekda terhadap kinerja
pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan?
Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan
dan strategi komunikasi sekda terhadap kinerja
pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan bahan untuk pengembangan studi ilmu
komunikasi, khususnya dimensi komunikasi
pimpinan dalam organisasi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan masukan dan sumbangan pemikiran di
dalam memberikan alternatif pemecahan masalah
yang muncul dalam birokrasi, khususnya yang
berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan
strategi komunikasi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan
(knowledge) dan pengalaman (experience),
terutama dalam menganalisis suatu fenomena
komunikasi organisasi dan kelompok.
Hasil penelitian yang dilakukan di
Kalimantan Selatan ini diharapkan dapat menjadi
contoh dan rujukan dalam hal gaya kepemimpinan
strategi komunikasi yang efektif.
A.
Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
dengan antusias (Davis 1985). Yuki (1998),
menyebutkan, kepemimpinan merupakan proses
untuk mempengaruhi orang lain, untuk memahami
dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan
bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta
proses untuk memfasilitasi upaya individu dan
kolektif untukmencapai tujuan bersama.
Kemampuan pegawai mencapai tingkat
kinerja yang tinggi penting untuk peningkatan
kinerja organisasi yang efisien, efektif dan
produktif. Upaya peningkatan kinerja pegawai
menuntut peran manajemen dalam melakukan
pendekatan kepemimpinan efektif. Robbins (2003)
yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan
merupakan kemampuan untuk mempengaruhi dan
menggerakkan sekelompok orang bukan dengan
paksa untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Rivai (2004) Gaya kepemimpinan
adalah perilaku dan strategi sebagai kombinasi dari
falsafah, keterampilan,sikap yang sering diterapkan
39
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
seorang pemimpin ketika sedang mempengaruhi
bawahannya. Sedangkan menurut Davis (1985)
gaya kepemimpinan adalah pola tindakan
pemimpin secara keseluruhan seperti yang di
persepsikan oleh pegawainya
Pimpinan
dengan
kemampuan
yang
dimilikinya dapat mempengaruhi dan mendorong
pegawainya untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan diarahkannya dan diinginkannya agar dapat
mencapai tingkat kinerja yang diharapkannya
sehingga tujuan dan keberhasilan organisasi dapat
dicapai. Perilaku kepemimpinan manajer/sekda
akan tercermin dari gaya kepemimpinannya yang
muncul pada saat memimpin bawahannya.
Menurut Meredith (1984) dan Praningrum
(1998) pada dasarnya gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas cenderung menetapkan
sasaran dan rencana, mengarahkan dan mengawasi
pegawai secara tertutup, serta lebih menekankan
pada
pelaksanaan
pekerjaan
daripada
perkembangan dan pertumbuhan pegawai.
Sementara itu, gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan cenderung memotivasi
dan
membina
hubungan
dengan
bawahan/pegawai/anggota kelompoknya untuk
melaksanakan tugas dengan memberi kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan,
menciptakan
suasana
persahabatan,
serta
menciptakan hubungan saling percaya dan
menghormati/menghargai.
Berdasarkan hasil studi dari Universitas
Ohio, Yuki (1994) dan Thoha (1996) telah
mengidentifikasi adanya dua dimensi/ kelompok
perilaku
yang
mempengaruhi
efektivitas
kepemimpinan yaitu:
(1)
perilaku
yang
menerangkan pada Inisiatif Struktur (Initiative
Structure) dan (2) perilaku yang menekankan pada
pertimbangan (Consideration).
Sedangkan Lebih lanjut dijelaskan Thoha
(1996),
bahwa
Memprakarsai
Struktur
menggambarkan perilkau seorang pemimpin yang
mengatur dan menentukan pola organisasi, saluran
komunikasi, serta prosedur kerja yang jelas dalam
pencapain tujuan organisasi, sedangkan perilaku
Konsiderasi/Pertimbangan
menggambarkan
perilaku seorang pimpinan yang berusaha
menciptakan hubungan hangat antara pemimpin
dengan bawahan, saling percaya, kekeluargaan,
dan
kesetiakawanan,
serta
memberikan
penghargaan terhadap gagasan-gagasan bawahan.
B.
Strategi Komunikasi
Disamping Faktor kepemimpinan yang dapat
mempengaruhi kinerja karyawan dalam mencapai
keberhasilan organisasi, strategi komunikasi juga
di perlukan dalam mencapai suatu tujuan
organisasi. Beberapa ahli mendefinisikan strategi
komunikasi sebagai berikut: Menurut Effendy
(2006) strategi komunikasi adalah metode atau
langkah yang diambil untuk keberhasilan proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang
lain untuk memberitahu atau merubah sikap,
pendapat dan perilaku baik secara langsung (lisan)
maupun tidak langsung melalui media. Masih
menurut effendy, strategi memiliki fungsi ganda,
yaitu pertama menyebarluaskan pesan komunikasi
yang bersifat informatif, persuasif dan instruktif
secara sistematiskepada sasaran untuk memperoleh
hasil yang optimal. Kedua menjembatani
kesenjangan budaya (Culture gap).
Sedangkan menurut Arifin (1994) dalam buku
Strategi
komunikasi
menyatakan
bahwa
“sesungguhnya suatu strategi komunikasi adalah
keseluruhan keputusan kondisional tentang
tindakan yang akan dijalankan guna mencapai
tujuan”, jadi merumuskan strategi komunikasi,
berarti memperhitungkan kondisi dan situasi
(ruang dan waktu) yang akan dihadapi dan yang
mungkin akan dihadapi dimasa depan, guna
mencapai efektivitas
Berhasil-tidaknya kegiatan dalam suatu
organisasi secara efektif banyak ditentukan oleh
strategi komunikasi. Strategi pada hakekatnya
adalah perencanaan dan manajemen untuk
mencapai tujuan. Strategi tidak hanya berfungsi
sebagai peta jalan, tetapi juga menunjukkan
bagaimana taktik operasionalnya. Pengertian
strategi komunikasi dikemukakan Effendy (2000)
yaitu bahwa:
Strategi komunikasi adalah perencanaan
komunikasi dan manajemen komunikasi untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Strategi
komunikasi perlu disusun secara luwes sehingga
taktik operasional komunikasi dapat segera
40
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi...
Sarwani
disesuaikan
dengan
faktor-faktor
yang
berpengaruh.
Selanjutnya Pace, Peterson dan Burnett
(dalam Effendy 1989) menyatakan bahwa tujuan
dari strategi komunikasi adalah sebagai berikut: to
secure understanding, to establish motive action,
and to motive action. (”Untuk mencapai
pemahaman, memunculkan tindakan motif dan
mendorong tindakan”).
Dengan strategi komunikasi ini, berarti dapat
ditempuh beberapa cara memakai komunikasi
secara sadar untuk menciptakan perubahan pada
diri organisasi dengan mudah dan cepat. Dari
beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa strategi komunikasi adalah metode atau
langkah-langkah yang diambil utuk keberhasilan
proses
penyampaian
pesan
oleh
orang
lain/komunikator/pimpinan kepada orang lain
untuk memberitahu atau merubah sikap, pendapat
dan perilkau baik secara lisan maupun tidak
langsung melalui media untuk mencapai suatu
tujuan.
Smeltzer et al. (1991), Smelzer
menetapkan empat komponen yang dapat
menentukan keberhasilan strategi komunikasi,
yaitu terdiri dari:1 The Specific content of the
message, 2 The message's channel, 3. The time the
communication takes place dan 4. The
environment in which it occurs
C.
Menurut Mathias dan Jackson (2002) kinerja
pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberi kontribusi kepada
organisasi yang antara lain termasuk kuantitas
output, kualitas output, jangka waktu output,
kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif.
Kuantitas Output mengacu pada sejumlah hasil
yang dicapai. Kualitas output mengacu pada
akurasi dan margin kesalahan. Jangka waktu
output mengacu pada penyelesaian tugas dalam
waktu yang diperkenankan. Kehadiran di tempat
kerja mengacu pada ketaatan pada jadwal kerja
sebagaimana ditugaskan, dan sikap kooperatif
mengacu pada kerja sama dan komunikasi dengan
pnyelia dan rekan kerja.
Berdasarkan kerangka pikir, maka dapat
disusun hipotesis penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Ho: tidak ada pengaruh yang signifikan secara
simultan (bersama-sama)
antara
gaya
kepemimpinan dan strategi komunikasi
terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
Ha: ada pengaruh yang signifikan secara simultan
(bersama-sama) antara gaya kepemimpinan
dan strategi komunikasi terhadap kinerja
pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
Kinerja Pegawai
II. METODOLOGI
Pada saat ini pentingnya peranan sumber
daya manusia tercermin dari kebutuhan organisasi
untuk membuat strategi sumber daya manusia nya
sendiri. Sumber daya manusia merupakan tulang
punggung kehidupan organisasi. Keberhasilan
organisasi sangat bergantung pada kualitas sumber
daya manusia yang bersangkutan, sehingga perlu
memiliki karyawan yang berkemampuan tinggi
dan berkembang baik untuk meningkatkan kinerja
yang tinggi (Achmad 2004).
Gibson, dkk (1997) menyatakan kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Selanjutnya Alwi
(2001) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil
kerja baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Tipe penelitian adalah penelitian kuantitatif
dengan metode survei yaitu mengambil sejumlah
responden sebagai sampel, dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok
(Singarimbun 2012), Dalam penentuan jumlah
sampel Arikunto (2002) mengatakan apabila
subyeknya kurang dari 100 maka sampel yang
digunakan adalah seluruhnya. Apabila subyeknya
lebih dari 100 maka sampel yang diambil adalah
10-15 persen atau 20-25 persen atau lebih dari
populasi yang digunakan.
Untuk menentukan jumlah sampel total yang
akan di ambil dalam penelitian ini sebesar 25 %
dari masing –masing unit kerja dari jumlah
populasi. jumlah populasi sebanyak 488 orang dan
teknik Pengambilan Sampel yaitu : Proposional
41
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
Tabel 1. Hasil Uji F (Anovab)
Table 1. Result of F Test (Anovab)
Model
1
Sum of Squares
Regression
Mean Square
1021,936
2
510,968
335,984
109
3,082
1357,920
111
Residual
Total
Df
Keterangan:
- Prediktor: (Konstant) Gaya Kepemimpinan
Strategi Komunikasi
- Variabel Tidak Bebas: Kinerja Pegawai
F
Sig.
165,768
,000a
Remarks:
- Predictors: (Constant): Leadership Style
Communication Strategy
- Dependent Variable: Employee Performance
Pada Tabe 2 yang menunjukan Coefficients
(α), kolom Unstandardized Coefficents dengan
subkolom B merupakan koefisien yang
menunjukkan harga Constan b0, harga b1 dan b2.
Dari ketiga koefisien ini kemudian dimasukkan
kedalam persamaan :
Sratified Random sampling sehingga didapat
sampel sebanyak 112 orang pegawai . Teknik
pengujian Instrumen yaitu : uji Validitas (teknik
Korelasi Product moment) dari Karl Pearson dan
Uji reliabilitas adalah
yaitu
teknik Alpha
Cronbach. Teknik Analisis data: tabel Frekuensi,
Uji hipotesis: Uji F dan Uji R². Uji asumsi Klasik
yaitu :Uji multi Kulinearitas, Uji Heteroskedesitas
dan uji Normalitas.
𝑌̂ = 𝑏0 + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2
sehingga persamaan regresi menjadi:
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
𝑌̂ = 3,218 + 0,374𝑋1 + 0,266𝑋2
A. Hasil Hipotesis / Uji F
Pada hasil perhitungan F diperoleh koefisien
sebesar 165,769. Hasil uji F menunjukkan bahwa
nilai F hitung sebesar 165,769 lebih besar dari nilai
F tabel sebesar 3,08. Hal ini juga ditunjukkan
dengan nilai signifikansi (p) yaitu sebesar 0,000
lebih kecil dar 0,05 sebagai taraf yang telah
ditetapkan (α). Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa secara bersama-sama gaya kepemimpinan
dan strategi komunikasi memiliki pengaruh
terhadap kinerja pegawai. Lebih jelas dapat dilihat
pada tabel Tabel ANOVA (b) di Tabel 1.
Sehingga dapat diartikan bahwa kenaikan skor
rata-rata gaya kepemimpinan sebesar 1 kali, akan
meningkatkan skor rata-rata kinerja pegawai
sebesar 0,734 dan peningkatan skor rata-rata
Strategi Komunikasi maka akan meningkatkan
Kinerja Pegawai sebesar 0,266 pada konstanta
3.128.
Tabel 2. Koofesien
Table 2. Coofecients
Model
1
Koofesien Tidak Standar
(Unstandardized Coofecient)
B
Std. Error
Konstanta
(Constant)
Gaya Kepemimpinan
Strategi Komunikasi
Keterangan:
- Variabel Tidak Bebas: Kinerja Pegawai
3,218
2,224
0.374
0,266
0,033
0,096
Koofesien Standard
(Standardized Coofecient)
Beta
t
0,735
0,180
1,447
0,151
11,331
2,775
,000
0,007
Remarks:
- Dependent Variable: Employee Performance
42
Sig.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi...
Sarwani
Tabel 3. Hasil Uji Determinasi
Table 3. Result of Determination Test (R2)
Model
1
B.
R
0.868a
R Square
Penyesuaian R Square
(Adjusted R Square)
0,753
Estimasi Standar Error
(Std. Error of the Estimate)
0,748
Uji Determinasi (R2)
1,75568
mendekati 1 (Santoso 2002). Perhitungan
multikolinearitas lebih rinci dapat dilihat pada
Tabel 4.
Uji determinasi dilakukan untuk mengetahui
kelayakan suatu model regresi yang digunakan.
Hasil uji determinasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil uji determinasi (R2) yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Adjusted R
Square. Nilai Adjusted R Square yang dihasilkan
sebesar 0,748 setara dengan nilai 74,8%. Hal ini
berarti bahwa variabel independen (X) yang terdiri
dari gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi
mampu
menerangkan
kejadian
variabel
independennya (Y) yaitu kinerja pegawai sebesar
74,8%, selebihnya sebesar 25,2% diterangkan
variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian
ini.
Tabel 4. Uji Multikolinearitas
Table 4. Multicoliniearity Test
Variabel
X1
X2
Tolerance
0,539
0,539
VIF
1,854
1,854
Keterangan
Tidak Terjadi
Multikolinieritas
Hasil analisis menunjukkan nilai VIF
(Variance Inflation Factors) dari masing-masing
variabel ada sekitar angka 1 demikian juga nilai
toleransi dari seluruh variabel bebas