ZAKAT FITRAH DAN PERMASALAHANNYA

ZAKAT FITRAH
DAN
PERMASALAHANNYA
Oleh :
Ust. Drs. H. Atho’illah Wijayanto
Ketua LBM NU Kota Malang
Pengasuh PP. MAMBAUL HUDA
BANDULAN – MALANG
 
 Makalah yang Disampaikan dalam Acara Seminar
di Aula Kementrian Agama Kota Malang
Kamis, 09 agustus 2012

ZAKAT FITRAH
(ZAKATUN NAFS)

I. MAKNA ZAKAT FITRAH
Ibnu Qutaibah berkata : “Yang dimaksud dengan zakat fitrah adalah
zakat jiwa”.Nama ini diambil dari kata fitrah yang berarti asal
kejadian.Dengan demikian, zakat fitrah adalah zakat sebagai pembersih
jiwa, sebagaimana zakat mal sebagai pembersih harta dari hak-hak

mustahiq.
Dan zakat fitrah ini merupakan salah satu dari kekhususan umat ini
yang menurut pendapat yang masyhur, bahwasannya zakat fitrah ini
disyariatkan pada tahun yang kedua Hijriah dua hari sebelum ‘Idul Fitri
yang tentu salah satu tujuan pentingnya adalah sebagai penutup dari
kholal (kekurangan) yang terjadi di waktu puasa Romadhon.
Sebagaimana sujud sahwi itu menutup kekurangan yang terjadi di dalam
sholat. Dan itulah yang dikatakan oleh Imam Waqi’ bin Al-Jaroh yang
beliau adalah satu guru Imam Syafi’i.

Sedangkan beberapa hadits yang membahas tentang zakat fitrah ini antara lain :
Hadits yang berasal dari sahabat Abdulloh bin Umar r.a, yang dia berkata :

‫َفرَضَ رَسُوْلُ اِ صَلّى اُ عَلَيْ ِه وَسَلّمَ زَكَاةَ اْلفِطْ ِر‬
‫علَى اْلعَبْ ِد وَاْلحُ ّر‬
َ ‫ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْ ٍر‬،ٍ‫صَاعًا ِمنْ تَمْر‬
‫وَال ّذكَ ِر َاووْلُنْثَى وَالصّغِيْ ِر وَاْلكَبِيْ ِر مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَأَمَ َر‬
‫ (متفق‬.ِ‫خ ُر ْووجِ النّاسِ إِلَى الصّلَة‬
ُ َ‫بِهَا أَنْ تُ َؤدّى قَبْل‬
“Rosululloh Saw. telah Mewajibkan menunaikan zakat ftrah berupa

satu
)‫عليه‬
sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi seorang budak, orang merdeka,
laki-laki, perempuan, anak kecil, maupun orang dewasa dari kalangan
umat Islam.Dan beliau memerintahkan zakat ftrah itu untuk
dilaksanakan sebelum keluarnya manusia menuju sholat ‘Idul Fitri.”
(Muttafaq
‘alaih)

Hadits yang berasal dari sahabat Ibnu Abbas r.a, yang dia berkata
َ
ُ ‫و‬
‫ر‬
َ ‫ه‬
ِ ْ ‫م َزكَاةَ ا‬
ِ ْ ‫علَي‬
ِ ‫ل الل‬
َ ‫و‬
ُ ‫ض َر‬
َ ّ ‫سل‬

ُ ‫صلّى الل‬
َ ‫ه‬
َ ‫ف َر‬
َ ‫ه‬
ْ ‫س‬
ِ ْ‫لفط‬
َ ‫الر‬
.‫ن‬
ً ‫م‬
ِ ‫ف‬
ِ ِ ‫صائِم‬
ْ ُ‫وط‬
َ ‫م‬
ْ ُ‫ط‬
َ ‫م‬
َ ْ ‫ة لِل‬
َ ‫ع‬
ّ ‫ه َرةً لِل‬
َ ‫ث‬
ّ ‫و‬

َ ‫ْو‬
ِ ‫ن اللّغ‬
ِ ْ ‫ساك ِ َي‬
َ ‫فمن أ‬
َ
َ
َ
ْ
َ
َ
َ
‫ها‬
‫م‬
‫و‬
‫ة‬
‫ل‬
‫و‬
‫ب‬
‫ق‬
‫م‬

‫ة‬
‫ا‬
‫ك‬
‫ز‬
‫ي‬
‫ه‬
‫ف‬
‫ة‬
‫ل‬
‫الص‬
‫ل‬
‫ب‬
‫ق‬
‫ا‬
‫ه‬
‫ا‬
‫د‬
ٌ
ٌ
َ ‫ن أدّا‬

َ
َ
ِ
ُ
ْ
ّ
ْ َ َ
ْ َ َ
َ
ّ
ْ
َ ِ
َ َ‫صد‬
َ َ‫صد‬
َ ‫ة‬
‫ات (رواه أبو داود‬
ٌ ‫ق‬
ِ ‫ق‬
ِ َ ‫صل‬
ْ َ‫ب‬

َ ‫ة‬
ّ ‫ن ال‬
َ ‫ي‬
ّ ‫عدَ ال‬
َ ‫ه‬
ِ ‫م‬
ِ ‫ف‬
)‫وابن ماجه وصححه الحاكم‬
“Rosululloh Saw. telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah
sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari ucapan keji dan tidak ada
gunanya, juga untuk memberi makan kepada orang-orang miskin.Maka
barang siapa yang menunaikan zakat fitrah sebelum sholat ‘Id, maka itu
adalah zakat yang diterima, sedang siapa yang menunaikannya setelah
sholat ‘Id maka hanya bernilai sedekah biasa.”(H.R Abu Dawud, Ibnu
Majah dan dishohihkan oleh Imam Hakim)

II. BEBERAPA HIKMAH ZAKAT FITRAH
Adapun hikmah diwajibkannya zakat fitrah dalam bulan Romadhon atau di waktu

Maghrib pada tanggal 1 Syawwal itu adalah :

Menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap fakir miskin. Diharapkan dengan zakat yang
diberikan, mereka tercukupi kebutuhannya pada saat hari raya dan dapat bersuka cita
bersama lainnya.
Bagi yang menunaikannya, hal tersebut sebagai pembersih dari kekhilafan-kekhilafan
yang dilakukan saat berpuasa. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dari sahabat Ibnu
Abbas r.a yang dia telah berkata :
 “Rosululloh SAW. telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebagai penyuci
bagi orang yang berpuasa dari ucapan keji dan tidak ada gunanya, juga untuk memberi
makan kepada orang-orang miskin. Maka barang siapa yang menunaikan zakat fitrah
sebelum sholat ‘Id, maka itu adalah zakat yang diterima, sedang siapa yang
menunaikannya setelah sholat ‘Id maka hanya bernilai sedekah biasa”.

III. KEPADA SIAPA ZAKAT FITRAH DIWAJIBKAN ?

Kewajiban zakat ftrah ini dibebankan kepada setiap orang yang
memiliki tiga syarat
 Beragama Islam, maka zakat ftrah tidak diwajibkan bagi
seorang yang kafr ashliy kecuali dia mengeluarkan zakat ftrah
orang muslim yang ia tanggung nafkahnya yang bentuknya bisa
jadi adalah budak atau karib kerabatnya yang Islam.

 Dia menemui atau masih hidup diwaktu wajibnya zakat ftrah
yaitu dia menemui sebagian akhir dari bulan Romadhon dan
awal dari bulan Syawwal.
 Terdapat kelebihan dari makanan pokok yang dia dan
keluarganya konsumsi pada malam dan siangnya ‘Idul Fitri’
dan juga merupakan kelebihan dari pakaian yang layak, tempat
tinggal dan pembantu yang memang dibutuhkan olehnya.

Dan apabila seseorang telah mengumpulkan syarat-syarat tersebut di atas, maka
wajiblah baginya untuk mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri.
Kemudian setelah dirinya terpenuhi, siapa lagi yang ia harus bayarkan dari
orang-orang yang ditanggungnya. Maka, dalam hal ini urutannya adalah sebagai
:berikut






Istrinya

Anaknya yang masih kecil
Bapaknya
Ibunya
Anaknya yang sudah besar
Ini semua berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Imam Muhammad
Az-Zuhri Al-Ghomrowi dalam kitabnya Anwarul Masalik:
“Dan barang siapa yang diawajibkan atasnya zakat ftrah dan
mendapatkan sebagian darinya, maka dirinyalah yang didahulukan
(untuk dikeluarkan zakatnya) kemudian istrinya, lalu anaknya yang
kecil kemudian bapaknya kemudian ibunya kemudian anakanya yang
besar (yang belum bekerja Tausyih ‘Al Fathil Qorib Al-Mujib, hal. 107

IV. JENIS
FITRAH

DAN

UKURAN

ZAKAT


 Barang yang digunakan zakat ftrah adalah makanan pokok yang

wajib ada pada tempat muzakki mengeluarkan zakat ftrahnya.
Hal ini dikarenakan tujuan dari zakat ini tiada lain adalah untuk
mengenyangkan fakir miskin dan mustahiq-mustahiq lain pada
malam dan siang hari raya tersebut. Jadi jelasnya orang yang
berada di daerah Jawa kalau dia hendak mengeluarkan zakat
ftrahnya, hendaknya dia mengeluarkan zakat dalam bentuk
makanan pokok penduduk jawa, yaitu beras, karena inilah yang
dijadikan makanan pokok pada lazimnya, walaupun makanan
pokok dari muzakki tersebut bukan beras. Dan pendapat Ulama’
yang menyatakan bahwa zakat ftrah hendaknya berdasarkan
makanan pokok dari muzakki, munurut Imam Al-Qolyubi adalah
pendapat yang marjuh (lemah) dibanding pendapat pertama dan
tidak boleh dipergunakan patokan dan sandaran hukum.

Adapun kadar dan ukuran zakat ftrah adalah satu sho’ yang pernah dipakai Rasulullah SAW yang menurut ukuran kita adalah:






1 Sho’= 4 Mud
1 Mud = 600 gram
4 Mud = 2400 gram = 2,4 Kg
Jadi, ukuran satu Sho’ itu sama dengan ukuran 2,4
Kg pada saat ini, yang biasanya dibulatkan menjadi
2,5 Kg. sesuai hasil konversi yang disebutkan dalam
kitab Mukhtashor Tasyyid al-Bunyan, satu sho’
setara dengan 2,5 kilogram. Sedang kadar zakat
ftrah yang harus ditunaikan dalam bentuk satu sho’
dari makanan pokok (beras putih) menurut hasil
konversi K.H Muhammad Ma’shum bin Ali KuaronJombang setara dengan 2,720 kilogram beras putih
dala kitabnya Fathul Qodir f ‘Ajaibil Maqodir.

Disamping itu yang perlu kita perhatikan dalam berzakat, adalah memilih
barang yang baik bahkan mungkin juga yang terbaik dalam pelaksanaan
zakat tersebut, karena tujuan kita dalam berzakat adalah ibadah dalam
mencari keridhoan Allah disamping kerelaan dan rasa suka dari orang yang
kita zakati, dengan kita melaksanakan yang demikian ini, niscaya ibadah
kita mendapatkan pahala, dan di sisi lain mereka merasa senang dengan
apa yang kita berikan ini. Tapi, apabila yang kita berikan dari barang zakat
adalah mutunya jelek, barang curian dan sebagainya, maka Imam Sayyid
Bakri Syatho menyatakan zakat kita belum mencukupi atau dianggap
belum berzakat.
 “Dan tidaklah mencukupi mengeluarkan satu sho’ makanan

yang tercela atau ada cacatnya seperti barang penipuan,
atau ada ulatnya, atau terlalu lama disimpan sehingga
berubah warnanya, rasa atau baunya. Maka, ditentukanlah
pengeluarannya adalah satu Sho’ yang baik dan tidak
cacat”. 

V. WAKTU-WAKTU MENGELUARKAN
ZAKAT FITRAH

Adapun waktu-waktu mengeluarkan zakat
ftrah itu menurut para ulama ada lima waktu
yang perlu diperhatikan, hal ini dijelsakan
oleh As-Sayyid Bakri Syatho yang uraiannya
adalah sebagai berikut:

Pendeknya bahwasannya zakat fitrah itu ada lima waktu:
- Waktu jawaz (boleh)
- Waktu wujub (wajib)
- Waktu fadlilah (utama)
- Waktu karohah (makruh)
- Waktu hurmah (harom)
 Adapun waktu jawaz adalah awal bulan; waktu wujub adalah

ketika tenggelamnya matahari; waktu fadlilah ialah sebelum
keluar untuk sholat; wktu karohah ialah ketika
mengakhirkannya dari sholat Id kecuali ada udzur seperti
menunggu kerabat den=kat atau orang yang sangat
membutuhkan;
sedangkan
waktu
karohah
ketika
mengakhirkannya dari sholat Id tanpa ada udzur syar’i.

VI. PEMBAGIAN ZAKAT KEPADA 8 GOLONGAN YANG BERHAK
MENERIMA ZAKAT (AL-ASNAFUS TSAMANIYAH)

Zakat fitrah yang telah dibahas pada pembahasan ini haruslah diserahkan
pada 8 golongan penerima zakat yang telah disebutkan oleh Allah dalam
Al-Quran yang biasa kita sebut dengan Al-Ashnafus Tsamaniyah.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

‫سا ِك ْي ِن َو ا ْل َعا ِملِ ْي َن َعلَ ْي َها َو ا ْل ُم َؤلّفَ ِة قُلُ ْوبُ ُه ْم َو‬
ّ ‫إِنّ َما ال‬
َ ‫ص َدقَاتُ لِ ْلفُقَ َرا ِء َو ا ْل َم‬
(60 :‫ )التوبة‬.‫س ِب ْي ِل‬
ّ ‫ا َو ا ْب ِن ال‬
َ ‫ب َو ا ْل َغا ِر ِم ْي َن َو فِ ْي‬
ِ ‫س ِب ْي ِل‬
ِ ‫فِي ال ّرقَا‬
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah diberikan kepada orang-orang fakir,
orang-orang miskin, para pekerja urusan zakat, orang-orang yang
dijinakkan hatinya (karena baru memeluk islam), hamba sahaya yang
sedang berikhtiyar menembus dirinya untuk menjadi orang yang
merdeka, orang-orang yang punya hutang (kerena kepentingan agama),
orang-orang yang berjuang di jalan Allah (tanpa gaji dari pemerintah)
dan musafir yang kehabisan bekal tatkala berada di perjalanan.”

Pada ayat ini ada lafadz‫ إإنّ َما‬yang faidahnya untuk
Lil Khashri (menyempitkan)
 artinya pembagian zakat ataupun zakat fitrah hanya dibatasi dan disempitkan

hanya 8 golongan saja yang lain tidak boleh, sedang empat golongan pertama
dalam ayat ini menggunakan “huruf jer Lam yang bermakna (memiliki).
Sedangkan, empat golongan yang lainnya digandeng dengan huruf jer Fi yang
bermakna dzorfiyah yang berarti menempati. Hal ini berarti bahwa untuk
fuqoro’, masakin, muallaf, dan amil, maka zakat itu mutlak milik mereka
dengan pembagian yang telah ditentukan oleh agama dan tidak boleh ditarik
kembali dari tangan mereka.
 Sedangkan untuk budak, ghorim, pejuang di jalan Allah dan ibnu sabil
(musafir) zakat tersebut bukanlah milik mereka, tetapi mereka hanya bisa
menggunakan, sedangkan apabila terdapat kelebihan dari kebutuhannya harus
dikembalikan pada muzakki, amil/panitia.
 Adapun 8 golongan yang berhak mendapat zakat maal dan fitrah perinciannya

Fakir
 Fakir adalah orang yang tidak punya harta benda

dan pekerjaan sama sekali atu orang yang punya
harta atau pekerjaan tetapi tidak mencukupi
kebutuhannya.
 Gambaran yang lebih konkrit dari makna ini adalah
apabila ada orang yang kebutuhan sehari-harinya
10 dirham, sedangkan yang ia peroleh hanya 2
dirham saja. Sekalipun ia memiliki rumah yang ia
tempati,
memakai
pakaian
yang
menjadi
perhiasannya
ataupun
juga
ia
mempunyai
pembantu yang memang ia butuhkan, maka
demikian ini tetaplah ia dikatakan fakir.

Miskin
 Miskin adalah orang yang memiliki harta yang

hampir mencukupi kebutuhannya tapi tidak cukup
untuk
menutupi
seluruh
kebutuhan
kesehariannya.
 Misal dari orang miskin ini adalah orang yang
kebutuhannya 10 dirham tapi ia hanya memiliki 7
dirham saja. Sedang maksud dari ucapan dalam
defnisi yaitu segala sesuatu yang mencukupinya
secara wajar dan tidak berlebih-lebihan seperti
makanan, minuman dan paikan yang umum dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan
kebutuhan sehari-hari yang tidak berlebih-lebihan.

Amil
 Amil adalah orang yang diperkerjakan oleh

imam untuk mengambil zakat kemudian
membagikannya kepada para mustakhiq
zakat, sebagaimana yang dijelaskan oleh
Alloh SWT dalam Al-Qur’an. “Dan boleh bagi
amil untuk mengambil bagian dari zakat
dengan syarat tertentu karena dia termasuk
bagian dari Asnafus Tsamaniyah yang disebut
dalam Al-Qur’an.”

Mu’allaf
 Lafadz

Al Mu’allaf Kulubuhum dari segi
bahasa
artinya
yang
artinya
adalah
“dilemahkan,” Sedangkan makna muallaf
adalah : Orang yang masuk islam, sedangkan
niatnya masih lemah maka di lunakkan
hatinya dengan di beri zakat untuk
menguatkan imannya atau tokoh yang masuk
islam dan niatannya sudah kuat dan dia
punya kemulyaan/wibawa pada kaumnya,
sehingga
dengan
memberinya
zakat
diharapkan kaumnya akan masuk kedalam
agama islam.

Ar Riqob
 Riqob adalah budak-budak mukathab (yang

ingin memerdekakan diri) yang perjanjian
kitabahnya sah; mukatab diberi oleh tuannya
ijin untuk mencari dana guna menebus
tunggakan angsuran kemerdekaan baginya, jika
ia tidak mampu melunasinya, sekalipun ia rajin
bekerja, tetapi tidak boleh diberi dari zakat
tuannya, karena dirinya masih tetap menjadi
milik sang tuan.

Ghorim

 Ghorim adalah orang yang berhutang buat

diri sendiri untuk kepentingan yang bukan
maksiat maka Ghorim ini boleh diberi bagian
zakat bila tidak mampu melunasi hutangnya,
sekalipun rajin bekerja, sebab pekerjaan itu
tidak bisa menutup kebutuhannya untuk
melunasi hutang bila telah tiba saat
pembayarannya.

Sabilillah
Sabilillah adalah pejuang agama sukarelawan (yang tidak dibayar oleh

pemerintah) sekalipun kaya, maka pejuang diberi bagian sebagai nafkahnya,
pakaiannya dan juga untuk keluarganya, selama masa ia bepergian (untuk perang)
dan pulang. Demikian pula diberi biaya (untuk membeli) alat
peperangan/perjuangan.
Adapun ucapan sebagian ulama termasuk Imam Qoffal bahwa maksud dari lafadz
Fi Sabilillah adalah “Sabilil Khoir” ( jalan kebaikan apa pun), sehingga zakat
boleh diberikan untuk pembangunan masjid, pembangunan pondok, membeli kain
kafan untuk mayyit dan sebagainya. Maka Pendapat yang demikian ini adalah
pendapat yang lemah seperti yang diputuskan dalam Mu’tamar Nahdhotul Ulama’
, dan hal ini sesuai dengan pernyataan kitab Rohmatul Ummah yang menyatakan

‫ت‬
ْ ‫اج لِبِنَا ِء َم‬
ٍ ّ‫س ِج ٍد َو تَ ْكفِ ْي ِن َمي‬
ِ ‫َو اتّفَقُ ْوا َعلَى َم ْن ِع ْا ِل ْخ َر‬

Dan seluruh ulama’ bersepakat atas tercegahnya/dilarangnya mengeluarkan

zakat untuk pembangunan masjid dan mengkafani mayit.

Ibnu Sabil

 Ibnu Sabil adalah musafir yang melewati daerah zakat atau

memulai kepergiannya yang diperbolehkan syara’ dari daerah
zakat, sekalipun untuk pesiar atau ia rajin bekerja; lain halnya bila
musafir berbuat maksiat kecuali apabila ia bertaubat atau musafir
tanpa tujuan yang benar, misalnya orang berpetualang.
 Musafir yang demikian ini diberi bagian secukupnya yaitu
kebutuhannya dan kebutuhan pesertanya yang menjadi
tanggungannya, baik biaya nafkah, pakaian, selama pergi sampai
pulang, jika tidak memiliki harta di tengah perjalanan atau tempat
tujuannya.
 Inilah delapan golongan yang berhak untuk menerima zakat dan
selain apa yang telah kami terangkan dalam risalah ini tidak berhak
untuk menerima zakat apapun juga.

AMIL DAN
PANITIA ZAKAT FITRAH

AMIL DAN PANITIA ZAKAT FITRAH
 Di Indonesia, Ketika Bulan Ramadhan seperti

saat ini banyak kita jumpai disekitar kita
badan-badan tertentu, yang telah menamakan
dirinya Amil atau Panitia Zakat. Maka dalam
hal ini ada beberapa point yang harus
diperhatikan
bagi
orang
yang
ingin
membuatnya

Definisi Amil Zakat adalah :
‫خذِ ال ّزكَوَاتِ لِيَدْ َفعَهَا‬
ْ َ ‫عمَلَهُ اْلِمَامُ عَلَى أ‬
ْ َ‫ه َو الّذِي اسْت‬
ُ ‫ل‬
ُ ِ‫العَام‬
.‫ه َتعَالَى‬
ُ ‫ه اللّو‬
ُ َ‫حِّيْهَا َكمَا أَمَر‬
ِ َ‫ست‬
ْ ُ‫إِلَى م‬
 Amil adalah orang yang diperkerjakan oleh imam untuk mengambil zakat

kemudian membagikannya kepada para mustakhiq zakat, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Alloh SWT dalam Al-Qur’an.
 Dari definisi diatas dapat kita fahami kalau ada perorangan, kelompok, lembaga
ditengah masyarakat seperti NU dan sebagainya. Membuat amil Zakat, maka
tidak sah sebab tidak diangkat oleh imam (pemerintah). Sehingga tidak boleh
bernama amil harusnya adalah “Panitia Zakat” yang dengan demikian dia tidak
boleh mengambil bagian dari zakat fitrah sebab tidak termasuk delapan
golongan yang disebut didalam QS. At Taubah 60. Dan sebagaimana ditegaskan
dalm Ahkamul Fuqoha’, Keputusan Nomor 286, yang menyatakan : Panitia
pembagian zakat yang ada pada waktu ini, tidak termasuk amil zakat menurut
agama islam, sebab mereka tidak diangkat oleh imam atau kepala negara.

Panitia zakat posisinya sebagai wakil (orang yang diberi
wewenang menyampaikan zakat fitrah) dari muzakki (orang yang
berzakat) yang disebut “Muwakkil,” oleh karena adanya wakalah
maka si panitia tidak boleh sama sekali mengambil, menjual
beras zakat fitrah. Tetapi harus menyampaikan benar-benar
kepada mustahiq (orang yang berhak menerima zakat fitrah).

Maka Praktek sebagian panitia yang mengambil sebagian
beras zakat fitrah yang belum dibagikan ke mustahiq dalam
bentuk menjualnya kemudian digunakan konsumsi panitia ,
membeli plastik kresek, dan sebagainya, yang digunakan
untuk kelancaran panitia adalah bentuk pengkhianatan dan
kedholiman wakil atas barang yang dititipkan padanya dan
hukumnya dosa serta wajib mengantinya.

 Sekalipun

panitia bukanlah amil, tetapi
kerjanya tidak ada bedanya dengan amil maka
pantaslah panitia mendapatkan apresiasi,
Sebagaimana Hadist Nabi yang berbunyi :

‫ق‬
ّ َ‫صودَقََِ بِا ْلح‬
ّ ‫لو عَلَى ال‬
ُ ِ‫صولّى ا ُعَلَيْ ِهو وَسَلّمَ العَام‬
َ ُ‫ْيَُِوْل‬
‫سوبِيْلِ اِ عَزّ وَجَلّو حَتّى‬
َ ‫لِ َوجْ ِهو اِ تَعاَ َلوى كَالْغَازِ ِفوِي‬
)‫ْيَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ (رواه أحمد‬
 Bersabdalah Nabi Muhammad saw, Amil zakat

dengan cara yang benar (menurut agama)
karena Alloh SWT semata, Pahalanya seperti
orang yang berperang menegakkan agama
Alloh, sehingga ia kembali ke keluarganya.

 Dan Hadist lain yang menandaskan
ُ‫علَيْكُمْ مَشَا ِرق‬
َ ُ‫علَ ْيهِ وَسَلّمَ؛ إَنّ ُه سَتُفْتَح‬
َ ُ ‫ْيَُِ ْولُ صَلّى ا‬
َ‫عمّالَهَا فِِي النّا ِر إِل ّ مَنِ اتّق‬
ُ ّ‫اْلَرْضِ وَ َمغَارِبُهَا وَ إِن‬
.َََ‫جلّ وَ أَدّى اْلَمَان‬
َ َ‫ع ّز و‬
َ ُ‫ا‬
 “Sesungguhnya akan dibukakan untuk kalian

dunia
timur
dan
dunia
barat
dan
sesungguhnya para amil akan masuk ke
neraka keculi mereka yang bertaqwa kepada
Alloh SWT dan menyampaikan amanat.”

 Hendaknya dana operasional panitia tidak

diambilkan dari beras zakat fitrah, atau dana
masjid (ketika panitia berada di masjid) tetapi
di usahakan dari shodaqoh biasa, yang
memang
kita
minta
akadnya
untuk
kemaslahatan, operasional dan kelancaran
panitia zakat.

Agar zakat fitrah ini bisa sampai pada mustahiqnya maka
syarat-syarat amil, lebih baik juga di penuhi oleh para panitia
zakat yaitu antara lain:
 Mengerti masalah zakat yang dipercayakan padanya;
 Seorang Muslim
 Mukallaf;
 Merdeka;
 Adil;
 Mendengar/Tidak Tuli;
 Melihat/Tidak Buta;
 Laki-laki, karena amil adalah bagian dari pemimpin.

CARA PEMBAGIAN
ZAKAT FITRAH

 
CARA PEMBAGIAN ZAKAT FITRAH

 Sebelum membagi zakat, seseorang pemilik zakat/amil zakat yang

ditugaskan imam untuk membagikan barang zakat hendaknya
mengetahui golongan-golongan orang di beri zakat. Agar sasarannya
sesuai dengan yang diharapkan oleh syari’at agama, yang syaratsyaratnya sebagaimana yang telah kami terangkan pada pembahasan
sebelumnya, setelah itu zakat hendaknya dibagikan secara merata
kepada golongan penerima zakat yang di daerah tersebut. Inilah
ketentuan yang ada pada mazhab Imam Syafi’i yang kita ikuti. Tetapi
apabila hal ini sulit dilakukan oleh pembagian zakat semacam amil,
maka ada sebagian ulama’ seperti Imam Ibnu Ujail yang membolehkan
membagi zakat kepada satu golongan saja seperti kepada fakir atau
miskin saja ataupun zakat itu diberikan kepada satu orang saja asal
termasuk dalam kategori Asnafus Tsamaniyah. Hal yang semacam ini
terungkap dalam keterangan kitab Bughyatul Musytarsyidin :

َ‫ستِيْعَابِ الْمَوْجُوْدِ ْْينَ ِمن‬
ْ ‫ن َمذْهَبَ الشّافِعِِي وُجُوْبُ ا‬
ّ ِ‫ء إ‬
َ ‫ل َ خَفَا‬
ِ‫ف فِِي الزّكَاةِ وَ الْفِطْرَةِ وَ َمذْهَبُ الثّل َ َثَِ جَوَازُ اْلِقْتِصَار‬
ِ ‫صنَا‬
ْ َ ‫اْل‬
‫ب إِلَيْ ِه‬
َ َ‫صبُحِِي وَ َذه‬
ْ َ ‫جيْلٍ وَ اْل‬
َ ُ‫ن ع‬
ُ ْ‫ف وَاحِدٍ وَ أَفْتَى ِبهِ اب‬
ٍ ْ‫صن‬
َ ‫عَلَى‬
َ‫جوْزُ َتِْلِيْدُ هؤُلَءِ فِِي نَِْلِهَا و‬
ُ َ‫سرِ اْل َ ْمرِ وَ ْي‬
ْ ُ‫ن لِع‬
َ ْ‫أَكْثَرُ الْمُتَأَخّرِْي‬
ُ‫شخْصٍ وَاحِدٍ كَمَا أَفْتَى بِ ِه ا ْبنُ عُجَيْلٍ وَ غَيْرُه‬
َ ‫عهَا إِلَى‬
ِ ْ‫دَف‬.
 “ Tidak disangsikan lagi, sesungguhnya mazhab Syaf’i  
mewajibkan pemerataan zakat maal dan zakat ftrah pada
mustahiq yang ada, yang termasuk dalam Asnafus Tsamaniyah .
Sedangkan madzhab selainnya (Maliki, Hanaf dan Hambali)
membolehkan menyerahkan zakat pada satu orang saja. Dan
berfatwalah Imam Ibnu Ujail dan Imam Asbukhy dengan
pendapat yang membolehkan ini. Dan pendapat senada dengan
ini dilakukan oleh sebagian besar ulama’ muta’akhirin. Hal ini
disebabkan sulitnya dan boleh bertaqlid kepada mereka
didalam mengambil dan menyerahkan zakat kepada satu orang
saja, sebagaimana di fatwakan oleh Imam Ujail dan lainnya.

Dalam hal ini Imam Ibnu Hajar Al Haitami juga sependapat
dengan Imam Ujail, beliau berkata dalam kitabnya Syarhul Ubab,
membolehkan
akan
kebolehan
hal
itu

 َ
ُ ّ‫اْلَئِم‬

َ‫ب قَال‬
ِ ‫عبَا‬
ُ ْ‫وَقَالَ ابْنُ حَجَرٍ فِِي شَرِْْ ال‬
‫الثّلَثَ َُ وَ كَ ِثيْرُوْنَ ْيَجُ ْوزُ صَرْ ُفهَا إِلَى شَخْصٍ وَاحِ ٍد‬
‫ف‬
ِ ‫مِنَ اْلَصْنَا‬
 Berkatalah Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Kitab

Sarhulul Ubab : Berkatalah tiga Imam Madzhab
(selain Imam Syafi’i) dan sebagian besar ulama’
tentang bolehnya menyerahkan zakat kepada satu
orang saja yang berhak menerima zakat.”

Adapun bagi pemilik zakat, sekali-kali tidak boleh untuk memindahmindahkan zakatnya (Naqluz Zakat) dari daerah setempat ke daerah
berlainan dan zakatnya dinilai tidak sah, selagi para mustahiq ada di daerah
itu. Hal itu sebagaimana yang diungkapkan oleh Al Allamah Zainuddin Al
Malibary dalam Fathul Mu’in:

َ‫ل و‬
ِ ‫ة عَنْ بَلَدِ الْمَا‬
ِ ‫وَ ل َ ْيَجُوْزُ لِمَالِكٍ نَِْلُ الزّكَا‬
‫ئ‬
ُ ِ‫لَوْ إِلَى مَسَا َفٍَ قَرِْيْبٍََ وَ ل َ تُجْز‬
 “Tidak dibolehkan bagi pemilik zakat untuk memindah

zakatnya dari daerah setepat harta itu sekalipun ke
daerah yang berlainan, juga zakatnya menjadi tidak sah.”

Tetapi apabila di daerah tersebut mustahiq sudah mendapatkan bagian,
kemudian masih ada sisanya, maka hendaknya kelebihan ini di tambahkan
kepada mustahiq yang dirasa kurang sampai tercukupi semuanya; apabila masih
ada sisanya taupun di daerah tersebut sama sekali tidak ada mustahiq, maka
wajiblah zakat itu dipidah ke daerah yang berdekatan dengan daerah zakat
tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang di ungkapkan oleh Imam Nawawi AlJawi
:

َ‫جب‬
َ َ‫ء و‬
ٌ ‫ِي‬
ْ َ‫ل عَنْهُمْ ش‬
َ ُ‫جوْ ِبهَا أَوْ فَض‬
ُ ُ‫ف فِِي َمحَلّ و‬
ُ ‫ت اْلَصْنَا‬
ِ ‫عدِ َم‬
ُ ْ‫فَ ِإن‬
ْ‫عضُهُمْ أَو‬
ْ َ‫ فَ ِإنْ عُدِمَ ب‬.ِ‫ب بَلَدٍ إِلَيْه‬
ِ ‫ضلِ إِلَى مِثْلِهِمْ ِبأَقْ َر‬
ِ ‫َنِْلُهَا أَوِ الْفَا‬
ْ‫ن إِن‬
َ ْ‫علَى ا ْلبَاقِي‬
َ ‫عنْ ُه‬
َ ِ‫ض أ َ ِو ا ْلفَاضِل‬
ِ ْ‫صيْبُ الْبَع‬
ِ َ‫ء رُ ّد ن‬
ٌ ‫ِي‬
ْ َ‫ل عَنْ ُه ش‬
َ ُ‫فَض‬
َ‫ك إِلَى ذ ِلك‬
َ ِ‫ فَإِنْ َلمْ َْينُِْصْ نََِلَ ذل‬،ْ‫ن كِفَاْيَتِهِم‬
ْ َ‫نََِصَ نَصِيْبُهُمْ ع‬
.ِ‫ب بَلَدٍ إ ِ َليْه‬
ِ َ‫الصّنْفِ ِبأَ ْقر‬
 “Maka apabila tidak ada Asnafus Tsamaniyah pada tempat/daerah dimana zakat

tersebut atau masih ada kelebihan barang zakat (setelah dibagi), maka wajib
memindahkan barang itu atau kelebihannya pada daerah yang terdekat. Dan
apabila sebagian mustahiq tidak ada atau barang zakat masih berlebihan maka
hendaknya di salurkan pada sebagian atau kelebihan itu kepada mustahiq yang
lain, maka apabila masih ada, hendaknya dipindahkan atau di berikan pada
mustahiq di lain daerah yang terdekat dari daerah zakat tersebut.”