EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JE (1)

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JENIS
ANGGREK DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM
PANANJUNG PANGANDARAN

Septiana Hermawati1, Ruly Budiono2 Joko Kusmoro3
Departement Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Jl.
Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor 45363 telp/fax : 022-7796412
e-mail: 1 septianah16@gmail.com,2rulybudiono7@gmail.com, 3jokokusmoro@yahoo.co.id.

Abstrak
Hutan Cagar Alam Pangandaran merupakan kawasan yang memiliki cukup banyak keanekaragaman jenis anggrek,
karena wilayahnya yang teletak di Pantai Selatan Pulau Jawa dengan letak geografis 108˚30’-109˚BT dan 7˚30’-8˚LS.
Dengan ketinggian mulai dari 75-148 m dengan topografi yang curam dan berbukit serta kelembaban antara 80-90%
yang memungkinkan faktor pendukung yang baik dalam pertumbuhan jenis famili Orchidaceae. Terdapat 24 spesies
anggrek dengan 18 genus, yaitu terdapat 20 jenis anggrek epifit diantaranya Agrostophyllum tenue, Bulbophyllum
sp., Ceratostylis sp., Bulbophyllum ovalifolium, Dendrobium rugosum, Eria erecta, Phalaenopsis sp., Trichotosia
pauciflora, Trichotosia anulata, Taeniophyllum biocelatum, Bulbophyllum violaceum, Bulbophyllum triflorum, Eria
retusa, Thelasis pygmaea, Phereatia laxiflora, Grammathophyllum speciosum, Thrixspermum sp., Cymbidium
bicolor, Species A, Species B dan terdapat 4 jenis anggrek teresterial diantaranya Nervillia discolor, Macodes sp.,
Spathoglottis plicata, Calanthe triplicata. Seluruh species tersebut kemudian dilakukan analisis berdasarkan
kekerabatannya dengan metode NTSYS melalui morfologisnya. Sehingga, diperoleh data jenis yang menunjukan

hubungan kekerabatannya antar spesies.

Kata Kunci : Keanekaragaman Jenis Anggrek, Pangandaran, Orchidaceae, NTSYS.

Abstract
The diversity of orchid species in Pangandaran natural reserve forest area is quite a lot, as the region is located on
the South Coast of Java Island geographical location 108˚30'-109˚BT and 7˚30'-8LS. With a height from 75 - 148 m
and the topography is steep and hilly also humidity between 80-90% which allows a good supporting factors in the
growth of the type of family Orchidaceae. The results of the orchid species found in the forests of Cagar Alam
Pangandaran many as 24 species of Orchid with 18 genera, that there are 20 species of epiphyte orchids such as:
Agrostophyllum tenue, Bulbophyllum sp., Ceratostylis sp., Bulbophyllum ovalifolium, Dendrobium rugosum, Eria
erecta, Phalaenopsis sp., Trichotosia pauciflora, Trichotosia anulata Taeniophyllum biocelatum, Bulbophyllum
violaceum, Bulbophyllum triflorum, Eria retusa, Thelasis pygmaea, Phereatia laxiflora, Thrixspermum speciosum,
Grammathophyllum SP., Cymbidium bicolor , Species A, Species B, and there are 4 types of teresterial orchids such
as: Nervillia discolor, Macodes SP., Spathoglottis plicata, Calanthe triplicata. The entire species are then analyzed
based on kinship with NTSYS through morphological methods. So, the type of result obtained showed the kinship of
interspecies.
Keywords: Diversity orchids, Pangandaran, Orchidaceae, NTSYS

1.


PENDAHULUAN

Hutan belantara Indonesia menyimpan
kekayaan spesies anggrek yang sangat beragam.
Pakar anggrek menganggap bahwa Indonesia
merupakan negara dengan spesies anggrek
paling kaya di dunia, bukan hanya dalam jumlah
genus, namun juga dalam hal spesies dengan
varietas dan tipe-tipenya. Berbagai sumber
menyatakan
bahwa
Indonesia
memiliki

keanekaragaman anggrek alam kurang lebih
5000 spesies. Menurut Comber (1990), dari
jumlah tersebut kurang lebih 731 jenis terdapat
di Pulau Jawa, dan 642 jenis terdapat di Jawa
Barat dengan keanekaragaman jenis anggrek

tertinggi terdapat pada ketinggian 500 – 2000 m
dpl.
Akan tetapi, tipe dan keberadaan suatu
vegetasi ada kalanya dapat menjadi faktor
pembatas persebaran jenis-jenis anggrek.

Seperti halnya kelompok tumbuhan tinggi
lainnya. Anggrek lebih banyak tumbuh di
daerah tropik dan dengan persebaran yang tidak
seragam. Beberapa jenis diketahui mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah dataran
rendah sampai ke daerah dataran tinggi. Cagar
Alam Pananjung Pangandaran merupakan
semenanjung kecil yang terletak di Pantai
Selatan Pulau Jawa, tepatnya pada Kabupaten
Ciamis. Kawasan ini memiliki luas keseluruhan
530 ha yang sebagian besar (80%) terdiri dari
hutan sekunder tua. Secara geografis, posisinya
terletak pada 108˚30’-109˚BT dan 7˚30’-8˚LS.
Ketinggian mulai dari 75-148 m dengan

topografi yang landau dan berbukit serta
kelembaban antara 80-90%. Interaksi dari
berbagai kondisi alam tersebut merupakan
faktor pendukung yang cukup baik bagi
kehidupan biotanya, salah satunya untuk family
Orchidaceae (Disparbud jabar, 2013).
Menurut Yahman (2009), Anggrek
memiliki dua manfaat yaitu secara ekologi dan
ekonomi, manfaat secara ekologi anggrek epifit
menyediakan habitat utama bagi hewan tertentu
seperti semut dan rayap, sedangkan anggrek
terestial yaitu sebagai salah satu tumbuhan
penutup lantai hutan yang menjaga kelembaban
tanah. Secara ekonomi, anggrek dimanfaatkan
masyarakat sebagai tanaman hias karena bentuk
bunganya yang memikat.
Agar keberadaan jenis-jenis anggrek di
suatu wilayah dapat diketahui dengan baik,
diperlukan suatu penelitian berupa eksplorasi
dan inventarisasi. Eksplorasi bertujuan untuk

mengambil contoh tanaman yang mempunyai
nilai ekonomi dan nilai ilmu pengetahuan yang
penting, sedangkan inventarisasi bertujuan
untuk mendata keragaman jenis tanaman di
suatu kawasan, sehingga apabila nantinya
kawasan tersebut mengalami perubahan
ekosistem, sudah tersedia data keragaman
floranya (Mujahidin, 2002).
Keberadaan anggrek di Cagar Alam
Pananjung Pangandaran masih belum banyak
diketahui jenis-jenisnya. Jenis anggrek di Cagar
Alam Pananjung Pangandaran sudah pernah
dieksplorasi, namun belum banyak diketahui
oleh masyarakat umum tentang keindahan serta
manfaatnya secara khusus. Karena keterbatasan
informasi tentang jenis anggrek di kawasan
Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran
menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan
eksplorasi terkait konservasi di kawasan ini.
Lokasi yang dijadikan objek penelitian

yaitu kawasan Hutan Cagar Alam tepatnya di
Hutan sekunder Nanggorak-Batumeja, CikamalBadeto sampai Hutan Dataran Rendah Pasir
Pugag-Tadah Angin. Keberadaan anggrek

seringkali terancam kepunahannya baik
dikarenakan oleh kerusakan alam maupun
eksploitasi jenis anggrek secara berlebihan
tanpa
mempertimbangkan
kelestariannya.
Sehingga, perlu adanya pengetahuan tentang
keanekaragaman anggrek agar dapat menjadi
dasar konservasi di suatu kawasan khususnya
Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran.
Hasil dari kegiatan ini akan menambah
informasi bagi pengurus BBKSDA dan
masyarakat
umum
tentang
kelestarian

keragaman anggrek keseluruhan di Hutan Cagar
Alam Pananjung Pangandaran.

2.

METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Pengambilan sampel tanaman
anggrek dilakukan di Kawasan Hutan Cagar
Alam Pananjung Pangandaran tepatnya di
Padang Cikamal dan Badeto, Hutan Dataran
Rendah Pasir Pugag dan Tadah Angin, Hutan
Sekunder Nanggorak-Batumeja. Dilanjutkan
dengan penyelesaian identifikasi herbarium di
ruang herbarium Gedung D2 Departement
Biologi-UNPAD, Jatinangor.
Waktu Pengambilan sampel dilakukan
pada tanggal 9-11 Mei 2016 pukul 07.00-18.00
WIB. Identifikasi keanekaragaman jenis

tanaman anggrek dilakukan pada tanggal 16-20
Mei 2016.
2.2 Alat dan Bahan
Alat-alat dan bahan yang diperlukan
dalam penelitian ini sebagai berikut : Trash bag
ukuran 60 liter, Plastik ukuran 2 kg atau
amplop, Label, Buku catatan Lapangan,
Gunting dahan, Kamera, Kunci determinasi
(Field Guide), Sabut kelapa, Tanah humus.
2.3 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah dengan cara pembuatan
tabel perbandingan berdasarkan perbedaan
karakter morfologis antar specimen. Kemudian,
dilanjutkan dengan membuat bagan silsilah
mengenai hubungan kekerabatan berdasarkan
penampakan morfologis dari setiap specimen
yang dilakukan dengan bantuan program
NTSYS. Beberapa contoh dari bagan silsilah ini
dapat dilihat dari pada lembar lampiran I.


3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1

Hasil Penelitian

3.1.1 Jenis-jenis Anggrek di Cagar Alam
Pananjung Pangandaran

Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan di kawasan Hutan Cagar Alam
Pananjung Pangandaran yaitu pada tanggal 9-12
Mei 2016, dapat diketahui jenis keragaman
anggrek yang ditemukan sebanyak 24 species
dengan 22 jenis yang telah teridentifikasi yang
termasuk kedalam 18 genus (marga) dan 2
spesies yang belum dapat teridentifikasi.

Perolehan data secara lengkap dapat dilihat dari
tabel
sebagai berikut :

Tabel 3.1.1 Jenis-jenis Anggrek di Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran
No.
1.

Marga
Nervilia

Nama Jenis
Nervilia discolor

Jenis
Teresterial

Inang
Batu


Lokasi
Batumeja

2.
3.

Macodes
Agrostophyllum

Macodes sp.
Agrostophyllum
tenue

Teresterial
Epifit

Pohon sp.1

Batumeja
Nanggorak

4.

Bulbophyllum

Bulbophyllum
violaceum

Epifit

Pohon sp.2

Nanggorak

5.

Ceratostylis

Ceratostylis sp.

Epifit

6.

Taeniophyllum

Epifit

Perbatasan Tadah
Angin
Nanggorak

7.

Trichotosia

Epifit

8.

Spathoglottis

Taeniophyllum
biocelatum
Trichotosia
annulata
Spathoglottis sp.

Cratoxylon
formosum
Cratoxylon
formosum
Pohon sp.3

Teresterial

-

Sungai Badeto

9.

Bulbophyllum

Bulbophyllum
ovalifolium

Epifit

Dillenia exelsa.

Pertigaan Badeto

10.

Thelasis

Thelasis pygmaea
(Grift.) Lindl.

Epifit

Rhodamnia
cinnerea

Badeto

11.

Bulbophyllum

Bulbophyllum
triflorum

Epifit

Dillenia exelsa

Pertigaan Badeto

12.

Eria

Eria retusa

Epifit

Pohon Sp. 4

Pertigaan Badeto

13.

Calanthe

Calanthe triplicata
(Willemet)

Teresterial

-

Badeto

14.

Trichotosia

Trichotosia
pauciflora Blume.

Epifit

Pohon sp. 5

Perbatasan Nanggorak

15.

Dendrobium

Dendrobium sp.

Epifit

Pohon Sp.6

Pinggiran Badeto

16.

Eria

Eria erecta

Epifit

Pohon Sp. 7

Badeto

17.

Phreatia

Phreatia laxiflora

Epifit

Cratoxylon
formosum

Nanggorak

18.

Grammatophyllum

Grammathophyllu
m speciosum

Epifit

Pohon Sp. 8

Pinggiran Badeto

Badeto

19.

Dendrobium

Dendrobium
rugosum

Epifit

Pohon Sp.9

Pinggiran Badeto

20.

Cymbidium

Cymbidium bicolor
Lindl.

Epifit

Pohon Sp. 10

Badeto

21.

Thrixspermum

Thrixspermum sp.

Epifit

Lagerstroimea
speciose

Pusat Informasi

22.

Phalaenopsis

Phalaenopsis sp.

Epifit

Pohon Sterculiaceae

Pebatasan NanggorakBadeto

Tabel 3.1.2 Jenis-jenis Anggrek di Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran
No

Nama Jenis

Jenis

Lokasi

1.

Spesies A

Epifit

Nanggorak

2.

Species B

Epifit

Perabatasan CA-Nanggorak

Pengolahan Data Primer, 2016

3.2

Pembahasan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
data pengamatan anggrek yang telah dilakukan
di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung
Pangandaran, dapat diketahui jenis anggrek
yang tumbuh dikawasan ini cukup melimpah
dengan kondisi lingkungan yang cukup
mendukung.
Penelusuran
jenis
anggrek
dilakukan dimulai dari wilayah Taman Wisata
Alam Cirengganis, kawasan Hutan Sekunder
Batumeja-Nanggorak hingga ke kawasan Hutan
Dataran Rendah Pasir pugag-Tadah Angin dan
Hutan Badeto.
Anggrek yang tumbuh di kawasan
Hutan Cagar Alam ini terdiri dari jenis anggrek
epifit dan teresterial. Untuk jenis anggrek epifit
banyak ditemukan di kawasan Hutan Sekunder
tepatnya didaerah Nanggorak dan terdapat di
kawasan Hutan Dataran Rendah tepatnya daerah
Pasir Pugag – Tadah Angin dan Badeto.
Sedangkan, anggrek jenis teresterial hanya
sedikit sekali yang ditemukan di kawasan Hutan
Sekunder Batumeja dan Hutan Badeto.
Dari data hasil jenis anggrek yang
diperoleh terdapat 24 jenis anggrek dengan
jumlah individu dari tiap species yang tersebar
di wilayah Hutan Cagar Alam Pananjung
Pangandaran.
Persebaran
Batu meja

∑Individu
6

Perbatasan CA
Nanggorak
Pertigaan Badeto
Sungai Badeto
Pasir pugag
Tadah Angin
Badeto
Pinggiran Badeto
Sungai Cikamal

2
5
6
12
9
38
4
2
1

Berdasarkan persentase diatas dapat
diketahui jumlah individu yang tersebar di
wilayah kawasan Hutan Cagar Alam cukup
melimpah, terutama jenis anggrek Phreatia
laxiflora yang tersebar di kawasan Hutan
dataran rendah Pasir pugag - Tadah Angin dan
Padang Badeto dengan jumlah individu

sebanyak 63 jenis dengan persentase 45%.
Dengan kondisi fisik suhu kawasan menacapai
29,4˚C dengan pH 6 didukung dengan intensitas
cahaya yang rendah 278×2000 klux dan
kelembaban 87% dengan kanopi terbuka pada
ketinggian 84 m. Beberapa jenis anggrek yang
tumbuh dengan baik dan persebaran yang
merata disebabkan karena faktor yang
mempengaruhinya, yaitu intensitas cahaya yang
optimum, kondisi kelembaban, suhu serta pH
yang cukup mampu mendukung pertumbuhan
jenis anggrek. Beberapa jenis anggrek hidup
ditempat vegetasi yang terbuka dengan
kelembaban rendah dan suhu yang tinggi
karena, tidak dikelilingi oleh tumbuhan tingkat
tinggi disekitarnya.
Namum, beberapa jenis anggrek
lainnya banyak yang tumbuh pada vegetasi
tertutup dengan intensitas cahaya yang
minimum dan kelembaban yang tinggi serta
suhu yang rendah. Menurut Harwati (2007),
setiap jenis anggrek membutuhkan cahaya
matahari yang berbeda-beda, intensitas cahaya
yang lebih rendah atau lebih tinggi dari
kebutuhan
optimal
tanaman
anggrek
menyebabkan pertumbuhannya terhambat.
Umumnya, kebanyakan jenis anggrek tumbuh
pada inang yang tinggi agar mereka dapat
menyerap kebutuhan nutrisi dari air hujan
dengan cepat serta memudahkan penyebaran biji
melalui angin, dan didukung oleh suhu,
kelembaban dan intensitas cahaya yang cocok
untuk pertumbuhannya. Namun, pada kawasan
Hutan Cagar Alam ini kebanyakan anggrek
tumbuh di tempat inang yang cukup rendah
dengan vegetasi yang terbuka serta kelembaban
yang rendah, sehingga sedikit species anggrek
yang tumbuh di kawasan Hutan Cagar Alam
Pananjung Pangandaran.
Berdasarkan jumlah 24 Species
anggrek alam yang ditemukan di kawasan
Hutan Cagar Alam dengan jumlah 22 species
anggrek alam yang dapat di identifikasi dan 2
species /yang belum dapat teridentifikasi.
Dapat diketahui 18 genus yang dapat
teridentifikasi dengan persentase, yaitu :

Dapat diketahui jumlah genus
tertinggi dari jumlah species yang didapat
adalah Bulbophyllum dengan persentase 13%.
Berdasarkan
tempat
tumbuhnya,
genus
Bulbophyllum merupakan jenis anggrek alam
yang mudah tumbuh dilingkungan yang
beriklim sedang, dengan kanopi yang tertutup
dan pH yang stabil. Terlihat di sekitar terdapat
banyak pohon besar dan tinggi sehingga
memudahkan penyebaran biji melalui angin,
dan didukung oleh suhu, kelembaban dan
intensitas
cahaya
yang
cocok
untuk
pertumbuhannya.
Menurut Gunadi (1985), kisaran suhu
anggrek Bulbophyllum adalah berkisar antara
15-19 oC. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Rifai (1993), bahwa jumlah jenis anggrek yang
hidup sebagai epifit pada pepohonan belantara
pegunungan sangatlah besar, terutama dari
jenis-jenis Bulbophyllum. Menurut Steenis
(1997), Bulbophyllum sering ditemukan tumbuh
menumpang pada batang-batang pohon yang
tinggi.
Purwanto et al., (2005), juga
menyatakan anggrek spesies liar seperti genus
Bulbophyllum memiliki daerah penyebaran yang
relatif luas. Kebanyak species Bulbophyllum
sp.yang ditemukan didaerah Nanggorak-Badeto
hidup pada kondisi inang yang sudah lapuk dan
tumbang pada pohon Dillenia exelsa dengan
kondisi kanopi tertutup sehingga kurangnya
intensitas cahaya matahari.
Setelah
dilakukkan
analisis
kekerabatan berdasarkan jenis anggrek yang di
temukan di kawasan Hutan Cagar Alam ini,
dapat diketahui hubungan yang cukup dekat
antar-spesies. Kedekatan antar-species yang
begitu dekat terlihat pada jenis anggrek
teresterial yaitu Nervilia, Macodes, Calanthe
triplicate, dan Spathoglottis. Namun, bila dilihat
kekerabatan yang begitu jauh antara Nervilia
dan Bulbophyllum. Sementara, untuk yang
lainnya masuk pada beberapa subkelompok
yang mengatur kedekatan antar-speciesnya.
Karakter morfologi yang menentukan kedekatan
antar-species ditentukan dari jenis anggrek
(epifit-teresterial), bentuk umbi semu (bulatmelonojong-pipih-bulat telur), bentuk daun
(melonjong-memita-menjantung-melanset),
ujung daun (runcing-tumpul), bentuk perakaran
(berdaging-bercabang), dan bentuk perbungaan
(tandan-tunggal-malai). Selain itu, faktor
genetika pun mampu digunakan dalam
menganalisa kekerabatan antar-speciesnya.
Pengambilan jenis data specimen di
kawasan Hutan Cagar Alam ini dirasa masih
kurang, karena banyak faktor yang kurang
mendukung dalam pengambilan sampel dan

pencarain sampel terbatas. Banyaknya species
anggrek yang dilindungi serta minimnya
peralatan dengan kondisi specimen di lapangan
yang terdapat pada ketinggian yang tidak
memungkinkan
pengambilannya
secara
langsung. Sehingga, pengambilan specimen
hanya dilakukkan dengan pengambilan gambar
(dokumentasi). Sehingga, jenis anggrek yang
didapat tidak dapat diherbariumkan, karena
keterbatasan jumlah anggrek yang didapat dan
diharsukannya menjaga kelestarian jenis
anggrek agar tidak rusak dan punah.
3.3

Jenis anggrek : 0 = epifit ; 1 =
teresterial

2.

Umbi semu : 0 = bulat ; 1 =
memanjang ; 2 = pipih ; 3 = membulat
telur
Bentuk daun : 0 = melonjong ; 1 =
memita ; 2 = menjantung ; 3 =
melanset

3.

Analisis Data

Data masing-masing species hasil dari
identifikasi morfologi yang diperoleh kemudian
dibandingkan dalam tabel dengan kriteria
sebagai berikut :

No.

1.

4.

Ujung daun : 0 = runcing ; 1 = tumpul

5.

Perakaran : 0 = berdaging-bercabang ;
1 = berdaging-tidak bercabang

6.

Perbungaan : 0 = tandan ; 1 = tunggal ;
2 = malai

TABEL 3.3.1
Perbandingan Penampakan Morfologis
Nama Jenis
Karakter Morfologis

1

2

3

4

5

6

1.

Nervilia discolor

1

0

2

0

0

0

2.

Macodes sp.

1

0

0

0

0

0

3.

Agrostophyllum tenue

0

1

1

1

0

0

4.

Bulbophyllum violaceum

0

0

0

1

0

1

5.

Ceratostylis sp.

0

2

1

1

1

1

6.

Taeniophyllum biocelatum

0

0

2

0

1

1

7.

Trichotosia annulata

0

1

3

0

1

0

8.

Spathoglottis sp.

1

3

3

0

1

0

9.

Bulbophyllum ovalifolium

0

0

3

1

0

1

10.

Cymbidium bicolor

0

2

1

1

1

1

11.

Thelasis pygmaea (Grift.) Lindl.

0

0

0

1

1

1

12.

Bulbophyllum triflorum

0

0

3

1

1

1

13.

Eria retusa

0

0

0

1

0

0

14.

Calanthe triplicata (Willemet)

1

0

0

0

1

0

15.

Trichotosia pauciflora Blume.

0

1

3

0

1

1

16.

Bulbophyllum sp.

0

1

0

0

0

1

17.

Eria erecta

0

1

1

0

1

0

18.

Phalaenopsis sp.

0

2

3

0

1

1

19.

Grammathophyllum speciosum

0

1

1

0

1

1

20.

Dendrobium rugosum

0

0

3

0

0

0

21.

Phreatia laxiflora

0

0

2

1

1

0

22.

Thrixspermum sp.

0

0

0

1

0

0

23.

Species A

0

0

3

0

1

1

24.

Species B

0

1

0

1

1

0

Data Primer, 2016
Berdasarkan hasil perbandingan morfologis, dapat dibuat bagan kekerabatan sebagai berikut :
Gambar 3.3.1 Filogeni Jenis-Jenis Anggrek

Data Primer, 2016

4.

KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan

1.
Kebanyakan jenis anggrek yang
ditemukan dikawasan Hutan Cagar Alam ini
tumbuh dengan kanopi yang tertutup dengan
suhu minimum dan pH sediki asam karena
intensitas cahaya yang kurang, sehingga kondisi
kawasan menjadi lembab dan dingin. Namun,
beberapa jenis anggrek tidak ditemukan di
kawasan Padang Cikamal dan TWA (Ciborok),
karena kondisi kanopi yang terbuka dengan

kelembaban yang rendah dan suhu yang tinggi,
serta intensitas cahaya yang tinggi, sehingga
memungkinkan jenis anggrek sulit tumbuh pada
kawasan ini. Faktor pendukung tumbuhnya jenis
anggrek yaitu Suhu optimum, Intensitas cahaya
yang optimum, Kelembaban, Ketinggian tempat
yang optimum, Kanopi yang tertutup dengan pH
udara yang optimum.
2.
Berdasarkan
perbandingan
morfologisnya, jenis anggrek yang tumbuh di
kawasan pananjung pangandaran kebanyakan
jenis anggrek epifit dengan bentuk umbi semu
bulat, dengan bentuk daunnya melonjong dan
melanset, dengan ujung daun runcing, kondisi

perakaran berdaging-tidak
dengan perbungaan tunggal.

bercabang

serta

9.

10.

UCAPAN TERIMA KASIH
Selama
kegiatan
persiapan,
pelaksanaan, serta penulisan laporan ini, penulis
telah dibantu oleh banyak pihak yang telah
mendukung kegiatan Kuliah Kerja Lapangan
ini, sehingga kegiatan penelitian ini terlaksana
dengan baik. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1.
Drs. Ruly Budiono, MS. sebagai Dosen
Pembimbing Laporan Penelitian yang
telah banyak memberi bimbingan dari
mulai persiapan, pelaksanaan kegiatan
penelitian, hingga penyusunan laporan ini
selesai.
2.
Drs. Joko Kusmoro, MP. sebagai dosen
pemandu
lapangan
yang
telah
menyempatkan waktu serta membagi
ilmunya dalam melaksanakan penelitian
dan penyelesaian laporan penelitian ini.
3.
Dr. Teguh Husodo, M.Si., sebagai Ketua
Rombongan Kuliah Kerja Lapangan
2016 yang telah banyak membantu dan
memberikan
kesempatan
kepada
mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan
Kuliah Kerja Lapangan 2016.
4.
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan
Alam
Universitas
Padjadjaran yang telah membantu dalam
kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016.
5.
Asri Peni Wulandari sebagai Ketua
Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Padjadjaran yang telah membantu dan
memberikan
kesempatan
kepada
mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan
Kuliah Kerja Lapangan 2016.
6.
Dosen-dosen Jurusan Biologi yang telah
membantu pelaksanaan Kuliah Kerja
Lapangan 2016.
7.
Alm. Papah, Mama dan kakak Firlyanti
Nur Alam, Boyke Hartarto, Serta Alvin
Hermawan tercinta atas segala do’a dan
dukungannya baik secara moril maupun
materiil. Alhamdulillah! Together we’re
great family.
8.
Kang Ona, Fathima, dan Ghita yang telah
membantu
menemukan
anggrek
sekaligus mengeksplore hutan Cagar
Alam sampai bisa melihat samudra.
That’s really Amazing!

11.

12.

13.

Kang Suroso dan kang Kiki yang telah
membantu dalam pengerjaan laporan dan
identifikasi! Kalo ngga ada akang
laporan ku pasti mandet hehehe
Halimi sebagai ketua pelaksana serta
seluruh jajaran panitia inti Kuliah Kerja
Lapangan 2016 atas semangat dan kerja
kerasnya dalam kegiatan ini. KKL
JUARA!
Ramdhan Koordinator angkatan yang
selalu menghibur tak kenal lelah dan
selalu ada buat para meerkat. Thanks
tooor we proud of you so much!
Rekan-rekan “Metamorf” atas kerja
samanya yang sangat luar biasa dalam
Kuliah Kerja Lapangan 2016 ini. we’re
Solid!
Seluruh pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu atas semua
dukungan moril dan materiil dalam
kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016.
Thanks full!

DAFTAR PUSTAKA
Comber, J. B., 1990. Orchid of Java. Bentham –
Moxon Trust. Royal Botanic Gardens,
Kew.
Gunadi, T., 1986. Anggrek dari Benua ke
Benua. Penerbit : Angkasa. Bandung.
Harwati, C. T. 2007. Pengaruh Intensitas
Cahaya
Matahari
Trehadap
Pertumbuhan Anggrek (Orchidaceae).
Innofarm: Jurnal Inovasi Pertanian
Vol. 6, No. 1.
Mujahidin, S.P., M. Marjuki, D. Supriadi,
Rahmat, Atjim, dan T. Jodi. 2002.
Eksplorasi Anggrek Jawa. Kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun
Banten. Bogor: Pusat Konservasi
Tanaman Kebun Raya Bogor-LIPI.
Purwanto, A. Erlina Ambarwati., & Fitria
Setianingsih. 2005. Kekerabatan Antar
Anggrek Spesies Bedasarkan Sifat
Morfologinya. Fakultas Pertanian
UGM. 11 (1).
Yahman, 2009. Struktur dan Komposisi
Tumbuhan Anggrek di Hutan Wisata
Taman Eden Kabupaten Toba Samosir
Propinsi Sumatra Utara (Tesis).
Pascasarjana. Universitas Sumatra
Utara. Medan.