INTEGRASI SUFISME DAN PSIKOLOGI TRANSPER
INTEGRASI SUFISME DAN PSIKOLOGI TRANSPERSONAL
A. Pendahuluan
Istilah urban Sufism (sufisme perkotaan) menjadi popular setelah Julia Day
Howell (2003) menggunakannya dalam satu kajian antropologi tentang gerakan
spiritual yang marak di wilayah perkotaan di Indonesia, terutama kelompokkelompok zikir dan sejenisnya. Urban Sufism merupakan fenomena yang
terjadinyaris di segenap kota besar di dunia.
Perkotaan bersifat dinamis. Peningkatan penduduk, modernisasi, kemudahan
dalam segala akses kehidupan seperti informasi, industri dan ekonomi membuat
masyaraka perkotaan mendapatkan tekanan yang lebih. Gaya hidup dan
persaingan yang ketat dan juga kurangnya sosialisasi dan kontemplasi semakin
memperparah kondisi mental masyarakat perkotaan.
Dari hal-hal diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa akibat yang akan terjadi
dalam masyarakat perkotaan adalah keinginan untuk keluar dari tekanan.
Sebagian dari mereka memilih jalan yang negatif seperti narkoba, minuman keras
sampai pada level bunuh diri. Pilihan lainnya adalah jalan yang dianggap lebih
positif, yaitu jalan spiritual.
Kajian kejiwaan dan spiritualitas manusia dalam sains modern disebut dengan
psikologi. Psikologi memiliki peranan penting dalam membangun mental yang
tertekan dan terpuruk untuk bangkit kembali. Dalam islam, Sufisme merupkan
sebuah jalan yang fokus tentang penyucian diri.
Komaruddin Hidayat menjelaskan bahwa Sufisme berkembang pesat di
perkotaan karena empat faktor:
1. Sebagai sarana memaknai hidup
2. Sebagai sarana pencerahan intelektual
3. Sebagai sarana terapi psikologis
4. Sebagai sarana mengikuti trend keagamaan
Terdapatnya hubungan antara jiwa dan raga dalam kajian sufisme inilah yang
menjadikan sufisme memiliki ikatan yang erat dengan psikologi yang banyak
membahas tentang jiwa. Dan sekarang ini kajian tentang jiwa yang lebih
ditekankan
pada
personality
(kepribadian)
disebut
dengan
Psikologi
Transpersonal.
1
A. Pengertian Psikologi Transpersonal
Dalam sejarahnya, Psikologi mengalami perkembangan yang cukup
signifikan sehingga terdapat 4 aliran besar dalam psikologi. Psikoanalisis,
Perilaku (Behaviorisme), Humanistik, dan Transpersonal merupakan aliran yang
tada dalam kajian psikologi.
Dalam psikoanalisis, aliran yang dipopulerkan oleh Sigmun Freud, dijelaskan
bahwa pada dasarnya semua aktivitas psikis yang dikerjakan manusia merupakan
hasil dari ketidaksadaran. Manusia pada hakekatnya memiliki Id (prinsip
kenikmatan), Ego (prinsip realitas), dan Superego (kesadaran normatif). Dalam
hal tingkatan kesadaran, manusia mempunyai tiga tingkatan yaitu manusia juga
memiliki tiga tingkatan kesadaran yaitu Alam Sadar (The Conscious), Alam
Prasadar (The Preconscious), dan Alam Taksadar (The Unconscious). Freud
menyimpulkan bahwa manusia cenderung berperilaku di bawah alam tak sadar
yang mendorong naluri untuk memuaskan hasrat diri.1
Aliran
Perilaku
(Behaviorisme)
beranggapan
bahwa manusia
pada
hakikatnya netral, baik buruknya perilaku seseorang dipengaruhi oleh situasi dan
perlakuan yang dialaminya. Dalam kehidupan sehari – hari manusia dapat
dilakukan pembentukan kebiasaan, perubahan sikap, dan penertiban sosial.
Aliran
psikologi
Humanistik
memandang
manusia
berbeda
dengan
Psikoanalisa dan Behaviorisme. Perspektif Humanistik lebih menganggap
manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi baik. Mempunyai kemampuan
untuk melakukan aktualisasi diri.2
Aliran Tanspersonal berpandangan bahwa manusia memiliki potensi-potensi
luhur (the highest potentials) dan fenomena kesadaran (states of consciousness).
Potensi
luhur
yang
dimaksud
adalah
kemampuan
manusia
dalam
mengembangkan nilai yang ada pada dirinya. Sedangkan fenomena kesadaran
lebih mengarah pada keruhanian, pengalaman mistis dll. Transpersonal
menunjukkan terdapat banyak dimensi yang luar biasa potensial di luar
kesadaran.
1
Hans Kung, Ateisme Sigmund Freud Ketegangan Radikal Psikologi dan Spiritualitas (Labirin,
Bantul: 2017) Hal. 33-35.
2
Erdy Nasrul, Pengalaman Puncak Abraham Maslow (CIOS, Ponorogo:2010) Hal 24-25.
2
Psikologi Transpersonal adalah disiplin akademis, bukan sebuah agama atau
pergerakan spiritual (spiritual movement). Psikologi Transpersonal lebih dekat
dengan epistemologi manusia dan disiplin hermeneutik (hermeneutic disciplines)
yang meliputi humanisme, eksistensialisme.
Menurut Tart (1993), Psikologi Transpersonal merupakan kekuatan keempat
dalam psikologi yang dikembangkan dari psikologi humanistik pada tahun 1960an. “Trans” berasal dari akar kata Latin yang berarti melewati, melewati
“persona”, topeng sosial, diri (self) dan pribadi. Sementara itu, Daniels (2007)
menjelaskan bahwa Psikologi Transpersonal merupakan cabang psikologi yang
memusatkan perhatiannya pada studi tentang bagian dan proses tentang
pengalaman mendalam atau perasaan yang luas tentang siapa dirinya atau sensasi
yang besar terhadap koneksitas dengan orang lain, alam atau dimensi spiritual.
Kata transpersonal berarti melewati personal atau pribadi. Salah satu asumsi
dalam psikologi transpersonal adalah bahwa pengalaman transpersonal meliputi
suatu kesadaran yang lebih tinggi dimana self atau ego mengalami proses
transendensi.3
Davis (2007) menempatkan posisi Psikologi Transpersonal di antara psikologi
dan pengalaman spiritual. Psikologi Transpersonal merupakan bidang psikologi
yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologis dengan bidang
spiritual. Sebagaimana yang dikemukakan Daniels, Davis juga mengatakan
bahwa konsep utama dari Psikologi Transpersonal adalah transendensi diri atau
suatu sensasi terhadap identitas yang mendalam, meluas dan menyatu dengan
segalanya. Akar kata dari transpersonal atau melewati topeng mengacu pada
kondisi transendensi diri tersebut.
Guralnik (dalam Brown, 2001) menyebutkan bahwa kata “trans” dalam
bahasa Latin berarti “di sisi lain” seperti terwujud dalam kata transatlantic atau
“di atas dan melewati” seperti pada kata transendensi. Sedangkan “persona”
dalam bahasa Latin berarti “topeng”. Kata personality diturunkan dari
terminologi topeng tersebut dan mengacu pada suatu kualitas perilaku yang
diekspresikan melalui aktivitas fisik dan mental serta sikap. Psikologi
Transpersonal menurut Brown (2001) berusaha membantu seseorang untuk
3
Tart, C. On the scientific foundations of transpersonal psychology: contributions from
parapsychology. The Journal of Transpersonal Psychology. 36, 1, 66-90.
3
mengeksplorasi tingkat energi dan melewati kesadaran (awareness) atau sisi lain
dari topeng dan pola-pola kepribadian. Psikologi Transpersonal bersifat longgar
dan menerima masukan tentang permasalahan spiritual, baik dari tradisi
kebijaksanaan dunia spiritual maupun psikologi modern. Tradisi dunia spiritual
meliputi Hinduisme, Budhisme dan Taoisme maupun dari agama Yahudi, Kristen
dan Islam. Psikologi Transpersonal ingin menciptakan sintesis dari kedua
jawaban di atas (Cortright, 1997 dalam Adi, 2002).
Rueffler (1995) mengatakan bahwa akar kata dari transpersonal diambil dari
bahasa Latin “trans” yang berarti “melewati”, “melebihi” dan “persona” yang
berarti “topeng”. Jadi, singkatnya Psikologi Transpersonal adalah ekspresi dari
jiwa yang melewati dan melampau topeng.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Psikologi Transpersonal
merupakan aliran psikologi yang menjembatani antara psikologi dan spiritual
dimana memusatkan perhatiannya pada studi tentang bagian dan proses tentang
pengalaman mendalam atau perasaan yang luas tentang siapa dirinya atau sensasi
yang besar terhadap koneksitas dengan orang lain, alam atau dimensi spiritual
dan berusaha membantu seseorang untuk mengeksplorasi tingkat energi dan
melewati kesadaran (awareness) atau sisi lain dari topeng dan pola-pola
kepribadian.
Sumbangan pada mazhab Psikoanalisis adalah alam bawah sadar & insting,
mazhab Behaviorisme adalah pengaruh lingkungan, mazhab Humanisme adalah
penentuan diri dan kebebasan memilih, dan mazhab Transpersonal adalah
transendensi dan spiritualitas. Transpersonal merupakan pengembangan diri (self
development) dengan melibatkan ekspansi di atas kesadaran umum yang hanya
terbatas pada ego dan kepribadian (personality) serta melebihi batasan
konvensional ruang dan waktu.4
B. Pengertian Sufisme
4
Nurlayla Effendy, Perkembangan Psikologi: Kelahiran Integral? Dalam jurnal Anima, Indonesian
Psychological Journal 2009, Vol. 24, No. 2, 124-131.
4
Menurut Fethullah Gullen, Sufisme adalah usaha yang sungguh-sungguh dan
mempunyai kesadaran akan pengawasan Allah demi menghilangkan semua
bentuk akhlak tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji.5
Menurut William James, Sufisme atau mistisme memiliki 4 karakteristik,
yaitu:6
1. Ineffability (tak terlukiskan)
2. Noetic (pencapaian)
3. Tranciency (kefanaan)
4. Passivity (kepasifan)
Sementara itu, R.M. Bucke memberikan ciri-ciri sufisme menjadi 7 bagian,
yaitu:7
1. Cahaya Batin
2. Ketinggian moral
3. Pancaran akal
4. Perasaan keabadiaan
5. Hilangnya ketakutan
6. Hilangnya rasa berdosa
7. Keterkejutan
Dari pengertian ini bisa disimpulkan bahwa inti dari pengertian diatas adalah
ketenangan jiwa, kebahagiaan batin dan pengalaman puncak dalam spiritualitas.
Semua pengertian diatas berhubungan dengan kondisi jiwa dan penyucian hati.
Tentu saja semua kepercayaan itu dianggap tahayul non-ilmiah di kalangan
ilmuwan modern. Namun, pada akhir abad ke-20 muncul sebuah mazhab
psikologi yang disebut psikologi transpersonal yang mencoba mengawinkan
psikologi modern yang mempelajari orang-orang normal dengan psikologi
tradisional yang juga mempelajari pengalaman paranormal orang-orang yang
mencari kesatuan dengan Realitas yang Mutlak seperti para kabalis Yahudi,
mistikus Kristen, sufi Islam dan yogi Hindu. Psikologi transpersonal ini muncul
sebagai kelanjutan dari gerakan potensi manusia seutuhnya di tahun 70-an. Hal
inilah yang bisa ditarik benang merah antara sufisme dan psikologi sendiri,
5
Fethullah Gulen, At-Tilal al-Zamrudiyah Nahwa Hayat al-Qalb (Kairo, Dar al-Nil:2006) Hal. 2.
William James, The Varieties of Religious Experience (New York, The New American Library of
World Literature: 1958) Hal. 367-369.
7
Abu al-Wafa al-Ghanimi Al-Taftazani, Madkhal Ila Ilm al-Tashawwuf (Kairo, Dar al-Tsaqafah:1979)
Hal. 123
6
5
khusunya
psikologi
transpersonal
yang
membenarkan
akan
adanya
pengamalaman spiritual.
Kunci Psikologi Transpersonal terletak pada dua hal yaitu : highest
potential atau potensi luhur yang ada pada setiap manusia. Dan pada state of
consciousness
(fenomena
kesadaran)
yang mengarah
pada
keruhanian,
pengalaman mistis dll. Transpersonal menunjukkan terdapat banyak dimensi
yang luar biasa potensial di luar kesadaran. Seperti halnya Sufisme yang juga
membahas pada keruhanian.
Sufisme menggunakan istilah insan kamil untuk sebutan sosok manusia yang
mencapai derajat kesempurnaan sebagaimana disebut oleh Ibn Arabi8 dan al-Jili9.
Sedangkan dalam psikologi lebih dikenal dengan istilah manusia ideal.
C. Perbandingan Konsep antara Sufisme dan Psikologi Transpersonal
8
Abu al-Wafa al-Ghanimi Al-Taftazani, Madkhal Ila Ilm al-Tashawwuf, Hal. 123-125.
9
Abd al-Karim al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awail wa al-Awakhir.
6
D. Integrasi Sufisme dan Psikologi Transpersonal
Dalam bukunya Shorrock menjelaskan proses integrasi ini bisa dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Spiritual Direction
Mengembalikan individu untuk kembali memformulasikan hubungannya
dengan tuhan.
2. Pastoral Psychotherapy
Yang bertujuan untuk membantu praktik keagamaan atau spiritual formal
yang secara eksplisit diarahkan pada tujuan tradisi keagamaan atau organisasi
keagamaan tertentu.
3. Psychospiritual psychotherapy
Sebuah pendekatan yang umumnya berbasis pada perihal memandang
psikologi dari sudut pandang satu tradisi religius atau spiritual seperti
Buddhisme, Kekristenan dan Sufisme.10
Integrasi yang cukup berhasil dilakukan oleh Hameed Ali dengan konsepnya
yang disebut dengan pendekatan berlian. Pendekatan ini bertujuan untuk
membantu seorang individu dalam mengalihkan identifikasi diri dari ego yang
berpusat pada kesadaran yang lebih besar akan identitas spiritual mereka yang
lebih dalam. Dia menyebutkan identitas spiritual kita dengan kata Essence dan
mengemukakan bahwa dengan berusaha melalui penderitaan awal kita, kita akan
memiliki kapasitas yang meningkat untuk mengaktualisasikan energi seperti cinta
dan kebijaksanaan, dengan peningkatan pengalaman esensi. Hameed Ali
mengintegrasikan antara teori relasi objek kontemporer dengan pemikiran
Sufistik.11
E. Kesimpulan
Perpaduan antara Sufisme dan Psikologi Transpersonal sangat dibutuhkan
dewasa ini, khusunya untuk masyarkat perkotaan. Dengan banyaknya gejalagejala negatif yang timbul dalam masyarakat akibat modernisme yang
10
Andrew Shorrock, The Transpersonal in Psychology, Psychotheraphy and Counseling (New York,
Palgrave McMilan:2008) Hal. 25-27.
11
Andrew Shorrock, The Transpersonal in Psychology, Psychotheraphy and Counseling, Hal. 194198
7
menyeluruh di perkotaan, maka dibutuhkan kembali spiritualitas keagamaan
untuk kembali membentuk Insan Kamil atau Manusia Ideal.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin, Prof, Psikologi Agama, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007.
8
Maslow, Abraham,. Religion, Value, and Peak-Experiences. Columbus: Ohis
State University Press. 1964,.
Murtadha, Muthahhari, Perspektif Al-Quran Tentang Manusia dan Agama,
terj. Bandung, Penerbit Mizan 1992.
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam.
Rozalina, Erba, M.Ag, Buku Pegangan Psikologi Transpersonal jilid 1.
Andrew Shorrock, The Transpersonal in Psychology, Psychotheraphy and
Counseling New York, Palgrave McMilan:2008
Abd al-Karim al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awail wa al-Awakhir
Abu al-Wafa al-Ghanimi Al-Taftazani, Madkhal Ila Ilm al-Tashawwuf Kairo, Dar alTsaqafah:1979
William James, The Varieties of Religious Experience New York, The New American
Library of World Literature: 1958
Fethullah Gulen, At-Tilal al-Zamrudiyah Nahwa Hayat al-Qalb Kairo, Dar alNil:2006
Nurlayla Effendy, Perkembangan Psikologi: Kelahiran Integral? Dalam jurnal
Anima, Indonesian Psychological Journal 2009, Vol. 24, No. 2
Hans Kung, Ateisme Sigmund Freud Ketegangan Radikal Psikologi dan Spiritualitas
Labirin, Bantul: 2017
Erdy Nasrul, Pengalaman Puncak Abraham Maslow CIOS, Ponorogo:2010
9
A. Pendahuluan
Istilah urban Sufism (sufisme perkotaan) menjadi popular setelah Julia Day
Howell (2003) menggunakannya dalam satu kajian antropologi tentang gerakan
spiritual yang marak di wilayah perkotaan di Indonesia, terutama kelompokkelompok zikir dan sejenisnya. Urban Sufism merupakan fenomena yang
terjadinyaris di segenap kota besar di dunia.
Perkotaan bersifat dinamis. Peningkatan penduduk, modernisasi, kemudahan
dalam segala akses kehidupan seperti informasi, industri dan ekonomi membuat
masyaraka perkotaan mendapatkan tekanan yang lebih. Gaya hidup dan
persaingan yang ketat dan juga kurangnya sosialisasi dan kontemplasi semakin
memperparah kondisi mental masyarakat perkotaan.
Dari hal-hal diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa akibat yang akan terjadi
dalam masyarakat perkotaan adalah keinginan untuk keluar dari tekanan.
Sebagian dari mereka memilih jalan yang negatif seperti narkoba, minuman keras
sampai pada level bunuh diri. Pilihan lainnya adalah jalan yang dianggap lebih
positif, yaitu jalan spiritual.
Kajian kejiwaan dan spiritualitas manusia dalam sains modern disebut dengan
psikologi. Psikologi memiliki peranan penting dalam membangun mental yang
tertekan dan terpuruk untuk bangkit kembali. Dalam islam, Sufisme merupkan
sebuah jalan yang fokus tentang penyucian diri.
Komaruddin Hidayat menjelaskan bahwa Sufisme berkembang pesat di
perkotaan karena empat faktor:
1. Sebagai sarana memaknai hidup
2. Sebagai sarana pencerahan intelektual
3. Sebagai sarana terapi psikologis
4. Sebagai sarana mengikuti trend keagamaan
Terdapatnya hubungan antara jiwa dan raga dalam kajian sufisme inilah yang
menjadikan sufisme memiliki ikatan yang erat dengan psikologi yang banyak
membahas tentang jiwa. Dan sekarang ini kajian tentang jiwa yang lebih
ditekankan
pada
personality
(kepribadian)
disebut
dengan
Psikologi
Transpersonal.
1
A. Pengertian Psikologi Transpersonal
Dalam sejarahnya, Psikologi mengalami perkembangan yang cukup
signifikan sehingga terdapat 4 aliran besar dalam psikologi. Psikoanalisis,
Perilaku (Behaviorisme), Humanistik, dan Transpersonal merupakan aliran yang
tada dalam kajian psikologi.
Dalam psikoanalisis, aliran yang dipopulerkan oleh Sigmun Freud, dijelaskan
bahwa pada dasarnya semua aktivitas psikis yang dikerjakan manusia merupakan
hasil dari ketidaksadaran. Manusia pada hakekatnya memiliki Id (prinsip
kenikmatan), Ego (prinsip realitas), dan Superego (kesadaran normatif). Dalam
hal tingkatan kesadaran, manusia mempunyai tiga tingkatan yaitu manusia juga
memiliki tiga tingkatan kesadaran yaitu Alam Sadar (The Conscious), Alam
Prasadar (The Preconscious), dan Alam Taksadar (The Unconscious). Freud
menyimpulkan bahwa manusia cenderung berperilaku di bawah alam tak sadar
yang mendorong naluri untuk memuaskan hasrat diri.1
Aliran
Perilaku
(Behaviorisme)
beranggapan
bahwa manusia
pada
hakikatnya netral, baik buruknya perilaku seseorang dipengaruhi oleh situasi dan
perlakuan yang dialaminya. Dalam kehidupan sehari – hari manusia dapat
dilakukan pembentukan kebiasaan, perubahan sikap, dan penertiban sosial.
Aliran
psikologi
Humanistik
memandang
manusia
berbeda
dengan
Psikoanalisa dan Behaviorisme. Perspektif Humanistik lebih menganggap
manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi baik. Mempunyai kemampuan
untuk melakukan aktualisasi diri.2
Aliran Tanspersonal berpandangan bahwa manusia memiliki potensi-potensi
luhur (the highest potentials) dan fenomena kesadaran (states of consciousness).
Potensi
luhur
yang
dimaksud
adalah
kemampuan
manusia
dalam
mengembangkan nilai yang ada pada dirinya. Sedangkan fenomena kesadaran
lebih mengarah pada keruhanian, pengalaman mistis dll. Transpersonal
menunjukkan terdapat banyak dimensi yang luar biasa potensial di luar
kesadaran.
1
Hans Kung, Ateisme Sigmund Freud Ketegangan Radikal Psikologi dan Spiritualitas (Labirin,
Bantul: 2017) Hal. 33-35.
2
Erdy Nasrul, Pengalaman Puncak Abraham Maslow (CIOS, Ponorogo:2010) Hal 24-25.
2
Psikologi Transpersonal adalah disiplin akademis, bukan sebuah agama atau
pergerakan spiritual (spiritual movement). Psikologi Transpersonal lebih dekat
dengan epistemologi manusia dan disiplin hermeneutik (hermeneutic disciplines)
yang meliputi humanisme, eksistensialisme.
Menurut Tart (1993), Psikologi Transpersonal merupakan kekuatan keempat
dalam psikologi yang dikembangkan dari psikologi humanistik pada tahun 1960an. “Trans” berasal dari akar kata Latin yang berarti melewati, melewati
“persona”, topeng sosial, diri (self) dan pribadi. Sementara itu, Daniels (2007)
menjelaskan bahwa Psikologi Transpersonal merupakan cabang psikologi yang
memusatkan perhatiannya pada studi tentang bagian dan proses tentang
pengalaman mendalam atau perasaan yang luas tentang siapa dirinya atau sensasi
yang besar terhadap koneksitas dengan orang lain, alam atau dimensi spiritual.
Kata transpersonal berarti melewati personal atau pribadi. Salah satu asumsi
dalam psikologi transpersonal adalah bahwa pengalaman transpersonal meliputi
suatu kesadaran yang lebih tinggi dimana self atau ego mengalami proses
transendensi.3
Davis (2007) menempatkan posisi Psikologi Transpersonal di antara psikologi
dan pengalaman spiritual. Psikologi Transpersonal merupakan bidang psikologi
yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologis dengan bidang
spiritual. Sebagaimana yang dikemukakan Daniels, Davis juga mengatakan
bahwa konsep utama dari Psikologi Transpersonal adalah transendensi diri atau
suatu sensasi terhadap identitas yang mendalam, meluas dan menyatu dengan
segalanya. Akar kata dari transpersonal atau melewati topeng mengacu pada
kondisi transendensi diri tersebut.
Guralnik (dalam Brown, 2001) menyebutkan bahwa kata “trans” dalam
bahasa Latin berarti “di sisi lain” seperti terwujud dalam kata transatlantic atau
“di atas dan melewati” seperti pada kata transendensi. Sedangkan “persona”
dalam bahasa Latin berarti “topeng”. Kata personality diturunkan dari
terminologi topeng tersebut dan mengacu pada suatu kualitas perilaku yang
diekspresikan melalui aktivitas fisik dan mental serta sikap. Psikologi
Transpersonal menurut Brown (2001) berusaha membantu seseorang untuk
3
Tart, C. On the scientific foundations of transpersonal psychology: contributions from
parapsychology. The Journal of Transpersonal Psychology. 36, 1, 66-90.
3
mengeksplorasi tingkat energi dan melewati kesadaran (awareness) atau sisi lain
dari topeng dan pola-pola kepribadian. Psikologi Transpersonal bersifat longgar
dan menerima masukan tentang permasalahan spiritual, baik dari tradisi
kebijaksanaan dunia spiritual maupun psikologi modern. Tradisi dunia spiritual
meliputi Hinduisme, Budhisme dan Taoisme maupun dari agama Yahudi, Kristen
dan Islam. Psikologi Transpersonal ingin menciptakan sintesis dari kedua
jawaban di atas (Cortright, 1997 dalam Adi, 2002).
Rueffler (1995) mengatakan bahwa akar kata dari transpersonal diambil dari
bahasa Latin “trans” yang berarti “melewati”, “melebihi” dan “persona” yang
berarti “topeng”. Jadi, singkatnya Psikologi Transpersonal adalah ekspresi dari
jiwa yang melewati dan melampau topeng.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Psikologi Transpersonal
merupakan aliran psikologi yang menjembatani antara psikologi dan spiritual
dimana memusatkan perhatiannya pada studi tentang bagian dan proses tentang
pengalaman mendalam atau perasaan yang luas tentang siapa dirinya atau sensasi
yang besar terhadap koneksitas dengan orang lain, alam atau dimensi spiritual
dan berusaha membantu seseorang untuk mengeksplorasi tingkat energi dan
melewati kesadaran (awareness) atau sisi lain dari topeng dan pola-pola
kepribadian.
Sumbangan pada mazhab Psikoanalisis adalah alam bawah sadar & insting,
mazhab Behaviorisme adalah pengaruh lingkungan, mazhab Humanisme adalah
penentuan diri dan kebebasan memilih, dan mazhab Transpersonal adalah
transendensi dan spiritualitas. Transpersonal merupakan pengembangan diri (self
development) dengan melibatkan ekspansi di atas kesadaran umum yang hanya
terbatas pada ego dan kepribadian (personality) serta melebihi batasan
konvensional ruang dan waktu.4
B. Pengertian Sufisme
4
Nurlayla Effendy, Perkembangan Psikologi: Kelahiran Integral? Dalam jurnal Anima, Indonesian
Psychological Journal 2009, Vol. 24, No. 2, 124-131.
4
Menurut Fethullah Gullen, Sufisme adalah usaha yang sungguh-sungguh dan
mempunyai kesadaran akan pengawasan Allah demi menghilangkan semua
bentuk akhlak tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji.5
Menurut William James, Sufisme atau mistisme memiliki 4 karakteristik,
yaitu:6
1. Ineffability (tak terlukiskan)
2. Noetic (pencapaian)
3. Tranciency (kefanaan)
4. Passivity (kepasifan)
Sementara itu, R.M. Bucke memberikan ciri-ciri sufisme menjadi 7 bagian,
yaitu:7
1. Cahaya Batin
2. Ketinggian moral
3. Pancaran akal
4. Perasaan keabadiaan
5. Hilangnya ketakutan
6. Hilangnya rasa berdosa
7. Keterkejutan
Dari pengertian ini bisa disimpulkan bahwa inti dari pengertian diatas adalah
ketenangan jiwa, kebahagiaan batin dan pengalaman puncak dalam spiritualitas.
Semua pengertian diatas berhubungan dengan kondisi jiwa dan penyucian hati.
Tentu saja semua kepercayaan itu dianggap tahayul non-ilmiah di kalangan
ilmuwan modern. Namun, pada akhir abad ke-20 muncul sebuah mazhab
psikologi yang disebut psikologi transpersonal yang mencoba mengawinkan
psikologi modern yang mempelajari orang-orang normal dengan psikologi
tradisional yang juga mempelajari pengalaman paranormal orang-orang yang
mencari kesatuan dengan Realitas yang Mutlak seperti para kabalis Yahudi,
mistikus Kristen, sufi Islam dan yogi Hindu. Psikologi transpersonal ini muncul
sebagai kelanjutan dari gerakan potensi manusia seutuhnya di tahun 70-an. Hal
inilah yang bisa ditarik benang merah antara sufisme dan psikologi sendiri,
5
Fethullah Gulen, At-Tilal al-Zamrudiyah Nahwa Hayat al-Qalb (Kairo, Dar al-Nil:2006) Hal. 2.
William James, The Varieties of Religious Experience (New York, The New American Library of
World Literature: 1958) Hal. 367-369.
7
Abu al-Wafa al-Ghanimi Al-Taftazani, Madkhal Ila Ilm al-Tashawwuf (Kairo, Dar al-Tsaqafah:1979)
Hal. 123
6
5
khusunya
psikologi
transpersonal
yang
membenarkan
akan
adanya
pengamalaman spiritual.
Kunci Psikologi Transpersonal terletak pada dua hal yaitu : highest
potential atau potensi luhur yang ada pada setiap manusia. Dan pada state of
consciousness
(fenomena
kesadaran)
yang mengarah
pada
keruhanian,
pengalaman mistis dll. Transpersonal menunjukkan terdapat banyak dimensi
yang luar biasa potensial di luar kesadaran. Seperti halnya Sufisme yang juga
membahas pada keruhanian.
Sufisme menggunakan istilah insan kamil untuk sebutan sosok manusia yang
mencapai derajat kesempurnaan sebagaimana disebut oleh Ibn Arabi8 dan al-Jili9.
Sedangkan dalam psikologi lebih dikenal dengan istilah manusia ideal.
C. Perbandingan Konsep antara Sufisme dan Psikologi Transpersonal
8
Abu al-Wafa al-Ghanimi Al-Taftazani, Madkhal Ila Ilm al-Tashawwuf, Hal. 123-125.
9
Abd al-Karim al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awail wa al-Awakhir.
6
D. Integrasi Sufisme dan Psikologi Transpersonal
Dalam bukunya Shorrock menjelaskan proses integrasi ini bisa dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Spiritual Direction
Mengembalikan individu untuk kembali memformulasikan hubungannya
dengan tuhan.
2. Pastoral Psychotherapy
Yang bertujuan untuk membantu praktik keagamaan atau spiritual formal
yang secara eksplisit diarahkan pada tujuan tradisi keagamaan atau organisasi
keagamaan tertentu.
3. Psychospiritual psychotherapy
Sebuah pendekatan yang umumnya berbasis pada perihal memandang
psikologi dari sudut pandang satu tradisi religius atau spiritual seperti
Buddhisme, Kekristenan dan Sufisme.10
Integrasi yang cukup berhasil dilakukan oleh Hameed Ali dengan konsepnya
yang disebut dengan pendekatan berlian. Pendekatan ini bertujuan untuk
membantu seorang individu dalam mengalihkan identifikasi diri dari ego yang
berpusat pada kesadaran yang lebih besar akan identitas spiritual mereka yang
lebih dalam. Dia menyebutkan identitas spiritual kita dengan kata Essence dan
mengemukakan bahwa dengan berusaha melalui penderitaan awal kita, kita akan
memiliki kapasitas yang meningkat untuk mengaktualisasikan energi seperti cinta
dan kebijaksanaan, dengan peningkatan pengalaman esensi. Hameed Ali
mengintegrasikan antara teori relasi objek kontemporer dengan pemikiran
Sufistik.11
E. Kesimpulan
Perpaduan antara Sufisme dan Psikologi Transpersonal sangat dibutuhkan
dewasa ini, khusunya untuk masyarkat perkotaan. Dengan banyaknya gejalagejala negatif yang timbul dalam masyarakat akibat modernisme yang
10
Andrew Shorrock, The Transpersonal in Psychology, Psychotheraphy and Counseling (New York,
Palgrave McMilan:2008) Hal. 25-27.
11
Andrew Shorrock, The Transpersonal in Psychology, Psychotheraphy and Counseling, Hal. 194198
7
menyeluruh di perkotaan, maka dibutuhkan kembali spiritualitas keagamaan
untuk kembali membentuk Insan Kamil atau Manusia Ideal.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin, Prof, Psikologi Agama, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007.
8
Maslow, Abraham,. Religion, Value, and Peak-Experiences. Columbus: Ohis
State University Press. 1964,.
Murtadha, Muthahhari, Perspektif Al-Quran Tentang Manusia dan Agama,
terj. Bandung, Penerbit Mizan 1992.
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam.
Rozalina, Erba, M.Ag, Buku Pegangan Psikologi Transpersonal jilid 1.
Andrew Shorrock, The Transpersonal in Psychology, Psychotheraphy and
Counseling New York, Palgrave McMilan:2008
Abd al-Karim al-Jili, al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awail wa al-Awakhir
Abu al-Wafa al-Ghanimi Al-Taftazani, Madkhal Ila Ilm al-Tashawwuf Kairo, Dar alTsaqafah:1979
William James, The Varieties of Religious Experience New York, The New American
Library of World Literature: 1958
Fethullah Gulen, At-Tilal al-Zamrudiyah Nahwa Hayat al-Qalb Kairo, Dar alNil:2006
Nurlayla Effendy, Perkembangan Psikologi: Kelahiran Integral? Dalam jurnal
Anima, Indonesian Psychological Journal 2009, Vol. 24, No. 2
Hans Kung, Ateisme Sigmund Freud Ketegangan Radikal Psikologi dan Spiritualitas
Labirin, Bantul: 2017
Erdy Nasrul, Pengalaman Puncak Abraham Maslow CIOS, Ponorogo:2010
9