GENOSIDA OLEH SADDAM DAN ABSENNYA INTERV

Nama : Abdullah
NIM : 071514553006
S2 Hubungan Internasional
Tugas : Tutorial 1 Humanitarianisme dan Intervensi Kemanusiaan
GENOSIDA OLEH SADDAM DAN
ABSENNYA INTERVENSI KEMANUSIAAN INTERNASIONAL
Pendahuluan
Dewasa ini telinga kita tidak asing lagi mendengar kata genosida atau pembantaian
masal, secara umum genosida ini disimpulkan sebagai kejahatan yang paling kejam.Genosida
adalah suatu kejahatan terkemuka Internasional yang mana salah satu dari tindakannya
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu
kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan, seperti pembunuhan kelompok atau etnis.
Pada dasarnya genosida adalah suatu produk dari pemerintahan yang dipegang oleh seorang
penguasa dalam suatu negara.Kebanyakan genosida terjadi dibawah naungan pemerintahan
yang diktator dan otoriter, tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan juga bisa terjadi pada
pemerintahan yang demokratis.
Tulisan ini akan membahas salah satu genosida yang telah dilakukan oleh diktator
Irak terkejam sepanjang sejarah yakni Saddam. Saddam merupakan presiden Irak pada tahun
1979 hingga 2003. Menurut catatan yang dikumpulkan penulis,

Diktator Irak ini telah


bermain dengan api dan perikemanusiaan, menginjak-injak hak-hak asasi manusia,
memperkosa hukum internasional dan memprovokasi perang yang tentunya kesemuanya itu
berpuncak pada aksi genosida yang ditujukan kepada kelompok etnis maupun sektarian.
Landasan Konsep
Genosida adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu
suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan (membuat punah) bangsa
tersebut. Kata ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli hukum Polandia, Raphael
Lemkin, pada tahun 1944 dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di
Amerika Serikat. Kata ini diambil dari bahasa Yunani γένος genos ('ras', 'bangsa' atau
'rakyat') dan bahasa Latin caedere ('pembunuhan').
Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM, genosida ialah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama

dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental
yang berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang
menciptakan kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan
mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam
kelompok ke kelompok lain.

Definisi yang lain menurut PBB, dikatakan bahwa Genosida adalah tindakan
terencana yang ditujukan untuk menghancurkan eksistensi dasar dari sebuah bangsa atau
kelompok sebuah entitas, yang diarahkan pada individu-individu yang menjadi anggota
kelompok bersangkutan. Gagasan ini muncul pada 08 Oktober 1945. Konsep mengenai
genosida untuk pertama kali diterima secara legal formal dalam sebuah dokumen
internasional yaitu pada pasal 6 (c) dari piagam Nuremberg. Piagam tersebut mengatur
mengenai pengadilan terhadap pelaku kejahataan perang dan yang melakukan genosida.
Gagasan ini semakin kuat kedudukannya dalam sistem internasional pada 11
Desember 1946 dimana Majelis Umum PBB dengan suara bulat mengeluarkan resolusi yang
mengatakan bahwa genosida adalah penyangkalan atas eksistensi kelompok manusia secara
keseluruh. Secara bulat pula ditegaskan status genosida sebagai kejahatan dalam hukum
internasional. Berdasarkan resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB dibentuklah ad hoc
committee on Genocide yang bertugas merumuskan rancangan konvensi Genosida. Hanya
dalam waktu 8 bulan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida
(Konvensi Genosida) diterima oleh Majelis untuk ditandatangani atau diratifikasi.
Ada pula istilah genosida budaya yang berarti pembunuhan peradaban dengan
melarang penggunaan bahasa dari suatu kelompok atau suku, mengubah atau menghancurkan
sejarahnya atau menghancurkan simbol-simbol peradabannya.
Dari beberapa definisi diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa genosida
merupakan aksi kejahatan atau kriminal yang bertujuan untuk memusnahkan peradaban suatu

kelompok, etnis, atau bangsa. Pemusnahan ini bisa dilakukan bertahap, sedikit demi sedikit,
maupun sporadis.
Sedangkan intervensi kemanusiaan, secara garis besar memiliki 2 konsep. Pertama,
sebagaimana yang menjadi pedoman lembaga seperti PBB, dan Red Cross bahwasanya
intervensi kemanusian merupakan tindakan yang diperlukan untuk menjaga keamanan
manusia dari pelanggaran HAM, genosida, aksi kekerasan lainnya, atau bencana alam.
Kedua, intervensi kemanusiaan tidak hanya murni untuk memberikan social assistance tetapi
juga didorong oleh kepentingan politik dan ekonomi suatu negara.

Dalam kasus Saddam ini, penulis melihat konsep kedua cenderung lebih tepat dalam
menggambarkan intervensi kemanusiaan yang terjadi di Irak.
Dalam tulisan ini penulis akan terfokus mengenai Irak di bawah sang diktator yang
banyak melakukan kejahatan khususnya genosida terhadap kelompok syiah dan kurdi.
Penulis menambahkan sedikit mengenai absennya intervensi kemanusiaan di Irak tatkala
genosida terjadi.
Kejahatan, Genocide, dan Pelanggaran oleh Sang Diktator
Pelanggaran hak-hak asasi manusia di Irak berlangsung dengan mantapnya sejak
penggulingan Raja Faisal II al-Hashemi. Pada tanggsal 14 Juli 1958 Jenderal Abdel Karim
Kaseem bersama Jenderal al-Mahdawi menjadikan Irak sebagai “sirkus berdarah”. Sejak itu ,
yang namanya Hak-hak asasi manusia di Irak hanyalah ada dalam impian dan harapan.

Pengadilan-pengadilan di Irak tidak bedanya dengan pasar lelang kambing, setiap saat selusin
warga diseret ke tiang gantungan dan digantung di muka umum sampai mati, atau di “dor”
dibelakang tembok penjara yang pengap secara rahasia. Tuduhannya mudah sekali : “Musuh
pemerintah, musuh revolusi, dan musuh rakyat, atau di cap sebagai menggangu ketertiban
umum, mengancam perubahan konstitusi (Baath). Lebih dari sejuta orang Irak hidup di
pengasingan, terpencar di Iran, Turki, Syria, berbagai negara Arab, Eropa Barat, AS.
Demikian pula sejak Saddam at-Takriti jadi presiden selesai menggeser Jenderal Ahmad
Hasan Bakr. Tindakan pertama yang dilakukannya adalah pembersihan aparat partai. Saddam
menindas lawan politiknya dalam partai Baath Sosialis. Dibunuhnya beberapa lusin menteri,
pejabat, dan penguasa dinas inteligen. Hukum-hukum pidana diperkeras. (A.H Shahab, 150)
Saddam tidak menghormati para ulama, malah dijadikan sasaran pembunuhan politik
dan penindasan yang lebih kejam dari zaman Stalin. Lebih kejam lagi karena sasarannya
ditujukan terhadap suatu marga-etnis khusus dari ahlulbait. Seperti ulama Syiah Sayyid
Mohammad Bagir Sadr. Para ulama itu tidak pernah menghirup udara kebebasan berfikir atau
kemerdekaan mengutarakan pendapat. Mereka dieksekusi, digantung, atau ditembak mati,
tanpa diadili. Bahkan yang sangat memalukan, adalah ketika saudara perempuan sayyid
mohammad bagir sadr, bint-al huda juga ikut dihukum mati tanpa melalui peradilan.
Demikian pula ulama besar sayyid muhammad bagir al-hakim dihukum mati pada awal bulan
maret 1986 sekitar 92 keluarga sayyid al-hakim dari umur 9 tahun hingga 93 tahun dieksekusi
Saddam. Pada bulan Mei 1983, 90 keluarga sayyid al-hakim dari umur 9 hingga 76 ditahan,

karena sayyid al-hakim dianggap membangkang.pada tanggal 20 Mei enam pemuka-pemuka

keluarga sayyid al-hakim dieksekusi dihadapan seantero sanak keluarga. Selebihnya 84
keluarga sayyid al-hakim lenyap tanpa jejak.(A.H.Shahab, 151)
Menurut ulama besar Mesir, Shaikh Abdul Hamid Kishik pada suatu saat Saddam
memerintahkan pasukan intelnya untuk mengumpulkan sekitar 3.000 ulama dan murid-murid
mereka jurusan agama. Mereka datang setelah sholat jumat dan mereka berpikir ada akan
jamuan khusus, tetapi ketika tabir dibuka mereka disambut tembakan sederet senapan mesin
perenggut nyawa muslimin yang masih belasan tahun umurnya. Dalam buku “kitab al aswad”
juga dibuktikan adanya dokumen perintah inteligen Saddam membunuhi guru-guru agama
tersebut.
Aksi genocide Saddam juga terjadi pada etnis kurdi. Antara bulan April 1987 dan
Agustus 1988, pesawat tempur Irak melakukan serangan gencar terhadap desa-desa kurdi di
Irak. Serangan terbesar dilakukan pada 27 Februari 1988. Sekitar 5.000 orang kurdi tewas di
desa Halabja akibat senjata kimia. Lebih dari 36.000 orang kurdi melarikan diri ke Turki.
Sekitar 2.000 orang diantaranya terkena gas racun, senjata kimia akibat serangan serdadu
Irak. Menurut Bantuan Medical Internasional, banyak bahan racun toxic syaraf disusupkan ke
dalam makanan kaum pengungsi di Mardin, Turki sekitar Juni 1989.(Jane’s Defence Weekly)
2 genocide diatas merupakan bentuk akumulasi puncak yang dilakukan sang diktator
ketika kejahatan-kejahatan yang lain seperti pelanggaran HAM, Hukuman mati tanpa diadili,

perkosaan terhadap warga, melanggar hukum internasional, dan arogansi lainnya tidak bisa
mencapai tujuan yang diinginkan.
Absennya intervensi kemanusiaan
Pada saat genocide dan kejahatan-kejahatan lainnya terjadi dalam kurun waktu diatas,
intervensi kemanusiaan tidak nampak di Irak. Intervensi baru muncul ketika AS menyerang
Irak pada tahun 2003. Penyerangan tersebut muncul didorong alasan pertama, masalah
kepemilikan senjata pemusnah massal oleh Irak, kedua Saddam disinyalir punya hubungan
dengan Al-Qaida dan Taliban, ketiga Kediktatoran Rezim Saddam, keempat motif
penguasaan minyak Irak.

Tentunya ini menjadi pertanyaan jika memang intervensi

kemanusiaan didasarkan pada genosida yang terjadi, maka dimana posisi masyarakat
internasional saat itu?
Penulis menganalisa bahwa pada saat genosida berlangsung, politik internasional masih
didominasi 2 kutub kekuatan adidaya, sehingga isu tersebut kurang mendapat perhatian
internasional. Kedua, Irak sebagai sekutu AS waktu itu di kawasan timur tengah sehingga
merupakan blunder politik jika AS menghukum temannya sendiri. Bias seperti ini tidaklah
terlalu kaget jika kita memperhatikan kebijakan AS terhadap sekutu-sekutunya. Sebagaimana


pembiaran AS terhadap kejahatan Arab Saudi terhadap pelanggaran HAM atau kejahatan
perang terhadap Yaman.
Dari analisa singkat diatas, penulis melihat konsep intervensi kemanusiaan yang memiliki
motif politik lebih aplikatif dalam kasus genosida di Irak.
Kesimpulan
Kemunculan diktator fasis seperti Saddam tentu merupakan tinta merah bagi sejarah
dunia. Tidak hanya rakyat Irak yang dirugikan, Negara Barat pun gigit jari ketika Irak
menginvasi Kuwait. Padahal sebelumnya Negara Barat memberikan sokongan senjata untuk
Irak dalam memerangi Iran dan sebagai sekutu utama di Timur Tengah. Akan tetapi bedil
tersebut berbalik ke arah tuannya sendiri. Sekarang negara Arab dan Barat baru menyadari
bahwa Irak merupakan power broker di timur tengah sehingga pada tahun 2003, AS baru
menganggap penting untuk melakukan intervensi kemanusiaan. Artinya pada saat genosida
terjadi mungkin saja hal itu tidak penting karena buktinya tidak ada intervensi kemanusiaan
yang masuk. Thesis diatas menjelaskan masuknya intervensi pada 2003 juga dilatarbelakangi
kepentingan yang lain. Hal ini semakin mendorong thesis bahwa intervensi kemanusiaan
tidak serta merta ada tanpa disertai kepentingan yang lain. Jika thesis tersebut memang kuat,
tentu ini menyedihkan bagi pendukung kebebasan manusia di dunia ini.
Daftar Pustaka
Shahab, A.H._.Dibalik Wajah Saddam. Jakarta : Center for Islamic Studies and Research
Sihbudi, M Riza. 2007. Menyandera Timur Tengah. Jakarta.Mizan