HAK DAN KEWAJIBAN WUJUD TANGUNG JAWAB SE
I.
PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya menghendaki keadilan dalam hidup. Konsep keadilan
memiliki cakupan yang luas mulai dari mulai dari yang bersifat filosofis, etik, hukum
dan juga keadilan sosial. Keadilan menjadi syarat mutlak hubungan antara manusia
dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut penulis dalam realitas kehidupan masyarakat
Indonesia, keadilan hanya getol dibicarakan semua masyarakat pada taraf seputar teori
moral sedangkan dalam praksisnya keadilan sulit dijalankan dan bahkan tidak
membadan. Hak dan keadilan tidak terpisah dari tindakan. Tindakan yang dimaksudkan
adalah tindakan dalam arti etis dimana tindakan yang dibuat merupakan hasil
pertimbangan secara rasional dan dikehendaki secara bebas. Kebebasan individu
sebagai warga negara merupakan hak mutlak dan serentak merupakan tuntutan
kewajiban untuk bertangungjawab terhadap diri sendiri dan jaminan hak yang dimiliki
oleh orang lain.
Aristoteles berpendapat bahwa manusia harus secara aktif mengambil bagian dalam
kehidupan polis.1 Manusia dalam kaitannya dengan polis dituntut untuk berpartisipasi
aktif dalam seluruh kehidupan polis. Manusia sebagai bagian dari polis tidak hanya
menggunakan fasilitas segala sesuatu yang disediakan polis tetapi juga dituntut untuk
berbuat sesuatu yang dapat membangun polis. Tindakan manusia di atas menurut
Arendt adalah kemampuan untuk membawa sesuatu yang baru ke dunia. Tindakan
selalu melahirkan sesuatu yang baru dan memberikan kontribusi bagi dunia. 2 Oleh
karena itu cita rasa kewargaan selalu ditampilkan dengan dorongan alamiah manusia
untuk terlibat dalam masyarakat di negaranya.
1
Yosef Keladu, “ Etika Keduniawian; Karakter Etis Pemikiran Politik Hanna Arendt” (Ms.)
(Maumere: STFK Ledalero, 2015). p.72.
2
Ibid. p.73.
1
II.
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA SEBAGAI UPAYA
MEWUJUDKAN KEADILAN SOSIAL
Hak selalu berkaitan erat dengan keadilan. Objek dari kedilan itu adalah persaman
timbal balik antara manusia. Thomas Aquinas berpendapat bahwa kata keadilan (ius)
yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai hukum sebetulnya memiliki tiga
arti penting yaitu hukum objektif, hukum preskriptif, dan hukum subjektif. 3 Hukum
objektif merupakan tatanan yang adil dan objek keadilan tersebut serta persamaan
dalam hubungan timbal balik antara manusia. Hukum preskriptif bertalian dengan
kumpulan norma-norma dan aturan-aturan yang membatasi dan menetapkan tatanan
objektif keadilan. Salah satu contohnya adalah hukum sipil.
Hukum subjektif
merupakan kemampuan moral untuk memiliki, melakukan dan menuntut sesuatu secara
adil tanpa dihalangi oleh pihak lain. Dalam hukum subjektif individu bebas namun di
sisi lain individu dituntut untuk menjaga keadilan dengan tidak mengangu hak orang
lain.
II.1Hak dan Keadilan
Menurut Thomas Aquinas kekhasan dari keutamaan keadilan adalah menetapakan
dan menjamin ketertiban dalam hubungan antar manusia. 4 Kata keadilan selalu merujuk
kepada persamaan atau kesimbangan hak dan kewajiban. Ada empat jenis keadilan
yaitu keadilan komutatif, keadilan distributif, keadilan legal dan keadilan sosial.
Keadilan komutatif mengatur hubungan yang adil antar manusia yang satu dengan
manusia yang lain. Kadilan distributif mengatur hubungan yang adil antara masyarakat
dan anggota-anggotanya. Misalnya pembagian gaji berdasarkakan tanggungjawab yang
diemban. Setiap orang diberikan jasa sesuai dengan fungsi dan perannya dalam
masyarakat. Keadilan legal merupakan kewajiban setiap anggota masyarakat untuk
bertindak sesuai dengan hukum yang mengatur semua hal demi kepentingan umum.
Setiap orang baik atasan maupun bawahan diwajibkan melakukan tugas dengan tujuan
utama yaitu untuk memenuhi kepentingan bersama. Keadilan sosial merupakan sintesis
antara keadilan sosial dan kadilan distributif dan keadilan legal. Sasaran keadilan sosial
adalah mengarah secara khusus tingkah laku individu untuk mencapai kesejahteraan
3
4
Frans Ceunfin, “Etika Dasar” (Ms.) (Maumere: STFK Ledalero, 2005), p.93.
Ibid. p. 94.
2
bersama. Keadilan sosial mengatur timbal balik antara berbagai kelompok sosial dalam
suatu masyarakat. Keadilan sosial bertujuan mengatur tatanan ekonomi dalam suatu
masyarakat menurut tuntutan akal budi dan secara khusus mengatur perbuatan
masyarakat atau anggota-anggotanya sehingga semua dapat hidup secara manusiawi
yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhan materi secara pantas.
Hubungan antara hak dan kewajiban bersifat korelatif. Hak seseorang
untukmemiliki atau terhadap suatu barang serentak merupakan sebuah tuntutan akan
kewajiban orang lain untuk tidak memiliki barang tersebut. Berdasarkan korelasi antara
hak dan kewajiban maka hak memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
Hak tidak dapat dirusakan, hak terbatas, dan hak memaksa. Hak tidak dapat
dirusakan karena kemampuan moral seseorang tidak dapat dirusak dengan cara apapun.
Hak terbatas karena hak seseorang selalu dibatasi dengan hak yang sama yang ada pada
orang lain. Misalnya hak sopir angkot untuk mengendarai kendaraan dengan kecepatan
tinggi dibatasi dengan hak penumpang atau hak pengguna jalan lainnya untuk terhindar
dari kecelakan. Hak pun terbatas apabila ada tuntutan kesejahteraan umum. Misalnya
penggusuran tanah untuk membangun rumah sakit atau jalan raya. Hak pun dibatasi
oleh hukum demi kesejahteraan umum. Ada norma dan aturan yang membatasi hak
seseorang agar tidak berbenturan dengan hak orang lain.
2.2 Kebebasan dan Tangungjawab Sebagai Warga Negara
Manusia merupakan makhluk berakal budi. Sebagai makluk yang berakal budi
manusia memiliki kebebasan dan bertanggungjawab dengan dirinya sendiri. Hal di atas
yang membedakan manusia dengan binatang. Binatang tidak mengenal faham
kewajiban dan dianggap tidak mampu bertangungjawab. Binatang selalu mengandalkan
instingnya dan kecondongan-kecondongan alamiahnya sedangkan manusia memiliki
kebebasan dan bersamaan dengan kebebasan itu iapun dibebani dengan tanggungjawab
dan kewajiban moral.5
II.1.1 Kebebasan
5
Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisius,
1987), p.21.
3
Manusia merupakan satu-satunya binatang yang berakal budi. Selain berakal budi
manusia memiliki kebebasan untuk bertindak, bekerjasama dan bertukar pendapat
untuk meningkatkan perkembangan serta menjaga eksistensi negaranya. Tujuan dari
tindakan ini adalah kebaikan manusia itu sendiri dengan menjamin hak-haknya. Sebuah
negara akan runtuh apabila warganya melakukan banyak pelanggaran. Oleh karena itu
setiap warga negara harus memiliki kebajikan warga dan kepekaan terhadap hukum
sebagai upaya untuk menjaga keutuhan negara.6 Kebebasan bertindak dan
bertanggungjawab terhadap tindakan merupakan langkah praktis dari upaya pelestarian
negara.
Kebebasan dibagi atas dua yaitu kebebasan eksistensial dan kebebasan sosial.
Berikut akan diuraikan pembahasan seputar kebebasan eksistensial dan kebebasan
sosial.
1. Kebebasan Eksistensial
Kebebasan eksistensial pada dasarnya terdiri dari kemampuan manusia untuk
menenentukan dirinya sendiri.7 Kebebasan ini tidak menekankan bentuk kebebasan dari
apa, melainkan untuk apa. Negara dan segala upaya untuk mewujudkan keadilan sosial
memampukan kita untuk menentukan tindakan atau bertindak secara sadar. Tindakan
dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu. Tidakan dilakukan oleh kita berdasarkan
kesadaran dan kitapun bertanggunggjawab atas tindakan itu.8
Dalam kebebasan eksistensial keadilan sosial menjamin kebebasan jasmani dan
rohani. Secara fisik manusia bebas menentukan apa yang harus dilakukannya. Hal ini
membuktikan bahwa kebebasan manusia bukanlah kebebasan yang abstrak melainkan
kebebasan nyata dalam sifat dan tindaknnya. Kebebasan tubuh kita secara fisik
dipasung dengan kekuatan fisik yang lebih besar. Paksaan menjadikan kita melakukan
atau tidak melakukan sesuatu yang tidak kita kehendaki berdasarkan pikiran. Informasi
politik yang diperoleh dan dipahami tidak benar dan merupakan bentuk interpretasi
baru berdasarkan keterkungkungan dan ketiadaan kebebasan eksistensial.
9
Semua
informasi disaring secara sistematik demi tujuan tertentu. Berdasarkan uraian
6
Felix Bhagi (Ed.), Kewarganegaraan Demokratis: Dalam Sorotan Filsafat Politik. (Maumere:
Ledalero, 2009), p. 81.
7
Magnis Suseno, Op. Cit., p.23.
8
Ibid. p.23.
9
Ibid. pp.23-25.
4
kebebasan eksistensial di atas maka tidak dibenarkan praktek paksaan yang dapat
merusak hak seseoarang berpikir secara bebas.
2. Kebebasan Sosial
Kebebasan eksistensial identik dengan kebebasan individu. Dalam hidup bernegara
sebagai makhluk sosial manusia selalu mengahayati hidupnya dalam relasinya dengan
yang lain. Kebebasan selalu dikaitkan dengan paksaan dan penindasan yang datang dari
luar. Jadi jaminan kebebasan sosial adalah keadaan dimana kemungkinanan kita untuk
bertindak tidak dibatasi oleh orang lain. 10 Kebebasan sosial dibatasi dengan paksaan
berupa siksaan pada fisik yang berdampak pada kebebasan roahani untuk berpikir
jernih dan menghayati
kehidupan yang bertangungjawab dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara secara baik.
Selain itu terdapat praktek-praktek yang mengurung kebebasan sosial yaitu perintah
dan larangan.11 Misalnya presiden JOKOWI melaui undang-undang memiliki
kewajiban untuk menjalankan tugas sebagai kepala negara yang menuntun bangsa
Indonesia pada kesejahteraan bersama. Namun di sisi lain dalam kekuatan fisik yang
besar sebagai presiden JOKOWI membuat perintah di luar perintah undang-undang
yaitu menembak para kritikus yang terlalu tajam menyampaikan kritik dan saran.
Penentuan untuk melakukan perintah dan larangan yang memangkas kebebasan sosial
bergantung pada individu tersebut.12
II.2Relevansi Bagi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Dalam proses penerapan keadilan sosial masyarakat memiliki peran tertinggi dan
menjadi tolok ukur penilaian tentang aktualisasi konsep keadilan dalam praksis.
Sebagai masyarakat yang
berkecimpung dalam pemerintahan Negara Republik
Indonesia memiliki kewajiban untuk berani melawan kecenderungan anonimisasi yang
dapat timbul dari birokratisasi. Selain itu sebagai warga Negara yang berciri pribadi
yang arif dan dan rasional, kita dituntut untuk menata kehidupan bersama demi
tercapainya cita rasa akan keadilan yang sederhana dan pragmatis memadai.13
10
11
12
13
Ibid. pp.26-28.
Ibid.p.29.
Ibid.
Felix Baghi (Ed.), Op.Cit., p.82.
5
Dalam Pancasila terdapat rumusan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila
ini memiliki makna dan kesesuaian sifat-sifat dan keadaan serta hakikat Negara dengan
hakikat manusia yang bersifat “monopluralis”. Hubungan monopluarlis mecakup
beberapa hubungan yang dijalin manusia dalam hidupnya yaitu: manusia dengan
dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya dan manusia dengan Tuhan. 14
Berdasarkan makna dari sila keempat di atas maka pengertian adil dan beradab
dirumuskan sebagai berikut: Kata adil dalam kaitannya dengan kemanusiaan yaitu adil
terhadap pribadinya sendiri, terhadap sesama dan terhadap Tuhan. Berdasarkan
rumusan di atas maka kebebasan manusia sebagai warga negara yang arif dan rasional
harus diterjemahkann dalam hidup nyata berdasarkan pedoman keadilan yang beradab.
Dalam kaitannya dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sila
kelima Pancasila warga negara Indonesia menjamin hak-hak semua warga negara untuk
mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik dan ekonomi, dan sosial
budaya dan pertahanan keamanan. Keadilan sosial manusia mencakup segala bidang
kehidupan. Setiap warga berangungjawab terhadap negara dan bebas memperoleh
haknya. Rakyat yang dimaksudkan dalam sila ini adalah semua orang di bawah wilayah
Indonesia dan semua warga negara Indonesia yang hidup di negeri asing.15
III.
14
Penutup
Kaelan, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2002),
p.169.
15
Hardono Hadi, Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila (Yogyakarta: Kanisius, 1994), p.108.
6
Keberhasilan dalam menghadapi tantangan seputar masalah ketidakadilan selalu
diawali dengan manusia dan tindakanya. Manusia sebagai makhuk berkal budi
hendaknya memiliki kecakapan dalam berpikir, bericara dan bertindak. Hak-hak
mendasar di atas serentak menjadi tuntutan untuk bertangungjawab dengan
kebebasan pribadi saat dihadapkan dengan kebebasan lainnya.
Dalam aspek spiritual manusia merupakan makhluk ber-Tuhan. Oleh karena itu
dalam segala manifestasi perbuatannya manusia harus senantiasa bersifat adil.
Manusia harus bertindak adil dengan memberikan kepada dirinya sendiri dan
kepada orang lain sebagaimana mestinya yang menjadi haknya.
Demikian karya ilmiah ini dibuat semoga bermanfaat bagi kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Penulis menyadari masih banyak kekurang
dari karya ilmiah sedehana ini. oleh karena itu penulis mengharapka kritik dan
saran dari Pater untuk memeprkaya karya ilmiah ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
7
I. Buku
Suseno Magnis. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta:
Kanisius, 1987.
Bhagi Felix (Ed.). Kewarganegaraan Demokratis: Dalam Sorotan Filsafat Politik.
Maumere: Ledalero, 2009.
Kaelan. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta:
Paradigma, 2002.
Hadi Hardono. Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Kanisius, 1994.
II. SUMBER LAIN
Ceunfin Frans. “Etika Dasar”(Ms.) Maumere: STFK Ledalero, 2005
Keladu Yosef. “Etika Keduniawian; Karakter Etis Pemikiran Politik Hanna
Arendt”(Ms) Maumere: STFK Ledalero, 2015.
8
PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya menghendaki keadilan dalam hidup. Konsep keadilan
memiliki cakupan yang luas mulai dari mulai dari yang bersifat filosofis, etik, hukum
dan juga keadilan sosial. Keadilan menjadi syarat mutlak hubungan antara manusia
dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut penulis dalam realitas kehidupan masyarakat
Indonesia, keadilan hanya getol dibicarakan semua masyarakat pada taraf seputar teori
moral sedangkan dalam praksisnya keadilan sulit dijalankan dan bahkan tidak
membadan. Hak dan keadilan tidak terpisah dari tindakan. Tindakan yang dimaksudkan
adalah tindakan dalam arti etis dimana tindakan yang dibuat merupakan hasil
pertimbangan secara rasional dan dikehendaki secara bebas. Kebebasan individu
sebagai warga negara merupakan hak mutlak dan serentak merupakan tuntutan
kewajiban untuk bertangungjawab terhadap diri sendiri dan jaminan hak yang dimiliki
oleh orang lain.
Aristoteles berpendapat bahwa manusia harus secara aktif mengambil bagian dalam
kehidupan polis.1 Manusia dalam kaitannya dengan polis dituntut untuk berpartisipasi
aktif dalam seluruh kehidupan polis. Manusia sebagai bagian dari polis tidak hanya
menggunakan fasilitas segala sesuatu yang disediakan polis tetapi juga dituntut untuk
berbuat sesuatu yang dapat membangun polis. Tindakan manusia di atas menurut
Arendt adalah kemampuan untuk membawa sesuatu yang baru ke dunia. Tindakan
selalu melahirkan sesuatu yang baru dan memberikan kontribusi bagi dunia. 2 Oleh
karena itu cita rasa kewargaan selalu ditampilkan dengan dorongan alamiah manusia
untuk terlibat dalam masyarakat di negaranya.
1
Yosef Keladu, “ Etika Keduniawian; Karakter Etis Pemikiran Politik Hanna Arendt” (Ms.)
(Maumere: STFK Ledalero, 2015). p.72.
2
Ibid. p.73.
1
II.
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA SEBAGAI UPAYA
MEWUJUDKAN KEADILAN SOSIAL
Hak selalu berkaitan erat dengan keadilan. Objek dari kedilan itu adalah persaman
timbal balik antara manusia. Thomas Aquinas berpendapat bahwa kata keadilan (ius)
yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai hukum sebetulnya memiliki tiga
arti penting yaitu hukum objektif, hukum preskriptif, dan hukum subjektif. 3 Hukum
objektif merupakan tatanan yang adil dan objek keadilan tersebut serta persamaan
dalam hubungan timbal balik antara manusia. Hukum preskriptif bertalian dengan
kumpulan norma-norma dan aturan-aturan yang membatasi dan menetapkan tatanan
objektif keadilan. Salah satu contohnya adalah hukum sipil.
Hukum subjektif
merupakan kemampuan moral untuk memiliki, melakukan dan menuntut sesuatu secara
adil tanpa dihalangi oleh pihak lain. Dalam hukum subjektif individu bebas namun di
sisi lain individu dituntut untuk menjaga keadilan dengan tidak mengangu hak orang
lain.
II.1Hak dan Keadilan
Menurut Thomas Aquinas kekhasan dari keutamaan keadilan adalah menetapakan
dan menjamin ketertiban dalam hubungan antar manusia. 4 Kata keadilan selalu merujuk
kepada persamaan atau kesimbangan hak dan kewajiban. Ada empat jenis keadilan
yaitu keadilan komutatif, keadilan distributif, keadilan legal dan keadilan sosial.
Keadilan komutatif mengatur hubungan yang adil antar manusia yang satu dengan
manusia yang lain. Kadilan distributif mengatur hubungan yang adil antara masyarakat
dan anggota-anggotanya. Misalnya pembagian gaji berdasarkakan tanggungjawab yang
diemban. Setiap orang diberikan jasa sesuai dengan fungsi dan perannya dalam
masyarakat. Keadilan legal merupakan kewajiban setiap anggota masyarakat untuk
bertindak sesuai dengan hukum yang mengatur semua hal demi kepentingan umum.
Setiap orang baik atasan maupun bawahan diwajibkan melakukan tugas dengan tujuan
utama yaitu untuk memenuhi kepentingan bersama. Keadilan sosial merupakan sintesis
antara keadilan sosial dan kadilan distributif dan keadilan legal. Sasaran keadilan sosial
adalah mengarah secara khusus tingkah laku individu untuk mencapai kesejahteraan
3
4
Frans Ceunfin, “Etika Dasar” (Ms.) (Maumere: STFK Ledalero, 2005), p.93.
Ibid. p. 94.
2
bersama. Keadilan sosial mengatur timbal balik antara berbagai kelompok sosial dalam
suatu masyarakat. Keadilan sosial bertujuan mengatur tatanan ekonomi dalam suatu
masyarakat menurut tuntutan akal budi dan secara khusus mengatur perbuatan
masyarakat atau anggota-anggotanya sehingga semua dapat hidup secara manusiawi
yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhan materi secara pantas.
Hubungan antara hak dan kewajiban bersifat korelatif. Hak seseorang
untukmemiliki atau terhadap suatu barang serentak merupakan sebuah tuntutan akan
kewajiban orang lain untuk tidak memiliki barang tersebut. Berdasarkan korelasi antara
hak dan kewajiban maka hak memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
Hak tidak dapat dirusakan, hak terbatas, dan hak memaksa. Hak tidak dapat
dirusakan karena kemampuan moral seseorang tidak dapat dirusak dengan cara apapun.
Hak terbatas karena hak seseorang selalu dibatasi dengan hak yang sama yang ada pada
orang lain. Misalnya hak sopir angkot untuk mengendarai kendaraan dengan kecepatan
tinggi dibatasi dengan hak penumpang atau hak pengguna jalan lainnya untuk terhindar
dari kecelakan. Hak pun terbatas apabila ada tuntutan kesejahteraan umum. Misalnya
penggusuran tanah untuk membangun rumah sakit atau jalan raya. Hak pun dibatasi
oleh hukum demi kesejahteraan umum. Ada norma dan aturan yang membatasi hak
seseorang agar tidak berbenturan dengan hak orang lain.
2.2 Kebebasan dan Tangungjawab Sebagai Warga Negara
Manusia merupakan makhluk berakal budi. Sebagai makluk yang berakal budi
manusia memiliki kebebasan dan bertanggungjawab dengan dirinya sendiri. Hal di atas
yang membedakan manusia dengan binatang. Binatang tidak mengenal faham
kewajiban dan dianggap tidak mampu bertangungjawab. Binatang selalu mengandalkan
instingnya dan kecondongan-kecondongan alamiahnya sedangkan manusia memiliki
kebebasan dan bersamaan dengan kebebasan itu iapun dibebani dengan tanggungjawab
dan kewajiban moral.5
II.1.1 Kebebasan
5
Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisius,
1987), p.21.
3
Manusia merupakan satu-satunya binatang yang berakal budi. Selain berakal budi
manusia memiliki kebebasan untuk bertindak, bekerjasama dan bertukar pendapat
untuk meningkatkan perkembangan serta menjaga eksistensi negaranya. Tujuan dari
tindakan ini adalah kebaikan manusia itu sendiri dengan menjamin hak-haknya. Sebuah
negara akan runtuh apabila warganya melakukan banyak pelanggaran. Oleh karena itu
setiap warga negara harus memiliki kebajikan warga dan kepekaan terhadap hukum
sebagai upaya untuk menjaga keutuhan negara.6 Kebebasan bertindak dan
bertanggungjawab terhadap tindakan merupakan langkah praktis dari upaya pelestarian
negara.
Kebebasan dibagi atas dua yaitu kebebasan eksistensial dan kebebasan sosial.
Berikut akan diuraikan pembahasan seputar kebebasan eksistensial dan kebebasan
sosial.
1. Kebebasan Eksistensial
Kebebasan eksistensial pada dasarnya terdiri dari kemampuan manusia untuk
menenentukan dirinya sendiri.7 Kebebasan ini tidak menekankan bentuk kebebasan dari
apa, melainkan untuk apa. Negara dan segala upaya untuk mewujudkan keadilan sosial
memampukan kita untuk menentukan tindakan atau bertindak secara sadar. Tindakan
dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu. Tidakan dilakukan oleh kita berdasarkan
kesadaran dan kitapun bertanggunggjawab atas tindakan itu.8
Dalam kebebasan eksistensial keadilan sosial menjamin kebebasan jasmani dan
rohani. Secara fisik manusia bebas menentukan apa yang harus dilakukannya. Hal ini
membuktikan bahwa kebebasan manusia bukanlah kebebasan yang abstrak melainkan
kebebasan nyata dalam sifat dan tindaknnya. Kebebasan tubuh kita secara fisik
dipasung dengan kekuatan fisik yang lebih besar. Paksaan menjadikan kita melakukan
atau tidak melakukan sesuatu yang tidak kita kehendaki berdasarkan pikiran. Informasi
politik yang diperoleh dan dipahami tidak benar dan merupakan bentuk interpretasi
baru berdasarkan keterkungkungan dan ketiadaan kebebasan eksistensial.
9
Semua
informasi disaring secara sistematik demi tujuan tertentu. Berdasarkan uraian
6
Felix Bhagi (Ed.), Kewarganegaraan Demokratis: Dalam Sorotan Filsafat Politik. (Maumere:
Ledalero, 2009), p. 81.
7
Magnis Suseno, Op. Cit., p.23.
8
Ibid. p.23.
9
Ibid. pp.23-25.
4
kebebasan eksistensial di atas maka tidak dibenarkan praktek paksaan yang dapat
merusak hak seseoarang berpikir secara bebas.
2. Kebebasan Sosial
Kebebasan eksistensial identik dengan kebebasan individu. Dalam hidup bernegara
sebagai makhluk sosial manusia selalu mengahayati hidupnya dalam relasinya dengan
yang lain. Kebebasan selalu dikaitkan dengan paksaan dan penindasan yang datang dari
luar. Jadi jaminan kebebasan sosial adalah keadaan dimana kemungkinanan kita untuk
bertindak tidak dibatasi oleh orang lain. 10 Kebebasan sosial dibatasi dengan paksaan
berupa siksaan pada fisik yang berdampak pada kebebasan roahani untuk berpikir
jernih dan menghayati
kehidupan yang bertangungjawab dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara secara baik.
Selain itu terdapat praktek-praktek yang mengurung kebebasan sosial yaitu perintah
dan larangan.11 Misalnya presiden JOKOWI melaui undang-undang memiliki
kewajiban untuk menjalankan tugas sebagai kepala negara yang menuntun bangsa
Indonesia pada kesejahteraan bersama. Namun di sisi lain dalam kekuatan fisik yang
besar sebagai presiden JOKOWI membuat perintah di luar perintah undang-undang
yaitu menembak para kritikus yang terlalu tajam menyampaikan kritik dan saran.
Penentuan untuk melakukan perintah dan larangan yang memangkas kebebasan sosial
bergantung pada individu tersebut.12
II.2Relevansi Bagi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Dalam proses penerapan keadilan sosial masyarakat memiliki peran tertinggi dan
menjadi tolok ukur penilaian tentang aktualisasi konsep keadilan dalam praksis.
Sebagai masyarakat yang
berkecimpung dalam pemerintahan Negara Republik
Indonesia memiliki kewajiban untuk berani melawan kecenderungan anonimisasi yang
dapat timbul dari birokratisasi. Selain itu sebagai warga Negara yang berciri pribadi
yang arif dan dan rasional, kita dituntut untuk menata kehidupan bersama demi
tercapainya cita rasa akan keadilan yang sederhana dan pragmatis memadai.13
10
11
12
13
Ibid. pp.26-28.
Ibid.p.29.
Ibid.
Felix Baghi (Ed.), Op.Cit., p.82.
5
Dalam Pancasila terdapat rumusan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila
ini memiliki makna dan kesesuaian sifat-sifat dan keadaan serta hakikat Negara dengan
hakikat manusia yang bersifat “monopluralis”. Hubungan monopluarlis mecakup
beberapa hubungan yang dijalin manusia dalam hidupnya yaitu: manusia dengan
dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya dan manusia dengan Tuhan. 14
Berdasarkan makna dari sila keempat di atas maka pengertian adil dan beradab
dirumuskan sebagai berikut: Kata adil dalam kaitannya dengan kemanusiaan yaitu adil
terhadap pribadinya sendiri, terhadap sesama dan terhadap Tuhan. Berdasarkan
rumusan di atas maka kebebasan manusia sebagai warga negara yang arif dan rasional
harus diterjemahkann dalam hidup nyata berdasarkan pedoman keadilan yang beradab.
Dalam kaitannya dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sila
kelima Pancasila warga negara Indonesia menjamin hak-hak semua warga negara untuk
mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik dan ekonomi, dan sosial
budaya dan pertahanan keamanan. Keadilan sosial manusia mencakup segala bidang
kehidupan. Setiap warga berangungjawab terhadap negara dan bebas memperoleh
haknya. Rakyat yang dimaksudkan dalam sila ini adalah semua orang di bawah wilayah
Indonesia dan semua warga negara Indonesia yang hidup di negeri asing.15
III.
14
Penutup
Kaelan, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2002),
p.169.
15
Hardono Hadi, Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila (Yogyakarta: Kanisius, 1994), p.108.
6
Keberhasilan dalam menghadapi tantangan seputar masalah ketidakadilan selalu
diawali dengan manusia dan tindakanya. Manusia sebagai makhuk berkal budi
hendaknya memiliki kecakapan dalam berpikir, bericara dan bertindak. Hak-hak
mendasar di atas serentak menjadi tuntutan untuk bertangungjawab dengan
kebebasan pribadi saat dihadapkan dengan kebebasan lainnya.
Dalam aspek spiritual manusia merupakan makhluk ber-Tuhan. Oleh karena itu
dalam segala manifestasi perbuatannya manusia harus senantiasa bersifat adil.
Manusia harus bertindak adil dengan memberikan kepada dirinya sendiri dan
kepada orang lain sebagaimana mestinya yang menjadi haknya.
Demikian karya ilmiah ini dibuat semoga bermanfaat bagi kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Penulis menyadari masih banyak kekurang
dari karya ilmiah sedehana ini. oleh karena itu penulis mengharapka kritik dan
saran dari Pater untuk memeprkaya karya ilmiah ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
7
I. Buku
Suseno Magnis. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta:
Kanisius, 1987.
Bhagi Felix (Ed.). Kewarganegaraan Demokratis: Dalam Sorotan Filsafat Politik.
Maumere: Ledalero, 2009.
Kaelan. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta:
Paradigma, 2002.
Hadi Hardono. Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Kanisius, 1994.
II. SUMBER LAIN
Ceunfin Frans. “Etika Dasar”(Ms.) Maumere: STFK Ledalero, 2005
Keladu Yosef. “Etika Keduniawian; Karakter Etis Pemikiran Politik Hanna
Arendt”(Ms) Maumere: STFK Ledalero, 2015.
8