Proposal Skripsi Tampilan Kekerasan dala
TAMPILAN KEKERASAN DALAM SERIAL ANIMASI LARVA
PROPOSAL SKRIPSI
OLEH :
MOLECHA SURYA
G. 311.12.0044
PROGRAM STUDI S1 – ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SEMARANG
SEMARANG
2015
1
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI .................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI ..................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
1. Judul ...........................................................................................................
1
2. Latar Belakang Masalah .............................................................................
1
3. Perumusan Masalah ...................................................................................
8
4. Tujuan Penelitian .......................................................................................
8
5. Manfaat Penelitian .....................................................................................
8
6. Tinjauan Pustaka ........................................................................................
9
7. Kerangka Berpikir ......................................................................................
21
8. Metode Penelitian.......................................................................................
22
9. Jadwal Penelitian........................................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
33
LAMPIRAN
3
1. Judul
“Tampilan Kekerasan Dalam Serial Animasi Larva”
2. Latar Belakang Masalah
Film animasi buatan negeri Gingseng Korea ini mengisi slot
sederhana yang ditujukan keanak - anak yaitu film animasi larva. Film
animasi ini pada dasarnya mempunyai keistimewaan tersendiri bagi
penontonnya dengan menyorot dua karakter yang berbeda yaitu Si Merah
dan Si Kuning, serta hewan jenis lainnya seperti siput (Rainbow Snail),
fish monster, kumbang kotoran (Si Brown), kumbang perkasa (Black), si
Pink dan cacing misterius (Violet). Larva Merah mempunyai karakter
pengiri dan suka menindas sedangkan larva kuning mempunyai karakter
polos dan baik hati namun larva kuning sangat gemar makan. Pada film
animasi larva ini lebih fokus tempat selokan, dimana selokan ini tempat
yang sangat kotor, namun pada kesederhanaan animasi larva ini berhasil
memancing
tawa
penonton
terutama
anak-anak.
(http://www.kompasiana.com/herumawanpa/larva-kartun-bisu-nankocak_550b4f3d813311e805b1e95b 22 Juni 2015 17:00 WIB )
Saat ini menonton film animasi tidak hanya didominasi untuk para
anak-anak, remaja dan dewasa pun juga memiliki ketertarikan tinggi
terhadap animasi. Beberapa muncul distasiun televisi nasional maupun
lokal film kartun yang tidak ada dialog hanya gerakan tubuh, suara tawa,
tangisan, gerutu, teriakan dan suara bisikan, kalau ada bahasa yang
4
dikeluarkan susah itupun dipahami. Beberapa kartun bisu buatan negeri
Korea ini yang tayang di Indonesia yaitu animasi Larva, Oscar’s Oasis
ada pula film animasi dari negara lain yaitu Doraemon, Power Rangers,
Crayon Shinchan, Dragon Ball, Hamtaro, Upin dan Ipin. Masyarakat dapat
memahami dan masuk dalam cerita, hal ini setidaknya telah terbukti pada
serial animasi yang digemari masyarakat terutama di Indonesia.
(http://entertainment.kompas.com/read/2010/08/03/12072634/Animator.H
arus.Berani.Angkat.Tema.Loka) 14 September 2015 22:00 WIB
Film akan berpengaruh terhadap penilaian masyarakat terutama di
Indonesia, mereka akan membuka pikiran masing-masing bahwa film itu
tidak berbobot bahkan untuk penyampaian pesannya jelas.
Film akan
berdampak pada penampilan yang ada dan akan menghadirkan makna, ide,
tema dan konsep menarik sehingga akan mempengaruhi pemikiran
penikmatnya. Contohnya pada serial animasi larva. Film animasi ini dibuat
bukan hanya memberi hiburan semata bagi penontonnya tetapi juga
menampilkan sisi lain dari kehidupan pada animasi tersebut. Animasi larva
ini menampilkan sisi persahabatan yang dilakukan Si Merah dan Si
Kuning untuk saling membatu, sedangkan animasi larva ini juga
menampilkan sisi kekerasan yang dilakukan Si Merah dan Kuning saling
menindas, merebutkan makanan atau barang yang jatuh diselokan. Dengan
gambaran tersebut ada makna positif dan negatifnya, kekerasan seperti apa
yang ada pada film dari pandangan sudut kekerasannya.
5
Ada beberapa film animasi televisi yang mencapai ratting tinggi
dari tahun ke tahun, sebagai berikut.
No
Fim
Rillis
Rattings
Sumber
1.
Shaun The Sheep
2007
5 Besar Harian
http://www.kompas
iana.com/noni_aern
ee/si-bisu-rajarating_550ddc8ea3
3311a62dba7d5d
2.
Oscar & Co
2007
TVR 4,5
http://www.kompas
iana.com/noni_aern
ee/si-bisu-rajarating_550ddc8ea3
3311a62dba7d5d
3.
Ooglies
2009
TVR 3
http://www.kompas
iana.com/noni_aern
ee/si-bisu-rajarating_550ddc8ea3
3311a62dba7d5d
4.
Larva
2011
TVR 4,5
http://www.kompas
iana.com/noni_aern
ee/si-bisu-raja-
6
rating_550ddc8ea3
3311a62dba7d5d
5.
Shrek Stories
2013
6,7
filmindonesia.or.id
6.
Minion
2015
6,6
filmindonesia.or.id
Film kartun dapat didefinisikan sebagai gambaran yang bersifat
humoristis, kadang hanya bersifat lucu dan menarik, kadang dengan tujuan
mencela atau mencemooh keadaan sosial atau seseorang. Namun, lebih
ditekankan
lagi,
bahwa
kartun
merupakan
pencerminan
ciri-ciri
kemanusiaan pada umumnya secara karikatural (Sasongko, 2005:9). Pada
film Animasi menggabungkan antara frame by frame yang akan menjadi
gambar (2D) maupun (3D). Banyak film animasi yang mengandung sikap
kekerasannya yaitu Brave, Minion, Oscar & Co,
Owl, Spongebob,
OOglies, Doraemon, Shaun The Sheep, dll.
Film sama dengan media artistik lainnya memiliki sifat-sifat dasar
dari media lainnya yang terjalin dalam susunan yang beragam. Film
memiliki
kesanggupan
untuk
memainkan
ruang
dan
waktu,
mengembangkan dan mempersingkatnya, menggerak maju mundurkan
secara bebas dalam batasan-batasan wilayah yang cukup lapang. Meski
antara media film dan media lainnya terdapat kesamaan, film adalah
sesuatu yang unik (Adi Pranaya, 1999: 11).
7
Tindak kekerasan yang tercantum dalam hukum publik yaitu
tindakan yang diancam oleh hukum pidana secara sosial, ekonomi, atau
psikologis, hal ini menunjukan pada tindakan yang dapat merugikan orang
lain. misalnya : pembunuhan, penganiayaan, ancaman, pemukulan dan lain
sebagainya. Walaupun tindakan tersebut menurut masyarakat umum
dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan
sengaja maupun tidak sengaja ( verbal dan non verbal), yang ditujukan
untuk merusak orang lain berupa serangan fisik, mental, sosial maupun
ekonomi yang melanggar hak asasi manusia dan bertentangan dengan
nilai-nilai, norma masyarakat sehingga berdampak trauma bagi seseorang.
Tindak kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat dan seolaholah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuannya. Gagasan
bahwa agresi adalah sebuah insting yang diruntuhkan oleh keyakinan
bahwa insting manusia seharusnya muncul hampir setiap perilaku yang
tampak. (Barash, 1979).
Kekerasan pada dasarnya tergolong dalam dua bentuk yaitu
kekerasan sembarangan yang mencakup kekerasan berskala kecil atau
tidak direncanakan dan kekerasan yang terkoordinir yang dilakukan oleh
kelompok
seperti
peperangan.
Pada
arah
ke
sosial
berusaha
mengklarifikasi bentuk dan jenis kekerasan dibagi menjadi dua yaitu
kekerasan berdasarkan bentuk dan perilaku kekerasan. Pada kekerasan
yang berdasarkan bentuk dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
8
1.
Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat dan
dirasakan oleh tubuh. Contohnya penganiayaan, pembunuhan,
pemukulan terhadap orang lain.
2.
Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang dimiliki sasaran rohani
atau jiwa sehingga dapat menghilangkan kemampuan normal jiwa.
Contohnya kebohongan, ancaman, dan tekanan.
3.
Kekerasan struktural yaitu yang dilakukan oleh individu dan
kelompok dengan menggunakan sistem, hukum, ekonomidan tata
kebiasaan yang ada di sekitar kita, kekerasan ini juga sulit dikenali.
Terjadinya kekerasan struktural ini menimbulkan sumber daya,
pendidikan, keadilan dan wewenang, kekerasan struktural ini
ditanggungjawabkan oleh negara serta mendorong perubahan
struktural dalam masyarakat. Contohnya terjangkit penyakit kulit
disuatu daerah akibat limbah pabrik.
Selain kekerasan bentuk, yang tergolong jenis kekerasan ada pada
perilaku seseorang yaitu :
1.
Kekerasan Individual yaitu kekerasan yang dilakukan oleh individu
kepada
orang
lain.
contohnya
pencurian,
pemukulan,
penganiayaan.
2.
Kekerasan Kolektif yaitu kekerasan yang dilakukan individu atau
kelompok. Contohnya tawuran pelajar, bentrokan antar desa atau
konflik.
9
Kekerasan simbolik merupakan tindakan kekerasan yang tidak
terlihat atau kekerasan secara struktural dan kultural (Johan Galtung,
Cultural
Violence).
(http://www.psikologmalang.com/2013/03/bentuk-
bentuk-kekerasan.html 5 Mei 2015 20:00 WIB) Dalam beberapa kasus
merupakan fenomena dalam menciptakan stigma. Penelitian sebelumnya
yang telah dilakukan mengenai kekerasan dalam film yaitu Analisis
semiotika film “?” penelitian Dading Prasojo, yang dikaji tentang gesekangesekan antar masyarakat lokal keturunan China. Namun hal yang
membedakan dengan penelitian saya yang berjudul “Tampilan Kekerasan
Dalam Film Serial Animasi Larva” ini yang menyinggung tentang
kekerasan yang dilakukan dua karakter berbeda, sehingga tampilan yang
disampaikan dengan film animasi larva tersebut dapat dikhawatirkan
mempengaruhi fikiran penonton. Film ini menarik untuk diteliti karena
film ini mempunyai pesan tersirat dan tersurat dalam film animasi larva
yang bisa dikaji dan memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Pada
film
serial
animasi
larva
yang
menonjolkan
sifat
kekerasannya seharusnya tidak layak ditayangkan terutama dilihat oleh
anak-anak, namun pada tayangan tersebut mempunyai pesan tersendiri
agar layak ditontonkan. Pada tayangan animasi larva yang di tayangkan
dilayar televisi itu sangat menarik perhatian anak-anak dan orang dewasa.
Karena dalam animasi tersebut menceritakan bahwa pertemanan tidak
seterusnya menjadi teman yang baik, disisi pertemanan tersebut akan
menjadi konflik satu sama lain salah satunya untuk menciptakan kekerasan
10
terhadap sesamanya. Pada permasalahan yang diambil oleh penulis bahwa
animasi larva ini yang menonjolkan pesan kekerasannya.
3.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tampilan kekerasan terhadap
serial animasi larva”?
4. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memahami tampilan kekerasan
terhadap serial animasi larva?
5. MANFAAT PENELITIAN
5.1
Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di
bidang akademik, yaitu sebagai salah satu perkembangan ilmu
komunikasi, terutama perkembangan ilmu komunikasi tentang
penggunaan metode analisis semiotika kritis terhadap film yang
notabene adalah suatu bentuk penyampaian pesan.
5.2
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai bagaimana film animasi dibentuk, dan memberikan
pengertian pada penonton agar tidak mudah terpengaruh oleh film
11
animasi yang bersifat kekerasan terhadap sesama, penonton juga
bersikap kritis untuk memaknai film animasi kekerasan ini.
6. KAJIAN TEORI
6.1
Teori Semiotika dari Roland Barthes
Menurut Barthes, semiologi hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai,
dalam hal ini tidak dapat disamakan dengan mengkomunikasikan.
Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa
informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak berkomunikasi,
tetapi juga mengkonsitusi struktur dari tanda. Barthes, dengan
demikian melihat signifikasi sebagai sebuah proses yang total
dengan suatu susunan yang sudah terstruktur. Signifikasi tidak
terbatas pada bahasa, tetapi juga pada hal-hal lain di luar bahasa.
Barthes
menganggap
kehidupan
sosial,
apapun
bentuknya
merupakan suatu sistem tanda tersendiri (Kurniawan, 2001: 53)
Barthes telah banyak menulis buku,
yang beberapa
diantaranya, telah menjadi bahan rujukan penting untuk studi
semiotika di Indonesia. Karya-karya pokok Barthes, antara lain: Le
degre zero de l’ecriture atau “Nol Derajat di Bidang Menulis’ (1953),
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Writing Degree Zero, 1977).
Kritik Barthes terhadap borjuis sangat menonjol dalam buku
tersebut. Setahun kemudian Barthes menerbitkan Mhicelet (1954).
12
Buku Barthes lain yang mendapat sorotan adalah Mytologies
(Mitologi-mitologi) (1957). Dalam buku ini Barthes menganalisis
dan kultural yang dikenal umum seperti balap sepeda Tour de
France, reklame dalam surat kabar dan lain-lain sebagai gejala
masyarakat borjuis.
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir
strukturalis yang getol mempraktikan model linguistik dan semiologi
Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang
ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada
studi sastra. Bertens menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan
peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an
(Barthes, 2001: 208).
Roland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa merupakan
sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari
masyarakat tertentu dalam waktu tertentu (Sobur, 2003:63).
Selanjutnya, (Barthes (1957, dalam de Saussure yang terkutip
Sartini) menggunakan teori signifiant-signifie menjadi ekspresi (E)
dan signifie menjadi isi (C). Namun, Barthes mengatakan bahwa
antara E dan C harus ada relasi (R) tertentu, sehingga membentuk
tanda (Sign, Sn). Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda lebih
mungkin berkembang karena relasi ditetapkan oleh pemakai tanda.
Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda
baru, sehingga ada lebih dari satu dengan isi yang sama.
13
Pengembangan
ini
disebut
sebgai
gejala
meta-bahasa
dan
membentuk apa yang disebut kesinoniman (synonymy) (Ni Wayan
Sartini).
Pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan
antara penanda dan pertanda tidak terbentuk secara alamiah,
melainkan bersifat arbiter. Bila Saussure hanya menekankan pada
penandaan
dalam
tataran
denotatif,
maka
Roland
Barthes
menyempurnakan semiologi Saussure dengan mengembangkan
sistem penandaan pada tingkat konotatif. Barthes juga melihat aspek
lain dari penandaan, yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat.
Peta Tanda Roland Barthes
Signifier
Signified
(Penanda)
(Pertanda)
Denotative Sign (Tanda Denotatif)
Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
Connotative
Signified
(Pertanda
konotatif)
Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Sumber : Paul cobley & Litzza Jansz. 1999. Introducing Semotics.
Ny: Totem Books, Hlm 51.
Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3)
terdiri atas penanda (1) dan (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan
tanda denotatif adalah juga tanda konotatif (4). Denotasi dalam
14
pandangan Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya
bersifat tertutup.
Dalam analisis data ini, Peneliti menggunakan sistem
signifikasi tiga tahap milik Roland Barthes yaitu, denotasi, konotasi,
dan mitos. Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan
sistem signifikasi (pemaknaan) tahap pertama, sementara konotasi
merupakan tingkat kedua, dan mitos yang terakhir. Denotasi
menggunakan makna dari tanda sebagai definisi secar literal yang
nyata. Konotasi mengarah pada kondisi sosial budaya dan asosiasi
personal (Barthes, 2004: 162)
Tataran denotasi merupakan makna yang sebenar-benarnya
yang disepakati bersamaan secara sosial, yang rujukannya pada
realitas. Tanda konotatif merupakan tanda yang penandanya
mempunyai keterbukaan makna, tidak langsung dan tidak pasti
artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiran baru. Selain teori
Signifikasi dua tahap dan mitodelogi, Barthes mengemukakan lima
jenis kode yang lazim beroperasi dalam suatu teks yaitu.
1.
Kode Hermeneutik ialah dibawah kode hermaneutik, orang
akan mendaftar beragam istilah (formal) yang berupa sebuah
teka-teki (enigma) dapat dibedakan, diduga, diformulasikan,
dipertahankan, dan akhirnya disikapi. Kode ini disebut pula
sebagai suara kebenaran (the voice of truth).
15
2.
Kode Proairetik merupakan tindakan naratif dasar (basic
narrative action) yang tindakan-tindakannya dapat terjadi
dalam berbagai sikuen yang mungkin diindikasikan. Kode ini
disebut pula sebagai suara empirik.
3.
Kode Budaya sebagai referensi kepada sebuah ilmu atau
lembaga ilmu pengetahuan. Kode ini disebut sebagai suara
ilmu.
4.
Kode Semik merupakan sebuah kode relasi-penghubung
(medium-relatic code) yang merupakan konotasi dari orang,
tempat, obyek yang pertandanya adalah sebuah karakter
(Sifat, atribut, predikat).
5.
Kode Simbolik merupakan suatu yang bersifat tidak stabil
dan tema ini dapat ditentukan dengan beragam bentuk sesuai
dengan pendekatan sudut pandang (Prespektif) pendekatan
yang digunakan (Kurniawan, 2001:69).
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi
ideologi, yang disebut sebagai “mitos” dan berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberikan nilai-nilai dominan yang berlaku
dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga
dimensi penanda, pertanda dan tanda. Namun sebagai suatu sistem
yang unik mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah
ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah suatu sistem
16
pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula, sebuah pertanda
dapat memiliki beberapa penanda (Budiman, 2001:28, dalam Sobur,
2004:71).
Dalam pandangan Barthes dengan konsep mitos dalam arti
umum. Barthes mengemukakan mitos adalah Bahasa, maka mitos
adalah sebuah sistem komunikasi dan mitos adalah sebuah pesan.
Dalam uraiannya, ia mengemukakan bahwa mitos dalam pengertian
khusu ini merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang
sudah terbentuk lama dimasyarakat itulah mitos. Barthes juga
mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologis, yakni sistem
tanda-tanda yang dimakna manusia (Hoed, 2008:59). Mitos barthes
dengan sendirinya berbeda dengan mitos yang kita anggap tahayul,
tidak masuk akal, ahistoris dan lain-lainnya, tetapi mitos menurut
Barthes sebagai type of speech (gaya bicara seseorang.
Tujuan analisis Barthes menurut Lechte, bukan hanya untuk
membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat
formal, namun lebih banyak untuk menunjukan bahwa tindakan yang
paling masuk akal, rincian yang paling meyakinkan, atau teka-teki
yang paling menarik, merupakan produk buatan dan bukan tiruan
dari yang nyata.
17
6.2
Film Animasi
Kartun merupakan cikal bakal terbentuknya film kartun/film
animasi. Kartun yang merupakan goresan yang menggunakan tangan
secara hakiki tidak dapat dilepas dari induknya, yakni seni rupa.
Sejak dahulu, seni yang satu ini diolah oleh tangan-tangan yang
trampil, seperti Honer Dumier, Francisco da Goya, Leonardo da
Vinci, dan masih banyak lagi. Namun, yang di anugerahi gelar
sebagai pelopor kartu adalah Honore Dumier. Gambar-gambar
Dumier banyak dimuat di harian La Carricature dan Le Charivari.
Dengan karya masterpiece-nya yang berjudul “Penumpang Kereta
Kelas Tiga” yang muncul pada tahun 1865.
Film animasi dapat didefinisikan seperti film lainnya namun
pada film animasi ini diproduksi sendiri dalam per-frame (or frame –
by frame) dan dimana gerak ilusi dihasilkan untuk menghubungkan
gambar dua dimensi (2D) dari hasil gambar komputer atau
menghasilkan gambar tiga dimensi (3D) seperti tanah liat dan
plasticine. Selama beberapa tahun dijelaskan dengan penglihatan
terus menerus/bersambungan. Di tahun 1824 seorang pria Prancis
bernama Paul Roget mendeskripsikan suatu effect pada umumnya
mengacu kepada “kekurangan” daripada melihat sendiri dari hasil
yang diciptakannya. (Roget: 1824)
18
Banyak sekali definisi mengenai film kartun, salah satunya
seperti yang dikutip oleh Setiawan G. Sasongko dalam bukunya yang
berjudul Kartun sebagai Media Dakwah, kartun didefinisikan sebagai
gambaran yang bersifat humoristis, kadang hanya bersifat lucu dan
menarik, kadang dengan tujuan mencela atau mencemooh keadaan
sosial atau seseorang. Namun, lebih ditekankan lagi, bahwa kartun
merupakan pencerminan ciri-ciri kemanusiaan pada umumnya secara
karikatural (Sasongko, 2005:9)
Animasi secara kreatif yang tertinggi dalam kategori film.
Berasal dari kata latin animate, yang artinya untuk menghidupkan.
Pada proses memproduksi animasi didefinisikan menghidupkan
sesuatu yang sebelumnya tidak hidup, kecuali dalam ide pikiran
kreator. Idenya berurutan melalui creatif dan proses produksi untuk
memunculkan gambar yang indah selama kita lihat pada layar kecil
atau besar. Gambar ini memiliki kekuatan untuk menggembirakan
penonton, menyebabkan takut atau ngeri, dan mengalirkan air mata.
Dalam proses produksi animasi yang membawa bayangan
produksi itu untuk hidup oleh pengambilan dari orang yang
mempunyai ide kreatif. Animasi produksi biasanya dibagi dalam
beberapa bagian yaitu :
a.
Perkembangan (Development)
b.
Sebelum Produksi (Pre-produksi)
19
c.
Production
d.
Sesudah Produksi (Post Production)
Dalam masa lalu, animasi mempunyai perkembangan masa
sifat percobaan dari sisi seni dalam segala bentuk televisi,
periklanan, film dan web entertainment. Industri animasi segera
dibuat 1900s dari studio kecil yang menjadikan film pendek untuk
perfilman. Pertama perkembangan besar dalam arah yang berada
pada penciptanya dalam pantauan Earl Hurd, 1913. Pembukaan ide
dari bahan yang paling bagus antara lain dalam menggambar,
memperhatikan beberapa background, bisa menggambar hanya satu
kali dan karakter bisa menjadikan sebuah animasi, jadi membiarkan
background tersebut lebih enak dipandang. Pada 1914 John Bray dari
JR Bray Studio merintis ide animasi tersebut dari sebuah komunitas,
yang mana sebagian besar diaplikasikannya. Pada 1928 Walt Disney
membebaskan Streamboad Willie, Pertama kali sukses dibagian film
animasi pendek berfungsi untuk mengkoordinasikan suara.
6.3
Kekerasan / Agresi
Gagasan
bahwa
agresi
adalah
sebuah
insting
yang
diruntuhkan oleh keyakinan bahwa insting manusia seharusnya
muncul hampir setiap perilaku yang tampak. Sebuah survei buku
ilmu sosial ditahun 1924 mencoba mendaftar 6.000 hal yang diduga
sebagai insting (Barash, 1979).
20
Pengaruh neurologis pada kekerasan atau agresi yakni
perilaku yang kompleks, tidak ada satu titik pun diotak yang
mengandalkannya. Akan tetapi, para peneliti telah menemukan
sistem saraf yang menjadi saluran agresi pada hewan dan manusia.
Kekerasan atau agresi dapat didefinisikan sebagai perilaku fisik atau
verbal yang bertujuan menyakiti, hal ini terwujud dalam dua bentuk
yang tergolong jenis kekerasan ada pada perilaku seseorang yaitu :
1.
Kekerasan Individual yaitu kekerasan yang dilakukan oleh
individu
kepada
orang
lain.
contohnya
pencurian,
pemukulan, penganiayaan.
2.
Kekerasan Kolektif yaitu kekerasan yang dilakukan individu
atau kelompok. Contohnya tawuran pelajar, bentrokan antar
desa atau konflik.
Pada arah ke sosial berusaha mengklarifikasi bentuk dan
jenis kekerasan dibagi menjadi dua yaitu kekerasan berdasarkan
bentuk dan perilaku kekerasan. Pada kekerasan yang berdasarkan
bentuk dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1.
Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat dan
dirasakan
oleh
tubuh.
Contohnya
pembunuhan, pemukulan terhadap orang lain.
penganiayaan,
21
2.
Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang dimiliki sasaran
rohani atau jiwa sehingga dapat menghilangkan kemampuan
normal jiwa. Contohnya kebohongan, ancaman, dan tekanan.
3.
Kekerasan struktural yaitu yang dilakukan oleh individu dan
kelompok
dengan
menggunakan
sistem,
hukum,
ekonomidan tata kebiasaan yang ada di sekitar kita,
kekerasan ini juga sulit dikenali. Terjadinya kekerasan
struktural ini menimbulkan sumber daya, pendidikan,
keadilan
dan
wewenang,
ditanggungjawabkan
perubahan
struktural
oleh
kekerasan
negara
dalam
struktural
ini
serta
mendorong
masyarakat.
Contohnya
terjangkit penyakit kulit disuatu daerah akibat limbah pabrik.
Berdasarkan analisis terhadap satu konten acara prime-time
Amerika diisi dengan kekerasan yang meningkat sebesar 75 persen
antara tahun 1998 sehingga musin 2005 – 2006, dengan rata-rata
4,41
kekerasan
yang
ditayangkan
setiap
jam
(PTC,2007).
Mengenang 22 tahun kegiatan perhitungan kekerasan yang
dilakukan, peneliti media George Gerbner (1994) menyesali : “
Manusia telah melalui berbagai era berdarah, tetapi tidak ada yang
menyamai gambaran kekerasan saat ini. Kita terapung dalam
gelombang diantara bentuk kekerasan yang tidak pernah tampak
nyata yang dikoreografikan secara brutal.”
22
Tindak kekerasan yang tercantum dalam hukum publik yaitu
tindakan yang diancam oleh hukum pidana secara sosial, ekonomi,
atau psikologis, hal ini menunjukan pada tindakan yang dapat
merugikan orang lain. misalnya : pembunuhan, penganiayaan,
ancaman, pemukulan dan lain sebagainya. Pada kekerasan pada
umumnya yang ada dikehidupan manusia diungkapkan melalui
media, maka dari itu pada fiture ini menonjol dalam film, program
acara televisi, dan permainan komputer atau gadget dapat
mempengaruhi kecenderungan pada penonton. Hal ini berhubungan
dengan menonton televisi dan perilaku. Satu teknik yang digunakan
pada usia anak sekolah, mengorelasikan acara televisi yang ditonton
dengan agresivitas. Hasil yang sering muncul : Semakin beriisi
kekerasan acara televisi yang ditonton anak, semakin agresif anak
tersebut (Eron, 1987; Turner dkk., 1986).
Banyak faktor yang berpengaruh pada kekerasan atau agresi,
salah satu faktor adalah pengalaman tidak menyenangkan (aversive)
yang mencakup ketidaknyamanan, rasa sakit, dan serangan personal
baik fisik maupun verbal. Isyarat kekerasan, seperti keberadaan
senjata, meningkatkan perilaku kekerasan yang menimbulkan
peningkatan perilaku agresif, terutama pada orang yang diprovokasi,
memutar balikan persepsi mereka terhadap realitas.
23
7. KERANGKA BERFIKIR
Kerangka berfikir dari penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan
seperti ini:
Film
Animasi
Serial Animasi
Larva
Semiotika
Roland
Barthes
Makna
Denotasi
Makna
Konotasi
Mitos
Legitimate
(Gambar 2 “ Kerangka Berfikir” )
24
8. METODE PENELITIAN
Definisi dari metodologi adalah bagian yang berisi mengenai
pendekatan, metode dan tehnik yang digunakan untuk menjawab tujuan
yang sudah ditentukan sebelumnya (Jonathan Sarwono,2006 :254)
Definisi lain dari penelitian kualiatif untuk menguatkan definisi
diatas adalah penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan
isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya. (Deddy
Mulyana, 2008:150)
8.1
Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian deskripsi
kualitatif. Dalam teori deskripsi suatu penelitian merupakan uraian
sistematis tentang teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis
buku) dan hasil-hasil penelitian yang relavan dengan variabel yang
diteliti. Beberapa jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan.
Dideskripsikan akan tergantung pada luasnya permasalahan dan
secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila
dalam suatu penelitian terdapat tiga variabel independen dan satu
dependen, maka kelompok teori yang perlu dideskripsikan ada
empat kelompok teori yaitu kelompok teori yang berkenan dengan
tiga variabel independen dan satu dependen. Oleh karena itu,
semakin banyak variabel yang diteliti, maka akan semakin banyak
teori yang perlu dikemukakan. Deskripsi teori yang tidak berisi
25
tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui
pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari
berbagai referensi, sehingga ruang lingkup kedudukan dan prediksi
terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih
jelas danterarah. Dalam penelitian ini strategi yang digunakan
adalah strategi deskripsi kualitatif. Strategi deskriptif dalam
penelitian kualitatif adalah mengumpulkan data berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka, sehingga laporan penelitian
berupa
kutipan-kutipan
data
untuk
memberikan
permasalahan
diatas
yang
gambaran
penyajian laporan tersebut.
Melalui
diajukan
dalam
penelitian, Penulis menekankan pada kekerasan dalam serial film
animasi larva dalam teori semiotika Roland Barthes yakni dengan
munculnya kekerasan yang disebabkan tanda konotasi muncul
dengan adanya “mitos” yaitu Pada persahabatan tidak seterusnya
baik kadang kala ada pertengkaran antar sesama dengan adanya
muncul sikap kekerasan. Hal ini yang terjadi pada kehidupan
manusia diungkapkan melalui cerita film nyata ataupun film
animasi yang mempunyai karakter tersebut. Selain itu juga dapat
memberikan berbagai ide, konsep yang menarik sehingga
mempengaruhi fikiran penonton yang mendominasi para anakanak, remaja hingga dewasapun menikmati tontonan film animasi
terutama serial animasi larva tersebut. Oleh karena itu, penelitian
26
ini
mengambil jenis penelitian kualitatif deskriptif. Dengan
penelitian ini, di harapkan mampu memberikan informasi.
8.2
Data dan Sumber Data
8.2.1
Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah suatu objek ataupun asli
yang berupa material mentah dari pelaku utamanya yang
disebut sebagai first-hand information. Data-data yang
dikumpulkan di sumber primer ini berasal dari situasi
langsung yang aktual ketika suatu peristiwa itu terjadi
(Silalahi, 2006:266).
8.2.1.1 Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik
pengumpulan data dalam penelitian apa pun,
termasuk penelitian kualitatif, dan digunakan
untuk
memperoleh
informasi
atau
data
sebagaimana tujuan penelitian. Istilah observasi
dalam penelitian kuantitatif biasanya dikenal
dengan satu sebutan saja, yakni teknik observasi
(pengamatan). Namun dalam penelitian kualitatif
ada beberapa tipe observasi sebagaimana akan
dijabarkan
dalam
uraian
mendatang.
Istilah
observasi, dimana sebagian besar ilmuwan sosial
27
memaknakan observasi partisipan, telah menjadi
sinonim dengan penelitian lapangan (Williamson,
Karp. Dan Dalpin, 1977:199).
8.2.1.2
Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara
pewawancara dengan yang diwawancara untuk
meminta keterangan atau pendapat mengenai
suatu hal. Wawancara dapat dilakukan oleh
seorang Psikologi, Pengamat film atau pihak
lainnya
mengenai
Wawancara,
observasi
mendalam,
tema
adalah
menggabungkan
partisipatif
untuk
peneliti.
Teknik
teknik
dengan
wawancara
memperoleh
keterangan,
informasi dan sejenisnya. (Sugiyono, 2009:232)
Selain
menggunakan
analisis
teks,
peneliti
menggunakan teknik wawancara dengan seorang
Psikologi yang memahami wujud kekerasan untuk
mengumpulkan data, sehingga menghasilkan data
yang konprehensif.
28
8.2.2
Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang
dikumpulkan berasal dari tangan kedua atau sumbersumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian
dilakukan (Silalahi, 2006:266). Data yang diperoleh selain
dari data primer data yang diperoleh secara tidak langsung
dari sumbernya. Data sekunder diperoleh dari e-book, buku,
dan
sumber-sumber
literatur-literatur
kepustakaan.
yang
mengkaji
Diperoleh
melalui
mengenai
analisis
semiotika sebuah film.
8.3
Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan cuplikan yang bersifat selektif,
dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritis
yang digunakan, keinginan pribadi dari Penulis, dan lain
sebagainya. Oleh sebab itu, penelitian ini bersifat purposive
sampling.
Dalam
penelitian
ini
yang
menampilkan
unsur
kekerasannya pada tayangan film animasi larva yaitu pada episode
Straw tahun 2014 durasi 00.49-01.10 menunjukan adegan Si Merah
memukul Si Kuning. Episode Spaghetti tahun 2014 pada durasi
27.35-28.10 Si Kuning memukul Si Merah hingga terjatuh.
Episode Fishing pada durasi 41.00-41.45 adegan yang ditampilkan
29
ini Si Merah dan Si Kuning saat menolong binatang lainnya tetapi
ada unsur balas dendam dari binatang tersebut. Episode Ice Cream
tahun 2014 pada durasi 00.21-00.27 menunjukan adegan Si Merah
dan Si Kuning dengan cara menindas. Episode Mite tahun 2015
durasi 04.17-04.20 Si Kuning kentut kemuka Larva Hijau. Episode
Pinky’s Secret tahun 2015 durasi 07.03-08.30 Saling kentut
kentutan.
8.4
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data yang
lengkap, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yaitu :
8.4.1
Observasi
Observasi
merupakan
salah
satu
teknik
pengumpulan data dalam penelitian apa pun, termasuk
penelitian kualitatif, dan digunakan untuk memperoleh
informasi atau data sebagaimana tujuan penelitian.
Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati
secara langsung – tanpa mediator sesuatu objek untuk
melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek
tersebut (Kriyantono, 2006:108).
30
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data,
observasi dapat dibedakan menjadi participant observation
(Observasi berperan serta) dan non participant observation
dan Observasi tidak berstruktur.
Dalam observasi ini,
peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Dengan observasi patisipan, maka data yang
diperoleh
akan
lebih
lengkap,
tajam,
dan
sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang
nampak.
Sedangkan,
dalam
observasi
non-partisipan
peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat
independent.
Dan
dalam
penelitian
kualitatif
dapat
dilakukan dengan observasi tidak berstruktur, karena fokus
penelitian belum jelas. Fokus observasi akan berkembang
selama kegiatan observasi langsung. Observasi tidak
berstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara
sistematis tentang yang akan diobservasikan. Dalam
penelitian ini menggunakan observasi non-partisipan.
8.4.2
Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara pewawancara
dengan yang diwawancara untuk meminta keterangan atau
pendapat mengenai suatu hal. Wawancara dapat dilakukan
oleh seorang Psikologi, Pengamat film atau pihak lainnya
31
mengenai tema peneliti. Teknik Wawancara, adalah
menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan
wawancara mendalam, untuk memperoleh keterangan,
informasi dan sejenisnya. (Sugiyono, 2009:232) Selain
menggunakan analisis teks, peneliti menggunakan teknik
wawancara dengan seorang Psikologi yang memahami
wujud kekerasan untuk mengumpulkan data, sehingga
menghasilkan data yang konprehensif. Wawancara ini
dapat dibagi menjadi wawancara terstruktur, wawancara
semistruktur, dan wawancara tidak struktur. Wawancara
terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data,
bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan
pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh
karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpulan data
telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaanpertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah
disiapkan. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam
kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya
lebih
bebas
bila
dibandingkan
dengan
wawancara
terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana
pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ideidenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu
32
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang
dikemukanan oleh informan. Dalam
penelitian
ini
menggunakan wawancara tidak struktur yaitu wawancara
yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara
yang digunakan hanya garis permasalahan pada penelitian
tersebut.
8.5
Validitas Data
Untuk mengecek hasil penelitian dan menguatkannya,
Peneliti menggunakan wawancara dengan pengamat film untuk
menguatkan tentang pluralisme di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan pengembangan validitas trianggulasi seperti yang
dikatakan Patton (Gunawan, 2009 : 24-27). Selanjutnya pada
penelitian yang telah dilakukan ini menggunakan trianggulasi data
atau sumber, yaitu melihat sesuatu yang sama, dari berbagai
perspektif yang berbeda. Trianggulasi sumber yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu pengamat film yang ada di
Indonesia. Melalui trianggulasi tersebut diperoleh data yang
lengkap mendalam serta komprehensif.
33
8.6
Teknik Analisis Data
1. Penanda
Bahasa
2. Petanda
3. Tanda
I. PENANDA
II. PETANDA
Mitos
III. TANDA
Dalam analisis data ini, Peneliti menggunakan sistem
signifikasi tiga tahap milik Roland Barthes yaitu, denotasi,
konotasi, dan mitos. Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi
merupakan
sistem
signifikasi
(pemaknaan)
tahap
pertama,
sementara konotasi merupakan tingkat kedua, dan mitos yang
terakhir. Denotasi menggunakan makna dari tanda sebagai definisi
secara literal yang nyata. Konotasi mengarah pada kondisi sosial
budaya dan asosiasi personal (Barthes, 2004: 162).
Dalam penelitian Pesan Kekerasan dalam Serial Animasi
Larva ini, analisis akan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama
adalah melakukan kajian dengan melihat tanda yang terdapat
dalam Tayangan televisi. Tanda-tanda ini akan dibedakan menjadi
tiga kelompok yaitu pesan linguistik (teks yang ada dalam film
tersebut), pesan ikonik yang terkodekan (gambar dan adegan yang
ada di film tersebut), pesan ikonik yang tak terkodekan (makna
tersirat dari dialog dan adegan dalam film tersebut). Tahap kedua,
34
menarik makna berdasarkan atas analissis semiotika yang
dilakukan pada tahap pertama, pada tahap ini peneliti akan
mengungkapkan
bagaimana
penggunaan
simbol-simbol
dan
kecenderungan pesan dalam tayangan televisi melalui lima kode.
Kode itu adalah hermeneutik, proaretik , simbolik, semik dan
gnomik. Setelah itu ditarik kesimpulan tentang pesan tersirat dari
tampilan kekerasan dalam serial animasi larva ini. Tahap ketiga
adalah mitos. Mitos adalah sistem semiologi tingkat kedua. Karena
dia terbentuk dari serangkaian rantai semiologis yang telah ada
sebelumnya.
9. Jadwal Penelitian
Kegiatan
Persiapan
Penelitian
Penyusunan laporan
Sidang
Oktober
November
Desember
Januari
2015
2015
2015
2016
35
DAFTAR PUSTAKA
Cobley., Paul & Jansz. Litzza.1999. Introducing Semiotics. New York: Totem
Books
Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University
Press.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Hermawan, Anang. 2008. Mitos dan Bahasa Media: Mengenal Semiotika. Roland
Barthes.
Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang:Indonesiatera.
Paik, H., Comstock, G. 1994. The Effects of television violence on antisocial
behavior. Communication. Jakarta
Myers, David G. 2012. Social Psychology (edisi 10). Jakarta: Salemba
Humannika.
36
Potter, WJ.1999. On Media Violence. CA:Sage
Sasongko G, Setiawan. 2005. Kartun Sebagai Media Dakwah, Jakarta: Sigma
Digi Media
Milic, Lea., McConville, Yasmin. 2006. The Animation Producer’s Handbook.
USA: University Press
Mulyartha, Sri. 2010. Animasi Kartun 3D dengan 3ds Max. Yogyakarta: Andi
Offset
Internet
(http://www.psikologmalang.com/2013/03/bentuk-bentuk-kekerasan.html)
Diambil tanggal 5 Mei 2015 20:00 WIB
http://www.kompasiana.com/noni_aernee/si-bisu-rajarating_550ddc8ea33311a62dba7d5d Diambil tanggal 5 Mei 2015 17:05 WIB
filmindonesia.or.id Diambil tanggal 10 Mei 2015 20:00 WIB
(http://entertainment.kompas.com/read/2010/08/03/12072634/Animator.Harus.Be
rani.Angkat.Tema.Loka) Diambil tanggal 14 September 2015 22:00 WIB
(http://www.kompasiana.com/herumawanpa/larva-kartun-bisu-nankocak_550b4f3d813311e805b1e95b Diambil tanggal 22 Juni 2015 17:00 WIB
PROPOSAL SKRIPSI
OLEH :
MOLECHA SURYA
G. 311.12.0044
PROGRAM STUDI S1 – ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SEMARANG
SEMARANG
2015
1
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI .................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI ..................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
1. Judul ...........................................................................................................
1
2. Latar Belakang Masalah .............................................................................
1
3. Perumusan Masalah ...................................................................................
8
4. Tujuan Penelitian .......................................................................................
8
5. Manfaat Penelitian .....................................................................................
8
6. Tinjauan Pustaka ........................................................................................
9
7. Kerangka Berpikir ......................................................................................
21
8. Metode Penelitian.......................................................................................
22
9. Jadwal Penelitian........................................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
33
LAMPIRAN
3
1. Judul
“Tampilan Kekerasan Dalam Serial Animasi Larva”
2. Latar Belakang Masalah
Film animasi buatan negeri Gingseng Korea ini mengisi slot
sederhana yang ditujukan keanak - anak yaitu film animasi larva. Film
animasi ini pada dasarnya mempunyai keistimewaan tersendiri bagi
penontonnya dengan menyorot dua karakter yang berbeda yaitu Si Merah
dan Si Kuning, serta hewan jenis lainnya seperti siput (Rainbow Snail),
fish monster, kumbang kotoran (Si Brown), kumbang perkasa (Black), si
Pink dan cacing misterius (Violet). Larva Merah mempunyai karakter
pengiri dan suka menindas sedangkan larva kuning mempunyai karakter
polos dan baik hati namun larva kuning sangat gemar makan. Pada film
animasi larva ini lebih fokus tempat selokan, dimana selokan ini tempat
yang sangat kotor, namun pada kesederhanaan animasi larva ini berhasil
memancing
tawa
penonton
terutama
anak-anak.
(http://www.kompasiana.com/herumawanpa/larva-kartun-bisu-nankocak_550b4f3d813311e805b1e95b 22 Juni 2015 17:00 WIB )
Saat ini menonton film animasi tidak hanya didominasi untuk para
anak-anak, remaja dan dewasa pun juga memiliki ketertarikan tinggi
terhadap animasi. Beberapa muncul distasiun televisi nasional maupun
lokal film kartun yang tidak ada dialog hanya gerakan tubuh, suara tawa,
tangisan, gerutu, teriakan dan suara bisikan, kalau ada bahasa yang
4
dikeluarkan susah itupun dipahami. Beberapa kartun bisu buatan negeri
Korea ini yang tayang di Indonesia yaitu animasi Larva, Oscar’s Oasis
ada pula film animasi dari negara lain yaitu Doraemon, Power Rangers,
Crayon Shinchan, Dragon Ball, Hamtaro, Upin dan Ipin. Masyarakat dapat
memahami dan masuk dalam cerita, hal ini setidaknya telah terbukti pada
serial animasi yang digemari masyarakat terutama di Indonesia.
(http://entertainment.kompas.com/read/2010/08/03/12072634/Animator.H
arus.Berani.Angkat.Tema.Loka) 14 September 2015 22:00 WIB
Film akan berpengaruh terhadap penilaian masyarakat terutama di
Indonesia, mereka akan membuka pikiran masing-masing bahwa film itu
tidak berbobot bahkan untuk penyampaian pesannya jelas.
Film akan
berdampak pada penampilan yang ada dan akan menghadirkan makna, ide,
tema dan konsep menarik sehingga akan mempengaruhi pemikiran
penikmatnya. Contohnya pada serial animasi larva. Film animasi ini dibuat
bukan hanya memberi hiburan semata bagi penontonnya tetapi juga
menampilkan sisi lain dari kehidupan pada animasi tersebut. Animasi larva
ini menampilkan sisi persahabatan yang dilakukan Si Merah dan Si
Kuning untuk saling membatu, sedangkan animasi larva ini juga
menampilkan sisi kekerasan yang dilakukan Si Merah dan Kuning saling
menindas, merebutkan makanan atau barang yang jatuh diselokan. Dengan
gambaran tersebut ada makna positif dan negatifnya, kekerasan seperti apa
yang ada pada film dari pandangan sudut kekerasannya.
5
Ada beberapa film animasi televisi yang mencapai ratting tinggi
dari tahun ke tahun, sebagai berikut.
No
Fim
Rillis
Rattings
Sumber
1.
Shaun The Sheep
2007
5 Besar Harian
http://www.kompas
iana.com/noni_aern
ee/si-bisu-rajarating_550ddc8ea3
3311a62dba7d5d
2.
Oscar & Co
2007
TVR 4,5
http://www.kompas
iana.com/noni_aern
ee/si-bisu-rajarating_550ddc8ea3
3311a62dba7d5d
3.
Ooglies
2009
TVR 3
http://www.kompas
iana.com/noni_aern
ee/si-bisu-rajarating_550ddc8ea3
3311a62dba7d5d
4.
Larva
2011
TVR 4,5
http://www.kompas
iana.com/noni_aern
ee/si-bisu-raja-
6
rating_550ddc8ea3
3311a62dba7d5d
5.
Shrek Stories
2013
6,7
filmindonesia.or.id
6.
Minion
2015
6,6
filmindonesia.or.id
Film kartun dapat didefinisikan sebagai gambaran yang bersifat
humoristis, kadang hanya bersifat lucu dan menarik, kadang dengan tujuan
mencela atau mencemooh keadaan sosial atau seseorang. Namun, lebih
ditekankan
lagi,
bahwa
kartun
merupakan
pencerminan
ciri-ciri
kemanusiaan pada umumnya secara karikatural (Sasongko, 2005:9). Pada
film Animasi menggabungkan antara frame by frame yang akan menjadi
gambar (2D) maupun (3D). Banyak film animasi yang mengandung sikap
kekerasannya yaitu Brave, Minion, Oscar & Co,
Owl, Spongebob,
OOglies, Doraemon, Shaun The Sheep, dll.
Film sama dengan media artistik lainnya memiliki sifat-sifat dasar
dari media lainnya yang terjalin dalam susunan yang beragam. Film
memiliki
kesanggupan
untuk
memainkan
ruang
dan
waktu,
mengembangkan dan mempersingkatnya, menggerak maju mundurkan
secara bebas dalam batasan-batasan wilayah yang cukup lapang. Meski
antara media film dan media lainnya terdapat kesamaan, film adalah
sesuatu yang unik (Adi Pranaya, 1999: 11).
7
Tindak kekerasan yang tercantum dalam hukum publik yaitu
tindakan yang diancam oleh hukum pidana secara sosial, ekonomi, atau
psikologis, hal ini menunjukan pada tindakan yang dapat merugikan orang
lain. misalnya : pembunuhan, penganiayaan, ancaman, pemukulan dan lain
sebagainya. Walaupun tindakan tersebut menurut masyarakat umum
dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan
sengaja maupun tidak sengaja ( verbal dan non verbal), yang ditujukan
untuk merusak orang lain berupa serangan fisik, mental, sosial maupun
ekonomi yang melanggar hak asasi manusia dan bertentangan dengan
nilai-nilai, norma masyarakat sehingga berdampak trauma bagi seseorang.
Tindak kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat dan seolaholah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuannya. Gagasan
bahwa agresi adalah sebuah insting yang diruntuhkan oleh keyakinan
bahwa insting manusia seharusnya muncul hampir setiap perilaku yang
tampak. (Barash, 1979).
Kekerasan pada dasarnya tergolong dalam dua bentuk yaitu
kekerasan sembarangan yang mencakup kekerasan berskala kecil atau
tidak direncanakan dan kekerasan yang terkoordinir yang dilakukan oleh
kelompok
seperti
peperangan.
Pada
arah
ke
sosial
berusaha
mengklarifikasi bentuk dan jenis kekerasan dibagi menjadi dua yaitu
kekerasan berdasarkan bentuk dan perilaku kekerasan. Pada kekerasan
yang berdasarkan bentuk dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
8
1.
Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat dan
dirasakan oleh tubuh. Contohnya penganiayaan, pembunuhan,
pemukulan terhadap orang lain.
2.
Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang dimiliki sasaran rohani
atau jiwa sehingga dapat menghilangkan kemampuan normal jiwa.
Contohnya kebohongan, ancaman, dan tekanan.
3.
Kekerasan struktural yaitu yang dilakukan oleh individu dan
kelompok dengan menggunakan sistem, hukum, ekonomidan tata
kebiasaan yang ada di sekitar kita, kekerasan ini juga sulit dikenali.
Terjadinya kekerasan struktural ini menimbulkan sumber daya,
pendidikan, keadilan dan wewenang, kekerasan struktural ini
ditanggungjawabkan oleh negara serta mendorong perubahan
struktural dalam masyarakat. Contohnya terjangkit penyakit kulit
disuatu daerah akibat limbah pabrik.
Selain kekerasan bentuk, yang tergolong jenis kekerasan ada pada
perilaku seseorang yaitu :
1.
Kekerasan Individual yaitu kekerasan yang dilakukan oleh individu
kepada
orang
lain.
contohnya
pencurian,
pemukulan,
penganiayaan.
2.
Kekerasan Kolektif yaitu kekerasan yang dilakukan individu atau
kelompok. Contohnya tawuran pelajar, bentrokan antar desa atau
konflik.
9
Kekerasan simbolik merupakan tindakan kekerasan yang tidak
terlihat atau kekerasan secara struktural dan kultural (Johan Galtung,
Cultural
Violence).
(http://www.psikologmalang.com/2013/03/bentuk-
bentuk-kekerasan.html 5 Mei 2015 20:00 WIB) Dalam beberapa kasus
merupakan fenomena dalam menciptakan stigma. Penelitian sebelumnya
yang telah dilakukan mengenai kekerasan dalam film yaitu Analisis
semiotika film “?” penelitian Dading Prasojo, yang dikaji tentang gesekangesekan antar masyarakat lokal keturunan China. Namun hal yang
membedakan dengan penelitian saya yang berjudul “Tampilan Kekerasan
Dalam Film Serial Animasi Larva” ini yang menyinggung tentang
kekerasan yang dilakukan dua karakter berbeda, sehingga tampilan yang
disampaikan dengan film animasi larva tersebut dapat dikhawatirkan
mempengaruhi fikiran penonton. Film ini menarik untuk diteliti karena
film ini mempunyai pesan tersirat dan tersurat dalam film animasi larva
yang bisa dikaji dan memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Pada
film
serial
animasi
larva
yang
menonjolkan
sifat
kekerasannya seharusnya tidak layak ditayangkan terutama dilihat oleh
anak-anak, namun pada tayangan tersebut mempunyai pesan tersendiri
agar layak ditontonkan. Pada tayangan animasi larva yang di tayangkan
dilayar televisi itu sangat menarik perhatian anak-anak dan orang dewasa.
Karena dalam animasi tersebut menceritakan bahwa pertemanan tidak
seterusnya menjadi teman yang baik, disisi pertemanan tersebut akan
menjadi konflik satu sama lain salah satunya untuk menciptakan kekerasan
10
terhadap sesamanya. Pada permasalahan yang diambil oleh penulis bahwa
animasi larva ini yang menonjolkan pesan kekerasannya.
3.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tampilan kekerasan terhadap
serial animasi larva”?
4. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memahami tampilan kekerasan
terhadap serial animasi larva?
5. MANFAAT PENELITIAN
5.1
Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di
bidang akademik, yaitu sebagai salah satu perkembangan ilmu
komunikasi, terutama perkembangan ilmu komunikasi tentang
penggunaan metode analisis semiotika kritis terhadap film yang
notabene adalah suatu bentuk penyampaian pesan.
5.2
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai bagaimana film animasi dibentuk, dan memberikan
pengertian pada penonton agar tidak mudah terpengaruh oleh film
11
animasi yang bersifat kekerasan terhadap sesama, penonton juga
bersikap kritis untuk memaknai film animasi kekerasan ini.
6. KAJIAN TEORI
6.1
Teori Semiotika dari Roland Barthes
Menurut Barthes, semiologi hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai,
dalam hal ini tidak dapat disamakan dengan mengkomunikasikan.
Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa
informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak berkomunikasi,
tetapi juga mengkonsitusi struktur dari tanda. Barthes, dengan
demikian melihat signifikasi sebagai sebuah proses yang total
dengan suatu susunan yang sudah terstruktur. Signifikasi tidak
terbatas pada bahasa, tetapi juga pada hal-hal lain di luar bahasa.
Barthes
menganggap
kehidupan
sosial,
apapun
bentuknya
merupakan suatu sistem tanda tersendiri (Kurniawan, 2001: 53)
Barthes telah banyak menulis buku,
yang beberapa
diantaranya, telah menjadi bahan rujukan penting untuk studi
semiotika di Indonesia. Karya-karya pokok Barthes, antara lain: Le
degre zero de l’ecriture atau “Nol Derajat di Bidang Menulis’ (1953),
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Writing Degree Zero, 1977).
Kritik Barthes terhadap borjuis sangat menonjol dalam buku
tersebut. Setahun kemudian Barthes menerbitkan Mhicelet (1954).
12
Buku Barthes lain yang mendapat sorotan adalah Mytologies
(Mitologi-mitologi) (1957). Dalam buku ini Barthes menganalisis
dan kultural yang dikenal umum seperti balap sepeda Tour de
France, reklame dalam surat kabar dan lain-lain sebagai gejala
masyarakat borjuis.
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir
strukturalis yang getol mempraktikan model linguistik dan semiologi
Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang
ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada
studi sastra. Bertens menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan
peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an
(Barthes, 2001: 208).
Roland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa merupakan
sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari
masyarakat tertentu dalam waktu tertentu (Sobur, 2003:63).
Selanjutnya, (Barthes (1957, dalam de Saussure yang terkutip
Sartini) menggunakan teori signifiant-signifie menjadi ekspresi (E)
dan signifie menjadi isi (C). Namun, Barthes mengatakan bahwa
antara E dan C harus ada relasi (R) tertentu, sehingga membentuk
tanda (Sign, Sn). Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda lebih
mungkin berkembang karena relasi ditetapkan oleh pemakai tanda.
Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda
baru, sehingga ada lebih dari satu dengan isi yang sama.
13
Pengembangan
ini
disebut
sebgai
gejala
meta-bahasa
dan
membentuk apa yang disebut kesinoniman (synonymy) (Ni Wayan
Sartini).
Pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan
antara penanda dan pertanda tidak terbentuk secara alamiah,
melainkan bersifat arbiter. Bila Saussure hanya menekankan pada
penandaan
dalam
tataran
denotatif,
maka
Roland
Barthes
menyempurnakan semiologi Saussure dengan mengembangkan
sistem penandaan pada tingkat konotatif. Barthes juga melihat aspek
lain dari penandaan, yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat.
Peta Tanda Roland Barthes
Signifier
Signified
(Penanda)
(Pertanda)
Denotative Sign (Tanda Denotatif)
Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
Connotative
Signified
(Pertanda
konotatif)
Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Sumber : Paul cobley & Litzza Jansz. 1999. Introducing Semotics.
Ny: Totem Books, Hlm 51.
Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3)
terdiri atas penanda (1) dan (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan
tanda denotatif adalah juga tanda konotatif (4). Denotasi dalam
14
pandangan Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya
bersifat tertutup.
Dalam analisis data ini, Peneliti menggunakan sistem
signifikasi tiga tahap milik Roland Barthes yaitu, denotasi, konotasi,
dan mitos. Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan
sistem signifikasi (pemaknaan) tahap pertama, sementara konotasi
merupakan tingkat kedua, dan mitos yang terakhir. Denotasi
menggunakan makna dari tanda sebagai definisi secar literal yang
nyata. Konotasi mengarah pada kondisi sosial budaya dan asosiasi
personal (Barthes, 2004: 162)
Tataran denotasi merupakan makna yang sebenar-benarnya
yang disepakati bersamaan secara sosial, yang rujukannya pada
realitas. Tanda konotatif merupakan tanda yang penandanya
mempunyai keterbukaan makna, tidak langsung dan tidak pasti
artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiran baru. Selain teori
Signifikasi dua tahap dan mitodelogi, Barthes mengemukakan lima
jenis kode yang lazim beroperasi dalam suatu teks yaitu.
1.
Kode Hermeneutik ialah dibawah kode hermaneutik, orang
akan mendaftar beragam istilah (formal) yang berupa sebuah
teka-teki (enigma) dapat dibedakan, diduga, diformulasikan,
dipertahankan, dan akhirnya disikapi. Kode ini disebut pula
sebagai suara kebenaran (the voice of truth).
15
2.
Kode Proairetik merupakan tindakan naratif dasar (basic
narrative action) yang tindakan-tindakannya dapat terjadi
dalam berbagai sikuen yang mungkin diindikasikan. Kode ini
disebut pula sebagai suara empirik.
3.
Kode Budaya sebagai referensi kepada sebuah ilmu atau
lembaga ilmu pengetahuan. Kode ini disebut sebagai suara
ilmu.
4.
Kode Semik merupakan sebuah kode relasi-penghubung
(medium-relatic code) yang merupakan konotasi dari orang,
tempat, obyek yang pertandanya adalah sebuah karakter
(Sifat, atribut, predikat).
5.
Kode Simbolik merupakan suatu yang bersifat tidak stabil
dan tema ini dapat ditentukan dengan beragam bentuk sesuai
dengan pendekatan sudut pandang (Prespektif) pendekatan
yang digunakan (Kurniawan, 2001:69).
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi
ideologi, yang disebut sebagai “mitos” dan berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberikan nilai-nilai dominan yang berlaku
dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga
dimensi penanda, pertanda dan tanda. Namun sebagai suatu sistem
yang unik mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah
ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah suatu sistem
16
pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula, sebuah pertanda
dapat memiliki beberapa penanda (Budiman, 2001:28, dalam Sobur,
2004:71).
Dalam pandangan Barthes dengan konsep mitos dalam arti
umum. Barthes mengemukakan mitos adalah Bahasa, maka mitos
adalah sebuah sistem komunikasi dan mitos adalah sebuah pesan.
Dalam uraiannya, ia mengemukakan bahwa mitos dalam pengertian
khusu ini merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang
sudah terbentuk lama dimasyarakat itulah mitos. Barthes juga
mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologis, yakni sistem
tanda-tanda yang dimakna manusia (Hoed, 2008:59). Mitos barthes
dengan sendirinya berbeda dengan mitos yang kita anggap tahayul,
tidak masuk akal, ahistoris dan lain-lainnya, tetapi mitos menurut
Barthes sebagai type of speech (gaya bicara seseorang.
Tujuan analisis Barthes menurut Lechte, bukan hanya untuk
membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi yang sangat
formal, namun lebih banyak untuk menunjukan bahwa tindakan yang
paling masuk akal, rincian yang paling meyakinkan, atau teka-teki
yang paling menarik, merupakan produk buatan dan bukan tiruan
dari yang nyata.
17
6.2
Film Animasi
Kartun merupakan cikal bakal terbentuknya film kartun/film
animasi. Kartun yang merupakan goresan yang menggunakan tangan
secara hakiki tidak dapat dilepas dari induknya, yakni seni rupa.
Sejak dahulu, seni yang satu ini diolah oleh tangan-tangan yang
trampil, seperti Honer Dumier, Francisco da Goya, Leonardo da
Vinci, dan masih banyak lagi. Namun, yang di anugerahi gelar
sebagai pelopor kartu adalah Honore Dumier. Gambar-gambar
Dumier banyak dimuat di harian La Carricature dan Le Charivari.
Dengan karya masterpiece-nya yang berjudul “Penumpang Kereta
Kelas Tiga” yang muncul pada tahun 1865.
Film animasi dapat didefinisikan seperti film lainnya namun
pada film animasi ini diproduksi sendiri dalam per-frame (or frame –
by frame) dan dimana gerak ilusi dihasilkan untuk menghubungkan
gambar dua dimensi (2D) dari hasil gambar komputer atau
menghasilkan gambar tiga dimensi (3D) seperti tanah liat dan
plasticine. Selama beberapa tahun dijelaskan dengan penglihatan
terus menerus/bersambungan. Di tahun 1824 seorang pria Prancis
bernama Paul Roget mendeskripsikan suatu effect pada umumnya
mengacu kepada “kekurangan” daripada melihat sendiri dari hasil
yang diciptakannya. (Roget: 1824)
18
Banyak sekali definisi mengenai film kartun, salah satunya
seperti yang dikutip oleh Setiawan G. Sasongko dalam bukunya yang
berjudul Kartun sebagai Media Dakwah, kartun didefinisikan sebagai
gambaran yang bersifat humoristis, kadang hanya bersifat lucu dan
menarik, kadang dengan tujuan mencela atau mencemooh keadaan
sosial atau seseorang. Namun, lebih ditekankan lagi, bahwa kartun
merupakan pencerminan ciri-ciri kemanusiaan pada umumnya secara
karikatural (Sasongko, 2005:9)
Animasi secara kreatif yang tertinggi dalam kategori film.
Berasal dari kata latin animate, yang artinya untuk menghidupkan.
Pada proses memproduksi animasi didefinisikan menghidupkan
sesuatu yang sebelumnya tidak hidup, kecuali dalam ide pikiran
kreator. Idenya berurutan melalui creatif dan proses produksi untuk
memunculkan gambar yang indah selama kita lihat pada layar kecil
atau besar. Gambar ini memiliki kekuatan untuk menggembirakan
penonton, menyebabkan takut atau ngeri, dan mengalirkan air mata.
Dalam proses produksi animasi yang membawa bayangan
produksi itu untuk hidup oleh pengambilan dari orang yang
mempunyai ide kreatif. Animasi produksi biasanya dibagi dalam
beberapa bagian yaitu :
a.
Perkembangan (Development)
b.
Sebelum Produksi (Pre-produksi)
19
c.
Production
d.
Sesudah Produksi (Post Production)
Dalam masa lalu, animasi mempunyai perkembangan masa
sifat percobaan dari sisi seni dalam segala bentuk televisi,
periklanan, film dan web entertainment. Industri animasi segera
dibuat 1900s dari studio kecil yang menjadikan film pendek untuk
perfilman. Pertama perkembangan besar dalam arah yang berada
pada penciptanya dalam pantauan Earl Hurd, 1913. Pembukaan ide
dari bahan yang paling bagus antara lain dalam menggambar,
memperhatikan beberapa background, bisa menggambar hanya satu
kali dan karakter bisa menjadikan sebuah animasi, jadi membiarkan
background tersebut lebih enak dipandang. Pada 1914 John Bray dari
JR Bray Studio merintis ide animasi tersebut dari sebuah komunitas,
yang mana sebagian besar diaplikasikannya. Pada 1928 Walt Disney
membebaskan Streamboad Willie, Pertama kali sukses dibagian film
animasi pendek berfungsi untuk mengkoordinasikan suara.
6.3
Kekerasan / Agresi
Gagasan
bahwa
agresi
adalah
sebuah
insting
yang
diruntuhkan oleh keyakinan bahwa insting manusia seharusnya
muncul hampir setiap perilaku yang tampak. Sebuah survei buku
ilmu sosial ditahun 1924 mencoba mendaftar 6.000 hal yang diduga
sebagai insting (Barash, 1979).
20
Pengaruh neurologis pada kekerasan atau agresi yakni
perilaku yang kompleks, tidak ada satu titik pun diotak yang
mengandalkannya. Akan tetapi, para peneliti telah menemukan
sistem saraf yang menjadi saluran agresi pada hewan dan manusia.
Kekerasan atau agresi dapat didefinisikan sebagai perilaku fisik atau
verbal yang bertujuan menyakiti, hal ini terwujud dalam dua bentuk
yang tergolong jenis kekerasan ada pada perilaku seseorang yaitu :
1.
Kekerasan Individual yaitu kekerasan yang dilakukan oleh
individu
kepada
orang
lain.
contohnya
pencurian,
pemukulan, penganiayaan.
2.
Kekerasan Kolektif yaitu kekerasan yang dilakukan individu
atau kelompok. Contohnya tawuran pelajar, bentrokan antar
desa atau konflik.
Pada arah ke sosial berusaha mengklarifikasi bentuk dan
jenis kekerasan dibagi menjadi dua yaitu kekerasan berdasarkan
bentuk dan perilaku kekerasan. Pada kekerasan yang berdasarkan
bentuk dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1.
Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat dan
dirasakan
oleh
tubuh.
Contohnya
pembunuhan, pemukulan terhadap orang lain.
penganiayaan,
21
2.
Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang dimiliki sasaran
rohani atau jiwa sehingga dapat menghilangkan kemampuan
normal jiwa. Contohnya kebohongan, ancaman, dan tekanan.
3.
Kekerasan struktural yaitu yang dilakukan oleh individu dan
kelompok
dengan
menggunakan
sistem,
hukum,
ekonomidan tata kebiasaan yang ada di sekitar kita,
kekerasan ini juga sulit dikenali. Terjadinya kekerasan
struktural ini menimbulkan sumber daya, pendidikan,
keadilan
dan
wewenang,
ditanggungjawabkan
perubahan
struktural
oleh
kekerasan
negara
dalam
struktural
ini
serta
mendorong
masyarakat.
Contohnya
terjangkit penyakit kulit disuatu daerah akibat limbah pabrik.
Berdasarkan analisis terhadap satu konten acara prime-time
Amerika diisi dengan kekerasan yang meningkat sebesar 75 persen
antara tahun 1998 sehingga musin 2005 – 2006, dengan rata-rata
4,41
kekerasan
yang
ditayangkan
setiap
jam
(PTC,2007).
Mengenang 22 tahun kegiatan perhitungan kekerasan yang
dilakukan, peneliti media George Gerbner (1994) menyesali : “
Manusia telah melalui berbagai era berdarah, tetapi tidak ada yang
menyamai gambaran kekerasan saat ini. Kita terapung dalam
gelombang diantara bentuk kekerasan yang tidak pernah tampak
nyata yang dikoreografikan secara brutal.”
22
Tindak kekerasan yang tercantum dalam hukum publik yaitu
tindakan yang diancam oleh hukum pidana secara sosial, ekonomi,
atau psikologis, hal ini menunjukan pada tindakan yang dapat
merugikan orang lain. misalnya : pembunuhan, penganiayaan,
ancaman, pemukulan dan lain sebagainya. Pada kekerasan pada
umumnya yang ada dikehidupan manusia diungkapkan melalui
media, maka dari itu pada fiture ini menonjol dalam film, program
acara televisi, dan permainan komputer atau gadget dapat
mempengaruhi kecenderungan pada penonton. Hal ini berhubungan
dengan menonton televisi dan perilaku. Satu teknik yang digunakan
pada usia anak sekolah, mengorelasikan acara televisi yang ditonton
dengan agresivitas. Hasil yang sering muncul : Semakin beriisi
kekerasan acara televisi yang ditonton anak, semakin agresif anak
tersebut (Eron, 1987; Turner dkk., 1986).
Banyak faktor yang berpengaruh pada kekerasan atau agresi,
salah satu faktor adalah pengalaman tidak menyenangkan (aversive)
yang mencakup ketidaknyamanan, rasa sakit, dan serangan personal
baik fisik maupun verbal. Isyarat kekerasan, seperti keberadaan
senjata, meningkatkan perilaku kekerasan yang menimbulkan
peningkatan perilaku agresif, terutama pada orang yang diprovokasi,
memutar balikan persepsi mereka terhadap realitas.
23
7. KERANGKA BERFIKIR
Kerangka berfikir dari penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan
seperti ini:
Film
Animasi
Serial Animasi
Larva
Semiotika
Roland
Barthes
Makna
Denotasi
Makna
Konotasi
Mitos
Legitimate
(Gambar 2 “ Kerangka Berfikir” )
24
8. METODE PENELITIAN
Definisi dari metodologi adalah bagian yang berisi mengenai
pendekatan, metode dan tehnik yang digunakan untuk menjawab tujuan
yang sudah ditentukan sebelumnya (Jonathan Sarwono,2006 :254)
Definisi lain dari penelitian kualiatif untuk menguatkan definisi
diatas adalah penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan
isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya. (Deddy
Mulyana, 2008:150)
8.1
Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian deskripsi
kualitatif. Dalam teori deskripsi suatu penelitian merupakan uraian
sistematis tentang teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis
buku) dan hasil-hasil penelitian yang relavan dengan variabel yang
diteliti. Beberapa jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan.
Dideskripsikan akan tergantung pada luasnya permasalahan dan
secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila
dalam suatu penelitian terdapat tiga variabel independen dan satu
dependen, maka kelompok teori yang perlu dideskripsikan ada
empat kelompok teori yaitu kelompok teori yang berkenan dengan
tiga variabel independen dan satu dependen. Oleh karena itu,
semakin banyak variabel yang diteliti, maka akan semakin banyak
teori yang perlu dikemukakan. Deskripsi teori yang tidak berisi
25
tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui
pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari
berbagai referensi, sehingga ruang lingkup kedudukan dan prediksi
terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih
jelas danterarah. Dalam penelitian ini strategi yang digunakan
adalah strategi deskripsi kualitatif. Strategi deskriptif dalam
penelitian kualitatif adalah mengumpulkan data berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka, sehingga laporan penelitian
berupa
kutipan-kutipan
data
untuk
memberikan
permasalahan
diatas
yang
gambaran
penyajian laporan tersebut.
Melalui
diajukan
dalam
penelitian, Penulis menekankan pada kekerasan dalam serial film
animasi larva dalam teori semiotika Roland Barthes yakni dengan
munculnya kekerasan yang disebabkan tanda konotasi muncul
dengan adanya “mitos” yaitu Pada persahabatan tidak seterusnya
baik kadang kala ada pertengkaran antar sesama dengan adanya
muncul sikap kekerasan. Hal ini yang terjadi pada kehidupan
manusia diungkapkan melalui cerita film nyata ataupun film
animasi yang mempunyai karakter tersebut. Selain itu juga dapat
memberikan berbagai ide, konsep yang menarik sehingga
mempengaruhi fikiran penonton yang mendominasi para anakanak, remaja hingga dewasapun menikmati tontonan film animasi
terutama serial animasi larva tersebut. Oleh karena itu, penelitian
26
ini
mengambil jenis penelitian kualitatif deskriptif. Dengan
penelitian ini, di harapkan mampu memberikan informasi.
8.2
Data dan Sumber Data
8.2.1
Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah suatu objek ataupun asli
yang berupa material mentah dari pelaku utamanya yang
disebut sebagai first-hand information. Data-data yang
dikumpulkan di sumber primer ini berasal dari situasi
langsung yang aktual ketika suatu peristiwa itu terjadi
(Silalahi, 2006:266).
8.2.1.1 Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik
pengumpulan data dalam penelitian apa pun,
termasuk penelitian kualitatif, dan digunakan
untuk
memperoleh
informasi
atau
data
sebagaimana tujuan penelitian. Istilah observasi
dalam penelitian kuantitatif biasanya dikenal
dengan satu sebutan saja, yakni teknik observasi
(pengamatan). Namun dalam penelitian kualitatif
ada beberapa tipe observasi sebagaimana akan
dijabarkan
dalam
uraian
mendatang.
Istilah
observasi, dimana sebagian besar ilmuwan sosial
27
memaknakan observasi partisipan, telah menjadi
sinonim dengan penelitian lapangan (Williamson,
Karp. Dan Dalpin, 1977:199).
8.2.1.2
Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara
pewawancara dengan yang diwawancara untuk
meminta keterangan atau pendapat mengenai
suatu hal. Wawancara dapat dilakukan oleh
seorang Psikologi, Pengamat film atau pihak
lainnya
mengenai
Wawancara,
observasi
mendalam,
tema
adalah
menggabungkan
partisipatif
untuk
peneliti.
Teknik
teknik
dengan
wawancara
memperoleh
keterangan,
informasi dan sejenisnya. (Sugiyono, 2009:232)
Selain
menggunakan
analisis
teks,
peneliti
menggunakan teknik wawancara dengan seorang
Psikologi yang memahami wujud kekerasan untuk
mengumpulkan data, sehingga menghasilkan data
yang konprehensif.
28
8.2.2
Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang
dikumpulkan berasal dari tangan kedua atau sumbersumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian
dilakukan (Silalahi, 2006:266). Data yang diperoleh selain
dari data primer data yang diperoleh secara tidak langsung
dari sumbernya. Data sekunder diperoleh dari e-book, buku,
dan
sumber-sumber
literatur-literatur
kepustakaan.
yang
mengkaji
Diperoleh
melalui
mengenai
analisis
semiotika sebuah film.
8.3
Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan cuplikan yang bersifat selektif,
dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritis
yang digunakan, keinginan pribadi dari Penulis, dan lain
sebagainya. Oleh sebab itu, penelitian ini bersifat purposive
sampling.
Dalam
penelitian
ini
yang
menampilkan
unsur
kekerasannya pada tayangan film animasi larva yaitu pada episode
Straw tahun 2014 durasi 00.49-01.10 menunjukan adegan Si Merah
memukul Si Kuning. Episode Spaghetti tahun 2014 pada durasi
27.35-28.10 Si Kuning memukul Si Merah hingga terjatuh.
Episode Fishing pada durasi 41.00-41.45 adegan yang ditampilkan
29
ini Si Merah dan Si Kuning saat menolong binatang lainnya tetapi
ada unsur balas dendam dari binatang tersebut. Episode Ice Cream
tahun 2014 pada durasi 00.21-00.27 menunjukan adegan Si Merah
dan Si Kuning dengan cara menindas. Episode Mite tahun 2015
durasi 04.17-04.20 Si Kuning kentut kemuka Larva Hijau. Episode
Pinky’s Secret tahun 2015 durasi 07.03-08.30 Saling kentut
kentutan.
8.4
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data yang
lengkap, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yaitu :
8.4.1
Observasi
Observasi
merupakan
salah
satu
teknik
pengumpulan data dalam penelitian apa pun, termasuk
penelitian kualitatif, dan digunakan untuk memperoleh
informasi atau data sebagaimana tujuan penelitian.
Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati
secara langsung – tanpa mediator sesuatu objek untuk
melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek
tersebut (Kriyantono, 2006:108).
30
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data,
observasi dapat dibedakan menjadi participant observation
(Observasi berperan serta) dan non participant observation
dan Observasi tidak berstruktur.
Dalam observasi ini,
peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Dengan observasi patisipan, maka data yang
diperoleh
akan
lebih
lengkap,
tajam,
dan
sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang
nampak.
Sedangkan,
dalam
observasi
non-partisipan
peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat
independent.
Dan
dalam
penelitian
kualitatif
dapat
dilakukan dengan observasi tidak berstruktur, karena fokus
penelitian belum jelas. Fokus observasi akan berkembang
selama kegiatan observasi langsung. Observasi tidak
berstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara
sistematis tentang yang akan diobservasikan. Dalam
penelitian ini menggunakan observasi non-partisipan.
8.4.2
Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara pewawancara
dengan yang diwawancara untuk meminta keterangan atau
pendapat mengenai suatu hal. Wawancara dapat dilakukan
oleh seorang Psikologi, Pengamat film atau pihak lainnya
31
mengenai tema peneliti. Teknik Wawancara, adalah
menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan
wawancara mendalam, untuk memperoleh keterangan,
informasi dan sejenisnya. (Sugiyono, 2009:232) Selain
menggunakan analisis teks, peneliti menggunakan teknik
wawancara dengan seorang Psikologi yang memahami
wujud kekerasan untuk mengumpulkan data, sehingga
menghasilkan data yang konprehensif. Wawancara ini
dapat dibagi menjadi wawancara terstruktur, wawancara
semistruktur, dan wawancara tidak struktur. Wawancara
terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data,
bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan
pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh
karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpulan data
telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaanpertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah
disiapkan. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam
kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya
lebih
bebas
bila
dibandingkan
dengan
wawancara
terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana
pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ideidenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu
32
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang
dikemukanan oleh informan. Dalam
penelitian
ini
menggunakan wawancara tidak struktur yaitu wawancara
yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara
yang digunakan hanya garis permasalahan pada penelitian
tersebut.
8.5
Validitas Data
Untuk mengecek hasil penelitian dan menguatkannya,
Peneliti menggunakan wawancara dengan pengamat film untuk
menguatkan tentang pluralisme di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan pengembangan validitas trianggulasi seperti yang
dikatakan Patton (Gunawan, 2009 : 24-27). Selanjutnya pada
penelitian yang telah dilakukan ini menggunakan trianggulasi data
atau sumber, yaitu melihat sesuatu yang sama, dari berbagai
perspektif yang berbeda. Trianggulasi sumber yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu pengamat film yang ada di
Indonesia. Melalui trianggulasi tersebut diperoleh data yang
lengkap mendalam serta komprehensif.
33
8.6
Teknik Analisis Data
1. Penanda
Bahasa
2. Petanda
3. Tanda
I. PENANDA
II. PETANDA
Mitos
III. TANDA
Dalam analisis data ini, Peneliti menggunakan sistem
signifikasi tiga tahap milik Roland Barthes yaitu, denotasi,
konotasi, dan mitos. Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi
merupakan
sistem
signifikasi
(pemaknaan)
tahap
pertama,
sementara konotasi merupakan tingkat kedua, dan mitos yang
terakhir. Denotasi menggunakan makna dari tanda sebagai definisi
secara literal yang nyata. Konotasi mengarah pada kondisi sosial
budaya dan asosiasi personal (Barthes, 2004: 162).
Dalam penelitian Pesan Kekerasan dalam Serial Animasi
Larva ini, analisis akan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama
adalah melakukan kajian dengan melihat tanda yang terdapat
dalam Tayangan televisi. Tanda-tanda ini akan dibedakan menjadi
tiga kelompok yaitu pesan linguistik (teks yang ada dalam film
tersebut), pesan ikonik yang terkodekan (gambar dan adegan yang
ada di film tersebut), pesan ikonik yang tak terkodekan (makna
tersirat dari dialog dan adegan dalam film tersebut). Tahap kedua,
34
menarik makna berdasarkan atas analissis semiotika yang
dilakukan pada tahap pertama, pada tahap ini peneliti akan
mengungkapkan
bagaimana
penggunaan
simbol-simbol
dan
kecenderungan pesan dalam tayangan televisi melalui lima kode.
Kode itu adalah hermeneutik, proaretik , simbolik, semik dan
gnomik. Setelah itu ditarik kesimpulan tentang pesan tersirat dari
tampilan kekerasan dalam serial animasi larva ini. Tahap ketiga
adalah mitos. Mitos adalah sistem semiologi tingkat kedua. Karena
dia terbentuk dari serangkaian rantai semiologis yang telah ada
sebelumnya.
9. Jadwal Penelitian
Kegiatan
Persiapan
Penelitian
Penyusunan laporan
Sidang
Oktober
November
Desember
Januari
2015
2015
2015
2016
35
DAFTAR PUSTAKA
Cobley., Paul & Jansz. Litzza.1999. Introducing Semiotics. New York: Totem
Books
Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University
Press.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Hermawan, Anang. 2008. Mitos dan Bahasa Media: Mengenal Semiotika. Roland
Barthes.
Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang:Indonesiatera.
Paik, H., Comstock, G. 1994. The Effects of television violence on antisocial
behavior. Communication. Jakarta
Myers, David G. 2012. Social Psychology (edisi 10). Jakarta: Salemba
Humannika.
36
Potter, WJ.1999. On Media Violence. CA:Sage
Sasongko G, Setiawan. 2005. Kartun Sebagai Media Dakwah, Jakarta: Sigma
Digi Media
Milic, Lea., McConville, Yasmin. 2006. The Animation Producer’s Handbook.
USA: University Press
Mulyartha, Sri. 2010. Animasi Kartun 3D dengan 3ds Max. Yogyakarta: Andi
Offset
Internet
(http://www.psikologmalang.com/2013/03/bentuk-bentuk-kekerasan.html)
Diambil tanggal 5 Mei 2015 20:00 WIB
http://www.kompasiana.com/noni_aernee/si-bisu-rajarating_550ddc8ea33311a62dba7d5d Diambil tanggal 5 Mei 2015 17:05 WIB
filmindonesia.or.id Diambil tanggal 10 Mei 2015 20:00 WIB
(http://entertainment.kompas.com/read/2010/08/03/12072634/Animator.Harus.Be
rani.Angkat.Tema.Loka) Diambil tanggal 14 September 2015 22:00 WIB
(http://www.kompasiana.com/herumawanpa/larva-kartun-bisu-nankocak_550b4f3d813311e805b1e95b Diambil tanggal 22 Juni 2015 17:00 WIB