MAKALAH AGAMA DAN MODERNISASI Nama NIM

MAKALAH AGAMA DAN MODERNISASI

Kelompok 4

Nama:
1.
I PUTU SUKERNA
2.
I GEDE ASTAMA
3.
I MADE SUKARAWAN
4.
I KETUT SUMANTRA
5.
ANJELINA PHYSIANA
6.
NI KADEK SINTYA MAHARANI P
7.
MUJIATI FATMAWATI
8.
NI NYOMAN SANDAT

9.
I KETUT DODIK PANDE S
10. I WAYAN PARSA
11. PUTU TEGUH WIBAWA PUTRA
12. I KETUT GEDE GANDHI CORYKA

NIM:
3251
3252
3253
3254
3260
3264
3269
3271
3272
3273
3274
3276


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang
tepat pada waktunya yang berjudul “Makalah Agama Dan Modernisasi”.
Makalah ini berisikan tentang Agama Dan Modernisasi masa kini yang
memperhatinkan, diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua,
pada khususnya mahasiswa/mahasiswi STISPOL WIRA BAKTI DENPASAR tentang
kualitas pendidikan di Indonesia. Kami menyadari bahwa , Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapakan banyak terima kasih kepada
pihak kampus yang sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun makalah
ini, juga kepada dosen pembimbing yang sudah banyak membantu dan menuntun penulis
selama pembuatan makalah ini. Tidak lupa juga kepada teman-teman yang selalu menemani,
membantu dan mendukung selama pembuatan makalah ini. Maka, Makalah ini dapat
terselesaikan tidak lepas dari kerjasama dari semuanya.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa memberkati segala usaha kita.


Terima kasih,
PENULIS

DAFTAR ISI
Judul

i

Kata Pengantar

ii

Daftar Isi

iii

BAB I : Pendahuluan

4


1.1

Latar Belakang……………………………………………………………...4

1.2

Rumusan Masalah…………………………………………………………..6

1.3

Tujuan Penelitian…………………………………………………………...6

1.4

Metode Penelitian…………………………………………………………..6

BAB II :
Pembahasan………………………………………………………………………...7

BAB III : Penutup


3.1

Kesimpulan……………………………………………………...14

3.2

Saran………………………………………………………………………15

BAB IV : Daftar Pustaka…………………………………………………………16

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah Perbincangan tentang modernisasi telah menyita konsentrasi para sarjana baik
Beragama Hindu maupun agama lainnnya. Hal ini di buktikan dengan telah lahirnya beragam
karya dan pemikiran di bidang ini menunjukkan modernisasi telah mendapat tempat yang
cukup proporsional dalam kajian global, bahkan di tambah lagi dengan intensnya upayaupaya pembaruan tersebut di lakukan secara serentak dan kompak baik dunia Umat beragama
Hindu sendiri maupun di luar dunianya merupakan suatu arus deras yang tidak dapat di
hentikan demi menciptakan perbaikan dalam segala bidang kemanusiaanya.

Pengalaman demi pengalaman telah di lalui yang pada akhirnya manusia telah sampai
kepada puncak kemajuan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),
di mana IPTEK mendominasi segala aspek kehidupan. Kemoderenan selalu identik dengan
kehidupan keserbaadaan, sedangkan modernisasi itu sendiri merupakan salah satu ciri umum
peradaban maju yang dalam sosiologi berkonotasi perubahan sosial masyarakat yang kurang
maju atau primitive untuk mencapai tahap yang telah di alami oleh masyarakat maju atau
berperadaban.
Jadi memang harus di pahami bahwa zaman modern harus di pandang sebagai suatu
kelanjutan yang wajar dan logis, dalam perkembangan kehidupan manusia, yang di tandai
oleh kreatifitas manusia dalam mencari jalan mengatasi kesulitan hidupnya di dunia ini, dan
harus di pahami pula bahwa betapapun kreatifnya manusia di zaman modern, namun
kreatifitas itu, dalam perspektif sejarah dunia dan umat manusia secara keseluruhan, masih
merupakan kelanjutan hasil usaha (achievement) umat manusia sebelumnya.

Karena itulah modernitas sesuatu yang tidak dapat di hindarkan, lambat ataupun cepat
modernitas tentu pasti muncul di kalangan umat manusia, entah kapan dan di bagian mana di
muka bumi ini. Jika kebetulan momentum zaman modern di mulai oleh Eropa Barat laut
sekitar 2 abad yang lalu, maka sebetulnya telah terjadi pula kebetulan serupa sebelumnya,
yaitu di mulainya momentum zaman agrarian dari lembah Mesopotamia sekitar lima ribu
tahun yang lalu, yang di sebut juga sebagai zaman permulaan sejarah, dan zaman sebelumnya

di sebut zaman prasejarah yang tanpa peradaban, karena itu lembah Mesopotamia di anggap
sebagai tempat buaian peradaban manusia. Bagaimana peran agama di tengah Era Modern
(dampak yang di timbulkan, juga pengaruh yang drastis bagi kehidupan manusia), kami
mencoba untuk mengungkap dalam tulisan ini.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, untuk memudahkan dalam penyusunan
makalah ini, kami menyusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah Definisi Agama itu?
2. Apakah Definisi Modernisasi itu?
3. Bagaimana Hubungan Agama dan Modernisasi?
4. Bagaimana Peran Agama Dalam Modernisasi?
5. Mengapa Agama dan Modernisasi itu berkaitan?

1.3. Tujuan Penelitian
Bertujuan Untuk dapat memahami dan mengerti Keterkaitan antara Agama dan
Modernisasi di masa sekarang ini.

1.4. Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam makalah ini adalah metode studi pustaka, yang

pelaksanaan penyusunannya melalui pengkajian buku-buku pustaka yang mempunyai
keterkaitan dengan masalah yang di bahas, sehingga di harapkan data atau keterangan yang
terkumpul akurat dan menyakinkan sebagai bahan penulisan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Agama
Agama adalah suatu ajaran di mana setiap pemeluknya di anjurkan untuk selalu berbuat
baik. Untuk itu semua penganut agama yang mempercayai ajaran dan melaksanakan
ajarannya mereka akan senantiasa melaksanakan segala hal yang ada dalam ajaran tersebut.
Manusia tidak bisa di lepaskan dengan agama, oleh karena itu agama dan manusia
berhubungan sangat erat sekali. Ketika manusia jauh dari agama. Maka akan ada kekosongan
dalam jiwanya.
Selain itu Agama adalah suatu "Sistem kepercayaan dan praktek yang telah di persatukan
yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek
yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal." Dari definisi ini ada dua unsur
yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat di sebut agama, yaitu "Sifat kudus atau
Khusuk" dari agama dan "Praktek-praktek ritual" dari agama.
Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural,
tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan

agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini dapat kita lihat bahwa sesuatu itu
di sebut agama bukan di lihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan
dua ciri tadi. Kita juga akan melihat nanti bahwa agama selalu memiliki hubungan dengan
masyarakatnya, dan memiliki sifat yang historis.

2.2. Pengertian Modernisasi
Kata modenisasi secara etimologi berasal dari kata modern, kata modern dalam kamus
umum bahasa Indonesia adalah yang berarti : baru, terbaru, cara baru atau mutakhir, sikap
dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman, dapat juga di artikan maju,
baik. Kata modernisasi merupakan kata benda dari bahasa latin “Modernus” (Modo : baru
saja) atau model baru, dalam bahasa Perancis di sebut Moderne. Modernisasi ialah proses
pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan
tuntutan hidup masa kini. Modernisme adalah pikiran, aliran, gerakan-gerakan dan usaha
untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, untuk di
sesuaikan dengan suasana baru yang di timbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.
Modernisme dalam kamus bahasa Indonesia berarti pembaharuan, mempunyai padanan
kata dalam bahasa Arab tajdid, ashriy, hadits, bukan bid’ah, ibda atau ibtida, yang berarti
kebaruan, pembaruan atau pembuatan hal baru, dalam bahasa Inggris Inovation, konotasinya
negatif karena secara semantik mengandung arti pembuatan hal baru dalam agama, (dalam

Hindu misalnya ada ajaran yang bersifat mutlak, tidak dapat di ubah tetap ortodoks atau
dalam hal pokoknya, kepercayaan, bahkan dalam ibadah pun misalnya sembahyang harus
selaras semisal tri sandya tiap jam 6 pagi dan jam 12 siang.
Jadi yang harus di modernisasikan dalam Beragama adalah pola berpikir terhadap agama
yang perlu di perbaharui dalam arti memperbaharui penafsiran-penafsiran atau interpretasi
terhadap ajaran dasar Kitab maupun kepercayaannya masing- masing, sesuai dengan
kebutuhan perkembangan zaman. Adapun modernisasi secara terminologi terdapat banyak
arti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dari banyak ahli.

Light dan Keller, mengartikan modernisasi sebagai perubahan nilai-nilai, lembagalembaga dan pandangan yang memindahkan masyarakat tradisional kearah industrialisasi dan
urbanisasi. Atau seperti di tegaskan Zanden, modernisasi merupakan suatu proses yang
melaluinya, suatu masyarakat beralih dari pengaturan sosial dan ekonomi tradisional atau praindustrial ke masyarakat yang bercirikan industrial. Industrialisasi sering di gunakan dalam
arti luas sebagai ekuivalen dengan bentuk modernisasi ekonomi. Definisi senada di
ungkap Nurcholish Madjid, yang mengatakan bahwa “zaman modern”, adalah
“zaman Teknik” (technical Age), bila di lihat dari hakikat intinya, karena pada zaman ini
peran sentral teknikalisme serta bentuk-bentuk kemasyarakatan yang terkait dengan
teknikalisme sangat kental, wujud keterkaitan antara segi teknologis sebagai dorongan besar
pertama umat manusia memasuki zaman sekarang ini, yaitu revolusi industri (teknologis) di
Inggris dan revolusi Perancis (social politik) di Perancis.


2.3. Hubungan Agama dan Modernisasi
Di zaman modernisasi dan globalisasi sekarang ini, manusia di barat sudah berhasil
mengembangkan kemampuan nalarnya (kecerdesan intelektualnya) untuk mencapai
kemajuan yang begitu pesat dari waktu kewaktu di berbagai bidang kehidupan termasuk
dalam bidang sains dan teknologi yang kemajuannya tidak dapat di bendung lagi akan tetapi
kemajuan tersebut jauh dari spirit agama sehingga yang lahir adalah sains dan teknologi.
Manusia saling berpacu meraih kesuksesan dalam bidang material, sosial, politik, ekonomi,
pangkat, jabatan, kedudukan, kekuasaan dan seterusnya, namun tatkala mereka sudah berada
di puncak kesuksesan tersebut lalu jiwa mereka mengalami goncangan-goncangan mereka
bingung untuk apa semua ini. Kenapa bisa terjadi demikian, karena jiwa mereka dalam
kekosongan dari nilai-nilai spiritual, di sebabkan tidak punya oreintasi yang jelas dalam

menapaki kehidupan di alam dunia ini. Keterasingan (Alienasi) yang di alami oleh orangorang barat karena peradaban modern yang mereka bangun bermula dari penolakan
(Negation) terhadap hakikat rohaniyah secara gradual dalam kehidupan manusia.
Akibatnya manusia lupa terhadap eksistensi dirinya sebagai hamba di hadapan Tuhan
karena telah terputus dari akar-akar spiritualitas. Hal ini merupakan fenomena betapa
manusia modern memiliki spiritualitas yang akut. Pada gilirannya, mereka cenderung tidak
mampu menjawab berbagai persoalan hidupnya, dan kemudian terperangkap dalam
kehampaan dan ketidak bermaknaan hidup. Keimanan atau kepercayaan pada agama (Tuhan)
secara pragmatis merupakan kebutuhan untuk menenangkan jiwa, terlepas apakah objek
kualitas iman itu benar atau salah. Secara psikologis, ini menunjukkan bahwa agama itu
selalu mengajarkan dan menyadarkan akan nasib keterasingan manusia dari Tuhannya.
Manusia bagaimanapun juga tidak akan dapat melepaskan diri dari agama, karena manusia
selalu punya ketergantungan kepada kekuatan yang lebih tinggi di luar dirinya (Tuhan) atau
apapun bentuknya dan agama di turunkan oleh Sang Pencipta Dunia ini untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk rasional dan spiritual.
Dalam diri manusia tuntutan kebutuhan jasmani dan rohani harus di penuhi secara
bersamaan dan seimbang, kebutuhan jasmani dapat terpenuhi dengan hal-hal yang bersifat
materi sedangkan kebutuhan rohani harus di penuhi dengan yang bersifat spiritual seperti
ibadah, berdana punia, etika dan amal baik lainnya. Apabila kedua hal tersebut tidak dapat di
penuhi secara adil maka kehidupan manusia itu dapat di pastikan akan mengalami kekeringan
dan kehampaan bahkan tidak menutup kemungkinan bisa mengalami stres. Salah satu kritik
yang di tujukan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi modern dari sudut pandang agama
ialah karena ilmu pengetahuan dan teknologi modern tersebut hanya terlihat secara
metodologi, tetapi miskin dari segi moral dan etika.

Pandangan masyarakat modern yang bertumpu pada prestasi sains dan teknologi, telah
meminggirkan dimensi transendental dunia. Akibatnya, kehidupan masyarakat modern
menjadi kehilangan salah satu aspeknya yang paling fundamental, yaitu aspek spiritual.
Agama datang membawa pesan universal dengan ajaran yang komprehensif menawarkan
solusi dalam berbagai permasalahan kehidupan umat manusia di antaranya berupaya untuk
mempertemukan kehidupan materialistis dan kehidupan spiritual manusia, menjadi
kehidupan yang harmonis antara keduanya. Di bawah bimbingan Tuhan Yang Maha Esa.
Umat Manusia yang beragama dapat membentuk pribadinya yang utuh untuk memperoleh
kebahagiaan dunia akhirat dengan melakukan ibadah dan amal baiknya, sehingga mereka
memperoleh kejayaan di segala bidang kehidupan. Agama mengajarkan kepada umatnya
akan keseimbangan untuk meraih kebahagian dan kesuksesan di dunia dan akhirat secara
bersamaan.

2.4. Peran Agama Dalam Modernisasi
Kemodernan selalu identik dengan kehidupan keserbadaan, sedangkan modernisasi
merupakan salah satu ciri dari peradaban maju. Modernisasi selalu di artikan sebagai suatu
proses yang melaluinya manusia menjadi mampu menguasai alam dengan memanfaatkan
teknologi

modern.

Masih

banyak

lagi

pengertian

menurut Lerner, modernisai itu mencangkup :
1. Pertumbuhan ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan.
2. Partisipasi politik
3. Penyebaran norma-norma.
4. Tingginya tingkat mobilitas sosial dan geografis.
5. Transformasi kepribadian.

modernisasi,

namun

intinya

Modernitas tersebut menurut Hardgrave gejalanya dapat di lihat dalam tiga di mensi:
teknologis, organisasional dan sikap. Aspek teknologinya bisa di lacak pada dominasi
industrialisasi sehingga masyarakat dapat di bedakan menjadi pra-industri dan industri.
Sedangkan dimensi organisasional mengejawantah dalam tingkat diferensiasi dan spesialisasi
serta menjelma menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat kompleks. Di pihak lain pihak
segi sikap dalam kemodernan mencangkup rasionalitas dan pertentangan cara pandang ilmiah
lawan magis religious, dari pandangan terakhir di atas jelas betapa marginal kedudukan
agama dalam masyarakat industri modern.
Ada dua corak agama yang memiliki cara yang berbeda dalam merespon tuntutan
perkembangan masyarakat, yaitu agama-agama penerima wahyu yang relative bisa bertahan
menghadapi arus gelombang modernisasi seperti Hindu, Budha, Islam, Protestan dan Kristen
Katolik agama-agama yang ada di indonesia penerima wahyu tuhan, yang begitu rentan
terhadap amukan modernisasi sehingga tidak mampu bertahan. Semua agama mempunyai
klaim yang sama, untuk dapat berlaku dalam semua situasi, dalam segala satuan sosial dan
dalam rentangan waktu yang tidak terbatas. Setiap agama memiliki empat isi pokok, yaitu :
doktrin, organisasi, ritual dan pemimpin. Kecanggihan unsur-unsur tersebut sangat tergantung
pada tingkat kemajuan yang di alami oleh masyarakat pendukungnya.
Karena itu agama yang mempunyai tingkat kecanggihan abstraksi yang rendah biasanya
sangat mudah terpengaruh oleh perubahan yang di alami pemeluknya. Salah satu penyebab
utama merosotnya peran agama dalam peradaban industri modern adalah karena agama di
anggap tidak memiliki kontribusi langsung bagi upaya mengejar kehidupan fisik-material.
Dari dampak yang telah di kemukakan di atas, terlihat jelas peran agama menjadi sangat
marginal, karena agama di anggap tidak dapat memberi kontribusi apapun dalam menghadapi
tuntutan hidup yang begitu keras dan penuh persaingan. Gejala kemerosotan agama tampak

dalam melemahnya doktrin-doktrin yang ada, organisasi agama tidak mampu mengikuti
irama dan ritme perubahan sosial, ritual agama makin sedikit peminatnya,
Namun sebaliknya harus di pahami pula bahwa satu sisi, agamalah yang di harapkan bisa
memainkan peranan positif aktifnya dalam mengerem perilaku serakah, brutal, dan
mengancam kelangsungan hidup serta mengabaikan sama sekali spiritualitas dan
transendentalisme untuk di arahkan kepada kehidupan yang bertatanan ketuhanan,
kemanusiaan dan transendental dalam menuju dunia yang damai dan berperadaban. Di sinilah
letak peran penting pemimpin agama, untuk dapat menginterpretasi agama, dari berbagai
sudut pandang, rasional, universal dan mengejawantah “membumi” sesuai dengan kebutuhan
umat dan zaman, hingga agama tidaklah di pandang sebagai momok penghalang dari era
modern ini.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Upaya preventif, dan menjadi salah satu problem tersulit untuk dihadapi, namun harus
menjadi komitmen bersama pemuka agama, adalah mencegah kemerosotan peran agama di
tengah era modern ini. Bila ditelaah dari aspek internal upaya pencegahan tergantung pada
performance empat isi agama.
Pertama, segi doktrin agama, tuntutannya adalah mengupayakan agar ajaran-ajaran
agama menjadi kontekstual, tugas ini tidak gampang. Konservatisme dan ortodoksi pemeluk
agama tidak mudah dibelokkan kearah kontekstualisasi. Pola pembelajaran agama (baca:
Hindu).
Kedua, pelembagaan agama ke dalam organisasi akan terhadang oleh arus sekularisasi
yang begitu gigih memutuskan kaitan antara yang profane dengan yang imanen. Agama di
putuskan hubungannya dengan masalah kenegaraan, karena keberagamaan adalah urusan
pribadi yang tidak perlu di campurtangani oleh pemerintah. Inilah debirokratisasi agama.
Kondisi seperti ini tentunya masih perlu di pikirkan kembali.
Ketiga, ritual agama yang dianggap menghambat produktivitas ekonomi masyarakat.
Penyegaran ritus agama juga tidak mudah karena harus pula berpegang pada kadar
otentisitasnya. Menghindari tuduhan bahwa agama sarat dengan superstisi, takhayul, dan lain
sebagainya yang dimana dengan sendirinya terkait pada rasionalisasi ritual-ritual agama.
Agama yang paling taat dan efisien ritualnya akan memiliki masa depan yang lebih baik.
Beralihnya orang kepada mistisisme adalah salah satu manifestasi dari proposisis ini.
Keempat, aspek kepemimpinan agama, tuntutan terberat adalah pengadaan pemimpin
“mumpuni, handal, memiliki kualifikasi keilmuan yang komprehensif, mendalam”, dalam arti

memiliki penguasaan mendalam terhadap totalitas ajaran agama dan dinamika yang
menyertainya serta memilki wawasan dan pemahaman yang memadai pula tentang
kehidupan masyarakat industri modern dengan segala atributnya. Di sini ia pun di tuntut
memiliki kemampuan komunikasi kepada berbagai pihak. Disamping itu, secara personality
yang terpenting dari seorang “pemimpin agama” ia harus memiliki “good character”, artinya
pemimpin bukan hanya pandai berbicara, namun ia menjadi “panutan masyarakat’’ (tokoh
agama.

3.2. Saran
Walaupun kita sebagai individu yang mengikuti perkembangan zaman tetapi sebagai
seorang umat beragama yang baik kita harus tetap menjadikan agama sebagai landasan hidup
dan tidak menjadikan ego kita sebagai penuntun hidup, karena ego kita seringkali bertolak
belakang dengan norma-norma yang berlaku. Sebaiknya kita harus bisa membagi waktu
dengan sebaik-baiknya. Dengan maksud, jika pada saatnya beribadah gunakanlah waktu itu
untuk beribadah, janganlah gunakan waktu itu untuk kepentingan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
1. John O. Voll, Pembaharuan dan Perubahan Dalam Sejarah Islam: Tajdîd dan

Ishlah, dalam John L. Esposito, Voices of Resurgent Islam, terj. Bakri
Siregar (Jakarta: Rajawali, 1987),
2. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II

(Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
3. Rusli Karim, Agama, Modernisasi dan Sekulerisasi, Cet. I (Yogyakarta: Tiara

Wacana Yogya, 1994),
4. Kamal Hassan, Muhammad. Muslim Intellectual Responses to “New Order”

Modernization in Indonesia, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
Kementerian Pelajaran Malaysia, 1960
5. masalah keimanan, kemanusiaan, dan kemoderenan, Cet. Ke- 2; Jakarta: Yayasan

Wakaf Paramadina, 1992.
6. Madjid, Nurcholish. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Cet. Ke-IV; Bandung:

Mizan, 1991.
7. Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya., Bandung., TTh.

Hendropuspito, Drs, Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1983
8. Thomas F O’dea, Sosiologi Agama : Suatu Pengenalan Awal, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 1996
9. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II

(Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
10. Rusli Karim, Agama, Modernisasi dan Sekulerisasi, Cet. I (Yogyakarta: Tiara

Wacana Yogya, 1994),

11. Kamal Hassan, Muhammad. Muslim Intellectual Responses to “New Order”

Modernization in Indonesia, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
Kementerian Pelajaran Malaysia, 1960.
12. Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya., Bandung., TTh.

Hendropuspito, Drs, Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1983.
13. Thomas F O’dea, Sosiologi Agama : Suatu Pengenalan Awal, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 1996