BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Malaria - Karakteristik Penderita Malaria Di Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh Tahun 2009-2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Malaria

  Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus

  

plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantara gigitan nyamuk

Anopheles spp . Penyakit malaria sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan

  sangat bervariasi menurut daerah penyebarannya, dimana lingkungan merupakan

  11 salah satu faktor penyebab tinggi rendahnya angka kejadian malaria.

  Sejarah penemuan malaria bermula dari manusia beranggapan bahwa wabah malaria ada hubungannya dengan udara buruk. Malaria berasal dari istilah bahasa Italia yaitu mala yang artinya buruk dan aria yang artinya udara. Pada saat itu orang beranggapan udara buruk dari rawa-rawa merupakan penyebab malaria.

  Pada tahun 1880 seorang dokter militer yaitu Charles Louis Alphonse Laveran yang berkebangsaan Perancis bekerja di Aljazair, melakukan penelitian pada setiap penderita malaria. Pekerjaan ini dilakukan dengan tekun memeriksa darah setiap penderita, ternyata hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam sel-sel darah merah setiap penderita dijumpai organisme hidup yang berbentuk cincin. Organisme ini kemudian dikenal sebagai parasit malaria yang dinamakan

  . Hasil penelitian Charles pada tahun 1880 ini menunjukkan bahwa

  plasmodium

  penularan dari penyakit ini diduga melalui gigitan serangga. Perkembangan lebih lanjut yaitu pada tahun 1897, Ronald Ross yang berkebangsaan Inggris mempelajari tentang bagaimana penyakit malaria ini dapat ditularkan. Ternyata telah dapat dibuktikan bahwa nyamuk Anopheles merupakan penular penyakit

  12,13 malaria.

   11, 14, 15, 16

2.2. Gejala Klinis

  Secara klinis, gejala malaria sebagai infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme) yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam, penderita biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual dan muntah. Pada penderita dengan infeksi majemuk atau campuran (lebih dari satu jenis plasmodium atau oleh satu jenis plasmodium, tetapi infeksi berulang dalam waktu berbeda), serangan demam terus menerus (tanpa interval), sedangkan pada pejamu yang imun gejala klinisnya minimal. Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan, Yaitu :

  2.2.1. Stadium Dingin (Cold Stage)

  Stadium ini diawali dengan gejala menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Nadi cepat tapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, penderita mungkin mengalami mual dan muntah dan pada anak balita sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit hingga 1 jam.

  2.2.2. Stadium Demam (Hot Stage)

  Setelah menggigil dan merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual dan muntah. Nadi menjadi kuat kembali. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat disebabkan oleh pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada plasmodiun vivax dan Plasmodium ovale, skizon tiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium malariae demam terjadi setiap 72 jam (setiap hari ke empat) sehingga disebut malaria quartana. Pada Plasmodium facifarum, setiap 24 – 48 jam.

2.2.3. Stadium Berkeringat (Sweating Stage)

  Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sampai membasahi tempat tidur. Namun suhu badan pada stadium ini turun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah normal. Gejala tersebut tidak selalu sama pada setiap penderita, bergantung pada spesies parasit, berat infeksi dan umur penderita. Gejala klinis berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh tertentu, seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan penyumbatan pembuluh darah organ-organ tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa koma, kejang sampai gangguan fungsi ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh malaria jenis ini. Pada Black water fever yang merupakan suatu komplikasi berat, ditemukan hemoglobin dalam urin sehingga urin berwarna merah tua atau hitam. Gejala lain Black water fever adalah ikhterus dan muntah berwarna seperti empedu. Black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi Plasmodium falcifarum berulang dengan infeksi yang cukup berat.

  Di daerah endemisitas tinggi, pada orang dewasa seringkali tidak dijumpai gejala klinis meskipun dalam darahnya ditemukan parasit malaria. Hal tersebut disebabkan oleh imunitas yang telah timbul pada mereka karena infeksi berulang. Limpa biasanya membesar pada serangan pertama yang berat atau setelah beberapa serangan dalam periode yang cukup lama. Dengan pengobatan yang baik, limpa secara berangsur-angsur akan mengecil kembali.

   14

2.3. Penyebab Malaria

  Dikenal lima jenis plasmodium yang dapat menginfeksi manusia secara alami, yaitu :

  1. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/vivax (demam tiap hari ketiga).

  2. Plasmodium falcifarum, menimbulkan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/falcifarum (demam tiap 24 – 48 jam).

  3. Plasmodium malariae, jarang dan dapat menimbulkan sindrome nefrotik dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari ke empat).

  4. Plasmodium Ovale, dijumpai di daerah Afrika dan Fasifik Barat. Di Indonesia dijumpai di Irian dan Nusa Tenggara, memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.

  5. Plasmodium knowlesi, dilaporkan pertama kali pada tahun 2004, di daerah Serawak, Malaysia. Juga ditemukan di Singapura, Thailand, Myanmar serta Filipina. Bentuk plasmodium menyerupai plasmodium malariae sehingga sering dilaporkan sebagai malaria malariae.

  Masa inkubasi setiap jenis malaria berbeda-beda. Pada malaria vivax dan malaria ovale inkubasi berlangsung antara 10 sampai 17 hari, pada malaria

  

falcifarum antara 8 sampai 12 hari dan pada malaria malariae, masa inkubasi

berlangsung antara 21 sampai 40 hari.

   15

2.4. Penularan Malaria

  Malaria dapat ditularkan melalui dua cara, yaitu cara alamiah dan cara bukan alamiah.

  a.

  Penularan secara alamiah (natural Infection), melalui gigitan nyamuk anopheles .

  b.

  Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, yaitu : Malaria bawaan (congenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar

  • plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Selain melalui plasenta, penularan terjadi melalui tali pusat.
  • suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat diobati dengan mudah.

  Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum

  • ), burung dara (Plasmodium relection) dan monyet

  Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium

  gallinasium

  (Plasmodium knowlesi) yang akhir-akhir ini dilaporkan menginfeksi manusia.

2.5. Epidemiologi Malaria

2.5.1. Distribusi

  a. Orang

  Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi yaitu bayi, anak balita dan ibu hamil. Biasanya malaria tidak membedakan penderita berdasarkan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan untuk menginfeksi, akan tetapi yang paling beresiko adalah ibu hamil. Ibu hamil yang menderita malaria dapat mengalami anemia, malaria serebral, edema paru, gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada janin menyebabkan abortus,

  17 persalinan prematur, berat badan bayi rendah dan kematian janin.

  b. Tempat

  Batas penyebaran wilayah malaria adalah 64 lintang utara (Rusia) dan 32 lintang selatan (Argentina). Ketinggian yang memungkinkan parasit hidup adalah 400 meter di bawah permukaan laut (laut mati) dan 2600 di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Plasmodiun falcifarum terutama

  15 menyebabkan malaria di Afrika, Asia dan daerah-daerah tropis lainnya.

c. Waktu

  Malaria merupakan penyakit tropis dan endemik yang kejadiannya

  18 diperkirakan menurut jam, hari, minggu, bulan dan tahun.

2.5.2. Determinan

  Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh Host, Agent dan

  

Environment . Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga komponen tersebut saling

mendukung.

A. Host

  

18

i.

   Host Intermediate (Manusia)

  Secara umum setiap orang bisa terinfeksi oleh agent (parasit/plasmodium) atau penyebab penyakit lainnya dan merupakan tempat berkembang biaknya . Faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi kerentanan host terhadap agent,

  agent

  antara lain : a.

  Usia Anak-anak lebih rentan dibanding orang dewasa terhadap infeksi parasit malaria karena daya tahan tubuhnya lebih lemah daripada orang dewasa.

  b.

  Jenis Kelamin Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin, akan tetapi apabila menginfeksi ibu hamil akan menyebabkan malaria yang berat.

  c.

  Ras Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya penderita sickle cell anemia dan d.

  Riwayat Malaria Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria berikutnya.

  e.

  Cara Hidup Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria. Misalnya ; tidur tidak memakai kelambu dan senang berada di luar rumah pada malam hari.

  f.

  Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi (kemiskinan) pada masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria.

  g.

  Status Gizi Masyarakat dengan gizi yang kurang baik serta tinggal di daerah endemis akan lebih rentan terhadap infeksi malaria.

  h.

  Imunitas Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya mempunyai imunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah terhadap infeksi malaria.

ii. Host Defenitive (Nyamuk Anopheles) Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina.

  Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria, disamping itu faktor lain yang penting seperti : umur nyamuk, kerentanan nyamuk terhadap

  infeksi gametosit, frekuensi menggigit manusia dan siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur.

  18 B.

   Agent (Parasit/Plasmodium) 14,16,19

  Agent penyebab penyakit malaria sebabkan oleh protozoa obligat intraselular dari genus plasmodium. Terdapat lima jenis plasmodium yang

  dapat menginfeksi manusia, yaitu :

  • Plasmodium malariae
  • Plasmodium vivax
  • Plasmodium falcifarum
  • Plasmodium ovale
  • Plasmodium knowlesi

  Diantara kelima jenis plasmodium, plasmodium falcifarum merupakan penyebab utama terjadinya malaria berat. Parasit/Plasmodium hidup di dalam tubuh serta di dalam darah manusia. Parasit/plasmodium hidup dalam tubuh nyamuk dalam tahap daur seksual (pembiakan melalui kawin) dan hidup dalam tubuh manusia dalam tahap aseksual (pembiakan tidak kawin atau melalui pembelahan diri).

  13,18,20 Environment adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada.

C. Environtment

  Nyamuk akan berkembang biak bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan utuk proses kelangsunganhidupnya. Faktor-faktor lingkungan tersebut terbagi atas :

1. Lingkungan fisik a.

  Suhu Udara Nyamuk tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan-perubahan di luar tubuhnya. Suhu rata-rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25 – 27

  C. Nyamuk dapat bertahan hidup dalam suhu rendah, tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis dan pada suhu tinggi akan mengalami perubahan proses fisiologisnya. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10 C atau lebih dari 40

  C.

  b.

  Kelembaban Udara Kelembaban udara yang rendah memperpendek umur nyamuk.

  Kelembaban juga mempengaruhi populasi, kebiasaan menggigit, kecepatan berkembang biak serta pola istirahat nyamuk.

  c.

  Hujan Hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembang biakan nyamuk (breeding

  places ). Hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk anopheles.

  d.

  Angin Angin sangat mempengaruhi terbang nyamuk. Bila kecepatan angin 11 – 14 meter per detik atau 25 – 31 mil per jam akan mempengaruhi penguapan (evaporasi) air dan suhu udara (konveksi).

  e.

  Sinar Matahari Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.

  f.

  Arus Air menyukai tempat perindukan dengan air yang

  An. barbirostris

  statis atau mengalir sedikit, An. minimus menyukai tempat perindukan yang aliran airnya cukup deras sedangkan An.

  Sundaicus menyukai tempat perindukan dengan air yang tergenang.

  2. Lingkungan kimiawi Lingkungan yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan. Contoh : An. Sundaicus tumbuh optimal pada air payau.

  3. Lingkungan biologi.

  Lingkungan biologis merupakan salah satu determinan yang memberikan wahana bagi nyamuk untuk berkembang, berbagai tumbuhan baik yang berada di darat misal tumbuhan yang besar dan membentuk suatu kawasan perkebunan atau hutan akan berfungsi menghalangi masuknya sinar matahari ke permukaan tanah, dengan demikian maka pencahayaan akan rendah, suhu rendah, dan oleh nyamuk untuk beristirahat setelah menghisap darah hospes sambil menunggu proses pematangan telur. Larva juga menyukai breeding site yang ada tumbuhan air misalnya lumut, bakau, ganggang akan lebih disukai karena selain digunakan sebagai tempat berlindung dari predator dan kemungkinan flushing atau hanyut terbawa oleh aliran air.

4. Lingkungan sosial budaya

  Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, di mana vektornya lebih bersifat eksofilik (lebih suka hinggap/ istirahat di luar rumah) dan eksofagik (lebih suka menggigit di luar rumah) akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk, penggunaan kelambu, kawat kasa dan repellent akan mempengaruhi angka kesakitan malaria dan pembukaan lahan dapat menimbulkan tempat perindukan buatan manusia sendiri (man made breeding places).

  13,18

2.6. Parameter Pengukuran Epidemiologi Malaria

  Untuk mengetahui kejadian dan pola suatu penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi dalam masyarakat, kita harus mempunyai alat atau metode pengukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah dan distribusi penyakit tersebut. Dalam studi epidemiologi yang paling utama diperlukan adalah alat pengukuran frekuensi penyakit. Pengukuran frekuensi penyakit tersebut dititikberatkan pada angka kesakitan dan angka kematian yang terjadi dalam masyarakat.

  Frekuensi penyakit dalam epidemiologi biasanya dalam perbandingan antara populasi. Unsur dalam perbandingan tersebut adalah pembilang (Numerator), penyebut (Denominator) dan waktu atau jarak (periode). Alat ukur yang biasa dipakai adalah rate dan ratio. Adapun ukuran-ukuran yang dipakai khususnya dalam penyakit malaria adalah sebagai berikut: 2.6.1.

   Annual Parasit Incidence (API)

  Adalah angka kesakitan per 1.000 penduduk dalam satu tahun, jumlah sediaan darah positif dibandingkan dengan jumlah penduduk, dinyatakan dalam permil (‰).

  Jumlah penderita SD positif dalam satu tahun API = x 1.000

  Jumlah penduduk tahun tersebut 2.6.2.

   Annual Malaria Incidence (AMI)

  Adalah angka kesakitan (malaria klinis) per 1000 penduduk dalam satu tahun dinyatakan dalam permil (‰).

  Jumlah penderita malaria klinis dalam satu tahun AMI = x 1.000

  Jumlah penduduk tahun tersebut 2.6.3.

   Case Fatality Rate (CFR)

  Digunakan untuk mengukur angka kematian (kematian disebabkan oleh malaria falciparum) dibandingkan dengan jumlah penderita falciparum pada periode waktu yang sama.

  Jumlah penderita meninggal karena malaria falciparum pada periode waktu tertentu CFR = x 1.000

  Jumlah penderita malaria falciparum pada periode waktu yang sama

  2.6.4. Annual Blood Examination Rate (ABER)

  PR = Jumlah sedian darah positif

  Dalam kegiatan pemberantasan malaria, maka dapat dibuat stratifikasi

  − 9 tahun)yang diperiksa limpanya x 100%

  − 9 tahun)yang membesar limpanya Jumlah anak (2

  SR = Jumlah anak (2

  Adalah adanya pembesaran limpa pada golongan umur tertentu terhadap jumlah penduduk yang diperiksa limpanya pada golongan umur yang sama dan tahun yang sama, dinyatakan dalam persen (%).

  2.6.7. Spleen Rate (SR)

  Jumlah seluruh sedian darah yang diperiksa x 100%

  Adalah semua SPR tetapi PR ini digunakan pada kegiatan survey malariometrik terhadap anak berumur 0-9 tahun.

  Jumlah sediaan darah yang diperiksa terhadap semua penduduk dalam satu tahun dan dinyatakan dalam persen (%).

  2.6.6. Parasit Rate (PR)

  Jumlah seluruh sedian darah yang diperiksa x 100%

  SPR = Jumlah sedian darah positif

  Adalah persentase dari sediaan darah yang positif dari seluruh sediaan darah yang diperiksa, dinyatakan dalam persen (%).

  2.6.5. Slide Positif Rate (SPR)

  Jumlah penduduk tahun tersebut x 100%

  ABER = Jumlah SD yang diperiksa dalam satu tahun

2.7. Stratifikasi Daerah Malaria 4,13

  2.7.1. Daerah Endemik

  Adalah daerah yang setiap tahun ada kasus malaria dengan diagnosis laboratorium positif plasmodium.

  2.7.2. Daerah Reseptif

  Adalah daerah yang kasus positip malaria tidak ditemukan tetapi ditemukan vector Anopheles Spp .

  a.

  Stratifikasi menurut insiden malaria Kriteria didasarkan kepada AMI yaitu jumlah penderita malaria klinis di suatu wilayah (desa) pada saat setiap 1.000 penduduk di wilayah tersebut dalam satu tahun, dinyatakan dalam permil. Maka dapat dibagi daerah malaria sebagai berikut: a.1 Low Insidence Area (LIA) : AMI < 50‰ a.2 Medium Insidence Area (MIA) : AMI 51-200‰ a.3 High Insidence Area (HIA) : AMI >200‰

  b. Stratifikasi menurut endemisitas malaria yang didapatkan dari pemeriksaan pembesaran limpa (SR=Spleen Rate) dari hasil kegiatan survei malariometrik pada umur 2-9 tahun, maka daerah malaria dapat dibagi sebagai berikut : b.1 Hipo-endemik : SR < 10% b.2 Meso-endemik : SR 10-50% b.3 Hiper-endemik : SR 50% b.4 Holo-endemik : SR 75% (dewasa : 25%) c.

  Stratifikasi menurut prevalensi malaria Didapatkan dari hasil pemeriksaan sediaan darah (SD) positif dari kegiatan survei malariometrik, maka daerah malaria dapat dibagi sebagai berikut : c.1 Low Prevalence Area (LPA) : PR < 2% c.2 Medium Prevalence Area (MPA) : PR 2 - 4% c.3 High Prevalence Area (HPA) : PR > 4%

2.7.3. Daerah Bebas Malaria

  Adalah daerah yang tidak ditemukan vektor dan tidak ada kasus malaria positip selama tiga tahun terakhir secara berturut-turut.

  21

2.8. Pengobatan Malaria

  Pengobatan malaria bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan, mencegah kematian, menyembuhkan penderita dan mengurangi kerugian akibat sakit. Selain itu, upaya pengobatan mempunyai peranan penting lainnya yaitu mencegah kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari orang yang sakit kepada orang yang sehat. Ada beberapa cara pengobatan malaria :

  2.8.1. Pengobatan Malaria Klinis

  Pengobatan penderita berdasarkan diagnosa klinis tanpa dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pengobatan ini ditujukan untuk menekan gejala klinis malaria dan membunuh gamet untuk mencegah terjadinya penularan tersebut.

  2.8.2. Pengobatan Radikal

  Pengobatan malaria berdasarkan diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium sediaan darah positif. Pengobatan ini bertujuan untuk mencegah

  2.8.3. Pengobatan Massal (Mass Drug Administration = MDA)

  Pengobatan massal pada saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria, mencakup >80% jumlah penduduk daerah KLB. Sebagai bagian dari upaya penanggulangan malaria.

  2.8.4. Profilaksis

  Pengobatan pencegahan dengan sasaran warga transmigrasi dan ibu hamil yang tinggal di daerah endemis malaria.

2.9. Pencegahan Malaria

2.9.1. Pencegahan Primer

  22

  a. Tindakan pencegahan terhadap manusia Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.

  b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium) Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan dengan nyamuk namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi resiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada tidak menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu

  5 dengan (ACT) Artemisinin Based Combination Therapy. 12,13 d.

  Tindakan pengendalian vektor.

  Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria.

  Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva

  Anopheles sp secara kimiawi menggunakan insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan

  dan lain-lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/indoor ) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun

  residual spraying

  perlu ditekankan bahwa pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien, suntainable, affective dan

  affordable ) mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan

  bionomik vektor yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu

  places

  diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholder dan masyarakat dalam pengendalian vektor malaria.

  22,23

2.9.2. Pencegahan Sekunder

  Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan yang menderita malaria positip. Pencegahan sekunder pada penderita malaria dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : a. Pencarian secara aktif penderita malaria melalui skrining dan secara pasif dengan cara melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.

  b. Diagnosa dini dan pengobatan yang tepat serta adekuat untuk menghentikan proses penyakit dan mencegah komplikasi.

  c. memperbaiki status gizi guna membantu proses penyembuhan.

2.9.3. Pencegahan Tertier

  a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat:

  Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin

  • Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap
  • gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas
  • vital untuk mencegah memburuknya fungsi organ vital.

  Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda

  b. Rehabilitasi mental/psikologis Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

2.10. Kerangka Konsep KARARTERISTIK PENDERITA MALARIA 1. Trend Tahun 2. Orang

  • Umur -

  Jenis Kelamin 3.

   Tempat

  • Kabupaten 4.

   Waktu

  • Tahun 2009-2013 5.

   Annual Parasite Incidence (API) 6. Jenis Parasit

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Malaria Di Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh Tahun 2009-2013

2 66 135

Karakteristik Penderita Malaria Dengan Parasit Positif Pada Anak Di Klinik Malaria Rayon Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2009

0 34 145

Karakteristik Penderita Malaria Di Kota Dumai Tahun 2005-2009

2 40 103

Karakteristik Penderita Malaria Di Kabupaten Lingga, Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2005

0 23 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Kader Posyandu 2.1.1. Kader Posyandu - Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah

0 2 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Tentang PerilakuMerokok Siswa Laki-Laki SMA Negeri 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Aceh Pada Tahun 2015

0 0 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Tuberkulosis - Gambaran Karakteristik Penderita TB MDR Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Kanker Payudara - Karakteristik Penderita Kanker Payudara Yang Dirawat Inap Di Rsu Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011-2013

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Malaria - Kondisi Fisik Rumah Dan Lingkungan Sekitar Penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiran Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

0 0 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Diabetes Mellitus - Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

0 1 26