PENINGKATAN PERILAKU TERTIB PENGGUNAAN R

PENINGKATAN PERILAKU TERTIB PENGGUNAAN RUANG PUBLIK DAN
PENINGKATAN PERILAKU ANTRI DALAM RANGKA MEMBANGUN KESADARAN
BANGSA INDONESIA YANG LEBIH TERTIB SERTA TAAT HUKUM
Menginjak usia ke 72 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebenarnya
adalah umur yang cukup bagi sebuah bangsa untuk perlahan menapak kemandirian,
kondisi stabil dan berprospek maju serta sejahtera. Namun yang kita rasakan sebagai
rakyat Indonesia, kondisi negara kita tercinta ini tak kunjung mengalami perbaikan yang
signifikan. Sepanjang perjalanan sejarah bangsa ini, mulai dari masa orde lama, orde
baru, reformasi, hingga kini era globalisasi, masih saja menjadi negara dengan kategori
berkembang, kesenjangan ekonomi dimana-mana, sulit untuk bersaing dengan bangsa
lain, atau paling tidak menyamai derajat mereka. Pada tahun 2016 sesuai data
Tranparency International menunjukkan persepsi tentang tingkat korupsi di Indonesia
pada sektor publik (Corruption Perception Index Transparency),1 dari 176 negara,
Indonesia berada di rangking 90 dengan skor 37 dan ini belum mampu mengungguli skor
Malaysia (49), Brunei (58) dan Singapura (85) dan bahkan dalam World Happiness
Report 20172 yang dikeluarkan oleh PBB untuk mengukur tingkat kebahagiaan hidup
masyarakat internasional, Indonesia berada di urutan 81dari 155 negara dan dibawah
Filipina (72), Malaysia (42), Thailand (32) serta Singapura (26).
Setelah pelantikan menjadi presiden RI, konsep revolusi mental yang di lansir oleh
presiden Jokowi pada Mei 2014 ketika masih masa kampanye telah menjadi salah satu
prioritas kebijakan pembangunan nasional yang dinamakan dengan Nawacita 3. Revolusi

mental merupakan kelanjutan dari revolusi bangsa Indonesia dengan mengutip amanat
Bung Karno bahwa “Samen bundeling van alle revolutionare characten menuju
Nation and character building’’,4 yaitu upaya menyatukan segala potensi kekuatan
suku

bangsa yang beragam menuju pembentukan karakter revolusioner yang selalu

menginginkan perubahan mendasar segera, sebagai cara membangun dan membentuk
1

Transparancy Internasional, Corruption Perception Index 2016.

2

The Sustainable Development Solutions Network,World Happiness Report 2017.

3

Jokowi Jusuf Kalla, Visi Misi dan Program Aksi “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, mandiridan
Berkepribadian, 2014,hal 7.

4

Pidato Presiden Sukarno pada Perayaan HUT RI ke 19 tahun 1964.

2

karakter bangsa, inilah sesungguhnya makna sejati revolusi mental yang diinginkan oleh
Soekarno yakni membuat perubahan mendasar mental bangsa terjajah menjadi bangsa
yang merdeka dan berani.
Revolusi mental adalah upaya untuk meningkatkan karakter bangsa agar lebih
baik lagi dengan menanamkan kembali nilai-nilai bangsa dan mengubah cara pandang
masyarakat terhadap banyak hal. Revolusi mental diyakini bisa membawa bangsa
Indonesia menjadi karakter yang kuat, jujur, dan beretos kerja tinggi sehingga mampu
menyusul keberhasilan Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Kata "Revolusi" yang
berasal dari bahasa latin Revolutio, yang berarti "berputar arah" merupakan suatu
perubahan yang cukup mendasar yang terjadi dalam periode waktu yang relatif singkat.
Sedangkan mental merupakan cara berpikir atau pola pikir dan pola tindak untuk
merespons terhadap suatu situasi atau kondisi. Secara keseluruhan dapat diartikan
bahwa Revolusi Mental merupakan perubahan yang cukup mendasar dalam waktu
singkat untuk kembali pada watak, sifat, pola pikir dan pola tindak untuk berperilaku

sesuai sifat asli bangsa Indonesia
Mental masing-masing individu yang berkembang akan membentuk Karakter
secara keseluruhan suatu bangsa dan dipengaruhi oleh kondisi dan situasi perjalanan
berbangsa dan bernegara.

Demikian juga Bangsa Indonesia yang dahulu memiliki

karakter berakhlak santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong dalam dinamika
berbangsa dan bernegara mengalami pasang surut yang dapat mengakibatkan kondisi
pola pikir dan pola tindak yang berbeda. Pada masa penjajahan karakter asli bangsa
Indonesia mulai lemah dan luntur, bahkan mengadopsi karakter bangsa penjajah. Hal
tersebut mempengaruhi mental menjadi mudah tertekan, penurut, pasif, mudah
menyerah dan mabuk-mabukan. Pada masa perjuangan dan kemerdekaan bangsa
Indonesia muncul jiwa rela berkorban tanpa pamrih dan berjuang untuk kepentingan
bersama.

Seiring dinamika perubahan zaman, pada masa orde baru dengan pola

pembangunan yang seragam lebih terlihat karakter bangsa yang berakhlak santun,
berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong. Menginjak masa reformasi, mulai datang

sifat kebebasan yang mempengaruhi karakter bangsa yang terlihat dari cara pandang
segala aspek yang sangat berbeda tiap individu, sikap mementingkan diri sendiri (ego

3

sentris), sifat tidak disiplin, tidak menghargai orang lain, tidak percaya pada diri sendiri,
tidak bertanggung jawab dan korup. Hal tersebut

bila tidak segera ditangani akan

menciptakan tindakan intoleransi dan krisis kepribadian bangsa, melemahkan sendi
perekonomian bangsa dan melemahkan wibawa Negara.
Berangkat dari latar belakang permasalahan diatas maka pembahasan akan
diprioritaskan kepada pelaksanaan revolusi mental dalam penggunaan ruang publik dan
peningkatan perilaku budaya antri dalam rangka membangun kesadaran Bangsa
Indonesia yang lebih tertib serta taat hukum, sehingga dapat diambil rumusan
permasalahan yaitu Apakah program revolusi mental dalam penggunaan ruang
publik dan budaya antri sudah berjalan sesuai dengan harapan dan bagaimana
agar program ini dapat berjalan dengan baik ?
Saat ini bila kita melihat perilaku dan watak bangsa Indonesia, maka akan dapat

kita lihat bahwa hal tersebut masih jauh dari budaya leluhur kita yang sangat menjunjung
tinggi adab sopan santun, sabar dan toleransi antar sesama. Budaya tradisional
Indonesia juga sudah mengenal adanya pemanfaatan ruang publik dan budaya antri. Dan
setiap daerah memiliki budaya yang relative sama, hanya namanya saja yang berbedabeda . Dalam pemanfaatan ruang publik kita mengetahui budaya di pulau Jawa yang
selalu mengaitkan dengan Pamali, yaitu larangan-larangan dalam perilaku sehari-hari
yang tidak pantas, kemudian di wilayah Maluku dan Papua ada budaya Sasi yang
mengatur tentang perilaku manusia dan hubungannya dengan lingkungan. Kemudian
budaya antri juga sudah lama dikenal dalam budaya local kita seperti budaya Subak di
Bali, yaitu budaya untuk mengatur system pengairan sawah di pedesaan Bali yang
didasari oleh budaya antri dan taat serta patuh kepada Kelian, seorang pejabat dalam
subak yang memiliki tugas mengatur pembagian air. Budaya-budaya itu merupakan
warisan leluhur yang seharusnya kita pertahankan dan gali kembali, sehingga mampu
membendung efek negatif dari globalisasi yang mengkis kepribadian asli bangsa
Indonesia.
Banyak permasalahan yang terjadi di masyarakat karena sifat dan karakter yang
kurang baik sebagai akibat dan efek negatif dari penjajahan selama 350 tahun. Mental
dan kepribadian luhur masyarakat Indonesia yang semestinya sudah merupakan warisan

4


budaya bangsa akhirnya menjadi luntur seiring perjalanan waktu, sehingga perlu
digalakkan kembali dalam kurikulum pelajaran budi pekerti di sekolah dan masyarakat
secara luas. Sejalan hal itu, agenda prioritas Revolusi mental saat ini telah ditindaklanjuti
menjadi Gerakan Nasional Revolusi Mental yang dijabarkan dengan aksi nyata melalui
program Gerakan Indonesia Tertib. 5 Program Gerakan Indonesia Tertib difokuskan pada
peningkatan perilaku tertib penggunaan ruang publik dan peningkatan perilaku budaya
antri sebagai sebuah upaya untuk mengembalikan karakter bangsa tersebut.
Ruang publik atau ruang umum pada dasarnya merupakan suatu wadah yang
dapat menampung aktivitas tertentu dari masyarakatnya, baik secara individu maupun
secara kelompok. Ruang publik yang dimaksud merupakan sarana yang disediakan
pemerintah untuk digunakan secara umum oleh masyarakat secara bersama-sama.
Diberbagai negara ruang publik disediakan untuk berbagai macam tujuan seperti
transportasi, rekreasi, perdagangan/bisnis, pendidikan, berkomunikasi, interaksi, dan lainlain. Pada umumnya ruang publik terbagi menjadi dua menurut sifatnya yaitu terbuka dan
tertutup6.

Ruang publik terbuka adalah area parkir, Halte, Area olah raga Umum.

Trotoar, Area rekreasi dan Rest area, sementara Ruang publik tertutup adalah Stasiun,
Terminal,


Bandara,

Pelabuhan dan Moda Transportasi. Budaya Antri adalah suatu

proses pola perilaku yang ditampilkan seseorang atau sekelompok dalam beraktivitas
berdiri berderet-deret memanjang menunggu untuk mendapat giliran.

Dalam budaya

antri terdapat unsur kesamaan kebutuhan, minat dan waktu bersama, keterbatasan waktu
pelayanan dan sumber daya yang melayani, serta unsur kesepakatan yang tidak tertulis.
Unsur kesepakatan yang dimaksud memberikan makna bahwa yang datang lebih awal
dalam antrian akan dilayani lebih dulu. Hal tersebut menunjukkan makna bahwa dalam
antrian memberikan karakter menghargai orang lain, disiplin dan tertib. Budaya antri telah
berlangsung sejak zaman dahulu dan dipicu oleh kemajuan pola pikir masyarakat.
Semakin maju peradaban pola pikir masyarakat, maka semakin tertib budaya antri yang
dilakukan. Kondisi ini terlihat di negara-negara maju yang selalu tertib dalam
mengadakan antrian.

5


Setkab RI, Instruksi Presiden RI Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental, 2016.

6

Rustam Hakim, Unsur Perancangan Dalam Arsitektur Landscape, 1987.

5

Akan tetapi, bila kita melihat budaya yang ada saat ini di masyarakat Indonesia
maka akan timbul banyak permasalahan yang kita temui sehari-hari, antara lain :
Kebiasaan tidak mau antri, kebiasaan buruk ini sering terjadi di tempat-tempat umum
terutama di tempat-tempat transportasi publik yang memerlukan antrian. Semua berebut,
mementingkan diri sendiri, tidak memperhatikan perasaan orang yang disela, padahal
bila kita tertib itu pasti lebih nyaman dan tentram hidup ini. Apalagi Indonesia terkenal
dengan manusia-manusia yang taat beragama, akan tapi hal itu percuma apabila tidak
diimbangi dengan hubungan yang baik antara sesama manusia. Kurangnya Toleransi
terhadap Sesama Pengguna Transportasi Publik, Hal ini masih terlihat mencolok dan
menjadi budaya di masyarakat. Ingin menang sendiri dan tidak memberikan kesempatan
kepada orang lain terlebih dahulu, jarang sekali terlihat sikap untuk


mengindahkan

kepentingan khalayak umum. Seperti pengendara sepeda motor yang mengambil jalan
pejalan kaki atau para pedagang yang berdagang di sepanjang jembatan penyebrangan
dan juga perlakuan terhadap orang-orang yang masuk kategori prioritas di transportasi
publik seperti ibu-ibu hamil, orang cacat, manula, dan perempuan seperti tidak mendapat
tempat tersendiri di hati para warga Indonesia kebanyakan. Semua merasa ingin
diprioritaskan kepentingannya. Kebiasaan naik di sembarang tempat, halte-halte dan
terminal sudah di buat sedemikian rupa untuk tempat tunggu para pengguna transportasi
publik. Tetapi sebagian besar masyarakat

tidak memanfaatkan fasilitas tersebut dan

menghentikan transportasi umum dari sembarang tempat. Padahal pembuatan haltehalte adalah untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Buang Sampah
Sembarangan, Hal ini sepertinya menjadi budaya dalam masyarakat, dimana rasa
keperdulian akan kebersihan lingkungan sangat kurang. Banyak tempat-tempat sampah
di ruang public yang tidak dimanfaatkan dan lebih senang untuk membuang sampah
sembarangan,i budaya membuang sampah ditempatnya inilah yang masih belum dimiliki
sebagian besar rakyat Indonesia. Merusak Fasilitas Umum, Orang Indonesia terkenal

dengan orang yang kreatif, namun kebanyakan hal itu disalurkan ke jalan yang salah
yaitu dengan merusak fasilitas umum yang ada seperti aksi corat coret tembok,
perusakan sarana umum dan ini sepertinya menjadi sebuah kebanggan pribadi apabila
mereka dapat merusak fasilitas umum yang dibangun pemerintah.

6

Dalam rangka memperbaiki sifat-sifat buruk tersebut dan mengembalikan karakter
asli masyarakat Indonesia yang berbudi luhur maka diperlukan langkah-langkah kongkrit
dan

terencana

serta

terpadu/lintas

sektoral

sehingga


dapat

optimal

dalam

pelaksanaannya, langkah-langkah tersebut adalah;
Pembentukan Karakter Sejak Dini, pembentukan karakter yang berkepribadian
Pancasila harus dimulai sejak dini dan dimulai tingkat keluarga, masyarakat dan sekolah
yang berjenjang dari Playgrup, Taman Kanak-kanak, SD, SMP, SMA sampai Perguruan
Tinggi. Keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan
utama mestilah diberdayakan kembali. Sebagaimana yang dinyatakan Philips, bahwa
keluarga hendaknya menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang7. Anak yang
merupakan bibit masa depan bangsa harusnya mendapatkan nutrisi kasih sayang dan
teladan tentang pentingnya saling mengasihi sesama dari keluarga. Kasih sayang dan
penghargaan yang diterima anak dalam keluarga akan meningkatkan self esteem anak8 .
Self esteem yang tinggi ini akan pada gilirannya menjadikan anak memiliki perasaan
mampu menghadapi kesulitan, siap terhadap tantang dimasa depan. Anak dengan self
esteem yang tinggi juga akan mampu mengembangkan kemampuannya dengan lebih
baik karena kemampuan mereka diharagai dan merekapun menghargai apa yang mereka
miliki. Dengan demikian karakter positif yang pada dasarnya telah dimiliki anak akan
dapat dikuatkan. Untuk itu dalam sebuah keluarga perlu Penerapan Kedisiplinan,
Membentuk

dasar

keagamaan

yang

kuat,

Perlakuan

Kasih

Sayang

dan

Pembentukan Nilai Sopan Santun dan Tatakrama. Untuk itu perlu dimaksimalkan
peran PKK di lingkungan masyarakat sehingga dapat membekali para ibu-ibu dalam
mendidik keluarganya. Sementara Sekolah/Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
merupakan sebuah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan
batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak, bukan hanya untuk mendapat nilai
angka yang tinggi saja. Sekolah harus menjadi penggerak utama dalam pendidikan yang
bebas dimana pendidikan sebaiknya bersifat universal dan tidak memihak. Dengan
demikian tujuan pendidikan efisiensi sosial, pembentukan berwarganegaraan, dan

7

Philip, C. Thomas, Family as The School of Love, 2000.

8

Rahmat.J, Catatan Kang Jalal, Bandung, 2006.

7

penciptaan manusia berkarakter bisa terwujud 9. Sekolah yang secara mikro merupakan
leading sector, harus mampu berupaya memanfaatkan dan memberdayakan semua
lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan
menyempurnakan secara terus menerus proses pendidikan karakter di sekolah. Terdapat
prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter disekolah 10;
Berkelanjutan, prinsip ini mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai
karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik
masuk sampai selesai dari satuan pendidikan; 2) Melalui semua mata pelajaran,
pengembangan

diri

dan

budaya

sekolah;

3)

Nilai

tidak

diajarkan

tetapi

dikembangkan, prinsip ini mengandung makna bahwa materi nilai pendidikan karakter
bangsa bukanlah bahan ajar biasa, nilai ini tidak dijadikan pokok bahasan yang
dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep teori, melainkan harus
dikembangkan melalui berbagai aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik; 4) Proses
pendidikan dilakukan peserta didik dengan aktif dan menyenangkan, poin ini
merupakan titik tekan yang harus diperhatikan. Bahwa sekolah harus mampu
mewujudkan proses belajar yang menyenangkan untuk siswa didik dan dilakukan secara
aktif oleh siswa dan bukan guru. Untuk itu bagi seluruh siswa sejak mulai dini harus
dikenalkan dengan
dengan

Kedisiplinan dan Tata Krama di lingkungan sekolahnya , yaitu

pemberian

materi

PBB

yang

dilaksanakan

saat

Upacara

Bendera,

penghormatan kepada Bendera Merah Putih, berbaris dan antri sebelum masuk kelas,
menyalami Ibu/Bapak guru, menjaga kebersihan kelas, membuat jadwal piket dan
petugas kebersihan, menyanyikan lagu kebangsaan sebelum memulai pelajaran,
menghormati orang yang lebih tua, menutup pintu gerbang saat mulai pelajaran dan
menghukum siswa yang terlambat. Sehingga sejak dari awal siswa dikenalkan dengan
kepribadian yang baik.
Peningkatan

Peran Aparatur

Negara,

dalam

meningkatkan

kedisiplinan

penggunaan ruang publik dan budaya antri di kalangan masyarakat Indonesia sangat
diperlukan peran serta dari aparatur negara seperti aparatur Pemerintah Daerah yang
dilaksanakan dari level atas sampai bawah, seperti aparat kelurahan/desa dan Polisi
9

Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Karya Ki Hajar Dewantara Bagian I Pendidikan, 1962.

10

Asriati.N, Grand Design Pendidikan Karakter Berbasis Sekolah, 2011.

8

Pamong Praja sebagai pengawas dan penjaga Ketentraman dan Ketertiban umum juga
oleh Kepolisian yang memiliki tugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta
aparat TNI yang memiliki Babinsa di setiap wilayah dan memiliki tugas melaksanakan
pembinaan masyarakat, selain itu terdapat juga aparat dari instansi lain yang memiliki
tanggung jawab yang sama dan dituntut untuk mampu membina masyarakat.
Peningkatan kemampuan aparat baik secara kualitas maupun kuantitas sangat
diperlukan, karena tugasnya sebagai pengawas di ruang publik yang harus mampu
menjaga keamanan dan kenyamanannya. Aparat yang berdisiplin, bebas korupsi dan
memiliki integrasi serta kinerja yang tinggi sangat dibutuhkan. Untuk itu diperlukan
pembekalan/pendidikan dasar yang cukup, pemberian insentif/tunjangan kinerja bagi
aparatur yang berprestasi, penambahan jumlah personel maupun pos pengawas di
ruang public, peningkatan kemampuan dalam pelayanan kepada masyarakat dan
pemberian hukuman bagi yang melanggar/berkinerja buruk. Selain itu diperlukan juga
Tim Gabungan Penyuluh Revolusi Mental yang terdiri dari berbagai macam elemen
masyarakat seperti aparat Pemda, Polisi, TNI, LSM, pemuka agama dan organisasi
lainnya. Tim ini bertugas memberikan penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Yang terakhir adalah pembuatan ketentuan/peraturan daerah di ruang public oleh
pemerintah daerah sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam bertindak bagi seluruh
elemen masyarakat.
Peningkatan Sarana dan Prasarana Publik, peningkatan kualitas dan kuantitas
sarana dan prasarana publik merupakan sebuah keharusan bagi sebuah wilayah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan tersebut berupa ; pembuatan
dan perbaikan taman kota, taman rekreasi, halte, terminal, pelabuhan, stasiun, trotoar,
jalur sepeda, stadion dan lapangan olahraga. Kesemua sarana tersebut harus ditambah
sarana penunjang untuk meningkatkan pelayanannya seperti pemasangan CCTV untuk
dapat memantau keamanan dan ketertiban ruang public tersebut, pembuatan toilet dan
tempat sampah, pemasangan jaringan WIFI untuk kenyamanan dan pemasangan
rambu-rambu keamanan dan kebersihan sebagai sarana untuk mengingatkan bagi
masyarakat agar dapat memlihara ruang public dengan baik.

9

Sosialisasi dan Publikasi, dengan sosialisasi dan publikasi yang masif serta
terencana dengan baik maka program revolusi mental aspek penggunaan ruang public
dan budaya antri akan lebih cepat mencapai sasaran. Sosialisasi dapat dilakukan
melalui lingkungan keluarga (PKK), lingkungan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan
di kelurahan/desa maupun tempat ibadah, sosialisasi di sekolah melalui penyuluhan dan
pemberian materi pelajaran dan sosialisasi di perguruan tinggi/organisasi massa
melalui seminar dan workshop yang dilakukan secara internal maupun terbuka dan
disiarkan oleh media. Pemberian sosialisasi ini dilakukan oleh tim gabungan penyuluh
lintas sektoral yang dibentuk untuk melaksanakan penyuluhan secara terpadu ( MTT/
Mobile Team Training). Publikasi harus dilakukan secara massif dan kepada seluruh
elemen

masyarakat

melalui

media

massa

baik

cetak

(Koran,majalah,

pamflet,selebaran,brosur), elektronik (TV,Radio,Online), film bioskop, baliho, papan
reklame,videotron dan sarana publikasi yang lain. Publikasi ini harus menyesuaikan
dengan sasaran seperti pamflet di tempat ibadah akan berbeda dengan di sekolah taman
kanak-kanak maupun bagi mahasiswa di perguruan tinggi.
Reward and Punishment, reward and punishment merupakan salah satu cara
terbaik untuk merubah mindset karakter masyarakat yang kurang baik saat ini menuju ke
karakter

yang

lebih

menstimulus/merangsang

baik.

Reward

masyarakat

agar

merupakan
mampu

sebuah
memelihara

upaya
dan

untuk
menjaga

lingkungannya melalui pemberian penghargaan, kenaikan pangkat/promosi atau
tunjangan/insentif sehingga timbul persaingan yang positif untuk berbuat yang terbaik.
Dalam teori Hirarchie Kebutuhan Abraham Maslow, dua nilai yang paling tinggi adalah
harga diri dan berikutnya adalah aktualisasi diri, sehingga dengan memberikan reward
maka individu dan kelompok akan berupaya sedapat mungkin meraih penghargaan
tersebut. Reward dapat diberikan kepada individu dan kelompok seperti antar sekolah,
antar instansi, antar satuan kerja terminal/pelabuhan, antar wilayah pemerintahan dan
lainnya, sehingga masing-masing kelompok akan berusaha bersaing dan menjadi yang
terbaik.Sementara Punishment adalah kebalikan dari reward, dimana bagi pihak yang
tidak mampu menunjukkan kinerja terbaik akan diberikan hukuman/teguran sehingga hal
ini juga akan mengusik harga diripribadi/kelompok tersebut. Selain itu punishment juga
diperlukan bagi pelanggar ketentuan yang sudah diberlakukan oleh pemerintah daerah.

10

Pelanggaran

terhadap

ketentuan

di

ruang

publik

seperti

membuang

sampah

sembarangan, mencorat-coret tembok, buang air sembarangan, berbuat asusila,
merusak prasarana umum harus diberikan hukuman yang setimpal oleh penegak
ketertiban dan ketentraman di ruang publik yaitu Polisi Pamong Praja dan Polri. Selain
hukum legal yang dibuat pemerintah daerah, perlu juga dilakukan penguatan terhadap
hukum adat/norma daerah yang bisanya akan memberikan hukuman secara social dan
adat yang jauh lebih mengikat dan sangat ditakuti oleh masyarakat. Hukum adat yang
masih kuat ini dapat kita lihat masih dilakukan di daerah Bali, dimana pecalang adat
sebagai penjaga keamanan dan ketertiban umum sangat dihargai oleh masyarakat.
Revolusi mental di bidang pemanfaatan ruang publik dan budaya antri dapat
dianalogikan sebagai simbolisasi dari lompatan dari sisi perilaku dan watak (character
building). Dimana revolusi mental hanya bisa dilakukan dengan cara menguatkan kembali
nilai-nilai Pancasila yang diinternalisasikan dalam pendidikan dan kehidupan masyarakat,
dihayati oleh seluruh individu dan kelompok serta tercermin dalam perilaku masyarakat
Indonesia. Nilai-nilai ini harus ditanamkan dengan secara all out melalui kebijakan
pemerintah sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa.
Demikian tulisan Peningkatan perilaku tertib penggunaan ruang publik dan
peningkatan perilaku antri dalam rangka membangun kesadaran bangsa indonesia yang
lebih tertib serta taat hukum, agar menjadi kesepakatan dan tekad bersama untuk
mengubah menjadi Indonesia yang lebih baik.

Sentul,

Agustus 2017
Penulis,

Sigit Purwanto S.I.P, M.Si
Letnan Kolonel Inf NRP 11970037730975