ASPEK HUKUM MANAJEMEMEN RESIKO DAN KESEL

ASPEK HUKUM MANAJEMEMEN RESIKO DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT

Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan.
Dosen pengampu: Dr.dr.M.C Inge Hartini.,M.Kes

Oleh:
Yayan Kurniawan
NIM.22020117410008

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONOGORO
SEMARANG
2017

Kata pengantar
Puji sukur saya ucapkan atas kehadirat allah swt atas karunia beliaulah saya diberikan kesehatan
serta kesempatan untik dapat menyelesaikan penuliasan makalah yang berjudul “Aspek Hukum
Manajememen Resiko Dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit” ini dalam upaya pemenuhan tugas

mata kuliah etika dan hukum kesehatan program studi magister keperawatan undip.
Sholawat beriring salam juga tidak lupa kita haturkan dimana berkat risalah beliaulah sehingga
membawa kita dari alam kebodohan kepada alam terang menerang dan serba canggih seperti yang
kita rasakan saat ini. Ucapan terimaksih kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan
moril sehingga saya menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat waktu.
Diharapkan kedepannya makalah ini dapat bertmanfaat dan menambah pengentahuan bagi kita
semua, saya menyadari bahwa saya belumlah memiliki pengalaman yang berarti dalam penyusun
makalah ini oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangn sehingga
akan menjadi lebih baik lagi kedepannya terutama bagi saya secara pribadi.

Penyusun

Daftar isi

Kata pengantar………………………………….
Daftar isi………………………………………..
Bab 1 PENDAHULUAN
A.Latar Belakang……………………………
B.Tujuan
Tujuan umum…………………………….........

Tujuan khusus…………………………….............
Bab II Tinjauan pustaka
2.1. Manajemen resiko klinis………………...........
2.1.1 Definisi………………………………...........
2.1.2. Tujuan………………………………...........
2.1.3. Langka-langka manajemen resiko klinis…..
2.1.4. Analisis resiko klinis…………………
2.1.4. Evaluasi resiko………………………………
2.2. Pasien safety…………………………………..
2.2.1. Pengertian…………………………………..
2.2.2. Standar Keselmtan Pasien…………….........
2.2.3. Sasaran Keselamatan Pasien………………..
2.2.4. Tujuh langka menuju keselamatan Pasien…
.2.5. Komite etik keselamatan pasien………………
2.3. Insiden…………………………………………
2.3.1 Penanggulangan Insiden………………….....
Bab III. Pembahasan
3.1. Tinjauan kasus…………………………………
3.2. Analisis data……………………………………
Bab IV. Penutup

4.1. Kesimpulan……………………………………
4.2. Saran…………………………………….. ……

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Sehubungan dengan pentinnya tenaga kesehatan untuk mengetahui dan memahami regulasiregulasi pada manajemen rumah sakit dan keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem
rumah sakit dalam membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Keselamatan pasien telah menjadi isu yang menyeluruh termasuk juga untuk rumah sakit. Ada
enam sasaran keselamatan pasien di rumah sakit yaitu ketepatan identifikasi, peningkatan
komunikasi efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, tepat
prosedur, tepat pasien operasi, pengurangan resiko infeksi terkait pelayanann kesehatan
pengurangan resiko pasien jatuh.
Mutu pelayanan sebagai hasil dari sebuah sistem dalam organisasi pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh komponen struktur dan proses. Organisasi (struktur dan budaya), manajemen,

sumber daya manusia, teknologi, peralatan, finansial adalah komponen dari struktur. Proses
pelayanan, prosedur tindakan, sistem informasi, sistem administrasi, sistem pengendalian, pedoman
merupakan komponen proses. Keselamatan pasien merupakan hasil interaksi antara komponen
struktur dan proses.
Konsep manajemen risiko mulai diperkenalkan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
pada era tahun 1980-an setelah berkembangnya teori accident model dan juga semakin maraknya isu
lingkungan dan kesehatan. pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya
kerugian maupun ‘accident’, rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien
berkewajiban untuk mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh risiko strategis dan operasional,
manajemen risiko juga berhubungan erat dengan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dan
berdampak kepada pencapaian sasaran mutu rumah sakit.

B.TUJUAN.
Tujuan umum.
Mengetahui aspek hukum manajememen resiko dan keselamatan pasien rumah sakit.

Tujuan khiusus:
1. Menjelaskan tentang manajemen resiko klinis.
2. Menjelaskan tentang pasien safety.
3. Menjelaskan analisa kasus.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Manajemen resiko klinis.
2.1.1. Definisi
Manajemen risiko klinis adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara komperhensif
di lingkungan Rumah Sakit. Manajemen risiko merupakan aktifitas klinik dan
administratif yang dilakukan oleh Rumah Sakit untuk melakukan identifikasi,
evaluasi dan pengurangan risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal ini akan
tercapai melalui kerja sama antara pengelola K3RS yang membantu manajemen
dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program keselamatan dan
Kesehatan Kerja, dengan kerjasama seluruh pihak yang berada di Rumah Sakit.

2.1.2. tujuan.
Manajemen risiko K3RS bertujuan meminimalkan risiko keselamatan dan
kesehatan di Rumah Sakit pada tahap yang tidak bermakna sehingga tidak
menimbulkan efek buruk terhadap keselamatan dan kesehatan sumber daya manusia
Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah
Sakit.

Dalam melakukan manajemen risiko K3RS perlu dipahami hal- hal berikut:
a.

Bahaya

potensial/hazard

yaitu

suatu

keadaan/kondisi

yang

dapat

mengakibatkan (berpotensi) menimbulkan kerugian (cedera/injury/penyakit)
bagi pekerja, menyangkut lingkungan kerja, pekerjaan (mesin, metoda,
material), pengorganisasian pekerjaan, budaya kerja dan pekerja lain.


Risiko yaitu kemungkinan/peluang suatu hazard menjadi suatu kenyataan, yang bergantung
pada:

b.

1)

pajanan, frekuensi, konsekuensi

2)

dose-response

Konsekuensi adalah akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif
atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit, cedera, keadaan merugikan atau
menguntungkan. Bisa juga berupa rentangan akibat-akibat yang mungkin terjadi
dan berhubungan dengan suatu kejadian.
Rumah


Sakit

perlu

menyusun

sebuah

program

manajemen

risiko

fasilitas/lingkungan/proses kerja yang membahas pengelolaan risiko keselamatan
dan kesehatan melalui penyusunan manual K3RS, kemudian berdasarkan manual
K3RS yang ditetapkan dipergunakan untuk membuat rencana manajemen fasilitas
dan penyediaan tempat, teknologi, dan sumber daya. Organisasi K3RS
bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan manajemen risiko keselamatan dan
Kesehatan Kerja dimana dalam sebuah Rumah Sakit yang kecil, ditunjuk seorang

personil yang ditugaskan untuk bekerja purna waktu, sedangkan di Rumah Sakit
yang lebih besar, semua personil dan unit kerja harus dilibatkan dan dikelola
secara efektif, konsisten dan berkesinambungan.
2.1.3. Langka-langka manajemen resiko klinis.

Keterangan gambar langkah-langkah manajemen risiko K3RS:
c.

Persiapan/Penentuan Konteks
Persiapan dilakukan dengan penetapan konteks parameter (baik parameter
internal maupun eksternal) yang akan diambil dalam kegiatan manajemen
risiko. Penetapan konteks proses menajemen risiko K3RS meliputi:
1)

Penentuan tanggung jawab dan pelaksana kegiatan manajemen risiko
yang terdiri dari karyawan, kontraktor dan pihak ketiga.

2)

Penentuan ruang lingkup manajemen risiko keselamatan dan Kesehatan


Kerja.
3)

Penentuan semua aktivitas (baik normal, abnormal maupun emergensi),
proses, fungsi, proyek, produk, pelayanan dan aset di tempat kerja.

4)

Penentuan metode dan waktu pelaksanaan evaluasi manajemen risiko
keselamatan dan Kesehatan Kerja.

d.

Identifikasi Bahaya Potensial
Identifikasi bahaya potensial merupakan langkah pertama manajemen
risiko kesehatan di tempat kerja. Pada tahap ini dilakukan identifikasi potensi
bahaya kesehatan yang terpajan pada pekerja, pasien, pengantar dan
pengunjung yang dapat meliputi:
1)


Fisik, contohnya kebisingan, suhu, getaran, lantai licin.

2)

Kimia, contohnya formaldehid, alkohol, ethiline okside, bahan pembersih
lantai, desinfectan, clorine.

3)

Biologi, contohnya bakteri, virus, mikroorganisme, tikus, kecoa, kucing
dan sebagainya.

4)

Ergonomi, contohnya posisi statis, manual handling, mengangkat beban.

5)

Psikososial, contohnya beban kerja, hubungan atasan dan bawahan,
hubungan antar pekerja yang tidak harmonis.

6)

Mekanikal, contohnya terjepit mesin, tergulung, terpotong, tersayat,
tertusuk.

7)

Elektrikal, contohnya tersengat listrik, listrik statis, hubungan arus pendek
kebakaran akibat listrik.

8)

Limbah, contohnya limbah padat medis dan non medis, limbah gas dan
limbah cair.
Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan

terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan,
bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi,
serta limbah yang terbentuk proses produksi.
Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka perlu dipelajari Material
Safety Data Sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan,
pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung,
mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang
menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor
risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih
berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sumber bahaya yang
ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang
merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja dan
kecelakaan akibat kerja.

2.1.4. Analisis resiko klinis.
Risiko adalah probabilitas/kemungkinan bahaya potensial menjadi nyata,
yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya
yang telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan.
Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene
perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko
gangguan kesehatan. Analisis risiko bertujuan untuk mengevaluasi besaran
(magnitude) risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan
keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas
bila

ada

efek

toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi
sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko mengintegrasikan
semua informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas
spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya
dan status kesehatan pekerja, termasuk pengalaman kejadian kecelakaan atau
penyakit akibat kerja yang pernah terjadi. Analisis awal ditujukan untuk memberikan
gambaran seluruh risiko yang ada. Kemudian disusun urutan risiko yang ada.
Prioritas diberikan kepada risiko-risiko yang cukup signifikan dapat menimbulkan
kerugian.

2.1.5. Evaluasi resiko
Evaluasi Risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang telah dihitung
pada tahapan analisis risiko dengan kriteria standar yang digunakan. Pada tahapan
ini, tingkat risiko yang telah diukur pada tahapan sebelumnya dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan. Selain itu, metode pengendalian yang telah
diterapkan dalam menghilangkan/meminimalkan risiko dinilai kembali, apakah
telah bekerja secara efektif seperti yang diharapkan. Dalam tahapan ini juga
diperlukan untuk membuat keputusan apakah perlu untuk menerapkan metode
pengendalian tambahan untuk mencapai standard atau tingkat risiko yang dapat
diterima. Sebuah program evaluasi risiko sebaiknya mencakup beberapa elemen
sebagai berikut:
1.Inspeksi periodik serta monitoring aspek keselamatan dan higiene industry.
2.Wawancara nonformal dengan pekerja.
3.Pemeriksaan kesehatan.
4.Pengukuran pada area lingkungan kerja
5.Pengukuran sampel personal
Hasil evaluasi risiko diantaranya adalah:
1)

Gambaran tentang seberapa penting risiko yang ada.

2)

Gambaran tentang prioritas risiko yang perlu ditanggulangi.

3)

Gambaran tentang kerugian yang mungkin terjadi baik dalam parameter
biaya ataupun parameter lainnya.

4)

Masukan

informasi

untuk

pertimbangan

tahapan

pengendalian.

2.1.6. Pengendalian resiko.
Prinsip pengendalian risiko meliputi 5 hierarki, yaitu:
9)

Menghilangkan bahaya (eliminasi)

10)

Menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat
risikonya lebih rendah/tidak ada (substitusi)

11)

Rekayasa engineering/pengendalian secara teknik

12)

Pengendalian secara administrasi

13)

Alat Pelindung Diri (APD).
Beberapa

contoh

pengendalian

risiko

keselamatan

dan

Kesehatan Kerja di Rumah Sakit:
1)

Containment, yaitu mencegah pajanan dengan:
a)

Desain tempat kerja

b)

Peralatan

safety

(biosafety

cabinet,

peralatan

centrifugal)

2)

c)

Cara kerja

d)

Dekontaminasi

e)

Penanganan limbah dan spill management

Biosafety Program Management, support dari pimpinan puncak yaitu
Program support, biosafety spesialist, institutional biosafety committee,
biosafety manual, OH program, Information & Education

3)

Compliance

Assessment,

meliputi

audit,

annual

review,

incident dan accident statistics.
Safety Inspection dan Audit meliputi :
a)

Kebutuhan

(jenisnya)

ditentukan

berdasarkan

karakteristik pekerjaan (potensi bahaya dan risiko)
b)

Dilakukan berdasarkan dan berperan sebagai upaya pemenuhan
standar tertentu

c)

Dilaksanakan dengan bantuan cheklist (daftar periksa) yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan jenis kedua program
tersebut

4)

Investigasi kecelakaan dan penyakit akibat kerja
a)

Upaya penyelidikan dan pelaporan KAK dan PAK di tempat kerja

b)

Disertai analisis penyebab, kerugian KAK, PAK dan tindakan
pencegahan serta pengendalian KAK, PAK

c)
5)

Menggunakan pendekatan metode analisis KAK dan PAK.

Fire Prevention Program
a)

Risiko keselamatan yang paling besar & banyak ditemui pada
hampir seluruh jenis kegiatan kerja, adalah bahaya dan risiko
kebakaran

b)

Dikembangkan berdasarkan karakteristik potensi bahaya & risiko
kebakaran yang ada di setiap jenis kegiatan kerja

6)

Emergency Response Preparedness
a)

Antisipasi keadaan darurat, dengan mencegah meluasnya dampak
dan kerugian

b)

Keadaan darurat: kebakaran, ledakan, tumpahan, gempa, social
cheos,bomb treat dll

c)

Harus didukung oleh: kesiapan sumber daya manusia, sarana dan
peralatan, prosedur dan sosialisasi

7)

Program K3RS lainnya Pemindahan
Risiko (Risk transfer)
Mendelegasikan atau memindahkan suatu beban kerugian ke suatu
kelompok/bagian lain melalui jalur hukum, perjanjian/kontrak, asuransi,
dan lain-lain. Pemindahan risiko mengacu pada pemindahan risiko fisik &
bagiannya ke tempat lain.

e.

Komunikasi dan Konsultasi
Komunikasi dan konsultasi merupakan pertimbangan penting pada setiap
langkah atau tahapan dalam proses manejemen risiko. Sangat penting untuk
mengembangkan rencana komunikasi, baik kepada kontributor internal maupun
eksternal sejak tahapan awal proses pengelolaan risiko. Komunikasi dan
konsultasi termasuk didalamnya dialog dua arah diantara pihak yang berperan
didalam proses

pengelolaan risiko dengan fokus terhadap perkembangan kegiatan.
Komunikasi internal dan eksternal yang efektif penting untuk meyakinkan
pihak pengelolaan sebagai dasar pengambilan keputusan. Persepsi risiko
dapat bervariasi karena adanya perbedaan dalam asumsi dan konsep, isu-isu,
dan fokus perhatian kontributor dalam hal hubungan risiko dan isu yang
dibicarakan. Kontributor membuat keputusan tentang risiko yang dapat
diterima berdasarkan pada persepsi mereka terhadap risiko. Karena
kontributor sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan maka sangat
penting bagaimana persepsi mereka tentang risiko sama halnya dengan
persepsi keuntungan-keuntungan yang bisa didapat dengan pelaksanaan
pengelolaan risiko.
f.

Pemantauan dan telaah ulang
Pemantauan selama pengendalian risiko berlangsung perlu dilakukan
untuk mengetahui perubahan-perubahan yang bisa terjadi. Perubahanperubahan tersebut kemudian perlu ditelaah ulang untuk selanjutnya
dilakukan perbaikan-perbaikan. Pada prinsipnya pemantauan dan telaah
ulang perlu untuk dilakukan untuk menjamin terlaksananya seluruh proses
manajemen risiko dengan optimal.

2.2. Pasien safety
2.2.1. Pengertian.
adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

2.2.2. Standar Keselmtan Pasien.

a. pelayanan secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, pemindahan
pasien, rujukan, dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan;
b. koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
ketersediaan sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan;
c. koordinasi pelayanan dalam meningkatkan komunikasi untuk memfasilitasi
dukungan keluarga, asuhan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi, rujukan, dan
tindak lanjut lainnya; dan
d. komunikasi dan penyampaian informasi antar profesi kesehatan sehingga
tercapai proses koordinasi yang efektif.

2.2.3. Sasaran Keselamatan Pasien.
SKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
SKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan
Pada PasienYang Benar
SKP.5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
SKP.6 Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

2.2.4. Tujuh Langka Menuju Keselamatan Pasien.
1.

membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien.
Ciptakan budaya adil dan terbuka

2.

memimpin dan mendukung staf.
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh

Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
3.

mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.
Bangun

sistem

dan

proses

untuk

mengelola

risiko

dan mengindentifikasi kemungkinan terjadinya

kesalahan
4.

mengembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal )
maupun eksternal (nasional).

5.

melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan

6.

cara-cara

berkomunikasi

cara

terbuka

dan mendengarkan pasien.

belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien.
Dorong

staf

untuk

masalah

menggunakan

analisa

akar

guna pembelajaran tentang bagaimana dan

mengapa terjadi insiden.
mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien Pembelajaran lewat
perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem yang sangat
komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan
untuk mencapai
hal-hal diatas
dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu
yang cukup lama.
2.2.5. Komite Nasional Keselamatan Pasien.
merupakan organisasi fungsional dibawah koordinasi Direktorat Jenderal, serta
bertanggung jawab kepada Menteri.
1. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan,

Menteri

membentuk

Komite

Nasional

Keselamatan

Pasien

untuk

meningkatkan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud merupakan organisasi
fungsional dibawah koordinasi Direktorat Jenderal, serta bertanggung jawab kepada
Menteri.

3. Keanggotaan Komite Nasional Keselamatan Pasien terdiri dari unsur Kementerian
Kesehatan, kementerian/lembaga terkait, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan, dan
organisasi profesi terkait. Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 memiliki tugas memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri
dalam rangka penyusunan kebijakan nasional dan peraturan Keselamatan Pasien.
4. Dalam melaksanakan tugas, Komite Nasional Keselamatan Pasien menyelenggarakan
fungsi:
a.

penyusunan standar dan pedoman Keselamatan Pasien;

b.

penyusunan dan pelaksanaan program Keselamatan Pasien;

c.

pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan Insiden, analisis, dan
penyusunan rekomendasi Keselamatan Pasien;

d.

kerja sama dengan berbagai institusi terkait baik dalam maupun luar negeri;
dan

e.

monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Keselamatan Pasien.

2.3. Insiden.
Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi:
a.

Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

b.

Kejadian Nyaris Cedera (KNC)merupakan terjadinya insiden yang belum sampai
terpapar ke pasien.

c. Kejadian Tidak Cedera (KTC)merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak timbul cedera.
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)merupakan Insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien.
2.3.1. Penanganan Insiden
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan penanganan Insiden dan
harus melakukan penanganan kejadian sentinel yaitu suatu Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau

cedera

berat

yang

temporer

dan

membutuhkan

intervensi

untuk

mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait
dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14. Dilakukan melalui pembentukan tim Keselamatan Pasien yang
ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pelaksana
kegiatan penanganan Insiden. Kegiatan berupa pelaporan, verifikasi,
investigasi, dan analisis penyebab Insiden tanpa menyalahkan, menghukum,
dan mempermalukan seseorang (Pasal 16).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Tinjauan Kasus.
Contoh : Pada tanggal 29-10-2017 perawat berdinas di ruang orthopedic RS x ada tiga orang,
pada jam 22.00 wib dokter Y menuliskan instruski untuk dilakukan pengambilan sampel darah
kepada TN.Andri pada jam 05.00 kepada perawat D yang kebetulan sedang berdinas malam
diruangan tersebut. Pada jam 05.00 perawat D sedang sholat subuh, karna berinisiatif untuk
menggantikan pekerjaan perwat D akhirnya perawat N mau mencoba melakukan pengambilan
sampel darah kepada Tn.Amri, namun saat perawat D datang menhapiri dan menjelaskan bahwa
yang harus dilakukan pengembilan sampel dara tersebut bukan Tn.Amri tapi Tn.Andri.
3.2. Analisa Kasus.
Dari kasus diatas terlihat bahwa kurangnya informasi yang efektif antara sesama perawat dan
dalam hal ini adalah antara perawat D dan perawat-perawat lain yang berdinas diruangan
itu,perawat N juga tidak melihat ulang gelang identifikasi pasien dan menanyakn identitas pasien
secara langsung dan ini menyalahi aturan sasaran keselamatan pasein yaitu tidak melakukan
kominikasi yang efektif dan tidak mengidentifikasi pasien dengan benar,oleh karena itu
seharusnya perawat dan petugas kesehatan yang menangani pasien langsung lebih
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan pasien dan dalam kasus ini perawat
harus melakukan komunikasi yang efektif antara sesame perawat dan atau kepada petugas lain
serta melakukan pengidentifikasian pasien dengan benar salah satunya melihat gelang identitas
dan memastikan nama dan nomor rekam medic dengan benar.
Berdasarkan kejadian diatas dapat dikategorikan kedalam kejadian nyaris cidera yang mana
perawat N hampir salah mengambil sampel darah.

Penanganan kasus.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan.
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien saling berhubungan, pemberian asuhan pasien
sesuai kebutuhan, dokter, perawat, tenaga bedah yang berkompeten, SDM sesuai kompetensi,
alat sesuai kebutuhan pasien, peralatan mendukung pasien safety dapat meningkatkan mutu
pelayanan dalam hal ini pelayanan yang bermutu diartikan sejauh mana realitas pelayanan
kesehatan yang diberikan sesuai dengan kriteria, standar profesional medis terkini, baik yang
telah memenuh iatau melebihi kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan tingkat efisiensi yang
optimal sehingga petugas mudah untuk berbuat benar dan tidak mudah membuat kesalahan
dengan petugas kesehatan memiliki pegangan hukum dan acuan dalam melaksanakan
praktiknya.kerjasama tim, komunikasi, SDM yang memenuhi syarat, supervisi, standarisasi
prosedur menjadi hal yang sangat penting dalam memberikan asuhan kepada pasien.

4.2. Saran.
Pentinya bagi petugas kesehtan atau pelayanan kesehatan untuk mengetahui,memahami serta
menaati aturan-aturan di rumah sakit agar terciptanya kenyamanan,keamanan dan keselamatan
baik bagi pesien maupun petugas lainya.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 11 tahun
2017tentang keselamatan pasien.
Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 66 tahun 2016
TentangKeselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit