MODEL PENATAAN RUANG KAWASAN DAS BERBASI

Prosiding Seminar Nasional II Teknik Sipil 2016 - Universitas Narotama
ISBN :978-602-72437-9-8

MODEL PENATAAN RUANG KAWASAN DAS
BERBASIS KONSERVASI
(STUDI KASUS DAS BANGO KOTA MALANG)
Azizah Rachmawati1 .Warsito2
1
Azizah Rachmawati, Universitas Islam Malang, Email: azka20127@gmail.com
2
Warsito, Universitas Islam Malang , Email :Warsito_ftunisma@gmail.com

ABSTRAK
Dari penelitian tahap I telah didapatkan hasil sebaran tata guna lahan di Sub DAS Bango
sebesar 23.251 Ha yang terdiri dari semak: 175. 5500 Ha (0,82 %) , tegalan 8011.2769 Ha
(37,33 %), hutan 2857.4174 Ha (13.31 %), sawah 4910,3461 Ha (22.88 %), pemukiman
4367.5796 Ha (20.35%) dan kebun campuran 158.1539 Ha (0.74 %). Sebaran tersebut
menunjukkan bahwa perubahan tata guna lahan di Sub DAS Bango sangat berpengaruh
kepada kondisi hidrogeologi , jenis tanah dan kualitas air sungai di di DAS tersebut.
Ekosistem di DAS Bango harus tetap memperhatikan perlindungan terhadap jenis tanah dan
kualitas Air sungai. Hasil penelitian tahap II ini meliputi kondisi hidrogeologi, nilai erosi dan

kualitas air. Kondisi hidrologi yang berkaitan dengan data hujan meliputi stasiun hujan
Blimbing, Karangploso dan Singosari. Jenis tanah yang ada didaerah Sub DAS Bango
termasuk tanah berjenis regrosol kelabu, andosol coklat, aluvial kelabu tua mediteran
coklat kemerahan dan brown forest soil. Dan faktor erodibilitas tanah bervariasi yakni
0.178, 0.163, 0.173.0.187 dan 0.100. Hasil analisa erosi yang terjadi di Sub DAS Bango
menunjukkan nilai erosi sedang dan tinggi. Erosi yang melebihi nilai izin terjadi di Kali
Sumber awan 85.843 ton/ha/thun, Kali Klampok 102.260 ton/ha/thun, Kali Bodo 161.406
ton/ha/thun, Kali Genitring 107.512 ton/ha/thun, Kali Jurang tamu 118.161 ton/ha/thun dan
Kali Mati 61.416 ton/ha/thun. Sedang sungai lainnya erosi yang terjadi masih di bawah nilai
yang diizinkan meliputi Kali Mewek, Kali Sumpil, Kali Bango dan Kali Sari. Kualitas air di
Sub DAS Bango telah menunjukkan tingkat pencemaran air yang tinggi, indikasi kerusakan
Sub DAS Bango yakni parameter PH, BOD, COD dan TSS yang melebihi dari ambang batas
yakni 50.
Kata Kunci :
DAS Bango.

Konservasi/hidrogeologi, TSS (Total Suspended Solid),

kekeruhan , Sub


1. PENDAHULUAN
LatarBelakang
Ekosistem DAS merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan
terhadap DAS. Aktivitas dalam DAS yang menyebabkan perubahan ekosistem, misalnya
perubahan tataguna lahan, khususnya di daerah hulu, dapat memberikan dampak pada
daerah hilir berupa perubahan fluktuasi debit air dan kandungan sedimen serta material
terlarut lainnya. Adanya keterkaitan antara masukan dan keluaran pada suatu DAS ini
dapat dijadikan sebagai dasar untuk menganalisis dampak suatu tindakan atau aktivitas
pembangunan di dalam DAS terhadap lingkungan, khususnya hidrologi.(Suripin,
2001:184).

Bidang Keairan & lingkungan

287

Mengatasi Krisis Tenaga Ahli Konstruksi Bersertifikat di Indonesia

Pengelolaan sumber daya alam dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip hidrologi dan
pengelolaan Daerah Aliran Sungai harus senantiasa memperhatikan kaidah-kaidah
pengelolaan sumber daya alam dan keseimbangan ekosistem. Manusia merupakan salah

salah satu komponen ekosistem. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan
berbagai bentuk aktivitas. Aktivitas manusia yang begitu dinamis mengakibatkan dampak
pada suatu komponen lingkungan lainnya. Hal ini menunjukkan suatu hubungan timbal
balik yang seharusnya seimbang, jika tidak terjadi keseimbangan maka akan
menimbulkan permasalahan yang sering terjadi akhir-akhir ini. Dengan
mempertimbangkan adanya pencemaran yang berkelanjutan dalam jangka waktu yang
lama tentu dapat mengganggu keseimbangan daya dukung yang ada di sungai. Apabila
daya dukung yang ada di sungai sudah terlampaui, maka sungai tersebut dapat dikatakan
tercemar. Kondisi ini dapat terjadi secara terus-menerus sehingga dibutuhkan suatu cara
untuk mengantisipasi semenjak dini dengan melakukan suatu pemodelan kualitas air
sungai.
Sungai Bango adalah anak sungai dari sungai Brantas. Sungai bango ini berfungsi
sebagai penyedia air baku bagi PDAM, pertanian, dan juga merupakan tempat
pembuangan limbah cair, baik pertanian, peternakan maupun rumah tangga. Sungai ini
juga berperan dalam usaha pengendalian banjir. Sebagian besar air sungai dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan air irigasi bagi lahan-lahan pertanian yang berada di sekitar
aliran sepanjang Sungai Bango
Sungai utama pada DAS Bango adalah Sungai Bango dimana pada sungai Bango tersebut
terdapat beberapa anak sungai yaitu, Kali Kajar, Kali Sumpil dan Kali Mewek, sera
saluran Lowokwaru . Sedang DAS Bango terdiri dari beberapa Sub DAS yaitu: Sub DAS

Bango, Sub DAS Lowokwaru, Sub DAS Sawojajar, Sub DAS Purwantoro, Sub DAS
Sumpil, Sub DAS Kajar dan Sub DAS Mewek.
Dari hasil penelitian tahap I, tataguna lahan di Sub DAS Bango adalah sebesar 23.251 Ha
yang terdiri dari semak 178,051 Ha, tegalan 8.014,7213 Ha, hutan 2.859,5174 Ha, sawah
4.912,3561 Ha, pemukiman 4.370,6896 Ha, dan kebun campuran 159,2594 Ha, DAS
Bango kerap sekali menjadi tempat kembalinya air yang dibuang dari berbagai lahan
pertanian, pemukiman, dari daerah disekitarnya.

Identifikasi Masalah
Fungsi DAS dapat ditinjau dari dua sisi yaitu sisi ketersediaan (supply) yang mencakup
kuantitas aliran sungai (debit), waktu, kualitas aliran sungai, dan sisi permintaan
(demand)
yang
mencakup
tersedianya
air
bersih,
terjadinya bencana banjir, tanah longsor serta genangan lumpur Sulitnya mendapatkan air
bersih
merupakan

faktor
penentu
utama
kemiskinan dan buruknya kesehatan. Hal ini juga tertera dalam 'TujuanPembangunan
Milenium' (Millenium Development Goals).
Masalah persediaan air yang tidak mencukupi dan tidak tepat waktu bagi masyarakat di
daerah hilir dapat ditangani dengan beberapa pendekatan, antara lain :
1). Pendekatan teknis, biasanya diterapkan pada badan sungai di bagian tengah DAS,
antara lain dengan meningkatkan kecepatan aliran sungai untuk mengurangi banjir di
tempat-tempat yang rawan; membuat waduk atau dam sebagai tempat penampungan
air sementara;membuat pipa atau penampung air (embung, menara air)
untukmendistribusikan air minum dari sumber di hulu ke konsumen di hilir.
2)

Pendekatan tata guna lahan, untuk kawasan hulu, dengan menetapkan kawasan
hutan lindung.

288

Bidang Keairan & lingkungan


Prosiding Seminar Nasional II Teknik Sipil 2016 - Universitas Narotama
ISBN :978-602-72437-9-8

3) Perencanaan tata ruang, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak
kerusakandialami oleh masyarakat akibat banjir karena masyarakat tersebut 'tinggal
pada tempat dan waktu yang salah'.Upaya-upaya perencanaan tata ruang yang
bertujuan untuk menghindari atau menurunkan kerusakan di hilir perlu dilakukan 4)
Pembayaran dan imbal jasa lingkungan, pendekatan ini dapat menjadi pelengkap
berbagai peraturan yang ada yang bersifat mengikat. Insentif berupa imbal jasa
lingkungan sudah cukup dikenal dan menjadi topik hangat di setiap dialog dan debat
yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Namun demikian masih perlu
diuji keberhasilannya dalam penerapan di lapangan.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian tahap II ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kondisi hidrogeologi di sub DAS Bango Kota Malang ?
2. Berapakah nilai erosi yang terjadi di sub DAS Bango kota Malang ?
3.


Bagaimanakah analisa kualitas air yang terjadi di sub DAS Bango kota Malang ?

Tujuan Khusus
Penelitian tahap II yang akan dilaksanakan bertujuan khusus untuk :
1. Menganalisa hasil penelitian tahap I mengenai kondisi hidrogeologi, tata
guna lahan dan pengelolaan tanaman di sub DAS Bango Kota Malang.
2. Menganalisa hasil erosi yang terjadi di sub DAS Bango, kemudian
mengelompokkan atau menggolongkan penggunaan lahan sesuai dengan sifat
yang dimiliknya disebut ‘Klasifikasi kemampuan lahan’ (Land Capability
Classification).
3. Menganalisa kualitas air di Sub DAS Bango dengan menggunakan analisa
TSS (Total Suspended Solid) dan kekeruhan , sehingga dapat diketahui
seberapa jauh kualitas air di wilayah sungai DAS Bango

Urgensi (Keutamaan) Penelitian
Salah satu awal penyebab terjadinya suatu bencana alam seperti bencana banjir, longsor,
kekeringan, serta pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim adalah
terjadinya kerusakan hutan. Hutan yang merupakan salah satu bagian dari Daerah Aliran
Sungai (DAS) berfungsi sebagai pelindung mata air dan sebagai daerah resapan air.
Beberapa penyebab rusaknya hutan adalah penebangan komersial, kebakaran hutan, dan

pembukaan hutan untuk aktivitas usaha tani.Hal tersebut seiring dengan pernyataan
Departemen Kehutanan (Dephut) yang mengindikasikan kondisi DAS di Indonesia pada
umumnya sudah mengalami kerusakan berat sampai sangat berat.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Erosi
Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu
tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air atau angin
(Arsyad, 1983). Proses hidrologi secara langsung dan tidak langsung akan berhubungan
dengan terjadinya erosi, transpor sedimen, deposisi sedimen di daerah hilir, serta

Bidang Keairan & lingkungan

289

Mengatasi Krisis Tenaga Ahli Konstruksi Bersertifikat di Indonesia

mempengaruhi karakteristik fisik, biologi, dan kimia. Terjadinya erosi ditentukan oleh
faktor-faktor iklim (intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup
tanah, dan tata guna lahan


Proses Erosi
Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat tanah sebagai akibat
pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tahan tanah. Pada
saat hujan mengenai kulit bumi, maka secara langsung akan menyebabkan hancurnya
agregat tanah. Penghancuran dari agregat tanah dipercepat dengan adanya daya
penghancuran dan daya urai dari air itu sendiri. Hancuran agregat tanah ini akan
menyumbat pori-pori tanah, kemudian kapasitas infiltrasi tanah akan menurun dan
mengakibatkan air mengalir dipermukaan dan disebut sebagai limpasan permukaan.
Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel tanah
yang telah hancur. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi
mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan diendapkan.
Dengan demikian 3 bagian yang berurutan, yaitu :
1. Pengelupasan (detachment)
2. Pengangkutan (transportation)
3.Pengendapan(sedimentati)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Erosi terjadi melalui proses penghancuran/pengikisan, pengangkutan dan pengendapan.
Dengan demikian intensitas erosi ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi

ketiga proses tersebut. Hudson (1976) melihat erosi dari dua segi yaitu faktor penyebab,
yang dinyatakan dalam erosivitas, dan faktor tanah yang dinyatakan dalam erodibilitas.
Jadi kalau dinyatakan dalam fungsi maka :
E = f { Erosivitas , Erodibilitas} ................................................................................(2 - 1)
Di alam, proses erosi tidak sederhana hasil kali erosivitas dan erodibilitas saja, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kedua variabel tersebut.
Erosivitas dalam erosi air merupakan manivestasi hujan, dipengaruhi oleh adanya
vegetasi dan kemiringan, dan erodibilitas juga dipengaruhi oleh adanya vegetasi. Dan
akhirnya aktivitas manusia tentunya juga sangat mempengaruhi faktor-faktor tersebut.
Oleh karena itu dapat dikemukakan pula bahwa erosi adalah fungsi dari hujan (H), Tanah
(T), Kemiringan (K), Vegetasi (V), dan Manusia (M). Jadi apabila dinyatakan dalam
fungsi, maka :
E = f {H,T,K,V,M}

..............................................................................................(2 - 2)

Artinya erosi akan dipengaruhi oleh sifat hujan, tanah, derajat dan panjang lereng, adanya
penutup tanah yang berupa vegetasi dan aktivitas manusia dalam hubungannya dengan
pemakaian tanah.


Pendugaan Laju Erosi
Pengukuran dan pendugaan erosi sulit untuk dilakukan dengan tepat karena proses
kejadian dan faktor yang mempengaruhinya sangat kompleks. Tetapi dengan beberapa
asumsi dan penyederhanaan, pengukuran dan pendugaan erosi dapat dilakukan dengan
tingkat pendekatan yang bisa diterima. Ada berbagai macam cara pengamatan atau
pengukuran erosi yang terjadi, antara lain dengan pengamatan langsung di lapangan,
interpretasi peta topografi dan foto udara serta pengukuran langsung dengan percobaan.

290

Bidang Keairan & lingkungan

Prosiding Seminar Nasional II Teknik Sipil 2016 - Universitas Narotama
ISBN :978-602-72437-9-8

Dalam studi ini, dalam menentukan besarnya laju erosi menggunakan metode MUSLE
(Modified Universal Soil Loss Equation)..

Pendugaan Erosi metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation)
Metode Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE) merupakan modifikasi dari
metode Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Williams (1978).
Pada metode MUSLE faktor energi curah hujan digantikan dengan faktor limpasan
permukaan, sehingga besarnya perkiraan hasil sedimen menjadi lebih besar. Pada daerah
yang cukup luas, selama erosi juga terjadi pengendapan dalam proses pengangkutan. Oleh
karena itu, Williams (1978) mengadakan modifikasi terhadap metode USLE untuk
menduga hasil endapan dari setiap kejadian limpasan permukaan, dengan mengganti
indeks erosivitas hujan, dengan limpasan permukaan (Utomo, 1994 : 154). Metode
MUSLE, dapat dirumuskan :
A = Rw. K. LS. C. P ..................................................................................................(2 - 3)
dengan :
A

= Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/ha/th)

Rw = Faktor erosivitas limpasan permukaan menurut Williams
K

= Faktor erodibilitas tanah

Hasil endapan dipengaruhi oleh limpasan permukaan. Dalam rumus ini, William
mengadakan modifikasi USLE untuk menduga hasil endapan dari setiap kejadian
limpasan permukaan dengan cara mengganti indeks erosivitas (R) dengan erosivitas
limpasan permukaan (Rw). Rumus indeks erosifitas menurut Williams, sebagai berikut
(Utomo, 1994: 154) :
Rw = 9,05 . (Vo. Qp)0,56 ............................................................................................(2 - 4)
dengan :
Vo

= Volume limpasan permukaan (m3)

Qp

= Debit aliran puncak (m3/det)

Volume limpasan permukaan, dirumuskan :
Vo = R . exp (-Rc / Ro) ..............................................................................................(2 - 5)
dimana :
Rc = 1000 . MS . ρb . RD . (Et/Eo)0,50
Ro = R / Rn

(2 - 6)
(2 - 7)

dengan :
R
Rc
MS
ρb
RD

= Hujan tahunan (mm)
= Kapasitas penyimpangan lengas tanah
= Kandungan lengas pada kapasitas lapang (%) (Tabel 2.1)
= Berat jenis volume lapisan tanah atas (Mg/m3) (Tabel 2.2)
= Kedalaman perakaran efektif (m), didefinisikan sebagai lapisan Impermeabel.

Bidang Keairan & lingkungan

291

Mengatasi Krisis Tenaga Ahli Konstruksi Bersertifikat di Indonesia

Besarnya ditentukan sebagai berikut :
- Untuk tanaman pohon, tanaman kayu = 0,10
- Untuk tanaman semusim dan rumput = 0.05
Et/Eto

= Perbandingan evapotranspirasi aktual (Et) dengan Evapotraspirasi
potensial (Eto)

Arahan Fungsi Kawasan
Menurut Asdak (2004) analisis fungsi kawasan ditetapkan berdasarkan kriteria dan tata
cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi yang berkaitan dengan SK Menteri
Pertanian No. 387 dan karakteristik fisik DAS yaitu kemiringan lereng, jenis tanah
menurut kepekaannya terhadap erosi, dan curah hujan harian rata-rata.
Untuk karakteristik DAS yang terdiri dari kemiringan lereng, jenis tanah dan curah hujan
harian rata-rata pada setiap satuan lahan diklasifikasikan dan diberi skor sebagai berikut :
Tabel 3. Skor kemiringan lereng Arahan RLKT
Kemiringan lereng

Nilai skor

Kelas 1 : 0 - 8% (datar)

20

Kelas 2 : 8 - 15% (landai)

40

Kelas 3 : 15 - 25% (agak curam)

60

Kelas 4 : 25 - 45% (curam)

80

Kelas 5 : ≥ 45% (sangat curam)

100

Sumber : Asdak, 2004 : 415

Tabel 4. Skor tanah menurut kepekaannya terhadap erosi Arahan RLKT
Tanah menurut kepekaannya terhadap erosi
Kelas 1 : Aluvial, Planosol, Hidromorf kelabu, Laterik (tidak peka)
Kelas 2 : Latosol (agak peka)
Kelas 3 : Tanah hutan coklat, tanah medeteran (kepekaan sedang)
Kelas 4 : Andosol, Laterik, Grumosol, Podsol, Podsolic (peka)
Kelas 5 : Regosol, Litosol, Organosol, Renzina (sangat peka)
Sumber : Asdak, 2004 : 416

Nilai skor
15
30
45
60
75

Tabel 5. Skor intensitas hujan harian rata-rata Arahan RLKT
Intensitas hujan harian rata-rata
Kelas 1 :
Kelas 2 :
Kelas 3 :
Kelas 4 :
Kelas 5 :

≤ 13,6 mm/hari (sangat rendah)
13,6 - 20,7 mm/hari (rendah)
20,7 - 27,7 mm/hari (sedang)
27,7 - 34,8 mm/hari (tinggi)
≥ 34,8 mm/hari (sangat tinggi)

Nilai skor
10
20
30
40
50

Sumber : Asdak, 2004 : 416

292

Bidang Keairan & lingkungan

Prosiding Seminar Nasional II Teknik Sipil 2016 - Universitas Narotama
ISBN :978-602-72437-9-8

Penetapan penggunaan lahan setiap satuan lahan kedalam suatu kawasan fungsional
dilakukan dengan menjumlahkan nilai skor ketiga faktor di atas dengan
mempertimbangkan keadaan setempat.
Parameter Kualitas Air
Akhir-akhir ini, penurunan kualitas air sungai tidak hanya terjadi di daerah
hilir, tetapi juga di daerah hulu. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian dan
pemukiman merupakan faktor utama penyebab terjadinya penurunan kualitas air sungai
di daerah hulu melalui sedimentasi, penumpukan hara dan pencemaran bahan-bahan
kimia pestisida. Penurunan kualitas air sungai berpengaruh terhadap kesehatan manusia
dan keberadaan makhluk hidup yang ada di perairan. Penumpukan unsur hara diperairan
memicu pertumbuhan alga dan jenis tumbuhan air lainnya secaratak terkendali, sehingga
menyebabkan matinya beberapa jenis makhluk hidup air yang merupakan sumber
makanan bagi ikan. Akumulasi racun yang berasal dari pestisida, tidak hanya
mengakibatkan kematian hewan air, tetapi juga membahayakan kehidupan manusia
karena dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit. Sementara itu, sedimentasi yang
terjadi pada sungai mengakibatkan pendangkalan sehingga memicu terjadinya banjir.
Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu. Syarat yang
ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda tergantung tujuan penggunaan, sebagai
contoh, air yang digunakan untuk irigasi memiliki standar mutu yang berbeda dengan air
untuk dikonsumsi. Kualitas air dapat diketahui nilainya dengan mengukur peubah fisika,
kimia dan biologi. Klasifikasi dan kriteria kualitas air di Indonesia diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, kualitas air
diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu:
Kelas I

: dapat digunakan sebagai air minum atau untuk keperluan konsumsi lainnya.

Kelas II

: dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan dan mengairi tanaman.

Kelas III : dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan
mengairi tanaman.
Kelas IV : dapat digunakan untuk mengairi tanaman
Secara sederhana, kualitas air dapat diduga dengan melihat kejernihannya
dan mencium baunya. Namun ada bahan-bahan pencemar yang tidak dapat hanya dari
bau dan warna, melainkan harus dilakukan serangkaian pengujian. Hingga saat ini,
dikenal ada dua jenis pendugaan kualitas air yaitu fisik-kima dan biologi.

Turbiditas / Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat didalam air.
Kekeruhan dapat disebabkan oleh tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang berasal
dari erosi tanah, industri serta pembuangan limbah maupun sampah yang berbentuk
partikel-partikel kecil yang tersuspensi. Kadar kekeruhan maksimum yang diperbolehkan
untuk kualitas air bersih dapat dilihat pada PERMNKES Republik Indonesia Nomor :
416/MENKES/PER/IX/1990.
Mengukur kekeruhan berarti menghitung banyaknya bahan-bahan terlarut di dalam air
misalnya lumpur, alga (ganggang), detritus dan bahan-bahan kotoran lainnya. Apabila
kondisi air sungai semakin keruh, maka cahaya matahari yang masuk ke permukaan air
berkurang dan mengakibatkan menurunnya proses fotosintesis oleh tumbuhan air.
Dengan demikian suplai oksigen yang diberikan oleh tumbuhan dari proses fotosintesis

Bidang Keairan & lingkungan

293

Mengatasi Krisis Tenaga Ahli Konstruksi Bersertifikat di Indonesia

berkurang. Bahan-bahan terlarut dalam air juga menyerap panas yang mengakibatkan
suhu air meningkat, sehingga jumlah oksigen terlarut dalam air berkurang.

(Total Suspended Solid)
Total Suspended Solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan
total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 pm atau lebih besar
dari ukuran pertikel koloid. TSS menyebababkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak
terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang
ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen , misalnya tanah liat, bahan-bahan
organik tertentu, sel-sel mikroorganisme,dan sebagainya (Nasution,2008). Ambang batas
kadar TSS yang diperbolehkan untuk kualitas air bersih dapat dilihat dalam PP Republik
Indonesia Nomor : 82 tahun 2001. TSS memberi konstribusi untuk kekeruhan dengan
membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintetis dan visibilitas di air sungai.
Pengukuran total bahan terlarut perlu dilakukan dalam pengujian kualitas air. Rendahnya
konsentrasi bahan terlarut mengakibatkan pertumbuhan organisme air terhambat karena
kekurangan nutrisi. Namun, tingginya konsentrasi bahan terlarut dapat menyebabkan
eutrofikasi atau matinya jenis-jenis organisme air.

3. METODE PENELITIAN
Tahap Penelitian
Penelitian akan dilakukan dalam 2 (dua) tahap selama 2 tahun. Tahap I akan dilakukan
pembuatan model Penataan Ruang kawasan DAS berbasis konservasi. Tahap II akan
dilakukan penerapan (aplikasi) model berupa parameter hidrogeologi, analisa perhitungan
erosi dan kelas kemampuan lahan serta tinjauan kualitas air
yang meliputi
turbiditas/kekeurhan dan TSS (Total Suspended Solid) untuk wilayah Sub DAS Bango
kota Malang.

Tahap I/ Tahun I :
Pembuatan Model Penataan Ruang Kawasan DAS Berbasis Konservasi.
Tujuan Penelitian dalam tahap pertama ini adalah membuat model Penataan ruang yang
tidak hanya meninjau aspek tata ruang, melainkan juga aspek hidrogeologi. Penelitian
akan dilakukan di laboratorium, dengan ketersediaan alat dan prasarana serta dilakukan
pengamatan yang intensif.
Tahap II / Tahun ke II :
Aplikasi Model Penataan Ruang Kawasan DAS Berbasis Konservasi di Sub DAS
Bango Kota Malang
Tujuan penelitian pada tahap ke dua adalah berdasarkan model tersebut, dapat diketahui
parameter apa saja yang mempengaruhi terjadinya banjir, kondisi struktur tanah baik
dilihat dari tekstur tanah, permeabilitas ,maupun bahan organik. Dari tataguna lahan yang
telah diperoleh dalam penelitian Tahap I akan dapat diketahui arahan dan fungsi kawasan
di sub DAS bango yang sesuai dengan konservasi lahan. maupun kerusakan / alih fungsi
tata guna lahan di Sub DAS Bango. Kondisi kualitas air juga ditinjau dari parameter
Turbiditas/kekeruhan dan TSS (Total Suspended Solid). Dari analisa konservasi dan
kualitas air di Sub DAS bango ini akan menghasilkan model Penataan Ruang yang
memperhatikan faktor konservasi dan kelestarian lingkungan di masa mendatang.

294

Bidang Keairan & lingkungan

Prosiding Seminar Nasional II Teknik Sipil 2016 - Universitas Narotama
ISBN :978-602-72437-9-8

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Hidrologi.
Data hujan dipergunakan dalam analisa hidrologi, Di lokasi penelitian terdapat 3 stasiun
hujan yang berpengaruh terhadap wilayah DAS Bango. Oleh karena itu, data hujan yang
dipergunakan dalam analisa hidrologi dan perhitungan indeks erosivitas hujan, diambil
dari tiga stasiun penakar hujan tersebut yaitu Stasiun Karangploso, Singosari dan Stasiun
Blimbing. Satu stasiun hujan terletak di Kota Malang dan dua stasiun hujan lainnya
terletak di Kabupaten Malang. Data hujan yang digunakan dalam analisa tersebut
meliputi data curah hujan harian dengan periode pengamatan tahun 2005 sampai dengan
tahun 2015
Keempat stasiun hujan itu adalah :
1.

Stasiun Blimbing

± 455dpl.

2.

Stasiun Karangploso

± 575dpl.

3.

Stasiun Singosari

± 635dpl.

Data-data hujan harian tiap-tiap stasiun selama 10 tahun terlebih dahulu diuji
kekonsistenen datanya dengan teknik lengkung massa ganda , bertujuan untuk
membandingkan data dari stasiun yang diamati dengan stasiun sekitarnya. Adapun stasiun
pengamatan hujan yang digunakan untuk mengambil data hujan dari Sub DAS Bango
meliputi tiga stasiun hujan. Sebaran lokasi dan pengaruh masing-masing stasiun hujan
dijelaskan pada tabel 4.1.

Tabel 6. Lokasi stasiun hujan di Sub DAS Bango
Koordinat
No
1
2
3

Nama

XPR

Sta. Singosari
Sta.
Karangploso
Sta.Blimbing

683113
676443
680340

YPR
9127034
9126479
9120659

Elevasi
(dpl)
635
575
455

Perhitungan Faktor Erodibilitas Tanah
Faktor erodibilitas tanah dalam menentukan besarnya laju erosi metode PUKT
(Persamaan Umum Kehilangan Tanah) ditentukan dengan menggunakan nilai K.
Besarnya nilai K didasarkan atas data jenis tanah yang terdapat pada daerah yang
ditinjau. Data berasal dari peta jenis tanah di DAS Bango. Jenis tanah yang ada
didaerah DAS termasuk tanah berjenis regrosol kelabu, andosol coklat, aluvial kelabu
tua mediteran coklat kemerahan dan brown forest soil. Kelima jenis tanah ini
memiliki faktor erodibilitas tanah yang berbeda, masing–masing memiliki faktor
sebesar 0.27, 0.2, 0.05, 0.22 dan 0.15. Nilai ini didapat dari rata-rata nilai faktor K
tiap masing-masing jenis tanah yang ada di DAS Bango. Hasil perhitungan factor
erodibilitas ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Faktor Erodibilitas Tanah di Sub DAS Bango
No
1
2

Sub DAS
Kali Sumber Awan
Kali Klampok

Bidang Keairan & lingkungan

Luas (ha)
2478.632
2525.824

Nilai K
0.178
0.163

295

Mengatasi Krisis Tenaga Ahli Konstruksi Bersertifikat di Indonesia

No
Sub DAS
3
Kali Bodo
4
Kali Genitring
5
Kali Jurang Tamu
6
Kali Mewek
7
Kali Sumpil
8
Kali Bango
9
Kali Lahor
10
Kali Wendit
11
Kali Sari
12
Kali Mati
Sumber : Hasil Perhitungan

Luas (ha)
2869.228
1874.205
2041.201
1179.906
451.895
1741.951
940.673
1522.358
456.472
5260.610

Nilai K
0.173
0.173
0.213
0.173
0.187
0.188
0.187
0.100
0.100
0.115

Perhitungan Faktor Panjang (L) dan Kemiringan Lereng (S) di Sub DAS Bango
Kota Malang
Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) mempengaruhi besarnya erosi yang
terjadi. Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Pada
dasarnya makin curam suatu lereng, maka persentase kemiringan lereng semakin besar,
sehingga semakin cepat laju limpasan permukaan. Perhitungan faktor panjang lereng (L)
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai (Rencana Teknik Lapangan
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai, Departemen Kehutanan
1998 : 49) :
L=

Lo
22

dengan :
L

= Nilai faktor panjang lereng

Lo

= Panjang lereng (diperoleh dari pengukuran panjang lereng dengan
menumpukkan peta kontur, peta aliran sungai dan peta sub-sub DAS pada
software ArcGIS 9.3, dengan meninjau beberapa titik lalu direrata).

Penentuan faktor kemiringan ditentukan berdasarkan tabel Nilai Faktor Kemiringan
Lereng (S) pada Bab II yang bersumber dari Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai, Departemen Kehutanan 1998 : 50.
Besarnya kemiringan lereng dikawasan DAS Bango ditentukan berdasarkan kondisi
lahan tersebut. Hasil perhitungan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) disajikan
pada tabel di bawah ini.
Tabel. 8. Faktor Panjang dan Kemiringan (LS) di Sub DAS Bango
No
1
2
3
4
5
6
7
8

296

Sub DAS
Kali Sumber Awan
Kali Klampok
Kali Bodo
Kali Genitring
Kali Jurang Tamu
Kali Mewek
Kali Sumpil
Kali Bango

Luas (ha)
2478.632
2525.824
2869.228
1874.205
2041.201.
1179.906
451.895
1741.951

Nilai LS
2.56983
3.37616
4.33792
2.97019
2.67359
0.28949
0.17336
0.22695

Bidang Keairan & lingkungan

Prosiding Seminar Nasional II Teknik Sipil 2016 - Universitas Narotama
ISBN :978-602-72437-9-8

9
Kali Lahor
10
Kali Wendit
11
Kali Sari
12
Kali Mati
Sumber : Hasil Perhitungan

940.673.
1522.358
456.472
5260.610

0.15384
0.14282
0.08388
2.31792

Analisa Faktor Pengelolaan Tanaman (C) di Sub DAS Bango kota Malang
Faktor pengelolaan tanaman merupakan faktor yang menggambarkan nisbah antara
besarnya erosi dari lahan yang bertanaman tertentu dan dengan pengelolaan tertentu
terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan diolah bersih (Suripin, 2004 : 79).
Pada kondisi penggunaan lahan, penentuan besarnya faktor pengelolaan tanaman (C) dan
faktor tindakan konservasi tanah (P) digabung dan ditentukan berdasarkan tabel nilai
faktor CP beberapa tanaman dan pengelolaan tanam (modifikasi Wischmeier dan
Arnoldus oleh Boediono, 1982) dalam Utomo 1994. Faktor Tata Guna Lahan Faktor
tanaman dalam perhitungan laju erosi dengan metode PUKT tergantung juga jenis
tanaman yang ditanam maupun tata guna lahan pada daerah tersebut. Untuk
menentukan besarnya faktor tata guna lahan (faktor C) maka digunakan data tata guna
lahan yang ada didaerah penelitiani. Tata guna lahan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap bahaya erosi, sedimentasi dan limpasan permukaan yang terjadi.
Rata– rata pemanfatan lahan dikawasan DAS Bango digunakan sebagai lahan
persawahan, hutan, kebun, tegalan, tanah terbuka dan semak belukar. Besarnya nilai
faktor pengelolaan tanaman dan faktor tindakan konservasi tanah (CP) untuk penggunaan
lahan DAS Bango Hulu dapat dilihat pada tabel di bawah ini,
Tabel 9. Faktor Pengelolaan Tanaman (Cp) di Sub DAS Bango
No
Sub DAS
1
Kali Sumber Awan
2
Kali Klampok
3
Kali Bodo
4
Kali Genitring
5
Kali Jurang Tamu
6
Kali Mewek
7
Kali Sumpil
8
Kali Bango
9
Kali Lahor
10
Kali Wendit
11
Kali Sari
12
Kali Mati
Sumber : Hasil

Luas (ha)
2478.632
2525.824
2869.228
1874.205
2041.201.
1179.906
451.895
1741.951
940.673.
1522.358
456.472
5260.610

Nilai C
0.3187
0.3822
0.3822
0.3822
0.3187
0.3822
0.0055
0.3822
0.3788
0.3822
0.3033
0.3822

Perhitungan Besarnya Erosi di Sub DAS Bango Kota Malang
Setelah faktor erosivitas, faktor erodibilitas tanah, faktor panjang dan kemiringan
lereng, faktor tata guna lahan, dan faktor pengelolaan tanah didapatkan, maka erosi
tanah pada daerah yang ditinjau dapat dihitung. Hasil perhitungan analisa Erosi yang
terjadi di Sub DAS Bango kota Malang seperti di bawah ini.

Bidang Keairan & lingkungan

297

Mengatasi Krisis Tenaga Ahli Konstruksi Bersertifikat di Indonesia

Tabel 10. Hasil Analisa perhitungan Erosi di Sub DAS Bango Kota Malang
Sub DAS

Luas (ha)

C

LS

K

R

Ea
ton/ha/tah

Kali S.Awan

2478.632

0.3187

2.56983

0.178

1226.88

85.843

Kali Klampok

2525.824

0.3822

3.37616

0.163

1226.88

102.260

Kali Bodo

2869.228

0.3822

4.33792

0.173

1226.88

161.406

Kali Genitring

1874.205

0.3822

2.97019

0.173

1226.88

107.512

Kali J. Tamu

2041.201.

0.3187

2.67359

0.213

1452.75

118.161

Kali Mewek

1179.906

0.3822

0.28949

0.173

1217.54

9.237

Kali Sumpil

451.895

0.0055

0.17336

0.187

1217.54

0.009

Kali Bango

1741.951

0.3822

0.22695

0.188

1202.39

7.794

Kali Lahor

940.673.

0.3788

0.15384

0.187

1407.49

7.329

Kali Wendit

1522.358

0.3822

0.14282

0.100

1311.49

2.846

Kali Sari

456.472

0.3033

0.08388

0.100

1349.30

0.676

Kali Mati

5260.610

0.3822

2.31792

0.115

1347.11

61.41

Erosi yang terjadi rata-rata lebih besar dari pada erosi yang diijinkan, erosi yang
diijinkan antara 2.5 – 12.5 ton/ha/th (Suripin, 2000 : 61). Erosi yang terjadi di sub DAS
Bango yang melebihi nilai erosi yang diizinkan yakni Kali Sumber awan, Kali Klampok,
Kali Bodo, Kali Genitring, Kali Jurang Tamu dan kali Mati. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya faktor yang telah disebutkan sebelumnya, untuk itu diperlukan suatu
usaha penanggulangan erosi, dikarenakan erosi dapat menimbulkan permasalahan
yang cukup besar terhadap suatu area DAS.

Kualitas Air di Sub DAS Bango kota Malang
Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi menimbulkan berbagai permasalahan terutama
permasalahan lingkungan, salah satunya adalah munculnya permukiman-permukiman di
sepanjang sungai aliran Sub DAS Bango. Aliran Sungai Bango membentang di
sepanjangn sungai yang melintasi kota Malang dan Kabupaten Malang. Permukiman
padat di sepanjang bantaran tersebut muncul dikarenakan peningkatan jumlah penduduk
yang tidak diikuti dengan peningkatan daya tampung lingkungan dan juga keterbatasan
ekonomi. Permukiman tersebut berada pada kawasan rawan banjir, dan cenderung
menjadi kumuh. Hal ini akibat ketidakmampuan penduduk golongan berpendapatan
rendah untuk membeli rumah.
Sebagai alternatif untuk mendapatkan tempat berlindung yang dekat dengan tempat kerja,
maka2 permukiman dibangun di kawasan marginal seperti lahan di bantaran sungai
(Wicaksono,2011). Munculnya permukiman di sepanjang bantaran Sungai Bango di Kota
Malang tentunya tidak lepas dari penurunan kualitas air sungai akibat aktivitas penduduk
sekitar. Penduduk di sekitar Sungai cenderung memanfaatkan sungai untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari seperti mandi, cuci dan kakus tanpa melalui sanitasi pembuangan
limbah rumah tangga yang teratur. Tingkat pencemaran sungai ini diduga telah melewati
daya tampung sungai dan berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota perairan, serta
kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai. Bahan pencemar berasal dari limbah
domestik, limbah pertanian, limbah taman rekreasi, limbah pasar,limbah hotel, limbah
rumah sakit, dan limbah industri.

Parameter Kualitas Air

298

Bidang Keairan & lingkungan

Prosiding Seminar Nasional II Teknik Sipil 2016 - Universitas Narotama
ISBN :978-602-72437-9-8

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran menyatakan bahwa untuk menjamin kualitas air yang
dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya, maka perlu
dilakukan upaya pengelolaan kualitas air. Upaya pengelolaan kualitas air dilakukan pada :
-

Sumber yang terdapat di dalam hutan lindung;
Mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
Akuifer air tanah dalam.

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :
115 Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter
ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan
kondisi fisik air atau keberadaan bahan yang dapat diamati secara visual/kasat mata. Yang
termasuk dalam parameter fisik ini adalah kekeruhan, kandungan partikel/padatan, warna,
rasa, bau, suhu, dan sebagainya.
Parameter kimia menyatakan kandungan unsur/senyawa kimia dalam air, seperti
kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD, COD, TOC), mineral atau
logam, derajat keasaman, nutrient/hara, kesadahan, dan sebagainya.
Parameter mikrobiologis menyatakan kandungan mikroorganisme dalam air, seperti
bakteri, virus, dan mikroba pathogen lainnya.Berdasarkan hasil pengukuran atau
pengujian, air sungai dapat dinyatakan dalam kondisi baik atau cemar. Sebagai acuan
dalam menyatakan kondisi tersebut adalah baku mutu air, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001.
Penelitian Kualitas air di Sub DAS Bango meliputi parameter fisik antaralain :
temperatur, Ph, kekeruhan , BOD, COD dan TSS (Total
Suspended Solid dan parameter kimia . Dalam penelitian lebih mendalam mengenai
kekeruhan dan TSS, karena parameter yang sangat mempengaruhi kondisi erosi dan
arahan konservasi lahan suatu DAS.

5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan, sebagai berikut :
1.

2.

Kondisi hidrogeologi di Sub DAS Bango, yakni hidrologi yang berkaitan dengan
data hujan meliputi stasiun hujan Blimbing, Karangploso dan Singosari. Jenis tanah
yang ada didaerah Sub DAS Bango termasuk tanah berjenis regrosol kelabu,
andosol coklat, aluvial kelabu tua mediteran coklat kemerahan dan brown
forest soil. Dan faktor erodibilitas tanah bervariasi yakni 0.178, 0.163, 0.173.0.187
dan 0.100.
Hasil analisa erosi yang terjadi di Sub DAS Bango menunjukkan nilai erosi sedang
dan tinggi. Erosi yang melebihi nilai izin terjadi di Kali Sumber awan 85.843
ton/ha/thun, Kali Klampok 102.260 ton/ha/thun, Kali Bodo 161.406 ton/ha/thun,
Kali Genitring 107.512 ton/ha/thun, Kali Jurang tamu 118.161 ton/ha/thun dan Kali
Mati 61.416 ton/ha/thun. Sedang sungai lainnya erosi yang ter msih di bawah nilai
yang diizinkan meliputi Kali Mewek, Kali Sumpil, Kali Bango dan Kali Sari.

Bidang Keairan & lingkungan

299

Mengatasi Krisis Tenaga Ahli Konstruksi Bersertifikat di Indonesia

3.

Kualitas air di Sub DAS Bango telah menunjukkan tingkat pencemaran air yang
tinggi, indikasi kerusakan Sub DAS Bango yakni parameter PH, BOD, COD dan TSS
yang melebihi dari ambang batas yakni 50.

Saran
1. Dari hasil penelitian masih perlu adanya analisa lebih lanjut untuk mendapatkan hasil
model penataan tata ruang berbasis konservasi dengan analisa kualitas air dan
aplikasi di areal penggunaan lahan yang ada di sub DAS Bango.
2.

Di perlukan analisa lebih lanjut mengenai hubungan kondisi jenis tanah dengan pola
tanam tertentu , mengingat daerah penelitian adalah lebig banyak tegalan dan
sawah.

3.

Diperlukan model penataan DAS pada sesuai dengan temuan

6. DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.IPB. Bogor.
2. Asdak, C. (2004). Hidrologi
(edisiketiga).

dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

3. Anonim,1998.“Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah DAS”,Jakarta :DepartemenKehutanan (Dirjen
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan).
4. ESRI (Environmental System Research Institute, Inc). 1996. ArcView GIS, The
Geographic Information System for Everyone. New York : ESRI.
5. Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
6. Junaidi, Rahmad. 2006. “Studi Perencanaan Fungsi Kawasan dan Arahan
Konservasi Lahan dan Tanah di DAS Brantas Bagian Hulu dengan
Menggunakan SIG”, Unibraw Malang :Skripsi Tidak diterbitkan.
7. Kodoatie, Robert J dan Roestam Sjaief.2008. Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu.Andi.Yogyakarta.
8. Nemec, Jaromir, 1973. Engineering Hydrology.New Delhi : Tata McGraw Hill
Publishing Company Ltd.
9. Prahasta, Eddy. 2005. Sistem Informasi Geografis. Bandung : CV Informatika.
10. Prahasta, Eddy. 2011. ArcGIS Desktop. Bandung : CV Informatika.
11. Rayes, Luthfi. 2007.
Andi.Yogyakarta.

Metode

Inventarisasi

Sumber

Daya

Lahan.

12. Soemarto, CD. (1993). Hidrologi Teknik.Usaha Nasional. Surabaya.
13. Suripin.(2002). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air.Andi.Yogyakarta.
14. Utomo, Hadi, Wani. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah.IKIP. Malang.
15. www. dephut.go.id

300

Bidang Keairan & lingkungan