POPULASI DAN POLA DISTRIBUSI KEDABU Sonn

Jurnal Jeumpa, 2 (1) – Juni 2015

POPULASI DAN POLA DISTRIBUSI KEDABU (Sonneratia alba J. Smith)
DI HUTAN MANGROVE KALIMANTAN BARAT
Adi Bejo Suwardi 1)  dan Zidni Ilman Navia2)
1)

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Samudra
Kampus UNSAM Meurandeh, Provinsi Aceh 24116
2)
Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura
Kampus UNTAN Jl. Ahmad Yani Pontianak, Kalimantan Barat 78214

email: adi.bsw@gmail.com

Abstrak
Suatu eksplorasi tentang kedabu (Sonneratia alba) telah dilakukan di kawasan hutan mangrove di Kecamatan
Sukadana, Kalimantan Barat dari bulan Oktober 2010 hingga Maret 2011. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengkaji populasi dan pola distribusi kedabu serta faktor fisika -kimia yang mempengaruhinya. Eksplorasi
dilakukan tiga Dusun yaitu Nirmala, Tambak Rawang, dan Sebadal, Desa Gunung Sembilan, Kecamatan
Sukadana. Metode yang dilakukan kombinasi antara metode jalur dan metode garis berpetak. Hasil penelitian

ini didapatkan total individu kedabu 139 individu, tingkat pohon 28 individu, pancang 41 individu, dan semai
70 individu. Kepadatan populasi kedabu pada lokasi penelitian tingkat pohon berkisar 60-300 ind/Ha,
pancang 480-2080 ind/Ha, dan semai 1500-33.500 ind/Ha. Kedabu memiliki pola distribusi mengelompok.

Kata kunci: Kedabu, mangrove, Sonneratia alba, pola distribusi, populasi

PENDAHULUAN

buahnya dapat dimanfaatkan sebagai

Kedabu (Sonneratia alba ) tergolong jenis

bahan

tumbuhan mangrove yang umumnya

batangnya digunakan sebagai kayu bakar,

ditemui hidup di daerah lempung berpasir


peralatan rumah tangga, dan kertas.

yang menghadap laut. Kedabu dapat juga

Tumbuhan hutan mangrove termasuk

ditemui hidup di daerah berlumpur dalam

kedabu memiliki nilai ekonomi tinggi,

disepanjang tepian sungai atau rawa-rawa

antara lain sebagai sumber kayu bakar,

yang masih dipengaruhi oleh pasang surut

bahan bangunan, bahan makanan dan

air laut. Kedabu sebagai salah satu


bahan obat-obatan (Setyawan, 2005).

makanan

dan

obat-obatan,

komponen penyusun hutan mangrove

Saat ini pemanfaatan kedabu oleh

memberikan manfaat tidak langsung bagi

masyarakat Desa Gunung Sembilan cukup

manusia. Antara lain penjaga kestabilan

tinggi. Masyarakat memanfaatkan buah


garis pantai atau tebing sungai dari abrasi

kedabu sebagai bahan makanan dan

atau erosi, menahan tiupan angin laut,

memanfaatkan batangnya sebagai kayu

sebagai tempat penghasil oksigen dan

bakar dan peralatan

penyerap karbondioksida. Serta sebagai

Pemanfaatan kedabu, khususnya batang

tempat untuk tinggal, mencari makan dan

kedabu secara terus menerus tanpa


berkembang biak bagi hewan. Manfaat

diimbangi dengan upaya pelestarian dapat

langsung kedabu bagi manusia adalah

mengancam keberadaan kedabu di masa

rumah tangga.

13

Jurnal Jeumpa, 2 (1) – Juni 2015

mendatang.

Oleh

sebab


itu,

perlu

dan

interaksinya

dengan

kedabu

dilakukan penelitian tentang populasi dan

menggunakan

pola distribusi kedabu di kawasan hutan

Sampling. Berdasarkan kondisi tersebut


mangrove

Sembilan,

ditetapkan 3 lokasi pengamatan kedabu

Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong

yaitu di Dusun Nirmala (lokasi I), Dusun

Utara, Kalimantan Barat.

Tambak Rawang (lokasi II), dan Dusun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Sebadal (lokasi III).

desa


Gunung

populasi dan pola distribusi kedabu di

metode

Masing-masing

Purposive

lokasi

dibuat

kawasan hutan mangrove Desa Gunung

transek tegak lurus garis pantai dengan

Sembilan,


ukuran 10x50 m. Setiap transek diambil

Kecamatan

Sukadana,

Kabupaten Kayong Utara.

data

vegetasi

dengan

metode

garis

berpetak sebanyak 5 petak pengamatan
METODE PENELITIAN


(plot) dengan ukuran plot disesuaikan

Penelitian telah dilakukan pada bulan

tingkat stratifikasi tumbuhan kedabu,

Oktober 2010 hingga Maret 2011 di

yaitu

kawasan hutan mangrove Desa Gunung

berukuran 10x10 m2, pancang berdiameter

Sembilan,

Sukadana,

2-10 cm berukuran 5x5 m2, dan tingkat


Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan

semai berukuran 2x2 m2. Kedabu yang

Barat.

diperoleh pada setiap lokasi dicatat jenis

Kecamatan

Penentuan

lokasi

penelitian

dilakukan berdasarkan pada pendekatan

pohon

berdiameter

>10

cm

dan jumlahnya.

konseptual dengan melihat rona biologis

Gambar 1. Skema pengambilan sampel
14

Jurnal Jeumpa, 2 (1) – Juni 2015

pohon, pancang, dan semai terdapat pada

Analisis Data
kedabu

lokasi 2 dengan nilai masing-masing yaitu

menggunakan rumus berikut (Onrizal dan

300 individu/ha, 2080 individu/ha, dan

Kusmana. 2005):

33.500 individu/ha. Sementara itu, nilai

Perhitungan

kepadatan

a

Kepadatan (K) =

a

a

a

kepadatan kedabu terendah yaitu di lokasi

Penghitungan pola distribusi pada kedabu
menggunakan metode varians kuadrat
berpasangan

atau

Paried

Quadrat

Variance Methode (PQV) (Ludwig and

Var (X)1 = [1/(N-1)] {[1/2 (x1-x2)2] +
x3)3] + … + [1/2(xN-1-xN)2]}

namun pada lokasi 3 tidak ditemukan
adanya tingkat stratifikasi semai (Tabel 1).
ini

= Jumlah Varians

kedabu memiliki pola adaptasi yang tinggi
terhadap

kondisi

HASIL DAN PEMBAHASAN

di

hutan

pada

keadaan

habitat

tumbuhnya. Lokasi 2 terletak di muara

Populasi Sonneratia alba

sungai yang berbatasan langsung dengan

Penelitian telah dilakukan pada tiga lokasi
penelitian di kawasan hutan mangrove
Sembilan,

habitat

jumlah individu pada suatu lokasi sangat
tergantung

Gunung

bahwa

dan Indrawan (1978) banyaknya jenis dan

xN = Nilai atau jumlah kedabu

Desa

menunjukkan

mangrove tersebut. Menurut Soerianegara

Dimana: Var (X)1 = Varian ke-1
N

individu/ha dan pancang 480 individu/ha,

Hal

Reynolds. 1998):
[1/2(x2-

3 dengan nilai untuk stratifikasi pohon 60

Kecamatan

Sukadana, Kabupaten Kayong Utara.
Nilai kepadatan kedabu tertinggi untuk

laut sehingga daerah ini memiliki tekstur
tanah lempung berpasir serta mendapat
masukan air tawar yang cukup yang
menyebabkan kedabu

tumbuh dengan

baik di lokasi in

masing-masing stratifikasi pertumbuhan
Tabel 1. Analisis Populasi Kedabu pada Lokasi Penelitian
Kepadatan Kedabu (ind/Ha)
Tingkat Stratifikasi
Lokasi 1
Lokasi 2
Pohon
200
300

Lokasi 3
60

Pancang

720

2080

480

Semai

1500

33500

-

15

Jurnal Jeumpa, 2 (1) – Juni 2015

.
Setyawan, dkk (2003) menyatakan

Kedabu di lokasi 2 ditemukan

bahwa hutan mangrove terbentuk karena

berupa pohon yang tinggi dan besar yang

adanya masukan air tawar, sedimentasi,

berada di barisan depan menghadap laut

aliran air pasang surut, dan suhu yang

terbuka. Sonneratia alba lebih banyak

hangat. Hal ini sama dengan penelitian

ditemukan pada daerah pantai yang

dari Pramudji (2003) di Pesisir Teluk

berbatasan langsung dengan perairan laut

Mandar, tepatnya di Pulau Panampeang

terbuka (Nursal, dkk. 2005). Jenis ini

yang terletak di teluk bagian luar hanya

dapat ditemukan sebagai tegakan pohon

ditemukan jenis Sonneratia alba yang

yang berukuran besar di tepi pantai.

mampu tumbuh pada kondisi lingkungan

Sedangkan tingkat pancang dan semai

dengan pukulan ombak yang relatif besar.

ditemukan tumbuh mengelompok dekat

Rendahnya nilai kepadatan kedabu

dengan

daratan.

Perkembangbiakan

pada lokasi 3, dapat disebabkan besarnya

kedabu dengan menggunakan biji yang

pengaruh antropogenik yang mengubah

mudah bergerak mengikuti arus pasang

habitat mangrove untuk kepentingan lain,

surut air laut menjadi penyebab perbedaan

sehingga luasan ekosistem ini terbatas,

tempat tumbuh. Setiap individu kedabu

dimana lokasi tersebut telah dikonversi

dapat ditemukan tumbuh di dekat daratan

menjadi sawah dan perkebunan penduduk.

atau menjauhi daratan. Tingginya nilai

Sebagian hutan mangrove di lokasi 3

kepadatan dari tingkat pancang dan semai

mengalami penebangan dan perluasan

menunjukkan bahwa tingkat regenerasi

perkebunan. Menurut Nursal, dkk. (2005)

kedabu pada lokasi 2 sangat tinggi. Hal ini

adanya

juga

dikarenakan bahwa lokasi 2 merupakan

berkurangnya

kawasan hutan mangrove yang masih

kepadatan vegetasi, terutama pada strata

alami dan jauh dari adanya aktivitas

pohon dan pancang. Selain itu, tidak

manusia dalam mengkorversi lahan.

keterbukan

diindikasikan

dari

lahan

ditemukannya tingkat semai (anakan) dari

Kemampuan regenerasi vegetasi

kedabu pada lokasi 3 menunjukkan bahwa

mangrove berdasarkan perbandingan nilai

pada lokasi tersebut tingkat regenarasi

kerapatan antara vegetasi strata pohon

kedabu tergolong rendah, hal ini dapat

dengan

disebabkan oleh sifat buahnya yang dapat

pancang dan semai dapat dilihat pada

langsung

manusia

Tabel 4.1. Secara umum kerapatan

maupun hewan pemakan buah. Sehingga

vegetasi strata pohon pada masing-masing

biji kedabu tidak dapat berkembang biak.

lokasi kurang dari 1000 individu/ha.

dikonsumsi

oleh

permudaannya

pada

strata

16

Jurnal Jeumpa, 2 (1) – Juni 2015

Berdasarkan kriteria yang ditetapkan
dalam

Keputusan

Menteri

Negara

Pola Distribusi Sonneratia alba

Lingkungan Hidup RI No.201 Tahun 2004

Setiap individu yang ada di dalam suatu

dalam Nursal, dkk. (2005) tentang Kriteria

populasi

Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan

(distribusi) di dalam habitatnya. Pola

Mangrove, kawasan hutan mangrove Desa

distribusi

Gunung Sembilan dapat dikategorikan

kawasan hutan mangrove Desa Gunung

sebagai kawasan hutan mangrove yang

Sembilan,

sudah rusak. Kemampuan regenerasi

menggunakan metode varians terhadap

vegetasi pada tiga lokasi yang diteliti

jumlah kedabu yang ditemukan pada

dianggap masih baik, ditunjukkan dengan

lokasi

kepadatan anakan (semai) lebih dari 1000

perhitungan analisis varian kedabu di

individu/ha dan kepadatan pancang lebih

lokasi penelitian dapat diketahui pola

dari 240 individu/ha, kecuali pada lokasi 3

distribusi kedabu pada ketiga lokasi

dimana strata semai tidak ditemukan.

menunjukkan pola berbeda (Gambar 4.1).

mengalami

kedabu

dapat

penelitian.

yang

penyebaran

terdapat

diketahui

Berdasarkan

di

dengan

hasil

1400

12

a)

10

b)
1300

8
1200

6
4

1100
2
1000

0
varian 1

varian 2

varian 3

varian 1 varian 2 varian 3 varian 4

varian 4

10

c)

8
6
4
2
0
varian 1

varian 2

varian 3

varian 4

Gambar 2. Pola Distribusi Kedabu a). Lokasi 1; b). Lokasi 2; c). Lokasi 3

Kedabu di lokasi penelitian 1

Rawang, dan lokasi 3 Dusun Sebadal

Dusun Nirmala, lokasi 2 Dusun Tambak

secara umum memiliki pola distribusi
17

Jurnal Jeumpa, 2 (1) – Juni 2015

cenderung mengelompok (Gambar 2.a-c).

KESIMPULAN

Pola distribusi mengelompok pada kedabu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

menunjukkan

dilakukan di kawasan hutan mangrove

bahwa

kondisi

habitat

tersebut cenderung heterogen dan sebagai

Desa

akibat dari proses reproduksi kedabu pada

Sukadana

lokasi tersebut. Hal ini relevan dengan

kepadatan kedabu tertinggi untuk masing-

kesimpulan Barbour, dkk (1987) dalam

masing stratifikasi pertumbuhan pohon,

Djufri (2002) bahwa pola distribusi

pancang, dan semai terdapat di lokasi 2

spesies

cenderung

dengan nilai masing-masing

tumbuhan

ind/ha, 2080 ind/ha, dan 33.500 ind/ha dan

tumbuhan

mengelompok,

sebab

Gunung
dapat

Sembilan

Kecamatan

disimpulkan

nilai

yaitu 300

bereproduksi dengan biji yang jatuh dekat

pola

induknya atau dengan rimpang yang

penelitian cenderung mengelompok.

distribusi

kedabu

pada

lokasi

menghasilkan anakan vegetatif masih
dekat dengan induknya.

DAFTAR PUSTAKA

Pola distribusi dari kedabu yang
mengelompok dipengaruhi oleh pola
reproduksi

dari

kedabu.

bereproduksi secara generatif

Kedabu
dengan

Djufri. 2002. Penentuan pola distribusi,
asosiasi, dan interaksi spesies
tumbuhan khususnya padang
rumput di Taman Nasional
Baluran,
Jawa
Timur.
Biodiversitas 3(1). 181-188

menggunakan biji (Santoso, dkk., 2005).
Tipe biji

kedabu berbentuk bundar

dengan diameter 3,4-4,5 cm, dalam satu
buah berisi benih 150-200 biji. Biji
kedabu akan jatuh berkumpul dekat
dengan induknya atau hanyut terbawa arus
dan berkelompok pada suatu tempat di
dekat daratan yang mengakibatkan kedabu
tumbuh berkelompok. Pola distribusi
mengelompok

menandakan

terjadinya

interaksi positif antara individu tanaman
tersebut

atau

sistem

regenerasinya

cenderung dilakukan secara vegetatif atau
kemampuan penyebaran bijinya terbatas
(Djufri, 2005).

Djufri. 2005. Pola distribusi dan asosiasi
tumbuhan bawah pada tegakan
akasia (Acacia nilotica ) (L.)
Willd. ex. Del. di Savana
Kramat
Taman
Nasional
Baluran Jawa Timur. Enviro
5(1). 48-54
Kusuma, C., Onrizal, dan Sudarmaji.
2003.
Jenis-Jenis
Pohon
Mangrove di Teluk Bintuni,
Papua.
Diterbitkan
atas
kerjasama Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor dan
PT. Bintuni Utama Murni.
Bogor: Wood Industries
Ludwig, J. A. and J. F. Reynolds. 1998.
Statistical Ecology a Primer on
Methods and Computing, New
York: Penerbit John Wiley @
Son.
18

Jurnal Jeumpa, 2 (1) – Juni 2015

Nursal, Fauziah. Y., dan Ismiati. 2005.
Struktur
dan
komposisi
vegetasi mangrove Tanjung
Sekodi Kabupaten Bengkalis
Riau. Biogenesis 2(1). 1-7
Onrizal dan Kusmana C. 2005. Ekologi
Hutan
Indonesia .
Medan:
Departemen Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera
Utara

Pramudji. 2003. Keanekaragaman flora di
hutan mangrove
kawasan
pesisir Teluk Mandar, Polewali,
Propinsi Sulawesi Selatan:
Kajian pendahuluan. Biota 8(3).
135-142
Santoso. N., Bayu C. N., Ahmad F. S., dan
Ida F. 2005. Resep Makanan
Berbahan Baku Mangrove dan
Pemanfaatan Nipah. Jakarta:
Lembaga
Pengkajian
dan
Pengembangan Mangrove
Setyawan, A. D. 2005. Keanekaragaman
Tumbuhan Mangrove di Pantai
Utara dan Selatan Jawa
Tengah.
Tesis. Surakarta:
Program
Studi
Ilmu
Lingkungan
Universitas
Sebelas Maret
Soerianegara. I dan Indrawan A. 1978.
Ekologi Hutan. Bogor: Pusat
Pendididikan
Lembaga
Kerjasama Fakultas Kehutanan

19