ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (20)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI KOTA BOGOR
Oleh : EVA DWI PRIHARTANTI H14103031 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
EVA DWI PRIHARTANTI . Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor (dibimbing oleh WIDYASTUTIK ).
Persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya jumlah angkatan kerja yang cukup besar, sementara kesempatan kerja yang tersedia sangat terbatas jumlahnya sehingga menyebabkan timbulnya pengangguran. Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi mengharuskan pemerintah untuk menyediakan dan memperluas lapangan pekerjaan yang diperuntukkan bagi angkatan kerja tersebut. Salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja serta mampu mengurangi tingkat pengangguran ialah sektor industri. Oleh karena itu, usaha untuk menciptakan lapangan kerja baru yang dianggap sebagai salah satu pilihan terbaik saat ini adalah mengembangkan sektor industri.
Pembangunan sektor industri merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian khususnya bagi Kota Bogor. Selain itu, sektor industri merupakan sektor yang berpotensial dalam proses penyerapan tenaga kerja, karena sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor, dan (2) untuk menganalisis bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder tahunan dari tahun 1994 sampai 2005. Data diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor. Variabel yang digunakan dalam model ini adalah variabel upah, investasi, PDRB, jumlah perusahaan industri serta dummy krisis. Penelitian ini menggunakan analisis model regresi linier berganda dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Squares).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pada taraf nyata 5 persen adalah upah, investasi, PDRB, jumlah unit usaha dan dummy krisis. Untuk variabel upah secara signifikan berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor. Peningkatan upah di sektor industri yang tidak disertai dengan meningkatnya penerimaan yang diperoleh perusahaan akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri menurun.
Variabel investasi secara signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya nilai investasi, maka jumlah perusahaan yang bergerak pada sektor industri akan mengalami peningkatan sehingga menimbulkan peningkatan penyerapan akan tenaga kerja pada sektor industri.
Variabel PDRB memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat nilai PDRB di Kota Bogor pada sektor industri, maka dapat meningkatkan investor yang ingin menanamkan modalnya Variabel PDRB memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat nilai PDRB di Kota Bogor pada sektor industri, maka dapat meningkatkan investor yang ingin menanamkan modalnya
Variabel jumlah unit usaha yang ada di Kota Bogor secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja khususnya pada sektor industri. Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan baru khususnya pada sektor industri akan mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut.
Variabel dummy krisis telah memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri, yaitu dengan adanya krisis ekonomi akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja meningkat. Hal ini ditunjukkan ketika krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 lalu berakhir, banyak karyawan Korban PHK yang mulai menciptakan lapangan pekerjaan baru seperti Industri Kecil, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan akan penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, jumlah unit usaha ataupun jumlah perusahaan di Kota Bogor merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja khususnya dalam sektor industri. Untuk itu Pemerintah Kota Bogor diharapkan lebih berperan dalam meningkatkan pembangunan sektor industri khususnya pada pengembangan dan perluasan Industri Kecil dan Industri Rumah Tangga, yaitu dengan cara mempermudah dalam proses pemberian kredit dari Lembaga Keuangan seperti Bank, menurunkan suku bunga kredit, dan memberikan dukungan serta pendampingan dari Pemerintah.
Selain itu, untuk lebih meningkatkan nilai investasi yang juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja, maka diharapkan Pemerintah dapat lebih menciptakan iklim investasi yang kondusif, seperti dengan melakukan promosi investasi ke luar daerah, dan mempermudah perijinan investasi, sehingga nilai PDRB Kota Bogor lebih meningkat. Hal ini bertujuan untuk lebih membuka dan mengembangkan kesempatan kerja baru, karena dengan adanya peningkatan kesempatan kerja baru diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta mampu mengurangi angka pengangguran di Kota Bogor.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI KOTA BOGOR
Oleh : EVA DWI PRIHARTANTI H14103031
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa proposal penelitian yang ditulis oleh : Nama Mahasiswa
: Eva Dwi Prihartanti
Nomor Registrasi Pokok : H14103031 Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi
yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor
Analisis
Faktor-faktor
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Widyastutik, S.E., M.Si. NIP. 132 311 725
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR - BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Eva Dwi Prihartanti H14103031
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Eva Dwi Prihartanti lahir pada tanggal 27 April 1985 di Bogor, Jawa Barat. Penulis anak ke dua dari empat bersaudara, dari pasangan Walidi dan Sariyati. Dalam jenjang Pendidikan, penulis menamatkan Sekolah Dasar pada SD Rimba Putra, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 2 dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU Rimba Madya dan lulus pada tahun 2003.
Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai Mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai Mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi Mahasiswa penulis aktif dalam Organisasi Kemahasiswaan, salah satunya adalah mengikuti organisasi HIMPRO Ilmu Ekonomi (HIPOTESA) dan aktif di berbagai kepanitiaan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih serta rasa hormat kepada :
1. Widyastutik, S.E., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan sehingga pembuatan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik.
2. Dr. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dan sarannya dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Tanti Novianti, M.Si. selaku komisi pendidikan atas perbaikan dalam tata cara penulisan skripsi ini.
4. Orang tua penulis, Bapak Walidi dan Ibu Sariyati serta saudara-saudara penulis terutama Wahyu Purnamasari, Rachmat Tri Yulianto dan Voni Yulianti atas doa, perhatian dan dukungan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh staf di Disperindag dan Disnaker Kota Bogor, yang telah membantu dalam memberikan data dan informasi.
6. Teman-teman satu bimbingan Uti, Arum dan Ana atas dukungan, semangat dan kritik yang diberikan selama berlangsungnya pembuatan skripsi ini.
7. Teman-teman IE 40, khususnya kepada Asieh, Tanti, Prima, Desy, Nadia, Eka, Opie, Arie ”Ucup”, Onye, Echa, dan Ana ”Bunda” atas kebersamaannya selama empat tahun ini dan dukungannya dalam pembuatan skripsi ini.
8. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
9. Serta seluruh pihak yang telah berperan dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2007
Eva Dwi Prihartanti H14103031
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
12
2.1. Diagram Ketenagakerjaan .......................................................................
15
2.2. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap ..........................
16
2.3. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun .....................
24
2.4. Kerangka Konseptual Penelitian .............................................................
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor ..............................................
2. Hasil Analisis Penyerapan Tenaga Kerja ....................................................
3. Uji Ekonometrika ........................................................................................
4. Uji Normalitas .............................................................................................
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pelaksanaan pembangunan khususnya di bidang ekonomi tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan kesempatan kerja. Kesempatan kerja, kuantitas serta kualitas tenaga kerja menjadi indikator penting dalam pembangunan ekonomi, karena mempunyai fungsi yang menentukan dalam pembangunan, yaitu : (1) tenaga kerja sebagai sumber daya untuk menjalankan proses produksi dan distribusi barang dan jasa, dan (2) tenaga kerja sebagai sarana untuk menimbulkan dan mengembangkan pasar. Kedua fungsi tersebut memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus dalam jangka panjang, atau dapat dikatakan bahwa tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan (Suroto, 1992).
Persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya jumlah angkatan kerja yang cukup besar, sementara kesempatan kerja yang tersedia sangat terbatas sehingga menyebabkan timbulnya pengangguran. Pergeseran yang lebih cepat dari lapangan kerja sektor pertanian ke sektor non-pertanian khususnya ke sektor industri pengolahan merupakan salah satu usaha untuk mengatasi jumlah angkatan kerja yang terus meningkat.
Upaya diatas telah memberikan hasil yang cukup baik untuk wilayah Jawa Barat, karena jumlah tenaga kerja di wilayah tersebut kini didominasi oleh sektor pertanian, industri, dan perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini ditunjukkan pada pertumbuhan jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian, sektor industri, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dari tahun 2003 hingga tahun 2005 yang terus Upaya diatas telah memberikan hasil yang cukup baik untuk wilayah Jawa Barat, karena jumlah tenaga kerja di wilayah tersebut kini didominasi oleh sektor pertanian, industri, dan perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini ditunjukkan pada pertumbuhan jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian, sektor industri, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dari tahun 2003 hingga tahun 2005 yang terus
Tabel 1.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Jawa Barat, Tahun 2003-2005 (Orang)
Jumlah Penduduk yang Bekerja No Lapangan Pekerjaan 2003 2004 2005
2 Pertambangan dan
3 Industri Pengolahan 2.361.807
4 Listrik, Gas dan Air
6 Perdagangan, Hotel dan
7 Angkutan dan
8 Keuangan dan Jasa
14.795.247 14.598.311 15.011.002 Sumber : BPS Kota Bogor, Tahun 2006.
Selama periode tahun 2003-2005, sektor pertanian memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja terbesar dibanding sektor industri, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah 4.450.695 orang pada tahun 2005, sementara jumlah tenaga kerja pada sektor industri serta sektor perdagangan, hotel dan restoran hanya sebesar 2.743.602 orang dan 3.360.849 orang pada tahun yang sama. Namun di sisi lain, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) lebih kecil dibanding dengan sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDRB untuk setiap sektor di Propinsi Jawa Barat dari tahun 2003 hingga tahun 2005 pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2003-2005 (Persen)
Laju Pertumbuhan PDRB No Lapangan Usaha
2 Pertambangan dan Penggalian
3 Industri Pengolahan
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran
7 Angkutan dan Telekomunikasi
8 Keuangan dan Jasa Persewaan
8,30 8,33 Sumber : BPS Kota Bogor, Tahun 2006.
9 Jasa-jasa
Berdasarkan Tabel 1.2, maka laju pertumbuhan PDRB untuk sektor industri hingga tahun 2005 mencapai 42,67 persen dan untuk sektor pertanian hanya 14,11 persen. Hal ini menunjukkan sektor industri mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi khususnya dari segi pendapatan, walaupun dalam segi penyerapan tenaga kerja tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan sektor pertanian maupun sektor perdagangan, hotel dan restoran. Keadaan ini dijadikan peluang bagi sektor industri untuk memberikan kontribusinya tidak hanya pada PDRB tetapi juga dalam penyerapan tenaga kerja.
Berbeda dengan Jawa Barat, Kota Bogor merupakan wilayah yang salah satunya didominasi oleh sektor industri, selain dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. Sektor pertanian yang ada di Kota Bogor hanya berperan sebagai sektor penunjang dalam perekonomian. Hal ini disebabkan karena penduduk Kota Bogor cenderung lebih banyak bekerja pada sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dibandingkan dengan sektor pertanian.
Tabel 1.3. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Di Kota Bogor, Tahun 2003-2005 (Orang)
Jumlah Penduduk yang Bekerja No Lapangan Pekerjaan 2003 2004 2005
2 Pertambangan dan Penggalian
3 Industri Pengolahan 48.076
4 Listrik, Gas dan Air
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran
7 Angkutan dan Telekomunikasi
8 Keuangan dan Jasa Persewaan
274.720 331.625 Sumber : BPS Kota Bogor, Tahun 2006.
Total
Berdasarkan Tabel 1.3, menunjukkan bahwa sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Salah satunya dapat dilihat pada sektor industri, dimana aktivitas sektor industri di Kota Bogor pada tahun 2004 mengalami peningkatan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan sektor lainnya. Berbeda dengan sektor pertanian, dimana jumlah tenaga kerjanya terus mengalami penurunan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan terjadi pergeseran jumlah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, sehingga jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian menjadi menurun. Selain itu, sektor industri juga merupakan salah satu sektor yang memberikan kotribusi cukup besar dalam perekonomian Kota Bogor setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini dapat dilihat dari Nilai PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2005, pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4. Nilai PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2003-2005 (Juta Rupiah)
Nilai PDRB
No Lapangan Usaha
2 Pertambangan dan
- Penggalian
3 Industri Pengolahan
4 Listrik, Gas dan Air
6 Perdagangan, Hotel dan 988.571,26 1.029.072,26 1.071.266,44 Restoran
7 Angkutan dan
8 Keuangan dan Jasa
268.139,21 Sumber : BPS Kota Bogor, Tahun 2006.
Pembangunan sektor industri merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian Kota Bogor. Selain itu, sektor industri merupakan salah satu sektor yang sangat berpotensial dalam proses penyerapan tenaga kerja, karena sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
Aktivitas sektor industri di Kota Bogor terus mengalami perkembangan yang cukup baik setiap tahunnya. Berdasarkan Tahun 2003, sektor industri melibatkan 2.723 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 43.608 orang, dan pada tahun 2005 melibatkan 2.845 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 49.588 orang. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan jumlah unit usaha, yang secara tidak langsung membawa dampak positif terhadap permintaan jumlah tenaga kerja (Dinas Perindustrian,Perdagangan dan Koperasi, 2006). Oleh karena itu, sektor industri memiliki peranan penting dalam hal penyerapan tenaga kerja. Semakin tinggi angka penyerapan tenaga kerja maka diharapkan dapat mengurangi masalah ketenagakerjaan Aktivitas sektor industri di Kota Bogor terus mengalami perkembangan yang cukup baik setiap tahunnya. Berdasarkan Tahun 2003, sektor industri melibatkan 2.723 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 43.608 orang, dan pada tahun 2005 melibatkan 2.845 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 49.588 orang. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan jumlah unit usaha, yang secara tidak langsung membawa dampak positif terhadap permintaan jumlah tenaga kerja (Dinas Perindustrian,Perdagangan dan Koperasi, 2006). Oleh karena itu, sektor industri memiliki peranan penting dalam hal penyerapan tenaga kerja. Semakin tinggi angka penyerapan tenaga kerja maka diharapkan dapat mengurangi masalah ketenagakerjaan
1.2. Perumusan Masalah
Pembangunan industri di Kota Bogor diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur ekonomi yang seimbang dalam rangka menciptakan landasan perekonomian yang kuat atas kekuatan sendiri. Pembangunan yang diharapkan ialah pembangunan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Hal ini dilakukan dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran yang semakin tinggi di Kota Bogor.
Dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran maka pembangunan sektor industri di Kota Bogor harus ditopang dengan pertumbuhan tenaga kerja yang berkualitas. Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi oleh Kota Bogor saat ini cukup serius, mengingat jumlah angkatan kerja dari tahun ke tahun semakin bertambah sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk, sementara kesempatan kerja yang tersedia terbatas jumlahnya. Penyediaan kesempatan kerja yang besar sangat diperlukan untuk mengimbangi banyaknya jumlah penduduk yang memasuki pasar kerja, tidak tertampungnya pencari kerja pada tingkat kesempatan kerja yang tersedia akan menyebabkan terjadinya pengangguran yang akan membawa masalah yang lebih besar lagi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengangguran di Kota Bogor pada tahun 2002 yang mencapai 11.410 orang, dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 18.785 orang (BPS, 2006). Peningkatan jumlah angka pengangguran ini menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan yang tersedia lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah orang yang mencari kerja, dengan kata lain jumlah angkatan kerja menjadi lebih besar dibandingkan dengan kesempatan kerja yang ada.
Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi mengharuskan pemerintah untuk menyediakan dan memperluas lapangan kerja yang diperuntukkan bagi angkatan kerja tersebut. Salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja serta mampu mengurangi tingkat pengangguran ialah sektor industri. Oleh karena itu, usaha untuk menciptakan lapangan kerja baru yang dianggap sebagai salah satu pilihan terbaik saat ini adalah mengembangkan sektor industri baik dari sektor produksi (peningkatan kualitas dan kuantitas barang hasil produksi) maupun sektor distribusi (pemasaran dan penjualan).
Struktur perekonomian Kota Bogor saat ini selain didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restaurant, juga didominasi oleh sektor industri, yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja lebih tinggi. Tingginya angka penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan salah satunya ialah jumlah perusahaan industri. Apabila terjadi peningkatan dalam jumlah perusahaan yang bergerak di sektor industri, maka akan menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja baru dalam jumlah yang cukup besar. Selama beberapa tahun belakangan ini, perkembangan sektor industri di Kota Bogor terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah unit usaha, dan jumlah tenaga kerja di Kota Bogor yang terus berkembang. Pembangunan sektor industri berhasil meningkatkan jumlah industri dari 2.576 unit pada tahun 2001 meningkat menjadi 2.845 unit pada tahun 2005. Bertambahnya unit usaha tersebut berdampak pada penyerapan tenaga kerja dari 42.014 orang pada tahun 2001 meningkat menjadi 49.588 orang pada tahun 2005 (Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, 2006).
Data diatas merupakan penggabungan dari industri berskala menengah/besar dan industri kecil yang terdiri dari industri kecil formal maupun industri kecil non formal.
Hal ini membuktikan bahwa sektor industri mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Tingginya penyerapan tenaga kerja dalam sektor industri diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan pendapatan daerah di Kota Bogor.
Selain jumlah perusahaan industri, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi tingginya tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Oleh karena itu, untuk mengetahui faktor-faktor tersebut maka dalam Penelitian ini dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor ?
2. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor,
2. Menganalisis bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemerintah Kota mengenai keadaan angkatan kerja dan tingkat kesempatan kerja yang ada di Kota Bogor, sehingga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan untuk menyusun kebijakan yang dapat menunjang pembangunan daerah Kota Bogor terutama kebijakan di bidang ketenagakerjaan, khususnya mengenai perluasan dan pemerataan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan tambahan masyarakat dan dijadikan sebagai bahan kepustakaan bagi penelitian lebih lanjut.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Industri yang digunakan dalam penelitian ini mencakup industri non migas yang terdiri dari industri makanan, industri tekstil, serta industri-industri lainnya. Selain itu, industri tersebut meliputi industri besar, menengah serta industri kecil dan rumah tangga, yang didasarkan dari pemakaian jumlah tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Industri
Industri ialah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk rancang bangun dan perekayasaan industri. Industri terdiri dari kelompok industri hulu atau dasar, kelompok industri hilir atau aneka industri dan industri kecil (UU No.5 Tahun 1984 dalam Yusman, 2004).
Industri merupakan kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang bersifat erat (Hasibuan, 1993). Menurut Dumairy (2000) istilah industri memiliki dua arti, yaitu : (1) industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, dan (2) industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.
Sektor industri digolongkan menjadi industri besar, sedang dan kecil serta industri rumah tangga dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Apabila tenaga kerja yang digunakan diatas 99 orang maka termasuk dalam industri besar, antara 20-99 orang termasuk dalam industri sedang, dan untuk industri kecil tenaga kerja yang digunakan antara 5-19 orang, sedangkan untuk industri rumah tangga maka jumlah tenaga kerja yang digunakan ialah kurang dari 5 orang (BPS, 2000).
2.2. Ketenagakerjaan
Tenaga kerja adalah setiap orang yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat (UU RI
No.13 dalam Disnaker, 2003). Sektor tenaga kerja merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan ekonomi khususnya dalam upaya pemerintah menanggulangi kemiskinan. Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan, sehingga kemakmuran suatu Negara atau daerah banyak tergantung kepada pemanfaatan tenaga kerja seefektif mungkin.
Upaya yang dilakukan dengan menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai, diharapkan dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahunnya. Perkembangan jumlah tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan akan menyebabkan tingkat kesempatan atau penyerapan tenaga kerja cenderung menurun.
Penduduk terbagi menjadi dua bagian yaitu penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Sesuai dengan UU No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, maka telah ditetapkan batas usia kerja penduduk Indonesia menjadi 15 tahun. Oleh karena itu, pada tanggal 1 Oktober 1998 tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih (Simanjuntak, 1998).
Penduduk usia kerja terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari (a) golongan yang bekerja, dan (b) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Golongan yang tidak termasuk dalam angkatan kerja adalah mereka yang khusus melakukan kegiatan bersekolah, mengurus rumah tangga, atau melakukan kegiatan lainnya dan sama sekali tidak bekerja atau mencari pekerjaan. Penggolongan penduduk tersebut dapat dilihat pada diagram ketenagakerjaan
Gambar 2.1.
Penduduk
Bukan usia kerja
Usia kerja
Bukan Angkatan kerja Angkatan kerja
Sekolah Mengurus
Lain-lain
Rumah Tangga
Bekerja
Mencari pekerjaan
Sumber : Disnaker (2003).
Gambar 2.1. Diagram Ketenagakerjaan
Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2.1, golongan angkatan kerja terdiri atas penduduk yang bekerja dan yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan. Menurut BPS (2000), bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling sedikit satu jam secara terus menerus selama seminggu yang lalu. Kegiatan bekerja ini mencakup baik yang sedang bekerja maupun yang memiliki pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak aktif bekerja, misalnya karena cuti, sakit dan sejenisnya. Sementara yang dimaksud dengan mencari pekerjaan adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh pekerjaan.
Selain golongan angkatan kerja, penduduk usia kerja juga terdiri atas golongan bukan angkatan kerja. Golongan bukan angkatan kerja terdiri dari tiga golongan, yaitu:
a) golongan yang masih bersekolah, yaitu mereka yang kegiatannya hanya atau terutama sekolah, b) golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus rumah a) golongan yang masih bersekolah, yaitu mereka yang kegiatannya hanya atau terutama sekolah, b) golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus rumah
2.3. Teori Permintaan Tenaga Kerja
Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa banyak suatu perusahaan akan mempekerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat upah pada suatu periode tertentu. Permintaan atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang tersebut memberikan kegunaan kepada pembeli. Akan tetapi bagi pengusaha, mempekerjakan seseorang bertujuan untuk membantu memproduksi barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived demand) (Simanjuntak, 1998).
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan kepada teori neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja didasarkan pada : (1) tambahan hasil marjinal yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha dengan penambahan seorang pekerja. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau marjinal physical product dari tenaga kerja (MPP L ), (2) penerimaan marjinal yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut. Jumlah uang ini Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan kepada teori neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja didasarkan pada : (1) tambahan hasil marjinal yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha dengan penambahan seorang pekerja. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau marjinal physical product dari tenaga kerja (MPP L ), (2) penerimaan marjinal yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut. Jumlah uang ini
Peningkatan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang-barang yang dihasilkan oleh sektor industri, maka jumlah tenaga kerja yang diminta oleh suatu perusahaan akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Upah VMPP D 1
L = MPP L .P D
1 L* L
Tenaga Kerja
Sumber : Bellante dan Jackson, 1990.
Gambar 2.2. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap
Keterangan : VMPP = Value Marginal Physical Product of Labor (Nilai Pertambahan Hasil Marjinal
Tenaga Kerja)
P = Harga jual barang per unit
W = Upah L = Tenaga Kerja
Peningkatan jumlah tenaga kerja oleh perusahaan tidak dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan tinggi. Dalam jangka pendek, perusahaan akan lebih mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang, kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan direspon oleh perusahaan dengan menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru.
Suatu perusahaan akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Jika w mengalami penurunan, maka perusahaan akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan tingkat upah ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Upah W 1
D L =VMMP L (MPP L . P)
Tenaga Kerja
Sumber : Bellante dan Jackson, 1990.
Gambar 2.3. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun
Pada Gambar 2.3, kurva D L melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (VMMP L ) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain, menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang Pada Gambar 2.3, kurva D L melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (VMMP L ) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain, menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang
* tingkat upah di suatu perusahaan diturunkan menjadi W , maka jumlah tenaga kerja yang diminta meningkat menjadi L * .
2.4. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu (Rahardjo, 1984). Penyerapan tenaga kerja diturunkan dari fungsi produksi suatu aktivitas ekonomi. Produksi merupakan transformasi dari input atau masukan (faktor produksi) ke dalam output atau keluaran. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K), maka fungsi produksinya adalah:
Q t =f(L t ,K t ) (2.1) sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut Model Neoklasik adalah sebagai berikut :
π t = TR – TC (2.2) dimana : TR = p t .Q t (2.3) Dalam menganalisa penentuan penyerapan tenaga kerja, diasumsikan bahwa hanya ada dua input yang digunakan, yaitu Kapital (K) dan Tenaga Kerja (L). Tenaga Kerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (w) sedangkan untuk Kapital (K) diukur dengan tingkat suku bunga (r).
TC = r t K t +w t L t (2.4) dengan mensubstitusikan persamaan (2.1), (2.3), (2.4) ke persamaan (2.2) maka diperoleh :
π t =p t .Q t -r t K t –w t L t (2.5)
Jika ingin mendapatkan keuntungan maksimum, maka turunan pertama fungsi keuntungan diatas harus sama dengan nol( π’=0), sehingga didapatkan :
w t L t =p t . f(L t ,K t ) – r t K t t = (2.6) L p t . f(L t ,K t ) – r t K t /w t (2.7) dimana : L t
= Permintaan Tenaga Kerja w t
= Upah Tenaga Kerja p t = Harga jual barang per unit K t = Kapital ( Investasi) r t = Tingkat Suku Bunga Q t = Output (PDRB) Berdasarkan pada persamaan diatas, dapat diketahui bahwa permintaan tenaga
kerja (L t ) merupakan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan), tingkat suku bunga (r) dan tingkat upah (w).
Hukum Permintaan tenaga kerja pada hakekatnya adalah semakin rendah upah dari tenaga kerja maka semakin banyak permintaan dari tenaga kerja tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka perusahaan akan mencari tenaga kerja lain yang upahnya lebih rendah dari yang pertama. Hal ini karena dipengaruhi oleh banyak faktor, yang diantaranya adalah besarnya jumlah penduduk, harga dari tenaga kerja (upah) dan skill yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. Selain itu, faktor-faktor eksternal seperti terjadinya krisis moneter juga sangat mempengaruhi struktur penyerapan tenaga kerja dalam suatu perekonomian (Galbraith dan Darity dalam Fudjaja, 2002).
Menurut Fudjaja (2002), jumlah perusahaan industri menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat ketika setiap terjadi Menurut Fudjaja (2002), jumlah perusahaan industri menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat ketika setiap terjadi
Berdasarkan dari uraian diatas, maka fungsi ekonomi dari tingkat penyerapan tenaga kerja sektor industri adalah sebagai berikut:
PT t = f (U Riil t , I Riil t , PDRB Riil t ,UU t , DK t ) (2.8)
dimana: PT t
= Jumlah tenaga kerja yang diserap pada sektor industri (orang) U Riil t
= Nilai upah riil untuk sektor industri (rupiah)
I Riil t = Investasi riil pada sektor industri (rupiah) PDRB Riil t = PDRB riil pada sektor industri (rupiah) UU t
= Jumlah unit usaha (unit) DK t
= Dummy krisis
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang penyerapan tenaga kerja pernah dilakukan oleh Suzana (1990) dalam tulisannya yang berjudul Peranan Sektor Tersier dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Sulawesi Utara, menyimpulkan bahwa sektor primer (A) merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar di Sulawesi Utara. Namun, proporsinya terhadap total kesempatan kerja ternyata menurun dari 68,28 persen pada tahun 1971 Penelitian tentang penyerapan tenaga kerja pernah dilakukan oleh Suzana (1990) dalam tulisannya yang berjudul Peranan Sektor Tersier dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Sulawesi Utara, menyimpulkan bahwa sektor primer (A) merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar di Sulawesi Utara. Namun, proporsinya terhadap total kesempatan kerja ternyata menurun dari 68,28 persen pada tahun 1971
Seperti halnya sektor sekunder (M) maka sektor tersier (S) pula mengalami kenaikan dari 24,90 persen pada tahun 1971 menjadi 30,59 persen pada tahun 1985. Hal ini menunjukkan bahwa di Sulawesi Utara pada dua dekade terakhir telah terjadi pergeseran kesempatan kerja dari sektor primer (A) ke sektor sekunder (M) dan tersier (S). Sektor sekunder (M) pada periode 1971-1985 mempunyai pertumbuhan kesempatan kerja yang paling tinggi kemudian disusul sektor tersier (S) dan primer (A). Selain itu, sektor sekunder merupakan sektor yang baik dalam penyerapan tenaga kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Fazrian (2005) yang berjudul ”Peran Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Kota Bogor” menjelaskan bahwa jenis agroindustri yang terdapat di Kota Bogor merupakan industri yang mengolah hasil sumberdaya utama dari sektor pertanian. Hal ini dilihat dari komoditas hasil pertanian yang umum banyak ditanam para petani seperti kopi, kacang kedelai, padi, dan sebagainya. Peranan tenaga kerja dan modal dalam upaya peningkatan produksi agroindustri sangat menentukan. Hal ini dapat dilihat dari koefisien regresi untuk komoditas ubi kayu dan tahu. Pengujian hipotesis secara keseluruhan baik penyerapan tenaga kerja maupun modal terhadap komoditi ubi kayu dan tahu cukup signifikan. Ini bisa dilihat dari uji F-hit dimana nilai F-hit untuk ubi kayu dan tahu lebih besar dari F tabel-nya (F-hit ubi kayu = 358,23, F-tabel 2,06, F- hit tahu =36,68, F-tabel =2,09) untuk taraf nyata 5 persen. Berdasarkan koefisien peubah bebas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja di sektor agroindustri mampu terserap dalam jumlah yang cukup banyak.
Menurut Octivaningsih (2006) dalam ”Analisis Pengaruh Nilai Upah Minimum Kabupaten terhadap Investasi, Penyerapan Tenaga Kerja, dan PDRB di Kabupaten Bogor”, menyatakan bahwa besarnya penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur sangat dipengaruhi oleh nilai UMK. Nilai UMK berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur di Kabupaten Bogor. Peningkatan nilai UMK di sektor manufaktur sebesar 1 persen akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur sebesar 0,61047 persen. Nilai UMK tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor non manufaktur di Kabupaten Bogor. Kondisi ini terjadi karena pada sektor non manufaktur di Kabupaten Bogor, para pekerja bersedia bekerja pada berapapun tingkat upah agar kebutuhan hidup mereka dapat tercukupi. Pengaruh nilai UMK terhadap PDRB di Kabupaten Bogor jika dilihat dari pengaruh nilai UMK terhadap penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur dan non manufaktur adalah negatif. Hal tersebut dikarenakan nilai dugaan parameter UMK sektor non manufaktur tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor non manufaktur.
Penelitian terdahulu membahas tentang peranan sektor agroindustri, sektor tersier maupun sektor manufaktur terhadap penyerapan tenaga kerja, serta membahas tentang dampak yang terjadi akibat adanya upah minimum regional terhadap penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, penelitian ini lebih membahas pada :
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja untuk sektor industri dan dengan menambahkan variabel jumlah perusahaan industri di Kota Bogor,
3. Melihat faktor yang lebih berpengaruh terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor,
4. Lingkupnya hanya pada sektor industri yang ada di Kota Bogor, dimana Kota Bogor memiliki karakteristik yang berbeda dengan Kabupaten Bogor.
2.6. Pemikiran Penelitian
Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pembangunan ekonomi sangat penting dilakukan oleh setiap wilayah, tidak hanya sekedar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan tetapi harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada didalamnya. Namun, tidak semua proses pembangunan dapat berjalan dengan baik atau sesuai dengan rencana. Hal ini dikarenakan terdapat permasalahan yang membuat pembangunan ekonomi menjadi terhambat.
Permasalahan mendasar yang seringkali dihadapi oleh suatu wilayah tak terkecuali Kota Bogor ialah masalah di bidang ketenagakerjaan. Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi Kota Bogor, yaitu meningkatnya jumlah penduduk yang secara langsung dapat mempengaruhi jumlah angkatan kerja, sementara pertumbuhan jumlah kesempatan kerja yang ada tidak sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja itu sendiri. Hal ini dapat menyebabkan tingkat pengangguran semakin meningkat. Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi mengharuskan Pemerintah untuk menyediakan dan memperluas lapangan kerja yang diperuntukkan bagi angkatan kerja tersebut. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan Pemerintah untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan yaitu dengan meningkatkan lapangan kerja atau sektor usaha yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dan salah satunya ialah sektor industri.
Pada dasarnya pembangunan industri ditunjukkan untuk menciptakan struktur ekonomi dengan titik berat pada industri yang maju. Oleh karena itu, pembangunan sektor industri secara nyata harus menjadi penggerak utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan sekaligus dapat menjadi penyedia lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Sektor industri yang berada di Kota Bogor merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Selain itu, sektor tersebut juga telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam hal pendapatan sehingga dapat meningkatkan perekonomian Kota Bogor itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mengetahui permasalahan yang terjadi maka diperlukan suatu upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor seperti Upah, Investasi, PDRB, Jumlah Unit Usaha serta Dummy Krisis. Selain itu untuk melihat seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh faktor-faktor tersebut terhadap proses penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor. Adapun pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.4.
Pasar Tenaga Kerja di Kota Bogor
Permintaan Tenaga Kerja
Industri Pengolahan (Non Migas)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan
Tenaga Kerja
Upah Riil
Investasi Riil
PDRB Riil
Unit Usaha
Rekomendasi Kebijakan dalam rangka meningkatkan penyerapan tenaga kerja
pada sektor industri di Kota Bogor.
Gambar 2.4. Kerangka Konseptual Penelitian
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder, mulai dari tahun 1994 sampai 2005. Data diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Tenaga Kerja Kota Bogor, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dan BAPEDA Kota Bogor, seperti data PDRB, Jumlah Penduduk, data tentang perkembangan industri di Kota Bogor, dll. Selain itu, data juga diperoleh dari studi kepustakaan dan literatur lain yang berhubungan dengan penelitian.
3.2. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis metode analisis, yaitu metode diskriptif dan kuantitatif. Penggunaan metode diskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi jumlah tenaga kerja khususnya pada sektor industri dan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap proses penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor yang merupakan tujuan awal dari penelitian.
Model ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linier berganda dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Squares). Regresi berganda adalah persamaan regresi yang melibatkan tiga atau lebih variabel dalam suatu analisa. Menurut Gujarati (1978), OLS dapat menjadi suatu metode analisis regresi yang kuat dengan menggunakan beberapa asumsi, yaitu:
1. Nilai rata-rata hitung dari deviasi yang berhubungan dengan setiap variabel bebas harus sama dengan nol,
2. Variasi unsur sisa menyebar normal,
4. Tidak ada korelasi berurutan (autokorelasi) dalam setiap variabel dalam model,
5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linear yang pasti antara variabel bebas.
3.3. Model Ekonometrika Untuk Analisis Data
Penelitian ini menggunakan fungsi regresi berganda, dan diasumsikan dipengaruhi oleh variabel-variabel yang telah ditetapkan. Secara sistematis, model fungsi penyerapan tenaga kerja yang akan digunakan dapat ditulis sebagai berikut:
LogPT t =a 0 +a 1 LogU Riil t +a 2 LogI Riil t +a 3 LogPDRB Riil t +a 4 LogUU t +a 5 DK t + ε t
dimana: PT t
= Jumlah tenaga kerja yang diserap pada sektor industri (orang) U Riil t
= Nilai upah riil pada sektor industri (rupiah)
I Riil t = Investasi riil pada sektor industri (rupiah) PDRB Riil t = PDRB riil pada sektor industri (rupiah) UU t = Jumlah unit usaha (unit) DK t
= Dummy krisis, dimana D=0 saat sebelum krisis (tahun 1994-1996), dan D=1 sesudah krisis (tahun 1997-2005)
ε t = Faktor gangguan Kriteria pengujian yang dilakukan terhadap model persamaan tersebut yaitu dengan menggunakan pengujian statistik, ekonometrik, dan ekonomi. Pengujian statistik
2 yang dimaksud meliputi uji R , uji t dan uji F, sedangkan pengujian ekonometrik adalah untuk mengestimasi parameter regresi dengan menggunakan OLS. Maka dari itu harus
menggunakan enam asumsi klasik untuk melihat ada atau tidaknya pelanggaran terhadap enam asumsi tsb. Hal ini dapat dilakukan melalui uji multikolinearitas, uji menggunakan enam asumsi klasik untuk melihat ada atau tidaknya pelanggaran terhadap enam asumsi tsb. Hal ini dapat dilakukan melalui uji multikolinearitas, uji
3.3.1. Uji Statistik
3.3.1.1. Uji koefisien Determinan R 2
Nilai koefisien determinan (R 2 ) digunakan untuk melihat seberapa besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas yang terpilih terhadap variabel tidak bebas. Sifat dari R² adalah besarannya yang selalu bernilai positif namun lebih kecil dari satu (0 ≤ R² ≤ 1). Jika R² bernilai satu maka terjadi kecocokan sempurna dimana variabel tak bebas dapat dijelaskan oleh garis regresi, sedangkan jika nilainya nol itu berarti tidak ada varians variabel tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebas. Oleh karena itu, semakin dekat nilai R² dengan satu maka model tersebut semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas, demikian juga sebaliknya. Untuk menghitung R², maka dapat menggunakan rumus di bawah ini:
R² = JKR (3.2)
JKT dimana:
R² : Koefisien determinasi JKR : Jumlah kuadrat regresi JKT : Jumlah kuadrat total
3.3.1.2. Uji t-Statistik
Uji-t digunakan untuk melihat pengaruh secara sendiri-sendiri dari setiap variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Selain itu, pengujian ini juga dilakukan Uji-t digunakan untuk melihat pengaruh secara sendiri-sendiri dari setiap variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Selain itu, pengujian ini juga dilakukan
H 0 : a i =0
i = 1,2,3,…..k
H 1 : a i ≠0 t-hitung = a i
(3.3) S(a) t-tabel = t α / 2(n-k) dimana : S(a) = Simpangan baku koefisien dugaan Kriteria uji :
t-hitung > t α / 2(n-k) , maka tolak H 0
t-hitung < t α / 2(n-k) , maka terima H 0
Jika H 0 ditolak dalam kriteria uji-t berarti variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, dan sebaliknya jika H 0 diterima berarti variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Semakin besar nilai t-hit maka akan semakin kuat bukti bahwa variabel tersebut signifikan secara statistik.
3.3.1.3. Uji F-Statistik
Selain uji signifikan t-stat, ada juga uji signifikan serentak yaitu uji F-stat. Uji ini digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan dari pergerakan seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap pergerakan dari variabel tak bebasnya dalam suatu persamaan. Hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan adalah variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Hal ini disebut sebagai hipotesis nol.
H 0 : a i =0
H 1 : minimal ada salah satu a i ≠0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F :
F Hitung = R² / k – 1 (3.4)
(1-R²) / n-k
F tabel = F α(k-1,n-k) Kriteria uji : F-hitung > F α(k-1,n-k) , maka tolak H 0
F-hitung < F α(k-1,n-k) , maka terima H 0
dimana : R
= Koefisien Determinasi n
= Banyaknya data k