PEMANFAATAN METODE DAN GEOLISTRIK RESISTIVIT

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIRTANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK PENDUGAAN
AIR BAWAH TANAH DAN PENENTUAN SALINITAS AIR, STUDI KASUS
KAMPUNG WARNAB, KELURAHAN BONKAWIR, KABUPATEN RAJA AMPAT,
PROVINSI PAPUA BARAT
Taufiq Bakhtiar Ramadhan1*
Wahju Krisna Hidajat2
1
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang
*corresponding author: taufiq.bakhtiar.ramadhan@gmail.com

ABSTRAK
Survei geolistrik adalah salah satu metode geofisika untuk menduga kondisi hidrogeologi
bawah permukaan berdasarkan sifat kelistrikan batuan. Perbedaan sifat kelistrikan batuan
antara lain disebabkan karena perbedaan macam mineral penyusun, porositas dan permeabilitas
batuan. Pengukuran geolistrik di lokasi penelitian menggunakan konfigurasi Schlumberger,

dengan cara memberi arus listrik ke dalam tanah serta diukur besarnya nilai tahanan jenis semu
batuan. Penelitian dilakukan pada 3 titik di Kampung Warnab, Kelurahan Bonkawir, Kabupaten
Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Dari hasil interpretasi data geolistrik pada ketiga lokasi
pengukuran, jenis litologi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan nilai tahanan
jenis. Litologi batulempung dengan nilai tahanan jenis 0,01 – 10 Ωm; batulanau 10 – 20 Ωm,
tuf 20 – 35 Ωm, batupasir 35 – 300 Ωm, dan konglomerat > 300 Ωm. Urutan lapisan batuan
dari yang paling berpotensi sampai kurang berpotensi menyimpan air adalah lapisan batupasir,
konglomerat, tuf, batulanau dan batulempung. Pada titik 1 kedalaman akuifer berada pada 25,6
– 41,3 m, di titik 2 berada pada 5,4 – 9,15, dan di titik 3 berada pada 44,2 – 75,4 m. Penentuan
kadar salinitas air dilakukan melalui pengamatan lebih detail pada masing – masing akuifer,
dimana air dengan salinitas tinggi akan memiliki nilai tahanan jenis yang rendah, yaitu pada
titik 3. Dapat disimpulkan bahwa lokasi yang paling direkomendasikan untuk pembuatan sumur
airtanah adalah titik 3 karena berada pada kedalaman yang cukup dalam dengan ketebalan
lapisan batupasir yang tebal sebagai akuifer sehingga diperkirakan keterdapatan airtanah pada
titik ini melimpah.
Kata kunci : Warnab, Geolistrik, Akuifer, Salinitas
1. Pendahuluan
Survei geolistrik adalah salah satu metode geofisika untuk menduga kondisi hidrogeologi
bawah permukaan, khususnya macam batuan dan kondisi keairan berdasarkan sifat kelistrikan
batuan. Berdasarkan data sifat kelistrikan batuan yang berupa nilai tahanan-jenis (resistivity),

masing-masing harga tahanan jenis dikelompokkan dan ditafsirkan dengan mempertimbangkan
kondisi geologi setempat. Perbedaan sifat kelistrikan batuan antara lain disebabkan karena
perbedaan macam mineral penyusun, porositas dan permeabilitas batuan (kandungan airtanah)
dan sebagainya. Dengan demikian berdasarkan beberapa faktor seperti tersebut di atas maka
data sifat kelistrikan batuan dapat digunakan untuk menginterpretasikan kandungan airtanah.
1.1. Peralatan
Alat yang digunakan dalam survei geolistrik ini adalah Resistivity-meter digital merk
NANIURA NRD 300 HF, dan peralatan tambahan yaitu 2 rol kabel arus, @ 300 m, 2 rol kabel
potensial @ 50 m, 5 elektroda non polarized steel dan 4 handy-talky

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIRTANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

1.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian geolistrik terletak di pesisir pantai selatan Raja Ampat, Papua Barat yang
dilakukan 3 lokasi pengukuran geolistrik yaitu RAM 1 dengan elevasi 13 m, RAM 2 dengan
elevasi 11 m, dan RAM 3 dengan koordinat elevasi 17 m, seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 1.
1.3. Kondisi Geologi

Lokasi penelitian merupakan daerah yang termasuk ke dalam satuan morfologi dataran, jenis
batuan/litologi daerah ini berupa batuan sedimen dan sedikit batuan vulkanik. Berdasarkan
satuan litologi yang mengacu dari peta geologi regional, maka pada daerah penelitian di
Kabupaten Raja Ampat dibagi menjadi beberapa satuan litologi yang termasuk ke dalam
Formasi Rumai (Temr) yang terdiri dari perselingan antara batulanau, batulempung dan tuf
dengan sisipan batupasir dan konglomerat yang merupakan endapan turbidit. Formasi ini
berumur Eosen-Miosen, terendapkan di lingkungan laut dangkal dan terbuka dengan tebal
formasi sekitar 600 hingga 925 m. Geologi regional di daerah penelitian dapat dilihat pada
Gambar 2.
2. Metode Penelitian
Pengukuran besarnya tahanan-jenis batuan di bawah permukaan tanah dengan
menggunakan vertical electrical sounding (VES), bertujuan untuk mengetahui variasi susunan
lapisan batuan di bawah tanah secara vertikal, dengan cara memberi arus listrik ke dalam tanah
serta diukur besarnya nilai tahanan jenisnya. Nilai tahanan jenis batuan yang diukur langsung
di lapangan adalah nilai tahanan jenis semu (apparent resistivity). Oleh karena itu nilai tahanan
jenis di lapangan harus dihitung dan dianalisis untuk mendapatkan nilai tahanan jenis
sebenarnya melalui penyamaan (matching) kurva lapangan dengan kurva baku dan bantu.
Metode yang digunakan dalam pengukuran geolistrik adalah menggunakan konfigurasi
Schlumberger, dengan skema peralatan seperti dapat dilihat pada Gambar 3. Untuk penelitan
ini digunakan panjang bentangan arus maksimum 200 meter dan panjang bentangan elektroda

potensial maksimum 25 meter.
3. Data dan Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat didapat dari
perhitungan dan analisis data pengukuran tahanan jenis sebanyak 3 titik pengukuran, yaitu titik
pengukuran RAM 1, RAM 2, dan RAM 3, yang dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel
3. Pada titik pengukuran RAM 1 diketahui lapisan penyimpan airtanah adalah batuan yang
berada di lapisan 1, 3, 5, dan 9, yaitu tuf dengan tahanan jenis 24-26 Ωm dan batupasir dengan
tahanan jenis 100-102 Ωm. Pada titik ini, akuifer yang paling berpotensi berada pada lapisan 9
yang berada pada kedalaman 25,6-41,3 m dengan litologi batupasir. Lapisan 5 memiliki
ketebalan lapisan yang tidak begitu tebal dibandingkan dengan lapisan 9, tetapi lapisan ini
berada pada kedalaman yang lebih rendah sehingga memiliki resiko adanya kontaminasi dari
permukaan. Lapisan batupasir sebagai penyusun akuifer memiliki porositas dan permeabilitas
yang baik sehingga diperkirakan pada lapisan ini mampu menyimpan dan mengalirkan airtanah
secara baik apabila ingin dimanfaatkan airtanahnya. Kandungan salinitas airnya pun
diperkirakan netral, dilihat dari besaran tahanan jenis yang tinggi dan lokasi pengukuran yang
jauh dari air laut.
Pada titik pengukuran RAM 2 diketahui lapisan penyimpan airtanah adalah batupasir yang
berada di lapisan 3 dan 6 dengan besaran tahanan jenis 48-56 Ωm. Pada titik ini, akuifer yang
paling berpotensi berada pada layer 6 yang berada pada kedalaman 5,4-9,15 m, karena pada
kedua lapisan ini memiliki ketebalan lapisan yang tebal walaupun berada pada kedalaman yang

cukup dangkal sehingga risiko adanya kontaminasi dari permukaan dan adanya pengaruh

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIRTANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

musim terhadap ketersediaan airtanah. Kontaminasi dari permukaan diperkirakan dapat
mempengaruhi kandungan salinitas air walaupun besaran angka tahanan jenis yang masih tinggi
sehingga kecil kemungkinan untuk mendapatkan angka salinitas yang tinggi.
Pada titik pengukuran RAM 3 diketahui lapisan penyimpan airtanah adalah batupasir dan
tuf yang berada di layer 1, 3, 6, 7, 10, dan 11. Batupasir memiliki rentang tahanan jenis 89-107
Ωm dan tuf memiliki rentang tahanan jenis 24-34 Ωm. Pada titik ini, akuifer yang paling
berpotensi berada pada layer 10 dan 11 yang berada pada kedalaman 44,2-75,4 m karena pada
kedua layer ini memiliki ketebalan lapisan yang lebih tebal dan berada pada kedalaman yang
cukup dalam sehingga risiko adanya kontaminasi dari permukaan dan pengaruh musim
terhadap ketersediaan airtanah dapat dikurangi. Lapisan batupasir sebagai penyusun akuifer
memiliki porositas dan permeabilitas yang baik sehingga diperkirakan pada lapisan ini mampu
menyimpan dan mengalirkan airtanah secara baik apabila ingin dimanfaatkan airtanahnya.
Kondisi salinitas air pada masing-masing akuifer diperkirakan netral, karena memiliki angka
tahanan jenis yang tinggi walaupun lokasi pengukuran yang berada dekat dengan air laut dapat

memungkinkan terjadinya intrusi air laut pada akuifer.
4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
4.1.Hasil analisis dan interpretasi data geolistrik pada lokasi pengukuran geolistrik di 3 titik
pengukuran yang telah dilakukan dan mempertimbangkan kondisi hidrogeologi serta
memperhatikan referensi kisaran tahanan jenis batuan terhadap air, maka dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok batuan berdasarkan nilai tahanan jenis
sebenarnya.
4.2.Urutan lapisan batuan dari yang paling berpotensi sampai kurang berpotensi adalah lapisan
batupasir, tuf, konglomerat, batulanau dan batulempung.
4.3.Posisi kedalaman akiufer pada titik pengukuran RAM 1 berada di kedalaman 25,6-41,3 m
dengan kandungan salinitas normal, pada titik pengukuran RAM 2 berada di kedalaman
5,4-9,15 m dengan kandungan salinitas yang normal namun rawan terkontaminasi dari
permukaan, dan pada titik pengukuran RAM 3 berada di kedalaman 44,2-75,4 dengan
kandungan salinitas normal namun rawan terkena pengaruh intrusi air laut.
Acknowledgements
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Laboratorium Hidrogeologi Universitas Diponegoro atas
sarana dan kesempatan dalam akuisisi data, dan Bapak Wahju Krisna Hidajat atas bimbingan
kehidupan yang telah diberikan.
Daftar Pustaka

Parasnis, D.S. 1972. Principles of Applied Geophysics. London: Chapman and Hall Ltd.
Santoso, Djoko. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Srijatno.1980. Geofisika Terapan. Bandung:Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung.
Supriatna, dkk. 1995. Geologi Pulau Papua. Bandung : Institut Teknologi Bandung
Telford, Geldart dan Sheriff. 1976. Applied Geophysics, 2nd edition. New York:Cambridge
University Press.

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIRTANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

Gambar 1. Lokasi Pengukuran Geolistrik

Lokasi pengambilan data geolistrik pada 3 titik di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat (Google
Image, 2016).

Gambar 2. Geologi Regional Daerah Penelitian

Daerah penelitian berada pada Formasi Rumai (Temr) yang terdiri dari perselingan batulanau,
batulempung, tuf dengan sisipan batupasir dan konglomerat sebagai bagian dari endapan turbidit.


PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIRTANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

Gambar 3. Skema Survei Geolistrik Metode Schlumberger
I
V
A

a

M

N
O

B

b


Keterangan : V = beda potensial (miliVolt), I = Arus (miliAmper), OB = OA = b = setengah jarak
elektroda arus (meter), MN = a = jarak elektroda potensial (meter). Persyaratan yang harus dipenuhi :
AB/2 > MN/2

Tabel 1. Hasil pengukuran pada RAM 1
Tabel 1. Stratigrafi titik pengukuran RAM 1

Layer

ρn (Ωmeter)

1
2
3
4
5
6
7
8

9
10

100
0,6
24
2,03
26,2
8,55
1,23
4,14
102
399

h (meter) d (meter)
0,276
0,51
0,702
1,94
3,53

2,52
7,45
8,69
15,6
-

0,276
0,787
1,49
3,43
6,96
9,48
16,9
25,6
41,3
-

Litologi
Batupasir
Batulempung
Tuf
Batulempung
Tuf
Batulanau
Batulempung
Batulempung
Batupasir
Konglomerat

Tabel 2. Hasil pengukuran pada RAM 2
Tabel 2. Stratigrafi titik pengukuran RAM 2

Layer

ρn (Ωmeter)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

19
2,32
48,1
2,11
17,8
56,9
15,6
6,25
1,34
835

h (meter) d (meter)
0,482
0,627
0,981
2,39
0,923
3,75
42,9
2,81
40,5
-

0,482
1,11
2,09
4,48
5,4
9,15
52
54,8
95,3
-

Litologi
Batulanau
Batulempung
Batupasir
Batulempung
Batulanau
Batupasir
Batulanau
Batulempung
Batulempung
Konglomerat

PROCEEDING, KONGRES & PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE-2
PERHIMPUNAN AHLI AIRTANAH INDONESIA (PIT-PAAI)
13 – 15 SEPTEMBER 2017, YOGYAKARTA

Tabel 3. Hasil pengukuran pada RAM 3
Tabel 3. Stratigrafi titik pengukuran RAM 3

Layer

ρn (Ωmeter)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

101
1,3
127
7,34
3,9
28
34,9
15,7
3,21
24,5
89,2
3,2

h (meter) d (meter)
0,329
0,413
0,564
0,924
1,36
1,42
8,68
2,6
19,29
7,83
31,3
-

Litologi

0,329
0,742
1,31
2,23
3,59
5,01
13,7
16,3
36,3
44,2
75,4
-

Batupasir
Batulempung
Batupasir
Batulanau
Batulempung
Tuf
Tuf
Batulanau
Batulempung
Tuf
Batupasir
Batulempung

Tabel 4. Jenis Litologi
Tabel 4. Sebaran Litologi Berdasarkan Tahanan Jenis
Tahanan jenis (Ωm)

Lapisan/litologi

0,01-10

Batulempung

>10-20

Batulanau

>20-35

Tuf

>35-300

Batupasir

>300

Konglomerat