ANALISIS PENERAPAN KODE ETIK MAHASISWA TERHADAP GAYA BERBUSANA MAHASISWA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA MENURUT TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER DAN ISLAM : STUDI KASUS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT.

(1)

ANALISIS PENERAPAN KODE ETIK MAHASISWA

TERHADAP GAYA BERBUSANA MAHASISWA UIN SUNAN

AMPEL SURABAYA MENURUT TINDAKAN SOSIAL MAX

WEBER DAN ISLAM

(Studi Kasus Fakultas Ushuluddin dan Filsafat)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

Kiki Rizkiatul Afifah NIM: E01212022

JURUSAN FILSAFAT AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

ANALISIS PENERAPAN KODE ETIK MAHASISWA TERHADAP GAYA BERBUSANA MAHASISWA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

MENURUT TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER DAN ISLAM (Studi Kasus Fakultas Ushuluddin dan Filsafat)

Skripsi Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Program Studi Filsafat Agama

Oleh :

Kiki Rizkiatul Afifah E01212022

PROGRAM STUDI FILSAFAT AGAMA JURUSAN PEMIKIRAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Skripsi dengan judul “Analisis Penerapan Kode Etik Mahasiswa terhadap Gaya Berbusana Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Menurut Tindakan Sosial Max Weber dan Islam (Studi Kasus Fakultas Ushuluddin dan Filsafat).” Peneliti mengambil judul diatas karena dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya berbusana di kalangan mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menunjukkan bahwa sebagian besar ada yang belum menerapkan kode etik berbusana. Perkembangan gaya berbusana saat ini selalu mengalami perubahan setiap tahun dan pasti ada mode-mode terbaru dalam berbusana, sehingga mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat pun mengikuti perkembangan mode busana yang berdampak pada kode etik berbusana mahasiswa. Di era globalisasi, mahasiswa sekarang tidak mempedulikan kode etik yang diterampak di UIN Sunan Ampel Surabaya. Dari hasil penelitian lapangan ini untuk memahami penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya berbusana mahasiswa yang cenderung memilih berbusana dengan mengikuti mode-mode atau trend dibandingkan dengan mematuhi kode etik mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui penerapan gaya berbusana mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya berdasarkan KEM, untuk mengetahui analisis Kode Etik Mahasiswa (KEM) terhadap gaya berbusana mahasiswa UIN Sunan Ampel menurut tindakan sosial Max Weber serta untuk mengetahui penerapan KEM terhadap gaya berbusana mahasiswa menurut Islam.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan secara deskriptif, yakni menggambarkan mengenai penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya berbusana mahasiswa di kalangan mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya secara mendalam dan menyeluruh. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan selama proses penelitian ini adalah dengan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan informan.

Dan dapat disimpulkan bahwa perilaku berbusana mahasiswa di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menunjukkan tindakan mahasiswa tersebut menurut beberapa teori tindakan sosial Max Weber merupakan tindakan sosial tradisional karena tindakan tersebut dilakukan berdasarkan kebiasaan tanpa perencanaan, tanpa refleksi yang sadar seperti kebiasaan mahasiswa memakai kaos oblong, sandal jepit, celana robek, berbusana ketat dan transparan saat kuliah. Sedangkan berbusana dalam Islam haruslah memakai busana yang menutup aurat secara rapat-rapat, tidak memakai busana transparan atau ketat serta tidak berlebihan yang bisa menyebabkan sombong serta memamerkan perhiasannya. Hal demikian merupakan perintah dalam al-Qur’an maupun Hadits.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii BAB I PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Definisi Operasional ... F. Telaah Pustaka ... G. Metode Penelitian ... H. Sistematika Pembahasan ... BAB II KODE ETIK MAHASISWA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN AMPEL SURABAYA DAN PENERAPANNYA ... A. Kode Etik UINSA ... . Pengertian Kode Etik ... . Fungsi dan Tujuan Kode Etik ... . Sanksi Bagi Pelanggar Kode Etik Mahasiswa (KEM) ... B. Penerapan Kode Etik ... . Pengertian Penerapan ... . Penerapan Kode Etik Mahasiswa (KEM) Fakultas Ushuluddin


(9)

dan Filsafat ...

BAB III MODE GAYA BERBUSANA MAHASISWA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT ... A. Mode Busana ...

. Pengertian Mode ... . Perkembangan Mode Busana ... . Pengaruh Mode Busana ... B. Gaya Berbusana ... . Pengertian Berbusana ... . Macam-Macam Gaya Berbusana ... . Gaya Berbusama Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat ... BAB IV PANDANGAN MAX WEBER DAN ISLAM

TERHADAP GAYA BERBUSANA MAHASISWA ... A. Gaya Berbusana Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

menurut Tindakan Sosial Max Weber ... B. Gaya Berbusana Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menurut Islam ... BAB V PENUTUP ... A. Kesimpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik atau siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pada dasarnya pendidikan memberikan kita pengetahuan bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan agama. Oleh karena itu pendidikan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku dan tingkah laku seseorang.

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) merupakan lembaga penyedia pendidikan yang berbasis Islami. Universitas ini tidak hanya membentuk mahasiswa dan alumni paham pendidikan Islami, yang merujuk pada pembentukan akhlak, aqidah dan iman tetapi juga pendidikan umum, yang merujuk pada pengubahan sikap dan pengembangan ketrampilan yang dimiliki. Tujuan Pendidikan baik secara Islam dan umum hampir memiliki kesamaan yaitu mendapatkan kesuksesan. Apabila digabungkan maka tujuan pendidikan adalah upaya untuk meraih kesuksesan hidup di dunia dan akhirat.

Kode Etik Mahasiswa merupakan seperangkat peraturan yang mengatur sikap, perkataan, perbuatan, penampilan dan busana mahasiswa selama ia menjadi

      

Undang-undang Republik Indonesia Nomor Tahun Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal ayat . 


(11)

   

mahasiswa. Perkembangan gaya berbusana tidak bisa di pungkiri lagi akan selalu mengalami perubahan setiap tahun pasti ada mode-mode terbaru dalam hal berbusana. Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya pun mengikuti perkembangan mode busana dari perkembangan mode setiap tahunnya akan berdampak pada kode etik berbusana bagi Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kebebasan yang sangat sering dilakukan mahasiswa di lingkungan kampus maupun saat kuliah adalah kebebasan berbusana. Mahasiswa tidak lagi mengindahkan kode etik berbusana yang sudah ditetapkan kampus. Kenyataan seperti itu tidak semua dosen memperhatikan busana mahasiswanya, namun sebagaian besar, dosen tidak suka melihat mahasiswa memakai pakaian yang santai. Mahasiswa yang berbusana santai dianggap tidak sopan, bahkan tidak mematuhi peraturan dalam kode etik mahasiswa.

Ukuran sopan tidak sopan, pantas tidak pantas memang relatif bagi tiap individu. Selama norma di kampus mengatakan bahwa memakai kaos oblong, sandal, busana ketat, celana jeans yang ketat atau disebut celana pensil sedangkan mahasiswa yang memakai busana tersebut adalah perilaku yang tidak sopan, maka siapapun tidak dibenarkan menggunakan di area kampus. Karena area kampus merupakan proses perkuliahan yang mempunyai norma yang harus ditaati oleh semua unsur sebagai acuan dalam berprilaku di kampus.

Perkembangan tersebut berdampak positif dan negatif. Dampak positif yaitu semakin kreatifnya cara berbusana mahasiswi, banyaknya model jilbab.

      

UIN Sunan Ampel Surabaya, Penduan Penyelenggaraan Pendidikan Program Starata Satu (S ) Tahun , (Surabaya: UIN Sunan Ampel, ), . 


(12)

   

Dampak negatif yaitu cara berbusana mahasiswa menjadi tidak sesuai dengan kode etik mahasiswa, sehingga peraturan yang tak terpakai dan peraturan yang tidak ada sanksinya. Mudahnya dalam akses informasi akan sangat mendukung persebaran gaya berbusana ini dalam masyarakat umum, serta mudahnya informasi pada saat ini. Manusia akan dipengaruhi oleh informasi tersebut untuk mengambil tindakan dalam kehidupannya. Perkembangan informasi ini membuat semakin mudahnya persebaran gaya berbusana yang sedang berkembang di Indonesia dan seseorang dengan mudahnya mengakses informasi tersebut.

Perkembangan dalam berbusana sejalan dengan perkembangan peradaban manusia yang terkait dengan manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Semakin tinggi tingkat kebudayaan manusia, maka semakin tinggi pula tingkat pemikiran manusia. Kebudayaan bersifat akumulasi, maksudnya semakin lama akan semakin bertambah kaya seperti pemikirannya, kreatifitasnya, dan keterampilannya dari sejak zaman primitif sampai saat ini dan ke depan.

Dalam memakai pakaian, seseorang selalu mengikuti perkembangan mode yang selalu berjalan up to date, sedangkan mode pakaian akan terpengaruh perubahan budaya serta perkembangan peradaban. Maka dari itu desainer pakaian selalu mengeluarkan ide dan gagasan kreatif dan inovatif yang ditawarkan ke masyarakat akan tercipta trendsetter. Bila kita melihat ke sekeliling kita, maka

      

Abdul A’la, “Mengenal Entitas KeIslaman Indonesia DI Era Globalisasi”, Majalah Aula Edisi (Oktober ), . 

Arifah A. Riyanto, Sejarah dan Perkembangan Busana, (Bandung: Dinas Pendidikan provinsi Jawa Barat, ), . 


(13)

   

kita akan menemukan berbagai macam corak dan mode pakaian yang biasanya berkaitan dengan agama, adat istiadat dan kebudayaan setempat.

Sejarah membuktikan, busana wanita pada masa keemasan budaya suatu bangsa jauh lebih tertutup dibandingkan dengan masa-masa perkembangan dan masa kemunduran. Seiring dengan perubahan busana perempuan biasanya terus berubah, baik dalam hal ukuran maupun modenya. Tetapi perkembangan budaya yang senantiasa bergerak maju mempengaruhi banyak dan mode busana perempuan. Dan dalam perjalanan budaya tersebut, manakala terjadi kemandekan kreativitas para perancang mode (desainer) sering menengok ke belakang lalu mengadaptasi mode-mode masa silam dengan sentuhan popular dan berbagai macam improvisasi. Pengulangan ini tentunya mengalami perubahan bentuk dan corak, serta tampil dengan peningkatan mutu baik dari segi bahan aksesoris maupun desainer yang mendasari penampilan. Sebab itu tidaklah mengherankan bila dalam perputarannya mode busana sering kembali kepada bentuk-bentuk lampau bahkan sampai mencapai ukuran yang hampir primitif.

Kode etik berbusana mahasiswa tersebut secara jelas menyatakan bahwa pakaian yang menutup aurat, serta tidak transparan dan tidak ketatat adalah pakaian yang diwajibkan di kampus UIN Sunan Ampel. Sehingga jika ada mahasiswa atau mahasiswi yang memakai pakaian yang ketat atau transparan berarti sama saja memperlihatkan auratnya. Karena pada dasarnya berbusana adalah untuk menutup aurat.

      

Nina Surtiretna, Anggun Berjilbab, (Bandung: PT Mizan, ), .  Ibid., . 


(14)

   

Dalam kode etik berbusana tersebut berarti juga memperhatikan sopan dan tidaknya dalam berbusana. Hal tersebut mengingat bahwa kampus merupakan lembaga resmi pendidikan. Sehingga dalam tata berbusana dan pemakaian atribut kelembagaan tersebut juga harus ditonjolkan. Karena hal tersebut adalah sebagai identitas suatu lembaga.

UIN Sunan Ampel merupakan lembaga pendidikan Islam, sehingga semua atribut yang dipakai oleh civitas akademika harus mencerminkan nilai-nilai islam, terutama dalam berbusana. Sebagai mahasiswa atau mahasiswi harus memperhatikan kode etik kampus sebagai landasan berpijak selama masa pendidikan. Dalam tata tertib berbusana di atas sudah dijelaskan bahwa adalah tidak etis ketika mahasiswa sedang mengikuti kegiatan akademik memakai sandal, memakai kaos oblong, atau bagi mahasiswi memakai pakaian yang ketat atau transparan, sehingga memunculkan syahwat. Kesemuanya adalah untuk menjunjung nama baik almamater dan Islam sebagai landasan berpikir dan bertindak.

Oleh karena itu, pakaian mahasiswa atau mahasiswi yang selama ini dipakai, yaitu memakai sandal, kaos oblong dan khusus bagi mahasiswi memakai jilbab tetapi bajunya transparan atau ketat adalah belum sesuai dengan kode etik kampus dan ajaran Islam secara keseluruhan, serta telah melanggar peraturan dalam kode etik berbusana di kampus UIN Sunan Ampel Surabaya.

Ketimpangan tersebut di atas antara kode etik dengan kenyataan di lapangan berarti ada masalah yang harus dilakukan penelitian.

      


(15)

   

B. Rumusan Masalah

. Bagaimana penerapan gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat berdasarkan KEM?

. Bagaimana penerapan KEM terhadap gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menurut tindakan sosial Max Weber?

. Bagaimana gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menurut Islam?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

. Untuk mengetahui penerapan gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat berdasarkan KEM.

. Untuk mengetahui penerapan KEM terhadap gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menurut tindakan sosial Max Weber.

. Untuk mengetahui gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menurut Islam.

D. Manfaat penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus permasalahan diatas, penelitian tentang “Analisis Penerapan Kode Etik Mahasiswa Terhadap Gaya Berbusana Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Menurut Tindakan Sosial MaxWeber dan Islam” (Studi Kasus Fakultas Ushuluddin dan Filsafat) ini bertujuan untuk mengetahui, mendiskripsikan, dan memahami secara mendalam.


(16)

   

Adapun manfaat penelitian ini diantaranya:

. Untuk memahami secara benar bagaimana cara berbusana yang baik menurut kode etik mahasiswa.

. Untuk Memberi gambaran dan membedakan antara cara berbusana yang sesuai dan tidak sesuai dengan penampilan mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman terhadap judul yang di ambil oleh penulis, maka perlu sekiranya untuk memperjelas maksud dan pengertian yang terdapat pada judul tersebut:

Analisis Penerapan : Analisis terhadap penerapan dari ketentuan-ketentuan KEM yang mengatur gaya berbusana mahasiswa.

Kode Etik Mahasiswa : Seperangkat peraturan yang mengatur sikap, perkataan, perbuatan, penampilan dan busana mahasiswa selama ia menjadi mahasiswa. Gaya Berbusana : Cara berpakaian mahasiswa yang saat mengikuti

perkuliahan di masing-masing Fakultas, atau gaya berpakaian seseorang yang mengikuti tren pada saat ini.

Mahasiswa UIN Sunan Ampel : Peserta didik dan anggota masyarakat baik laki-laki maupun perempuan yang terdaftar dan

      


(17)

   

mengikuti proses pendidikan belajar di UIN Sunan Ampel Surabaya, baik yang aktif maupun cuti studi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

F. Telaah Pustaka

Studi tentang berbusana telah banyak dilakukan dari berbagai kalangan dan dari sudut pandang yang berbeda-beda, baik dalam bentuk buku, skripsi maupun karya ilmiah lainnya. Yaitu:

Pada tahun , Arif Okfyoki Istiawan, Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, menulis skripsinya tentang “Etika Berbusana Dalam Perspektif Islam dan Kristen”. Dalam skripsi di jelaskan bahwa gambaran untuk membedakan antara berbusana yang tidak sesuai dengan agama masing-masing serta menjelaskan yang akurat mengenai etika berbusana, khususnya pada kaum perempuan untuk mengubah penampilan karena adanya UU tentang pornografi, sehingga bisa memahami serta memperkaya dan memperluas khazanah keilmuan khususnya tentang etika berbusana perspektif agama islam dan kristen. Etika berbusana perempuan perspektif Islam dan Kristen terdapat persamaan dan perbedaan. Baik Islam dan Kristen, kedua agama ini melarang untuk berbusana lawan jenis, yang mana perempuan seharusnya memakai pakaian perempuan dan bukan perempuan memakai pakaian laki-laki. Etika berbusana perempuan dalam Islam lebih menekankan berbusana untuk menutupi aurat. Sementara dalam Kristen etika berbusana perempuan dalam Alkitab di wajibkan bagi perempuan untuk berbusana sopan, sederhana, dan sesuai dengan kondisi lingkungan serta norma-norma yang berlaku.


(18)

   

Pada tahun , Nur Ayu Fitri Asari, Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwa dan Ilmu Komunikasi, menulis skripsinya tentang “Pengaruh Iklan Gambar Busana Muslimah Terhadap Minat Beli Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya”. Dalam skripsi di jelaskan bahwa pengembangan wawasan di bidang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu manajemen pemasaran dalam iklan gambar busana muslim terhadap minat beli mahasiswi sehingga informasi tentang mengenai penerapan strategi pemasaran yang diterapkan oleh para pengusaha untuk menghadapi persaingan usaha. Minat beli yang mendorong seseorang cenderung atau tertarik pada iklan busana muslim mahasiswa.

Pada tahun , Asfarul Chotim Daniati Umami, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Dakwa dan Ilmu Komunikasi, menulis skripsinya tentang “Komunikasi Gaya Busana Muslim Mahasiswi IAIN Sunan Ampel Surabaya”. Dalam skripsi di jelaskan bahwa komunikasi berbusana telah berkembang komunikasi busana dihasilkan lewat penggunaan berbagai simbol dan gaya busana, sehingga tercermin sikap dan perilaku si pemakai dan menghasilkan apresiasi langsung melalui interaksi orang sekitar. Beberapa cara mahasiswi mengkomunikasikan gaya busana muslimah: Berbusana satu warna mulai dari atas hingga bawah, busana yang sesuai syariat islam dan mengabaikan trend zaman, mengikuti gaya busana muslimah yang trend pada saat itu, berbusana warna-warni, mix and match warna busana.

Skripsi yang berjudul “Analisis Penerapan Kode Etik Mahasiswa Terhadap Gaya Berbusana Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Menurut Tindakan


(19)

   

Sosial MaxWeber dan Islam” (Studi Kasus Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, masih belum ada. Maka saya kemudian memutuskan mengambil tema tersebut dalam penulisan skripsi, untuk memahami secara benar bagaimana cara berbusana yang baik menurut kode etik mahasiswa, serta memberi gambaran dan membedakan antara cara berbusana yang sesuai dan tidak sesuai dengan penampilan mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.

G. Metode Penelitian

. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dimaksud adalah metode penelitian lapangan

(Field Researh) dengan pendekatan kualitatif dengan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian lapangan dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya. Penelitian lapangan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi melalui observasi, wawancara secara mendalam, serta dokumentasi berdasarkan pada tempat yang ditentukan. . Sumber data

a. Data primer adalah data yang di peroleh langsung dari informasi (sumber penelitian). Sehingga dapat memperoleh data yang konkret pada objek yang akan diteliti, yaitu: Mahasiswa-Mahasiswi, Pegawai Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, dan Dosen.

b. Data sekunder adalah data yang bukan dari sumber pertama sebagai sarana untuk memperoleh data atau informasi untuk menjawab masalah yang diteliti. Data yang digunakan biasanya menggunakan studi kepustakaan


(20)

   

yang diperoleh dari buku, jurnal, artikel, dan Dokumen-dokumen yang resmi. Sumber ini sebagai penegas sekaligus pembanding dengan buku-buku lain. Adapun buku-buku yang termasuk dalam kajian ini adalah:

) UIN Sunan Ampel Surabaya, Penduan Penyelenggaraan Pendidikan

Program Starata Satu (S ) Tahun , (Surabaya: UIN Sunan

Ampel, ).

) Arifah A. Riyanto, Teori Busana, (Bandung: Yapemdo, ). ) Ernawati dkk, Tata Busana Jilid , (Semarang: Aneka Ilmu, ). ) Ibnu Rabbani, Bukan Wanita Biasa, (Tanggerang: Qultum Media,

).

) Bustanuddin Agus, Islam dan Pembangunan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, ).

) Nina Surtiretna, Anggun Berjilbab, (Bandung: Mizan, ).

) Muhammad Walid dan Fitratul Uyun, Etika Berpakaian bagi

Perempuan, (Malang: UIN Maliki Pers, ).

) Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan Muslim, (Jakarta: AMZAH, ).

) Sayid Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rohani, Moral, Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, ).

) Farid L. Ibrahim, Perempuan dan Jilbab, (Yogyakarta: PT. Mapan, ).

      

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogjakarta: Penerbit Graha Ilmu, ), . 


(21)

   

) M. Quraish shihab, Jilbab pakaian wanita muslimah: pandangan

ulama masa lalu dan cendekiawan kontempurer, (Jakarta: lentera hati,

).

) Arifah A. Riyanto dan Liunir Zulbahri, Modul Dasar Busana, PKK UPI, .

) Arifah A Riyanto, Teori Busana, (Bandung : Yapemdo, ).

) Muhammad Basrowi dan Soenyono, Teori Sosial dalam Tiga

Paradigma, (Surabaya: Yayasan Kampusina, ).

) Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial Sketsa, Penilaian, Perbandingan, (Yogyakarta: KANISIUS, ).

) Wirawan, Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma Fakta sosial,

Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial, (Jakarta: Kencana Prenadamedia

Group, ), .ANISIUS, ).

) Bryan S. Turner, Teori Sosial dari Klasik sampai Postmodern, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, )

) Irving M. Zeitlin, Memahami Kembali Sosiologi kritik terhadap teori

sosiologi kontemporer, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

).

) Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, (Semarang: Bina Ilmu, ).

. Teknik pengumpulan data

Agar dalam penelitian ini diperoleh data yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan, maka peneliti menulis beberapa teknik dan metode


(22)

   

pengumpulan data yang relevan dengan permasalahan yang ada. Adapun metode yang digunakan antara lain sebagai berikut:

a. Metode wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara tajam, halus dan tepat dan kemampuan menangkap buah pikiran orang lain dengan cepat dan berdasarkan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan wawancara bebas, di mana wawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi juga akan menanyakan data-data apa yang akan dikumpulkan. Dalam metode wawancara peneliti mewawancarai sebagian Mahasiswa-Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Pegawai Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, dan Dosen-dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

b. Metode observasi (Anecdotal recort) adalah salah satu metode dalam observasi yang digunakan peneliti melakukan observasi dengan cara membawa kertas kosong untuk turun ke lapangan dengan cara mengamati, mencatat perilaku, dan cara berbusana mahasiswa. Dalam metode observasi mencatat dengan teliti dan merekam perilaku-perilaku yang dianggap penting dan bermakna sesegara mungkin setelah perilaku tersebut muncul. Cacatan tersebut harus sedetail dan selengkap mungkin sesuai dengan kejadian yang sebenarnya tanpa merubah kronologinya. Dalam metode observasi peneliti saya observasi ketika ada

mahasiswa-      

Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, ), . 

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, ), . 


(23)

   

mahasiswi berangkat kulia, duduk-duduk, ketika masuk kulia dan ada mahasiswa yang memakai sandal, baju ketat, celana jeans ketika waktu kuliah.

c. Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam misalnya buku. Studi dokumentasi tidak hanya berupa dokumen resmi. Dokumen dapat dibedakan menjadi , dokumen primer dan sekunder. Dokumen primer adalah dokumen yang ditulis langsung oleh seseorang yang mengalami peristiwa yang bersangkutan. Sedangkan dokumen sekunder adalah dokumen yang ditulis oleh orang yang menceritakan kembali pengalaman orang lain. Seperti: foto, buku podeman kode etik mahasiswa, rekaman.

d. Metode informan adalah dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan istilah populasi ataupun sampel seperti dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagai dari populasi itu. Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan informan untuk memperoleh berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian dipilih berdasarkan teknik snowball yaitu dengan mencari informan kunci. Yang dimaksud dengan informan kunci (key informan) adalah mereka yang mengetahui dan memiliki


(24)

   

berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah Mahasiswa-Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, dan Dekan III, Ketua Jurusan, Mantan Dekan, Dosen-dosen, Pegawai Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. sugiyono . Metode Analisis Data

Dari hasil penelitian ini penulis menganalisis melalui metode deskriptif sebagai berikut:

Metode Deskriptif adalah suatu metode dipergunakan dengan jalan memberikan gambaran terhadap masalah yang dibahas dengan menyusun fakta-fakta sedemikian rupa sehingga membentuk konfigurasi masalah yang dapat dipahami dengan mudah. Langkah yang ditempuh penulis ialah mendeskripsikan secara sistematis semua fakta aktual yang diketahui, kemudian dianalisis menggunakan analisis tindakan sosial Max Weber dan Islam sebagai kesimpulan, sehingga dapat memberikan sebuah pemahaman yang konkrit. Dalam hal ini dengan mengemukakan kasus mengenai kode etik mahasiswi terhadap gaya berbusana mahasiswi UIN Sunan Ampel yang mendapatkan kesimpulan dari data yang telah diperoleh. Max Weber salah satu tokoh yang sangat popular dalam paradigma definisi sosial. Dalam analisisnya tentang tindakan sosial (social action). Weber memperkenalkan konsep tentang makna suatu tindakan, yang intinya adalah bahwa suatu

      

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, ), .  Consuelo G. Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press, ), .  


(25)

   

tindakan manusia itu penuh dengan arti. Oleh karena itu, Weber diklasifikasikan sebagai salah satu tokoh yang menghasilkan teori yang dapat dikategorikan ke dalam paradigma definisi sosial.

Max weber menjelaskan perubahan sosial dalam masyarakat yang berkaitan dengan tindakan sosial dalam masyarakat yang berkaitan dengan tindakan sosial. Weber menjelaskan mengenai perubahan sosial dalam masyarakat berkaitan erat dengan perkembangan tindakan rasional manusia. Menurut Weber bentuk tindakan rasional manusia meliputi mean (alat) yang menjadi sasaran utama ends (tujuan) yang meliputi aspek kultural, sehingga dapat mampu hidup dengan pola pikir yang rasional yang ada pada seperangkat alat yang dimiliki dan kebudayaan yang mendukung kehidupannya.

Tindakan adalah suatu perbuatan, perilaku yang dilakukan oleh manusia, Menurut Max Weber, tindakan sosial diartikan sebagai tindakan manusia yang dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat. Dalam bertindak atau berperilaku seorang individu hendaknya memperhitungkan keberadaan individu-individu lain, karena tindakan sosial merupakan perwujudan dari interaksi sosial konsep tindakan sosial menjadi salah satu konsep dasar yang sangat penting dalam sosial.

Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Perbedaan pokok yang

      

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial, (Jakarta: Rajawali Pers, ), . 

Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma Fakta Sosial, Definisi Sosial dan Perilaku Sosial, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, ), . 


(26)

   

diberikan adalah tindakan rasional dan nonrasional. Tindakan rasional berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan, atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Weber membedakannya ke dalam empat tipe. Semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah pula dipahami. Menurut Weber ada empat tipe tindakan social.

EMPAT TIPE TINDAKAN SOSIAL١٨

Tipe Tipe Tipe Tipe

Zweckrationalitat (rasionalitas instrumental) Wetrationalitat (rasionalitas tujuan) Tindakan tradisional Tindakan efektif

yaitu tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sebuah tindakan yang mencerminkan efektivitas dan efisiensi.

yaitu tindakan yang melihat alat-alat hanya sekedar pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sebab tujuan yang terkait dengan nilai-nilai sudah ditentukan.

ialah tindakan yang dilakukan berdasarkan kebiasaan tanpa perencanaan, tanpa refleksi yang sadar.

yaitu tindakan yang dilakukan dan didominasi oleh perasaan atau emosi tanpa refleksi

intelektual atau perencanaan yang sadar.

Tindakan sosial, dengan demikian, merupakan sesuatu yang lebih daripada sekedar kesamaan di antara tingkah laku banyak orang walaupun tak perlu mengandung kesadaran timbal balik karena satu orang bisa bertingkah laku dengan sadar menuju orang lain tanpa yang lainnya itu sadar akan fakta ini. Menurut Weber, menjelaskan tingkah laku adalah memahaminya dan memahami untuk menuntut kita masuk ke dalam pikiran

      


(27)

   

dan perasaan-perasaan para pelaku sosial. Ini berarti bahwa untuk menjelaskan masyarakat kita harus berempati dengan tingkah laku orang lain. Weber membedakan tindakan dari tingkah laku dengan mengatakan bahwa sebuah gerakan bukanlah sebuah tindakan kalau gerakan itu tidak memiliki makna subjektif untuk orang yang bersangkutan. Berkaitan dengan tindakan sosial yaitu relasi antara kondisi-kondisi sosial, kesadaran, dan tindakan serta kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan bertujuan untuk membuat perbedaan di dunia merupakan masalah utama yang selalu ada, dalam satu atau lain bentuk, sepanjang sejarah teori sosial. Teori sosial secara bertahap sudah memperbaiki, mengembangkan dan memperdalam konseptualisasinya tentang masalah-masalah yang selalu ada, seraya memperluas bidang pandangan.

Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan tentang busana yang dapat menutup aurat. Aurat dalam Al-Qur’an disebut sau’at yang terambil dari kata sa’a, yasu’u yang berarti buruk, tidak menyenangkan. Keburukan yang dimaksud tidak harus dalam arti sesuatu yang pada dirinya buruk, tetapi bisa juga karena adanya faktor lain yang mengakibatkannya buruk. Tidak satu pun dari bagian tubuh yang buruk karena semuanya baik dan bermanfaat termasuk aurat. Tetapi bila dilihat orang, maka “keterlihatan” itulah yang buruk. Agama Islam memberi petunjuk tentang apa yang dianggapnya aurat atau sau’at. Dalam fungsinya sebagai penutup,       

Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial Sketsa, Penilaian, Perbandingan, (Yogyakarta: KANISIUS, ), .  

M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer, (Jakarta: lentera hati, ), . 


(28)

   

tentunya busana dapat menutupi segala yang enggan diperlihatkan oleh pemakai, sekalipun seluruh badannya. Tetapi dalam konteks pembicaraan tuntunan atau hukum agama, aurat dipahami sebagai anggota badan tertentu yang tidak boleh dilihat kecuali oleh orang-orang tertentu.

Gaya berbusana dalam Islam merupakan gaya berbusana yang simple yang paling baik untuk melakukan dalam kehidupan seseorang. Islam tidak terlalu ribet dalam mengatur gaya berbusana dan tidak pernah memberatkan bagi seseorang. Dalam Islam seseorang diperintahkan untuk memakai busana yang menutup auratnya, tidak berlebihan yang bisa menyebabkan sombong serta memamerkan perhiasannya. Perintah tersebut merupakan gaya berbusana yang diatur oleh Islam.

Dalam berbusana sebagian berpegang teguh pada ajaran Islam bahwa menutup aurat rapat-rapat, tidak memakai busana transparan atau ketat merupakan perintah dalam al-Qur’an maupun hadîts. Di samping itu, sebagai tuntutan moral Islam yang akan membawa pemakainya akan lebih hati-hati terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang agama. Busana muslimah yang longgar, ataupun jilbab, juga sebagai identitas wanita muslimah. Seorang muslimah dianjurkan untuk menampakkan identitas sebagai wanita yang shalihah, salah satunya dengan pola berbusana. Dengan berbusana yang menutup rapat aurat, berjilbab lebar disertai kehati-hatian dalam berperilaku jelas akan menjadi suri tauladan perempuan. Secara psikologi pun, busana akan mempengaruhi perilaku seseorang. Begitu pula bagi mahasiswi yang lebih suka berbusana ketat atau transparan, bagi


(29)

   

mereka yang terpenting bagaimana bisa tampil trend dan tidak dikatakan ketinggalan zaman.

Perempuan dalam Islam selalu menjadi sorotan, seakan-akan wanita diperlakukan tidak pada tempatnya, bahkan persoalan hak wanita telah muncul sebagai masalah yang sangat penting di seluruh dunia di segala kelompok masyarakat. Terkait soal cara berbusana yang dikenakan bagi perempuan. Islam mengajarkan kepada para perempuan maupun laki-laki agar menutup aurat dan menjaga penampilan lahir maupun batin. Islam memiliki batasan untuk mengatur para umatnya, termasuk cara berbusana yang baik dan sopan. Aturan yang mengikat umatnya berlangsung dari satu generasi lain, akan tetapi tidak semua umat Islam mau mengikuti aturan itu, termasuk tata cara berbusana khususnya perempuan. Cara berbusana yang baik dapat mencerminkan sikap dan diri orang yang menggunakannya. Islam tidak melarang umatnya untuk tampil menarik di depan umum, akan tetapi, harus ingat akan batasan antara pakaian yang sopan dan tidak sopan yang dianggap mengundang nafsu bagi kaum hawa.

H. Sistematika pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang baik, maka diperlukan sistematika penulisan yang baik pula. Sehingga isi dari hasil penelitian tidak melenceng dari apa yang sudah direncanakan dan ditetapkan dalam rumusan masalah yang diteliti. Oleh karena

      

Sayid Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rohani, Moral, Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, ), - . 


(30)

   

itu, perlu adanya sistematika penulisan yang baik dan terarah dengan perincian sebagai berikut:

BAB I, Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II, bab ini membahas tentang kode etik mahasiswa UINSA dan

penerapannya diantaranya: pengertian kode etik mahasiswa, fungsi dan tujuan kode etik mahasiswa, sanksi bagi pelanggaran KEM, pengertian penerapan kode etik, penerapan kode etik mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

BAB III, bab ini membahas tentang mode-mode berbusana mahasiswa

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat diantaranya: pengertian mode, perkembangan mode busana, pengaruh mode busana, pengertian gaya berbusana, macam-macam gaya berbusana, gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

BAB IV, bab ini mengemukakan tentang pandangan MaxWeber dan Islam

terhadap gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

BAB V, bab ini merupakan kesimpulan dan saran yang memuat uraian


(31)

BAB II

KODE ETIK MAHASISWA (KEM) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL (UINSA) DAN PENERAPANNYA

A. Kode Etik UINSA . Pengertian Kode Etik

Kode Etik adalah seperangkat peraturan yang mengatur sikap, perkataan, perbuatan, penampilan dan busana mahasiswa selama ia menjadi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Untuk dapat merubah perilaku sosial-budaya mahasiswa tidak cukup dengan penerapan kode etik mahasiwa saja. Semua pihak harus ikut terlibat mulai dari yang terkecil yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, peran ulama dan peran universitas hanya sebagaian kecil dari untuk membentuk perilaku sosial-budaya mahasiswa menjadi lebih baik. Agar kode etik mahasiswa UINSA yang mengatur tentang ketentuan umum dapat berjalan dengan baik dalam artian diikuti oleh seluruh mahasiswa tanpa pengecualian mahasiswa jurusan agama dan jurusan umum. Tentunya pihak universitas bekerjasama dengan unit yang lain terutama pihak Fakultas untuk terus memikirkan regulasi yang tepat dalam menerapkan kode etik mahasiswa dengan kondisi UINSA saat ini sebagai kampus Islam.

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) adalah salah satu fakultas di Universitas Islam Negeri Ampel Surabaya (UINSA) yang secara khusus menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu agama Islam, baik langsung dari sumbernya: Al-Qur’an dan Hadis, maupun melalui pemikiran para ulama dalam berbagai bidang ilmu ke-Islaman. Dalam sejarah kehidupan

      


(32)

   

manusia, agama selalu menjadi bagian terpenting karena ia berisi tuntunan yang mampu mengantar manusia mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Oleh karenanya ahli ilmu agama selalu dibutuhkan masyarakat. Ahli-ahli agama lahir lembaga-lembaga studi keagamaan formal maupun informal.

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat seperti menyebarkan dalam masyarakat diberbagai Negara, mengabdikan ilmu sebagai ilmuan, peneliti, dai, dan dalam bidang kehidupan lainnya sesuai dengan ilmu yang dilandasi dengan akidah Islam yang kuat sebagai kepribadiannya.

Kampus merupakan pusat kegiatan utama mahasiswa yakni tempat untuk menimba ilmu pengetahuan, wawasan serta pengalaman. Kode etik mahasiswa sangat diperlukan oleh kehidupan sehari-hari di kampus. Adapun yang perlu diperhatikan oleh mahasiswa di lingkungan kampus tentang peraturan tentang tata berbusana mahasiswa. Di mana dijelaskan dalam pasal mengenai busana untuk putra dan untuk putri, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk Putra:

) Berpakaian yang sopan memakai celana panjang, baju hem tidak diperbolehkan memakai kaos oblong dan baju sobek.

) Bersepatu dan tidak diinjak tumitnya serta tidak diperbolehkan memakai sandal dan sejenisnya.

) Tidak boleh berambut panjang dan beraksesoris perempuan seperti kalung, anting-anting, bando, gelang dan jepitan rambut.

      


(33)

   

b. Untuk Putri: ) Busana harus:

a) Menutup seluruh tubuh mulai dari kepala sampai dengan mata kaki dan pergelangan tangan, kecuali muka atau memakai baju yang panjangnya minimal cm dari pinggang ke bawah dan bau lengan panjang sampai pergelangan tangan.

b) Memakai celana atau rok tidak ketat/ tipis/ menampakkan bentuk tubuh yang panjangnya sampai mata kaki.

) Bahan busana:

a) Tidak transparan.

b) Tidak terdiri dari bahan kaos.

c) Model busana.

) Celana dan blouse: a) Celana longgar.

b) Blouse panjang minimal setengah paha.

) Rok dan blouse:

a) Rok bawah dengan model tertutup.

b) Blouse panjang menutup pinggul.

) Kerudung dengan rambut, leher dan dada tertutup jilbab. ) Bersepatu tertutup atau sepatu sandal berkaos kaki.

) Ketentuan-ketentuan khusus disesuaikan dengan kebijakan fakultas masing-masing.


(34)

   

jaket almamater.

. Fungsi dan Tujuan Kode Etik UINSA

Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi sebagai dasar, arah dan pedoman bagi mahasiswa dalam rangka menjadikan kampus UIN Sunan Ampel Surabaya sebagai lingkungan pendidikan yang akademis dan Islami.

Kode etik mahasiswa bertujuan untuk:

a. Menciptakan suasana yang kondusif bagi kelangsungan proses

pendidikan di UIN Sunan Ampel Surabaya.

b. Terpeliharanya harkat, martabat, dan kewibawaan UIN Sunan Ampel Surabaya sebagai Perguruan Tinggi Islam.

c. Menjadikan mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya sebagai sarjana

muslim yang berakhlaq mulia, unggul, kompetitif, professional, berintegritas tinggi serta membentuk mahasiswa yang berakhlak karimah.

. Sanksi Bagi Pelanggaran Kode Etik Mahasiswa (KEM)

Aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberi sanksi-sanksi baik berupa sanksi hukuman yang ditetapkan sebagai akibat hukum yang dikenakan pada mahasiswa atas pelanggaran kode etik. Penetapan sanksi yang dikenakan kepada mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya yang dilakukan oleh pimpinan, kepala dan satuan pengamanan, dosen atau karyawan terkait.

      

Ibid., .  


(35)

   

Kewajiban mahasiswa agar tidak diberi sanksi adalah segala sesuatu yang mengikat dan harus dilakukan mahasiswa.

Jenis sanksi yang diterapkan pada kode etik ini terdiri atas: a. Mendapat teguran lisan atau tertulis.

b. Membayar ganti rugi sesuai nilai kerugian terhadap akibat yang ditimbulkan dari pelanggaran kode etik.

c. Larangan mengikuti semua bentuk kegiatan di UIN Sunan Ampel dalam

jangka tertentu/skorsing.

d. Membayar denda dalam jumlah tertentu sesuai dengan berat ringannya

pelanggaran.

e. Dinyatakan gugur atau tidak lulus.

f. Dikeluarkan atau dicabut gelar dan ijasahnya. B. Penerapan Kode Etik

. Pengertian penerapan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penerapan adalah proses, cara perbuatan menerapkan, mempraktekkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan.

Penerapan kode etik mahasiswa di UINSA belum berjalan maksimal pasalnya masih terlihat sejumlah pelanggaran yang dilakukan mahasiswa

      

Ibid., . 


(36)

   

UINSA baik dari fakultas dan jurusan. Misalnya: mahasiswa berpakaian ketat, transparan, baju pendek (di atas pinggul) atau pakaian dari bahan kaos, meskipun tidak semua. Kode etik merupakan seperangkat peraturan yang mengatur sikap, perkataan, perbuatan, penampilan, dan busana mahasiswa selama ia menjadi mahasiswa UIN Sunan Ampel.

Dalam penerapan kode etik mahasiswa belum seutuhnya dapat merubah perilaku sosial-budaya mahasiswa UINSA yang tercantum dalam kewajiban umum kode etik mahasiswa. Agar seseorang dapat menjalankan kehidupan sosial-budayanya yang baik tanpa melakukan pelanggaran tentunya ada aturan yang mengatur apakah itu berupa adat istiadat, hukum dan aturan. Aturan yang dimaksudkan pada kode etik mahasiswa yang mengatur mahasiswa UINSA untuk melakukan kehidupan sosial-budayanya sebagai mahasiswa UINSA secara tertib baik dilingkungan kampus maupun di luar lingkungan kampus (di masyarakat).

. Penerapan Kode Etik Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Penerapan menemukan beberapa hal dalam gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat di UIN Sunan Ampel Surabaya. dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama penelitian menghasilkan beberapa temuan. Ketika peneliti berada di tempat penelitian yaitu Fakultas Ushuluddin dan Filsafat di UIN Sunan Ampel Surabaya menemukan bahwa gaya berbusana mahasiswi berbeda-beda meskipun sama-sama berkerudung (Islami). Sehingga makna yang tersampaikan juga beragam, sesuai dengan

      


(37)

   

latar belakang dan pengalaman serta cara berinteraksi yang berbeda-beda. Akan tetapi makna yang mereka ambil tidak hanya merupakan hasil dari latar belakang, motif dan pengalaman pribadi melainkan juga di pengaruhi oleh interaksi dengan orang sekelilingnya yang kemudian mereka ekspresikan dengan gaya busana yang telah mereka pilih sesuai dengan keinginan masing-masing individu.

Dari informan yang telah berhasil diwawancarai dan pengamatan serta observasi, mahasiswa-mahasiswi meggunakan atau bergaya busana muslimah di karenakan faktor yaitu, pertama lingkungan sosial. Kedua, kebiasaan berbusana, Ketiga, latar belakang religius masing-masing individu.

Lingkungan sosial sangat mempengaruhi gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat di UIN Sunan Ampel Seperti di berlakukannya kode etik berbusana yang diterapkan oleh kampus selama di lingkungan kampus. Kode etik merupakan peraturan yang harus di taati oleh seluruh mahasiswa dan mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya, oleh karenanya kode etik menjadi faktor utama seluruh mahasiswi berbusana muslimah. Banyak dari mahasiswi tidak berjilbab dan berpakaian muslimah saat berada diluar kampus sehari-harinya. Tetapi kemudian mereka berubah menjadi bergaya busana muslimah saat di dalam kampus.

Namun tidak semua mahasiswi yang mempunyai motif karena kode etik di atas. Hasil data juga mengatakan adanya mahasiswi yang bergaya busana muslimah layaknya muslimah sejati, mereka memakai busana muslimah karena latar belakang religius sebelumnya. Dari cara berbusana yang


(38)

   

muslimah itu, juga tercerminkan cara berbicara dan tingkah lakunya juga menggambarkan ke sholehaan umat muslim. Dapat di pastikan lingkungan sosial yang sama bisa menghasilkan makna yang berbeda terhadap busana yang di kenakannya. Hal ini menjelaskan bahwa bukan hanya lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi mahasiswa dalam bergaya busana.

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat di UIN Sunan Ampel Surabaya merupakan individu yang berbeda-beda karakter serta kepribadian. Terlihat sekali dalam gaya berbusananya yang meliputi berbagai gaya dan cara mereka mengekspresikannya. Sekilas seluruh mahasiswa terlihat berbusana muslimah karena mereka memakai berkerudung (hijab), sehingga memunculkan arti keislaman yang dalam.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat bahwa mahasiswa terungkap bahwa aturan tentang berbusana di Fakultas ushuluddin dan Filsafat ada yang belum menerapkan kode etik, secara umum maka mahasiswa berpendapat kode etik di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat tidak diterapkan dan tidak beri sanksi serta teguran-teguran lisan atau tertulis, sehingga mahasiswa seenaknya berbusana dengan mode-mode busana yang terbaru.

Dalam berbusana, yang artinya bagaimana mengajarkan berbusana untuk kehidupan sehari-hari kita harus beretika. Sebagian mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dalam berbusana sudah menyesuaikan dengan kode etik mahasiswa di UINSA, seperti: memakai baju kemeja, celana panjang,

      

Ajeng Ayu Almaratus Sholihah, Wawancara, Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,


(39)

   

bersepatu, dan tidak berambut panjang. Tetapi ada juga mahasiswa yang tidak menyesuaikan kode etik.

Busana seperti apa yang pantas, diantaranya adalah pertama, bisa menutup aurat, Kedua, menutupi seluruh anggota badan. Ketiga, busana yang dikenakan harus tebal dan tidak tipis. Keempat, busana jangan dijadikan sarana untuk menghiasi tubuhnya, dan busana yang dipakai tidak menyerupai pria.

Selain itu mahasiswa dalam berbusana biasa saja, karena saat ini ada mahasiswa yang berbusananya seperti ustadzah, ustad, dan guru di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat masih ada, tetapi ada juga yang berbusana tidak seperti itu. Berbusana juga mempunyai efek buruk dalam bidang pergaulan, semisalnya ketika sedang berteman dengan teman yang agamis, kita juga akan menyesuaikan dengan teman dekat kita. Begitu juga dengan sebaliknya.

Akibat dari busana yang pakai mahasiwa itu karena terbiasa dengan lingkungan dan busana yang di kenakan itu terasa nyaman, sehingga busana yang dikenakan itu mengikuti mode-mode busana terbaru. Terutama dalam mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat banyak yang mengikuti

mode-mode trend dalam memakai busana yang merubah budaya serta perkembangan

peradaban.

Biasa yang digunakan para mahasiswa saat kuliah itu ada yang memakai busana yang rapi dan ada juga yang menggunakan baju yang tidak sesuai

      

M. Jafar Shodiq, Wawancara, Gedung B Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Mei . 

Tika Lestari, Wawancara, Gedung B Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Mei . 

Ilham Saifullah, Wawancara, Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Mei . 


(40)

   

dengan kode etik. Busana rapi yang digunakan mahasiswa seperti busana yang sesuai syar’i tidak ketat, baju hem, baju sobek, kemeja panjang, jas, celana panjang dan longgar, rok model tertutup, sepatu. Busana yang tidak layak digunakan mahasiswa seperti kaos oblong, baju ketat/ tipis, memperlihatkan bentuk tubuh, transparan, dan memakai sandal.

Akibat dari busana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang tidak sesuai dengan kode etik itu karena faktor pengaruh lingkungan, adanya globalisasi, perkembangan teknologi yang pesat, pergaulan, kurangnya iman dan taqwa, rendahnya kesadaran mahasiswa akan kesopanan.

Dampak yang timbul dari gaya hidup dalam berbusana pada masa kini. Hilangnya norma kesopanan, pergaulan bebas, demoralisasi, menurunnya image mahasiswa di mata publik, menurunnya daya berpikir mahasiswa yang kreatif dan inovatif.

Penyebab perubahan gaya hidup mahasiswa dalam berbusana adalah salah satu hal yang mengalami perubahan dan perkembangan, busana yang sangat diminati oleh berbagai kalangan dan berbagai tingkatan tidak hanya orang-orang dewasa saja, akan tetapi busana digemari oleh remaja kalangan mahasiswa-mahasiswi.

Sebuah contoh lain perilaku mahasiwa dalam berbusana adalah ketika mahasiswa seorang perempuan mengalami faktor ekonomi yang tinggi, dia memilih mengekspresikan dalam berbusana dibandingkan dengan membeli

      

Achmad Isnain Choiri, Wawancara, Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Mei . 

M. Idzin, Wawancara, Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Mei . 

Andreas, Wawancara, Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Juni . 


(41)

   

buku kuliah. Maka pilihan terbaik bagi mahasiswa dalam berbusana dengan mode-mode trend terbaru.

Karena pada dasarnya diri seseorang terbagi menjadi dua yakni kebutuhan dan sosialnya. Sehingga dia tidak dapat menyeimbangkan kebutuhan. Semisal ketika kita melihat teman kita berbusana dengan mode terbaru, kita pasti mempunyai keinginan untuk bisa memiliki mode busana terbaru. Ketika teman kita mempunyai buku mata kuliah kita tidak mempunyai keinginan untuk memiliki buku.

Jadi wajar bila seseorang asik dengan mode busana, karena anak muda zaman sekarang lebih cenderung senang dengan gaya busana dibandingkan dengan kode etik yang berlaku di kampus. Misalnya, mahasiswa memakai busana kaos dan memakai sandal itu merupakan larangan kode etik busana mahasiswa.

Busana mahasiswa di Fakultas secara umum sudah cukup, meskipun masih ada catatan dilihat dari mahasiswa kurang memperhatikan etika berbusana terutama jika dikaitkan kode etik berbusana mahasiswa secara etika belum pas. ketika dikaitkan dengan buku panduan tentang kode etik berbusana masih ada catatan. Masalahnya kompleks karena mentalitas mahasiswa itu sendiri di awal mereka sadar bahwa kampus ini adalah kampus islami. Salah satu aspek nilai islami, busana yang sesuai tuntunan islam. Disisi lain Busana tidak bisa dilepas dari hak asasi jadi pandangan itu dirubah jangan sampai

      

A. Daelani Firdausun Naja, Wawancara, Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Juni

Ahlur Roiyan, Wawancara, Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Juni . 


(42)

   

mahasiswa itu kemudian mengatakan “ini hak saya memakai mode busana apapun” pemikiran itu harus dirubah, hak asasi di sini untuk sementara di kesampingkan dulu dengan menantaati kewajibannya yang sudah tertuang di kode etik mahasiswa karna kita dilingkungan kampus secara langsung kita harus mematuhi peraturan yang dibuat kampus.

Mahasiswa di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat gaya busananya ada yang sudah ada yang belum sesuai dengan kode etik mahasiswa, karena sebagian mahasiswa-mahasiswi ada yang masih banyak memakai celana ketat, kalau dulu dengan gaya busana masih bagus kalau sekarang masih mengikuti trend dan mode-mode. Kalaupun ada sanksi yang wajib sebenarnya itu kemauan pimpinan saja, kalau kita saja biasanya menegur di jalan kalau ingin merubah bukan dengan hanya kekerasan tetapi harus dengan kesadaran setiap mahasiswa. Kalau aturan sudah ada kode etik dengan cara penerapan kalau hubungan dengan mahasiswa dengan wakil dekan III. Kalau dengan cara memberi arahan tentang berbusana itu ketika waktu ospek seharusnya senior-senior di kumpulkan dan di beri arahan sikap seperti apa dan seluruh aspek di beri contoh dengan cara itu kita bisa merubah mahasiswa yang dari SLTA ke perguruan tinggi menjadi mahasiswa yang menaati tata tertib mahasiswa.

Busana mahasiswa sebagian besar sudah ada yang menyesuaikan kode etik mahasiswa, karena memang ada satu atau dua mahasiswa yang tidak sesuai dengan kode etik karena faktor-faktor tertentu seperti lingkungan, pergaulan, dll. selama dalam proses formal itu sudah ada teguran kalau tidak

      

Nur Hidayat Wakhid Udin, Wawancara, Ruang Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, juni


(43)

   

sesuai dengan kode etik mahasiswa, kalau hanya saja diluar bukan urusan dosen.

Busana gak terlalu ektrim kalau di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat masih standart masih banyak yang memakai baju-baju yang longgar. Busana di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat sudah sesuai dengan kode etik mahasiswa. Karna kebanyakan yang sesuai dengan kode etik sebagian mahasiswa jurusan Tafsir Hadis, kalau mahasiswa jurusan lain ada yang udah sesuai dengan kode etik dan ada yang tidak sesuai dengan kode etik, seperti ada yang memakai celana ketat, kaos oblong, sandal, dll.

Busana di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat biasa saja, ada yang sudah menyesuaikan ada yang tidak karena ada yang memakai celana dan sebaiknya menggunakan meksi, busana yang digunakan tidak boleh sobek, dan ketat. Karena di Fakultas tidak ada yang mengawasi busana mahasiswa maka di Fakultas di biarkan, anak-anak banyak yang mengikuti mode kalau aturan di tetapkan harus di ikuti kalau ada semacam yang mengawasi busana mahasiswa, selama tidak ada pengawasan atau aturan itu tergantung dari pimpinannya.

Sebagaian besar mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat sudah menyesuaikan dengan kode etik yang berlaku, mahasiswa yang tidak menyesuaikan bisa hanya di ingatkan atau mahasiswa mengingatkan dirinya sendiri. Kadang peraturan harus dijalankan tapi namanya mahasiswa ada yang

      

Tasmuji, Wawancara, Ruang Jurusan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Juni . 

Nuril Aisyah Arfani, Wawancara, Ruang Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Juni . 


(44)

   

masih memakai sandal, kalau umumnya sudah bagus, ada juga mahasiswa yang mengikuti mode, kalau mode yang tidak bertentangan dengan ketentuan agama tidak jadi masalah. kalau usia mahasiswa sekarang banyak yang tidak bisa membedakan mana yang pantas di buat untuk kulia dan yang di buat untuk shopping. masih kebanyakan putra yang tidak sesuai dengan kode etik seperti memakai kaos, sandal, untuk mahasiswa yang tidak menyesuaikan dengan kode etik bisa memberikan sanksi atau teguran.

Dari beberapa pendapat diatas, peneliti menarik kesimpulan dengan beberapa kategori:

a. Kode etik belum diterapkan

Kode etik belum diterapkan karena tidak adanya sanksi serta teguran-teguran lisan atau tertulis, terbiasa dengan lingkungan dan busana yang di kenakan itu terasa nyaman, sehingga busana yang dikenakan itu mengikuti mode-mode busana terbaru serta faktor pengaruh lingkungan, globalisasi, perkembangan teknologi yang pesat, pergaulan, kurangnya iman dan taqwa, rendahnya kesadaran mahasiswa akan kesopanan, serta karena tidak ada yang mengawasi busana mahasiswa maka di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat di biarkan, anak-anak banyak yang mengikuti mode kalau aturan di tetapkan harus di ikuti kalau ada semacam yang mengawasi busana mahasiswa, selama tidak ada pengawasan atau aturan itu tergantung dari pimpinannya. anak muda zaman sekarang lebih

      

Eko Taranggono, Wawancara, Ruang Dekan III Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Agustus


(45)

   

cenderung senang dengan gaya busana dibandingkan dengan kode etik yang berlaku di kampus.

b. Kode etik sudah diterapkan sebagian

Kode etik sudah diterapkan sebagian karena sudah menyesuaikan dengan kode etik mahasiswa di Fakultas, seperti: memakai baju kemeja, celana panjang, bersepatu, dan tidak berambut panjang. Tetapi ada juga mahasiswa yang tidak menyesuaikan kode etik. Serta selama dalam proses formal itu sudah ada teguran kalau tidak sesuai dengan kode etik mahasiswa, kalau hanya saja diluar bukan urusan dosen

c. Kode etik sudah diterapkan seluruhnya

Kode etik sudah diterapkan karena mahasiswa ada yang mengguna-kan busana rapi yang digunamengguna-kan mahasiswa seperti busana yang sesuai syar’i tidak ketat, baju hem, baju tidak sobek, kemeja panjang, jas, celana panjang dan longgar, rok model tertutup dan bersepatu serta masih standart masih banyak yang memakai baju-baju yang longgar.

Dari hasil observasi diatas cara berbusana seorang mahasiswa memiliki dampak yang timbul dari gaya hidup dalam bebusana pada masa kini. Hilangnya norma kesopanan, pergaulan bebas, demoralisasi, menurunnya image mahasiswa hal tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan, globalisasi,

      

M. Idzin, Wawancara, Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Mei dan Abdul

Shomat, Wawancara, Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Juni . 

M. Jafar Shodiq, Wawancara, Gedung B Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Mei dan

Tasmuji, Wawancara, Ruang Jurusan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Juni . 

Nuril Aisyah Arfani, Wawancara, Ruang Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Juni dan Achmad Isnain Choiri, Wawancara, Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,


(46)

   

perkembangan teknologi yang pesat, pergaulan, kurangnya iman dan taqwa, rendahnya kesadaran mahasiswa akan kesopanan.

Busana mahasiswa di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat secara umum sudah cukup, meskipun masih ada catatan dilihat dari mahasiswa kurang memperhatikan etika berbusana terutama jika dikaitkan kode etik berbusana mahasiswa secara etika belum pas. ketika dikaitkan dengan buku panduan tentang kode etik berbusana masih ada catatan. Masalahnya kompleks karena mentalitas mahasiswa itu sendiri di awal mereka sadar bahwa kampus itu ini adalah kampus islami. Salah satu aspek nilai islami, busana yang sesuai tuntunan islam.

Disisi lain Busana tidak bisa dilepas dari hak asasi jadi pandangan itu dirubah jangan sampai mahasiswa itu kemudian mengatakan “ini hak saya memakai mode busana apapun” pemikiran itu harus dirubah, hak asasi di sini untuk sementara di kesampingkan dulu dengan menantaati kewajibannya yang sudah tertuang di kode etik mahasiswa karna kita dilingkungan kampus secara langsung kita harus mematuhi peraturan yang dibuat kampus.


(47)

BAB III

MODE GAYA BERBUSANA MAHASISWA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

A. Mode Berbusana

. Pengertian Mode

Mode yang dikemukakan Van Hoeven dalam Kamus Belanda-Indonesia bahwa mode yaitu ragam/ cara/ gaya pada suatu masa tertentu yang berganti-ganti dan diikuti oleh orang banyak dalam berbagai-bagai bidang terutama dalam pakaian. Mode bukan hanya bergerak dalam bidang busana, tetapi juga dalam bidang lainnya. Pengertian mode secara luas dapat dikatakan sebagai suatu gaya hidup, penampilan atau gaya (style) yang sedang menjadi modus pada waktu dan tempat tertentu. Dikaitkan dengan busana atau cara berbusana dapat diartikan bahwa mode adalah gaya, penampilan atau gaya berbusana, busana yang sedang menjadi modus pada suatu waktu dan tempat tertentu. Mode akan berubah dari masa ke masa. Apabila mode baru muncul, maka mode yang sebelumnya dianggap kuno dan laun akan ditinggalkan. Mode dapat berulang kembali setelah beberapa tahun. Mode baru bertitik tolak pada mode sebelumnya dan tampil kembali dengan variasi baru.

Dalam penampilan mode biasanya terlihat lebih dari satu garis mode, karena mode diciptakan oleh sejumlah perancang. Dari berbagai hasil rancangan. Dari berbagai hasil rancangan itu diperoleh garis-garis dan warna yang banyak ditampilkan atau dominan. Garis-garis serta warna-warna itulah yang mennentukan trend mode terbaru.

      


(48)

   

Garis mode ditentukan terutama oleh bentuk dan panjang rok serta lengan dan detail yang menonjol, mode tidak mementingkan funsdi busana, mode bertujuan untuk keindahan dan bersifat komersil.

. Perkembangan Mode Busana

Sebagai ciri utama mode yaitu dengan adanya perkembangan, sebab suatu model akan dapat dikatakan mode apabila model tersebut sedang mengalami perhatian masyarakat sebagai sesuatu yang sedang disenanginya dan dipergunakannya. Apabila laju perkembangan dari suatu model itu sudah mencapai puncaknya dan telah menjadi tradisi dalam masa yang tidak ada batasanya, model busana itu sudah tidak dapat lagi dikatakan suatu mode. Contohnya, celana panjang dan kemeja untuk pria, bebe, dan rok untuk wanita di Indonesia sudah menjadi model busana sehari-hari sedangkan aslinya bangsa Indonesia masa lalu, yaitu pria mempergunakan sarung dan baju kampret, wanita mempergunakan pakaina daerahnya masing-masing atau sarung/ kain dan kebaya.

Busana Barat pada mulanya dapat dikatakan mode, yaitu dengan adanya pengaruh para penjajah saat itu. Model busana asli ini mulai kurang dipergunakan karena sudah diperkenalkan busana model barat sebagai busana yang praktis dipergunakan untuk melakukan kegiatan. Akhirnya mode celana, kemeja, rok dan blus atau bebe/ gaun menjadi model busana yang biasa dipakai sehari-hari baik di rumah ataupun bepergian, yang kemudian hanya mengalami perkembangan pada modelnya saja.

      


(49)

   

Seperti kita ketahui bahwa mode ini sudah ada sejak manusia mengenal busana, hanya manusia mengenal busana, hanya pada abad ke- an perkembangan yang semakin pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Perkembangan yang semakin menonjol itu dapat kita pahami yaitu karena perkembangan: (a) produksi dan pemasaran tekstil, (b) mesin-mesin dan alat-alat pembuat busana, (c) kuantitas dan kualitas para disainer mode busana, (d) media massa, (e) kemampuan daya beli dari masyarakat, serta (f) meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam bidang busana.

Perkembangan busana selalu berubah dan berputar dari tahun ke tahun. Perubahan itu hanya pada variasinya saja, sedangkan bentuk dasarnya tidak mengalami perubahan, contohnya rok dan blus adalah busana yang terdiri dari busana bagian atas dan bagian bawah yang terpisah itu adalah dasar dan perubahan variasi itu terdapat pada siluet, model kerah, model lengan, garis hias macam-macam lipit pada rok, ukuran panjang rok.

. Pengaruh Mode Busana

Perkembangan mode busana laju dengan pesat dan perkembanganya, tersebut dari berbagai bagian dari busana seperti bentuk leher, kerah, lengan, rok, dekorasi pada bagian tertentu dan sebagainya, yang membuat orang tertarik pada model-model busana yang ditampilkan sehingga menjadi mode.

      


(50)

   

Mode ini mempunyai sifat-sifat berikut:

a. Mempunyai pengaruh penampilan yang kuat, sehingga masyarakat tertarik kepada model baru yang ditampilkan, karena model-model yang ditampilkan disesuaikan dengan selera masyarakat, tingkatan sosial ekonomi masyarakat, tingkat umur, lingkungan/ kondisi masyarakat.

b. Mode mempunyai sifat komersial, berarti dapat menguntungkan atau merugikan.

c. Mode bukan sesuatu penemuan baru atau selalu baru, akan tetapi dengan dasar-dasar yang telah ada muncul kembali dengan gaya yang baru. d. Mode ada hubungannya dengan produksi tekstil, perlengkapan busana

milineris dan aksesoris.

B. Gaya Berbusana

. Pengertian Berbusana

Busana berasal dari kata bahasa sanskerta yaitu “bhusana” dan istilah yang popular dalam bahasa Indonesia yaitu “busana” yang dapat diartikan “pakaian”. Namun pengertian busana dan pakaian terdapat sedikit perbedaan, dimana busana mempunyai konotasi “pakaian yang bagus dan indah” yaitu pakaian yang serasi, harmonis, selaras, enak dipandang, nyaman melihatnya, cocok dengan pemakai serta sesuai dengan kesempatan. Busana dalam pengertian luas adalah segala sesuatu yang dipakai mulai dari kepala sampai

      


(51)

   

ujung kaki yang memberi kenyatamanan dan menampilkan keindahan bagi sipemakai. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Araf ayat :









































Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”.

Perkembangan bentuk busana telah mengalami kemajuan yang cukup pesat mulai dari penggunaan kulit kayu, kulit binatang hingga manusia akhirnya menemukan teknologi pembuatan kain yang pada awalnya yang masih sederhana yaitu dengan menggunakan alat bantu mesin, disinilah manusia mengenal busana dalam arti yang sesungguhnya. Kita mengenal pakaian di masa kini pun menjadi mode dan industri yang menjanjikan. Kelas sosial, gengsi, hingga eksistensi pun muncul, bahkan kini pakaian seperti menjadi budaya popular yang kerap membawa kontroversi dan polemik. Pakaian pun dimanfaatkan oleh dunia hiburan dan dunia kapitalisas modern untuk menyihir anak-anak muda kita dan berdaya di masa mode-mode trend dan model pakaian yang dipakai para selebritis kita. Pakaian pun seperti semakin jelas menunjukkan sebagai alat untuk meningkatkan popularitas dan

      

Ernawati dkk, Tata Busana Jilid , (Semarang: Aneka Ilmu, ), .  

Departemen Agama RI, Qu’an dan Terjemahanya, Yayasan Penyelenggara, Penterjemah Al-Qur’an, (Semarang: al-Waah, ).  


(52)

   

ketenaran para selebritis kita. Dengan gaya pakaian terbaru, pakaian “sexy” mereka membentuk opini publik melalui tayangan gossip, infotainment dan sebagainya. Pakaian di dunia modern pun seperti tak menunjukkan keadaban kita. Pakaian modern tersebut meniru gaya ala Barat yang bermotifkan, pakaian model itulah yang dianggap maju dan modern yang mana pelakunya dianggap sebagai modernis.

Anehnya sejarah masa kini malah cenderung lebih memilih pakaian pada masa tahun an, an, dan an. Tak jarang banyak perempuan-perempuan memilih pakaian zaman dahulu daripada zaman sekarang dan alasannya hanya karena mode trend masa kini saja.

Islam memerintahkan kepada wanita muslim untuk memakai busana yang bisa menutupi seluruh bagian tubuhnya atau auratnya. Pada kenyataanya wanita muslim banyak yang tidak memakai pakaian seperti itu, malah memakai busana yang sangat minim yang meniru gaya Barat. Islam tidak melarang memakai model busana apapun asalkan tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan.

Gaya berbusana merupakan suatu kebudayaan dari suatu masyarakat, artinya cara berbusana antara masyarakat akan berbeda, hal ini bisa dipengaruhi karena adat istiadat, keadaan geografis, dan tergantung kebutuhan yang lainnya. Islam datang dan tersebut ditengah masyarakat yang memiliki budaya tertentu, karena itu interaksi sosial akan terjadi antara agama dan

      


(53)

   

kebudayaan yang berbeda. Fungsi busana atau pakaian yang sesuai dengan perintah Agama Islam adalah sebagai penutup aurat dan juga sebagai perhiasan. Fungsi pakaian tidak hanya untuk menutup aurat, tetapi juga sebagai perhiasan untuk memperindah penampilan di hadapan Allah ataupun di hadapan manusia lain. Sedangkan fungsi lain dari busana adalah untuk melindungi tubuh dari kondisi luar, misalnya panas ataupun dingin dan juga sebagai identitas diri seseorang. Fungsi busana sebagai petunjuk identitas ini akan membedakan seseorang dengan yang lainya. Secara non fisik busana dapat mempengaruhi perilaku orang yang memakai. Dengan memakai pakaian yang sopan misalnya, akan mendorong seseorang untuk berprilaku dan mendatangi tempat-tempat yang terhormat begitu juga sebaliknya.

Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan standar mode busana muslim berikut ini:

a. Bagian tubuh yang boleh kelihatan hanya wajah dan telapak tangan (sampai pergelangan).

b. Tekstil yang dijadikan bahan busana tidak tipis atau transparan (tembus-pandang), karena kain yang demikian akan memperlihatkan bayangan kulit secara remang-remang.

c. Modelnya tidak ketat, karena model yang ketat akan menampakkan bentuk tubuh terutama payudara pinggang dan pingggul. Pergunakanlah

      

Bustanuddin Agus, Islam dan Pembangunan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, ), .  Nina Surtiretna, Anggun Berjilbab, (Bandung: Mizan, ), . 

Muhammad Walid dan Fitratul Uyun, Etika Berpakaian bagi Perempuan, (Malang: UIN Maliki Pers, ), . 


(54)

   

potongan yang longgar agar lebih sehat, dan memberi keleluasaan bagi otot untuk bergerak.

d. Tidak menyerupai pakaian laki-laki. Bila ke bawahnya mau memakai celana panjang, sebaliknya blus lebih menurun sehingga menutup setengah paha.

e. Bahannya juga sebaliknya modelnya tidak terlalu mewah dan berlebihan atau menyolok mata, dengan warna yang aneh-aneh hingga menarik perhatian orang. Apabila jika sampai menimbulkan rasa angkuh dan sombong.

Seiring dengan perkembangan zaman, ukuran busana perempuan terus meningkat dari taraf yang paling sederhana hingga ketingkat yang paling sempurna. Masyarakat primitif atau masyarakat terasing masih menggunakan pakaian yang minim sekali. Bahkan manusia modern pun sampai sekarang masih ada yang berpakaian demikian. Dari pakaian minim tersebut berkembang menjadi pakaian yang lebih lebar dan agak menutup. Pada akhirnya setelah abad ke tujuh Islam telah menetapkan ukuran pakaian maksimal bagi perempuan yaitu yang menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Dengan kerudung penutup kepala, busana muslimah menjadi jauh lebih sempurna ketimbang bangsa manapun di Dunia. Karena itu pakaian yang ukurannya kurang dari ketentuan yang ditetapkan Islam, sebenarnya bukan berarti modern seperti anggapan kebanyakan orang,

      


(55)

   

melainkan kembali kemasa lampau yang berarti mengalami kemunduran dalam gaya berbusana.

Sedangkan bagi wanita tidak diperbolehkan memakai pakaian tipis sebagaimana HR. Ibnu Hibban yang artinya:

“Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu, dia menceritakan, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “pada akhir umatku nanti akan ada beberapa orang laki-laki yang menaiki pelana, mereka singgah dibeberapa pintu masjid, yang wanita-wanita mereka berpakaian tetapi (seperti) telanjang, di atas kepala mereka terdapat sesuatu seperti punuk unta yang miring. Laknat mereka, karena mereka semua terlaknat.” (HR. Ibnu Hibban).

Selain itu, Islam tidak menentukan satu mode pakaian perempuan, tetapi memungkinkan kaum perempuan berkain panjang, mengenakan rok, sarung, celana panjang, jubbah dan sebagainya, asalkan tetap memenuhi syarat dalam hal menutup aurat (yakni menutup seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan). Perempuan diwajibkan untuk berpakaian seperti pada saat-saat keluar rumah dan muncul ditempat-tempat umum, ketika sholat atau jika berada di rumah-nya hadir pria selain suami atau keluarga dekatnya. Namun apabila ia berada di dalam rumah atau di hadapan suaminya, di lingkungan kerabatnya yang paling dekat atau di antara teman-teman perempuannya, ia boleh meninggalkan kerudung dan boleh mengenakan pakaian apa pun yang disenanginya, asalkan tetap menjaga kesopanan dalam berpakaian.

Perempuan dalam Islam selalu menjadi sorotan, seakan-akan wanita diperlakukan tidak pada tempatnya, bahkan persoalan hak wanita telah muncul

      

Nina Surtiretna, Anggun Berjilbab, . 

Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan Muslim, .  Nina Surtiretna, Anggun Berjilbab, . 


(56)

   

sebagai masalah yang sangat penting di seluruh dunia di segala kelompok masyarakat. Terkait soal cara berpakaian yang dikenakan bagi perempuan. Islam mengajarkan kepada para perempuan maupun laki-laki agar menutup aurat dan menjaga penampilan lahir maupun batin. Islam memiliki batasan untuk mengatur para umatnya, termasuk cara berpakaian yang baik dan sopan. Aturan yang mengikat umatnya berlangsung dari satu generasi lain, akan tetapi tidak semua umat Islam mau mengikuti aturan itu, termasuk tata cara berpakaian khususnya perempuan yang dianggap memberikan bagi sebagaian orang. Cara berpakaian yang baik dapat mencerminkan sikap dan diri orang yang menggunakannya. Islam tidak melarang umatnya untuk tampil menarik di depan umum, akan tetapi, harus ingat akan batasan antara pakaian yang sopan dan tidak sopan yang dianggap mengundang nafsu bagi kaum hawa.

Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam busana muslim adalah sebagai berikut:

a. Dapat menutupi seluruh anggota badan selain yang telah dikecualikan oleh agama, seperti wajah dan telapak tangan.

b. Jangan dijadikan sebagai sarana untuk menghiasi tubuhnya. c. Busana tersebut harus tebal dan tidak tipis.

d. Seharusnya, busana yang akan dikenakan tadi lebar dan tidak sempit. e. Busana tersebut jangan menyerupai pria.

      

Sayid Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rohani, Moral, Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, ), - . 

Farid L. Ibrahim, Perempuan dan Jilbab (Yogyakarta: PT. Mapan, ), iii.  Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan Muslim, . 


(1)

   

٨     BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

. Penerapan gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat berdasarkan kode etik mahasiswa menunjukkan bahwa sebagian besar belum sepenuhnya terlaksana, terbukti dengan mayoritas mahasiswa yang belum berbusana sesuai dengan kode etik mahasiswa. Gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat ada sekitar ٪ yang sesuai dan ٪ yang tidak sesuai dengan kode etik mahasiswa. Dari prosentase tersebut lebih banyak gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang tidak sesuai dengan kode etik mahasiswa dikarenakan sanksi belum berjalan dan tidak ditegakkan, hal itu juga karena tidak semua dosen punya kepeduliaan untuk menegakkannya.

. Penerapan kode etik mahasiswa terhadap gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menurut tindakan sosial Max Weber termasuk dalam keempat tindakan sosial menurut Max Weber. Tipe tindakan sosial pertama yaitu Zweckrationalitat (rasionalitas instrumental), yang termasuk dalam tipe ini yaitu mahasiswa yang memakai busana karena memang sadar busana yang baik untuk dikenakan oleh mahasiswa dan memiliki tujuan untuk menutup aurat guna menghindari adanya hasrat dari lawan jenis. Tipe tindakan sosial kedua yaitu Wetrationalitat (rasionalitas tujuan), yang termasuk dalam tipe ini yaitu mahasiswa yang berbusana karena sadar akan tempatnya untuk menuntut ilmu berbasis agama, sehingga ia harus memakai busana yang sesuai dengan


(2)

٨    

syari’at. Tipe tindakan sosial ketiga yaitu tindakan tradisional, yang termasuk dalam tipe ini yaitu mahasiswa yang berbusana berdasarkan busana yang dominan dikenakan dalam kehidupan sehari-hari. Tipe tindakan yang terakhir yaitu tindakan efektif, yang termasuk dalam tipe ini yaitu mahasiswa yang berbusana karena perasaan nyaman dengan mengenakan busana yang dipakainya atau karena hanya perasaan emosi sesaat karena dosen yang mengharuskan mengenakan busana yang sesuai dengan kode etik.

. Gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat menurut Islam pada dasarnya kode etik mahasiswa sudah sesuai dengan syari’at Islam, tetapi pelaksanaan sanksi belum berjalan dan tidak ditegakkan. karena gaya berbusana mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang belum sesuai dengan kode etik mahasiswa maka masih banyak yang tidak sesuai dengan syari’at Islam.

B. Saran

Dari deskripsi dan analisis yang penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

١. Bagi mahasiswa fakultas Ushuluddin dan Filsafat hendaknya mengenakan busana yang sesuai dengan kode etik mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya karena sebagai mahasiswa harus menjaga nama baik almamater dan harus disesuaikan dengan gaya berbusana yang sesuai dengan syari’at Islam.

٢. Bagi pihak akademis fakultas Ushuluddin dan Filsafat maupun pihak rektorat bagian kemahasiswaan supaya lebih memperhatikan penerapan gaya berbusana mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya khususnya fakultas


(3)

٨    

Ushuluddin dan Filsafat agar gaya berbusana mahasiwa disesuaikan dengan kode etik mahasiswa dan memberikan sanksi kepada mahasiswa sesuai dengan ketentuan kode etik berbusana.


(4)

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Agus, Bustanuddin. Islam dan Pembangunan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. .

As-Sya’rawi, Syaikh Mutawalli. Fikih Perempuan Muslim. Jakarta: AMZAH. .

Basrowi, Muhammad dan Soenyono, Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Surabaya: Yayasan Kampusina. .

Campbell, Tom. Tujuh Teori Sosial Sketsa, Penilaian, Perbandingan. Yogyakarta: Kanisius. .

Departemen Agama RI. Al-Qu’an dan Terjemahanya, Yayasan Penyelenggara,

Penterjemah Al-Qur’an. Semarang: al-Waah. .

Ernawati dkk. Tata Busana Jilid . Semarang: Aneka Ilmu. .

Judi Achjadi. Pakaian Daerah Wanita Indonesia. Jakarta: Djambatan. . Mortimer Dunn. Gloria. Fashion Design. Melbourn: A.S.T.C. Rigby Limited.

.

Ghony M. Djunaidi dan Fauzan Almanshur. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. .

Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. .

Ibrahim, Farid L. Perempuan dan Jilbab. Yogyakarta: PT. Mapan. .

Noor, Juliansyah. Metode Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. .

Qardhawi, Yusuf. Halal dan Haram dalam Islam. Semarang: Bina Ilmu. . Rabbani, Ibnu. Bukan Wanita Biasa. Tanggerang: Qultum Media. .

Riyanto, Arifah A. dan Liunir Zulbahri. Modul Dasar Busana. PKK UPI. . Riyanto, Arifah A. Sejarah dan Perkembangan Busana. Bandung: Dinas

Pendidikan provinsi Jawa Barat. . ---. Teori Busana. Bandung: Yapemdo. .


(5)

٨    

Sabiq, Sayid. Islam Dipandang dari Segi Rohani, Moral, Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. .

Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogjakarta: Penerbit Graha Ilmu. .

Sevilla, Consuelo G. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press. . Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

.

Shihab, M. Quraish. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa

Lalu dan Cendekiawan Kontemporer. Jakarta: Lentera Hati. .

Subagyo, Joko. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. .

Surtiretna, Nina. Anggun Berjilbab. Bandung: Mizan. .

Turner, Bryan S. Teori Sosial dari Klasik sampai Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Belajar. .

UIN Sunan Ampel Surabaya. Penduan Penyelenggaraan Pendidikan Program

Starata Satu (S ) Tahun . Surabaya: UIN Sunan Ampel. .

---. Wisuda Ke- UIN Sunan Ampel Surabaya Semester Gasal Tahun

-.Program Doktor (S ), Program Magister (S ), Program Sarjana (S ).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor Tahun Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Walid, Muhammad dan Fitratul Uyun. Etika Berpakaian bagi Perempuan. Malang: UIN Maliki Pers. .

Wirawan. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma Fakta sosial, Definisi Sosial,

dan Perilaku Sosial. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. .

Zeitlin, Irving M. Memahami Kembali Sosiologi kritik terhadap teori sosiologi

kontemporer. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. .

Wawancara dan Artikel:

Abdul A’la. “Mengenal Entitas KeIslaman Indonesia DI Era Globalisasi”. Majalah Aula Edisi Oktober .

Ajeng Ayu Almaratus Sholihah. Wawancara. Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Mei .


(6)

٨    

Andreas. Wawancara. Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juni . Arfani, Nuril Aisyah, Wawancara. Ruang Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat. Juni .

Choiri, Achmad Isnain. Wawancara. Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Mei .

Idzin, M. Wawancara. Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Mei . Lestari, Tika. Wawancara. Gedung B Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Mei

.

Magfiroh, Latif. Wawancara. Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juni .

Ma’shum. Wawancara. Ruang Profesor Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juni .

Muayada. Wawancara. Gedung B Fakultas Ushuluddin dan FIlsafat. Mei .

Naja, A. Daelani Firdausun. Wawancara. Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juni .

Roiyan, Ahlur. Wawancara. Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juni .

Saifullah, Ilham. Wawancara. Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Mei .

Shodiq, M. Jafar. Wawancara. Gedung B Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Mei .

Shomat, Abdul. Wawancara. Gedung A Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juni .

Suwaji. Wawancara. Ruang Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juni .

Tasmuji. Wawancara. Ruang Jurusan Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juni .

Udin, Nur Hidayat Wakhid. Wawancara. Ruang Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juni .