PENGARUH FANATISME MASYARAKAT PADA KYAI TERHADAP KEMENANGAN KH. FANNAN HASIB DAN FADHILAH BUDIONO DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KECAMATAN SOKOBANAH TAHUN 2012.

(1)

PENGARUH FANATISME MASYARAKAT PADA KYAI TERHADAP

KEMENANGAN KH. FANNAN HASIB DAN FADHILAH BUDIONO

DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KECAMATAN

SOKOBANAH TAHUN 2012

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Politik Islam

Oleh

Nina Ismaya

Nim: E84210023

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

PENGARUH FANATISME MASYARAKAT PADA KYAI TERHADAP

KEMENANGAN KH. FANNAN HASIB DAN FADHILAH BHODIONO

DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN SAMPANG

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1)

Filsafat Politik Islam

Oleh

Nina Ismaya

NIM: E84210023

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(3)

(4)

(5)

(6)

Abstrak

Judul Skripsi: Pengaruh Fanatisme Masyarakat Pada Kyai Terhadap Kemenangan KH. Fannan Hasib Dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012.

Skripsi Ini Berjudul “Pengaruh Fanatisme Masyarakat Pada Kyai Terhadap Kemenangan KH. Fannan Hasib Dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012. Rumusan masalah yang diajukan,

pertama Bagaimana Fanatisme Masyarakat Pada Kyai di Kecamatan Sokobanah dalam

Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Sampang Tahun 2012, kedua Faktor apa saja yang menentukan kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012, ketiga Seberapa besar Pengaruh Fanatisme Masyarakat Pada Kyai Terhadap Kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis korelasional. Adapun jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 orang yang diambil dengan cara Simple Random Sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan yaitu Analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial dengan menggunakan program SPSS 16.0.

Hasil penelitian ini, pertama fanatisme masyarakat pada kyai di Sokobanah sangatlah kuat, ini dapat diketahui dari jawaban 100 responden pada pertanyaan quesoner nomor tiga dimana 48 orang (48%) mengatakan sangat setuju bahwa kyai merupakan tokoh yang harus dihormati dengan seperangkat peran yang dimilikinya.

Kedua Faktor Penentu Kemenangan KH. Fannan Hasib Dan Fadhilah Bhodiono Adalah

a) Memanfaatkan Kefanatikan Santri, yakni sebesar 88% b) Didukung Partai Islam dengan perosentase 82 %. Ketiga terdapat pengaruh yang sangat rendah antara Fanatisme Masyarakat Terhadap Kemenangan KH. Fannan Hasib Dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012 yakni sebesar 0,155 artinya pengaruh fanatisme masyarakat pada kyai tehadap kemenangan K.H Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono di Kecamatan Sokobanah sebesar 13 % dan 87 % sisanya ditentukan oleh faktor lainnya.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

1. BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latarbelakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Definisi Oprasional ... 10

G.Variabel Penelitian Dan Indikator ... 11

1.Variabel Penelitian ... 11

2.Indikator Variabel... 11

H. Penelitian Terdahulu ... 14

I. Sistematika Penulisan ... 16

2.BAB II: LANDASAN TEORI ... 18

A. Konsep Fanatisme Dan Kyai ... 18

1.Pengertian Fanatisme ... 18

2.Analisis Terhadap fanatisme ... 21

B. Konsep Kyai ... 25

1.Pengertian Kyai ... 25

2.Fanatisme Masyarakat Madura Pada Kyai ... 30


(8)

C. Kajian Teori ... 35

1.Teori Tindakan Sosial ... 35

2.Teori Otoritas Max Weber... 37

D. Kerangka Berfikir ... 40

E. Hipotesis ... 40

3.BAB III: METODE PENELITIAN ... 42

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 42

1.Pendekatan Penelitian ... 42

2.Jenis Penelitian ... 42

B. Populasi Dan Sampel ... 43

1.Populasi ... 43

2.Sampel ... 44

C. Jenis Data ... 47

D. Sumber Data ... 48

1. Data Priemer ... 48

2. Data Sekunder ... 48

E. Metode Pengumpulan Data ... 49

1.Angket ... 49

2.Dokumentasi ... 49

F. Analisis Data ... 50

1.Teknik Analisis Statistik Deskriftif... 50

2.Teknik Analisis Statistik Inferensial ... 51

G. Uji Validitas (Keabsahan) ... 53

H. Uji Reliabilitas (Kehandalan) ... 54

4. BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 55

A. Deskripsi Data ... 55

1.Letak Geografis Kecamatan Sokobanah ... 55

2.Jumlah Penduduk ... 56

3.Keadaan Sosial Masyarakat ... 56

a). Sosial Keagamaan ... 56

b). Sosial Pendidikan ... 58

c). Sosial Ekonomi ... 59

B. Karakteristik Responden Penelitian ... 61


(9)

1.Analisis Fanatisme Masyarakat Pada Kyai

Di Kecamatan Sokobanah ... 64

2.Analisis Faktor-Faktor Yang Menentukan Kemenangan K.H. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono ... 69

3.Analisis Untuk Menguji Hipotesis (Var. X Terhadap Var. Y) . 76 a). Analisis Validitas ... 82

b). Analisis Reliabilitas ... 85

c). Uji Normalitas Data ... 86

d). Pengujian Hipotesis ... 87

5.BAB V: PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN90 A. Fanatisme Masyarakat Pada Kyai di Kecamatan Sokobanah Dalam Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2012 ... 91

B. Faktor-Faktor Penentu Kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Sampang Tahun 2012 ... 96

a). Memanfaatkan Kefanatikan Santri... 97

b). Didukung Partai Islam ... 100

C. Pengaruh Fanatisme Masyarakat Pada Kiai Terhadap Kemenangan K.H. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Kabupaten Sampang Tahun 2012... 102

6.BAB VI: PENUTUP ... 105

A. Kesimpulan ... 105


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fanatisme yang dimiliki oleh seseorang, seringkali berpengaruh pula pada tingkah lakunya dalam menunjukkan sikap fanatiknya tersebut, tak terkecuali tingkah laku yang konstruktif maupun tingkah laku yang destruktif. Dengan alasan memiliki rasa fanatik yang tinggi, seseorang lantas berusaha semaksimal mungkin untuk menunjukkan sikapnya tersebut dengan berbagai cara. Fanatisme menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan karena menyangkut pemahaman ideologi dan rasa memiliki sesorang terhadap suatu pemahaman. Penelitian tentang fanatisme sebagian besar menggambarkan bagaimana sebuah faham dalam diri sesorang akan menentukan tindakan, karakter, dan pola pikir seseorang. Fanatisme umumnya sangat terkait dengan sisi defensif (sikap bertahan) seseorang, dengan kata lain ada ego dalam diri seseorang yang akan bereaksi ketika fahamnya terusik.1

Madura sebagai sebuah pulau yang sebagian besar dihuni oleh suku Madura, merupakan suku yang memiliki fanatisme kuat terhadap agama. Masyarakat Madura yang juga dikenal sebagai masyarakat yang memiliki fanatisme kuat terhadap kiai. Bagi orang Madura, elemen masyarakat yang menjadi elite utama adalah kyai, yakni mereka yang karena keahliannya dalam ilmu agama dan jasanya dalam membina umat menjadi panutan dalam masyarakat. Madura yang oleh Kuntowijoyo disebut sebagai

“pulau seribu Pesantren memiliki cukup banyak “stok” kyai, mulai dari kyai langgar,

kyai pesantren, kyai tarekat (mursyid), sampai “kyai” dukun. Masing-masing mereka

1 Aldrian Rosdianto Tegar dkk, “Representasi Fanatisme Kelompok Dan Dampaknya Emiotik Dalam Film Romeo Dan Juliet, (Jurnal tidak di terbitkan Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta ), 3


(11)

memiliki pengaruh beragam dalam masyarakat tergantung pada; asal usul genealogis

(keturunan), kedalaman ilmu agama yang dicapai, kepribadian, kesetiaan menyantuni umat, dan faktor pendukung lainnya.2

Bagi masyarakat Madura elemen utama dalam masyarakat yang harus dihormati adalah guruh (lebih terfokus pada kyai), baru kemudian ratoh (pemerintah). Pengaruh kyai melampaui batas pengaruh institusi-institusi kepemimpinan lainnya. Dalam berbagai urusan umat, kyai menjadi tempat mengadu. Seperti urusan agama, pengobatan, rizki, jodoh, membangun rumah, bercocok tanam, konflik sosial, karier, politik, dan sejumlah problema hidup lainnya. Belum mantap rasanya apabila segala urusan tidak dikonsultasikan kepada kyai dan belum mendapat restu darinya. Kyai melayani kebutuhan umat dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, umatpun merasa puas. Dan sebagai “imbalannya” umat akan patuh, tunduk, dan siap mengabdi kepada kyai. Hubungan antara kyai dan umatnya sebagaimana digambarkan di atas dikenal dengan pola hubungan paternalisme, di mana hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin (atasan-bawahan) seperti hubungan antara ayah dan anak.3

Kharisma kyai memperoleh dukungan masyarakat hingga batas tertentu karena mereka dipandang memiliki kemantapan moral dan kualitas iman yang melahirkan model kepribadian magnetis bagi para pengikutnya. Proses ini mula-mula beranjak dari kalangan terdekat, sekitar kediamannya, kemudian melebar keluar menuju tempat-tempat yang jauh.

Dengan kharisma yang dimilikinya, kyai tidak hanya dikategorikan sebagai elit

2 Mohammad Kosim, “Kyai Dan Blater(Elite Lokal dalam Masyarakat Madura) “

Jurnal KARSA, Vol. XII No. 2 (Oktober 2007), 2

3 MM. Billah, “Pergolakan NU dan Kelompok Islam”, dalam Tashwirul Afkar” Majalah


(12)

agama, tetapi juga sebagai elit pesantren dan tokoh masyarakat yang memiliki otoritas tinggi dalam menyimpan dan menyebarkan pengetahuan keagamaan Islam serta berkompeten dalam mewarnai corak dan bentuk kepemimpinan, terutama dalam pesantren. Kharisma yang melekat pada dirinya menjadi tolak ukur kewibawaan pesantren.4

Dalam kehidupan orang Madura, kyai juga menempati posisi sentral bukan saja dalam aspek keagamaan, melainkan pada kepemimpinannya. Dalam konteks ini, kyai merupakan status yang dihormati dengan seperangkat peran yang dimainkannya dalam masyarakat. Sebagai akibat dari status dan peran yang disandangnya, ketokohan dan kepemimpinan kyai telah menunjukkan betapa kuatnya kecakapan dan pancaran kepribadian dalam memimpin pesantren dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana seorang kyai membangun peran strategis sebagai pemimpin masyarakat non-formal melalui komunikasi intensif dengan masyarakat. Posisi vitalnya di lingkungan pedesaan sama sekali bukan hal baru. Bahkan, justru sejak masa kolonial, bahkan jauh sebelum itu peran kyai tampak lebih menonjol dibandingkan dengan masa sekarang yang mulai memudar.5

Keterlibatan Kyai dalam proses pemilihan kepala daerah secara langsung tidak bisa di hindarkan, karena mereka adalah potensi lokal yang dapat memberikan kontribusi atau memberi warna tersendiri bagi perpolitikan di tingkat daerah. Dengan kemampuannya yang bisa menciptakan kondisi politik yang kondusif dimana peran mereka sangat menentukan dalam menciptakan rakyat yang partisipatif. Keterlibatan

4 Edi Susanto “Kepemimpinan (Kharismatik) KyaiJurnal KARSA, Vol. XI No. (1 April 2007), 32


(13)

dalam penggalangan massa misalnya, mereka mempunyai kemampuan masing-masing. Kyai dengan karismanya mampu menggeraknya kesadaran masyarakat dalam menentukan pilihan. Hal ini dikarenakan, pola hubungan Kyai dan santri yang sangat erat, merupakan faktor penting dan berpengaruh dalam menentukan pilihan politik. Hal ini juga di dasarkan pada fakta hubungan santri dan Kyai tidak hanya terbatas pada saat berada dalam dunia pesantren. Kyai sebagai elit lokal mempunyai karakteristik tersendiri dalam memberikan dukungannya. Kyai dengan massa yang sangat hormat kepadanya mampu mendorong atau mendulang suara kemenangan untuk calon Bupati dan Wakil Bupati, KH. Fannan Hasib dan wakilnya Fadhilah Bhodiono dalam pemilukada di Kabupaten Sampang tahun 2012.

Kyai dengan karismanya mampu memobilisasi massa dalam rangka penggalangan massa untuk berkampanye. Ketika Kyai masuk dalam system politik melalui parpol atau hanya sebagai pendukung saja, secara otomatis Kyai mendapat jatah untuk menjadi tim sukses atau juru kampanye calon yang didukung oleh parpol yang bersangkutan. Bermodal basis massa dan karisma, Kiai mampu memainkan peran penting dalam suksesi seorang calon Kepala Daerah. Selain Kyai terjun langsung kegelanggang politik, ada Kyai yang hanya menjadi partisipan atau hanya memberi restu kepada calon tertentu. Keadaan ini sebagai antisipasi perkembangan pesantren dan masa depan karir Kyai jika ternyata calon yang di dukung kalah dalam pilkada. Kyai tidak terlibat dalam kegiatan politik secara langsung. Ia hanya menjadi pendukung di garis belakang. Artinya, tidak menjadi tim sukses atau juru kampanye calon tertentu. Keterlibatan Kyai dalam politik hanya sebatas pemberian restu kepada calon yang datang dan memohon restu kepesantren. Lebih lanjut, pemberian restu tidak


(14)

hanya di berikan kepada satu calon saja, melainkan ketika ada calon yang datang kepesantren sang Kyai dengan rela memberi restu untuk maju dalam pilkada. Dari pemaparan di atas menunjukan bahwa, keragaman atau kompleksitas Kyai dalam berpolitik tidaklah tunggal. Artinya, Kyai tidak hanya menjadi tokoh atau panutan dalam hal agama saja, melainkan, mempunyai peran yang cukup signifikan dalam perkembangan demokratisasi di Indonesia.6

Religiulitas dan masih tingginya rasa fanatisme masyarakat Sampang telah dikenal luas sebagai bagian dari keberagamaan kaum muslimin Indonesia yang berpegang teguh pada tradisi (ajaran) Islam dalam realitas kehidupan sosial budayanya. Fanatisme itu sendiri merupakan keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap suatu ajaran ataupun pemahaman baik itu politik, agama dan sebagainya dan menganggap bahwa yang ia yakini itu lebih unggul dari ajaran lainnya.

Masyarakat Sampang yang dikenal sebagai komunitas yang patuh dalam menjalankan ajaran agama Islam. Karenanya, Sampang dapat dikatakan identik dengan Islam, meskipun tidak semua orang Sampang memeluk agama Islam. Dengan kata lain, Islam menjadi bagian dari identitas etnik. Dengan demikian, sebagai agama orang Sampang, Islam tidak hanya berfungsi sebagai referensi kelakuan sosial dalam kehidupan masyarakat. Akan tetapi, Islam juga merupakan salah satu unsur penanda identitas etnik di Kabupaten Sampang. Kedua unsur tersebut saling menentukan dan keanggotaan seseorang dalam kelompok etnik di Kabupaten Sampang sangat ditentukan oleh kepemilikan identitas Islam pada orang tersebut. Karenanya dapat dikatakan bahwa budaya yang berkembang di Sampang merupakan representasi

6 Subiyakto Rudi, “Keterlibatan Kiai Dalam Pilkada (Studi Kasus Pilkada Di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2006)”, Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1, 2011, 42.


(15)

nilai-nilai Islam.

Oleh karena itu hingga saat ini, salah satu budaya yang berkembang dalam masyarakat Sampang adalah penghormatan yang tinggi kepada pilar-pilar penyangga kebudayaan Sampang, yakni bhuppa’-bhabhu’-ghuru-rato, yang dalam bahasa Indonesia berarti bapak - ibu - guru (kyai) ratu (pemerintah). Ungkapan ini sering muncul dalam pergaulan sehari-hari pada masyarakat Sampang, hal yang demikian inilah menunjukkan bahwa kyai memiliki posisi dan pran yang besar dalam masyarakat Madura itu sendiri.

Sebagaimana telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pilkada. Seorang bupati bukan lagi dipilih oleh pemerintah pusat, tetapi oleh rakyat. Pada tanggal 12 Desember 2012, Kabupaten Sampang menyelenggarakan pemilihan bupati melalui pemilihan secara langsung. Pada pemilihan ini telah ditetapkan 6 pasangan calon yang akan bersaing dalam Pilkada, yakni:

Tabel. 1.1

Daftar Calon dalam Pilkada Sampang 2012

No.Urut Nama Pasangan Perolehan Suara Persen

1 K.H. Fannan Hasib–Fadhilah Budiono 163.483 31,44% 2 K.H. Achmad Yahya– H.M Faidol

Mubarrak

15.936 3,06%

3 Noer Tjahja – Heri Purnomo 88.044 16,93%

4 Haryono Abdul Bari–Hamiduddin Iskhak 87.438 16,81% 5 K.H. Faisol Muqoddas–Tryandi Husnul 4.249 0,82% 6 Hermanto Subaidi dan K.H. Jakfar Sodiq 160.899 30,94%


(16)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pasangan urut nomor satu yakni pasangan KH Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono memperoleh suara sebanyak 163.483 atau sebanyak 16,93% dan dinyatakan sebagai pemenang dalam pemilihan Kepala Daearah di Kecamatan Sokobanah. Sedangkan pasangan nomor urut dua yakni pasangan KH. Achmad Yahya dan H.M Faidol Mubarrak mendapatkan suara sebanyak 15.936 atau sebanyak 3,06%. Sedangkan pasangan nomor urut tiga pasangan Noer Tjahja – Heri Purnomo memperoleh suara sebanyak 88.044 atau 16,93%. Pasangan urut nomor empat Haryono Abdul Bari–Hamiduddin Iskhak mendapt suara sebanyak 87.438 atau 16,81%. Pasanga nomor urut lima yakni KH Faisol Muqoddas–Tryandi Husnul mendapat suara sebanyak 4.249 atau 0,82%. Dan pasanga nomor urut enam yakni pasangan Hermanto Subaidi dan K.H. Jakfar Sodiq mendapatkan suara sebanyak 160.899 atau 30,94%.

Ini menjadi menarik kemudian karena dari 6 pasangan calon bupati pada pemilihan bupati Sampang tahun 2012 ini diikuti oleh empat orang calon yang sama-sama berlatar belakang kyai baik sebagai calon bupati ataupun sebagai calon wakil bupati. Keempat calon tersebut yaitu nomor urut satu KH Fannan Hasib, kemudian calon bupati nomor urut dua KH Achmad Yahya, selanjutnya nomor urut lima KH Faisol Muqoddas dan nomor urut enam KH Jakfar Sodiq sebagai calon wakil bupatinya.

Adanya dukungan masyarakat yang besar terhadap pasangan calon bupati dan wakil bupati terpilih (KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono) menunjukkan betapa besarnya potensi dukungan masyarakat terhadap kyai dalam persaingan pemilukada di Sampang tahun 2012, yang memiliki pengaruh yang besar terhadap kemenagan


(17)

pasangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono pada pemilihan kepaladaerah di kecamatan Sokobanah yang dilaksanakan pada 12 Desember 2012.

Oleh karena itulah berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini peneliti mengkaitkan rasa fanatisme masyarakat terhadap kyai dalam memberikan dukungannya pada pemilukada Sampang tahun 2012 untuk dikaji dan diteliti dalam sebuah skripsi yang berjudul “Pengaruh Fanatisme Masyarakat Pada Kyai Terhadap Kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini seperti berikut:

1. Bagaimana Fanatisme Masyarakat Pada Kyai di Kecamatan Sokobanah dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012?

2. Faktor apa saja yang menentukan kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012? 3. Seberapa besar Pengaruh Fanatisme Masyarakat Pada Kyai Terhadap Kemenangan

KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012?

C. Batasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas dan agar penelitian ini tidak menyimpang dari rumusan masalah dan agar spesifik pembahasan skripsi ini, maka diperlukan


(18)

pembatasan masalah dimana objek kajian ini adalah membahas seputar Fanatisme masyarakat di Kecamatan Sokobanah terhadap kyai dan kemenangan bupati terpilih yakni K.H Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono.

Adapun alasan lain mengapa peneliti memilih kecamatan Sokobanah sebagai wilayah penelitian ialah karena:

1. Kecamatan Sokobanah merupakan salah satu kecamatan yang menjadi kantong suara bagi kemenangan pasangan K.A Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono pada Pemilihan kepala daerah di Kecamatan Sokobanah tahun 2012.

2. Karena masyarakatnya masih sangat tunduk pada kyai.

3. Mayoritas masyarakat sokobanah adalah masyarakat santri.7

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.Mendeskripsikan Fanatisme Masyarakat Pada Kyai dalam Pemilihan Kepala daerah di Kecamatan Sokobanah tahun 2012.

2.Mendeskripsikan faktor yang menentukan kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012.

3.Menganalisis seberapa besar pengaruh fanatisme masyarakat pada kyai terhadap kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono dalam pemilihan kepala daerah Di Kecamatan Sokobanah tahun 2012.


(19)

E. Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1.Secara Kontribusi teoritis, Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi studi bidang ilmu politik yang terkait dengan Fanatisme masyarakat pada kyai Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012. Diharapkan bisa memperkaya khasanah kajian ilmu politik dalam upaya perkembangan keilmuan, Serta menjawab fenomena sosial politik yang ada.

2.Kontribusi peraktis, penelitian ini diharapkan bisa menjadi sebagai rujukan bagi pemerintah dan masyarakat Sampang khususnya kecamatan Sokobanah serta, menjadi rujukan dalam melakukan penelitian yang serupa ditempat lain;

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam memahami judul dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Fanatisme Masyarakat Pada Kiai Terhadap Kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012”, maka akan dijelaskan istilah-istilah yang terangkai pada judul sebagai berikut:

1.Fanatisme Pengabdian yang luar biasa dari sekumpulan orang untuk sebuah objek, di mana "pengabdian" terdiri dari gairah, keintiman, dan dedikasi, dan "luar biasa" berarti melampaui, rata-rata biasa yang biasa, atau tingkat. Objek dapat mengacu pada sebuah merek, produk, orang (misalnya selebriti), acara televisi, atau kegiatan konsumsi lainnya. dalam penelitian ini dikaitkan dengan fanatisme terhadap orang.


(20)

Namun yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Fanatisme terhadap orang, dan orang yang dimaksud dalam hal ini ialah sosok kyai.8

2.Kyai adalah seseorang yang mengajarkan pengetahuan agama dengan cara berceramah, menyampaikan fatwa agama kepada masyarakat luas.9

G. Variabel Penelitian Dan Indikator 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah obyek penelitian yang bervariasi atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.10 Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas (X) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat. Sedangkan variabel (Y) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karenanya ada variabel bebas.11 Dalam penelitian ini yang termasuk dalam varibel X adalah pengaruh Fanatisme Masyarakat pada Kyai, sedangkan yang termasuk dalam variabel Y adalah kemenangan Kh. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono dalam pemilihan kepala daerah di Kabupaten Sampang tahun 2012.

2. Indikator Variabel

Dari variabel yang sudah ditentukan, langkah selanjutnya mengidentifikasikan setiap variable menjadi variable yang lebih kecil (sub variabel). Dan dari sub variabel

8 Wijayanti, Ardiani. A. (2012). Hallyu: Youngstres Fanaticism of Korean Pop Culture (Study of Hallyu Fans Yogyakarta City). Journal of Sociology. 3 (3), pp 1-24.

9 Sukamto. Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren, (Jakarta: IKAPI, 1999), 85. 10 Suharsimi Arikunto, prosedur suatu pendekatan praktek, Edisi Revisi IV, Jakarta: Rieneka Cipta, 1998, 97

11


(21)

kemdian dipecah lagi menjadi katagori-kategori data. Inilah yang kemudian disebut dengan indikator variabel.12

Tabel 1.2 Indikator Variable VARIABEL BEBAS (Variabel X)

Fanatisme Masyarakat Pada Kyai

VARIABEL TERIKAT (Variabel Y)

Kemenangan K. A. Fannan Hasib dan Fadhilah Bhudiono Dalam Pilkada Tahun 2012

12 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekata Peraktek, Edisi Revisi IV, (Jakarta: rinreka cipta,1998), 104


(22)

Indikator Variabel X 1. Ciri-ciri fanatisme

masyarakat pada Kyai

a. Tunduk pada printah kyai b. Percaya pada pilihan

politik kyai 2. Faktor yang membuat

masyarakat fanatik pada kiai. a) Karisma yang dimiliki

oleh seorang kyai b) Ketaatan warga madura

terhadap agama islam 3. Kedekatan kyai terhadap

masyarakat.

Indikator Variabel Y

1. Adanya dukungan kyai 2. Kecendrungan perilaku pemilih pada Pemilian Bupati Sampang 2012 a) Mengikuti pilihan kyai b) Memilih sesuai kemauan

sendiri dan hati nurani. 3. Didukung oleh masyarakat

santri

4. Teori tindakan Sosial a). Rasionalitas instrumental b) Rasionalitas yang

berorientasi nilai c)Tindakan tradisional d) Tindakan afektif

5. Teori Otoritas Max Weber Otoritas kiai mempengaruhi masyarakat.

a). tradisional b). karismatik c). Legal-rasional

Penelitian ini memiliki asumsi bahwa terdapat pengaruh Fanatisme Masyarakat pada Kyai terhadap kemenangan Kh. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono Ini di dasarkan pada hubungan antara kyai dengan masyarakat yang diikat dengan emosi


(23)

keagamaan, yang membuat kekuasaan syahnya semakin berpengaruh. Karisma yang menyertai aksi-aksi kyai juga menjadikan hubungan itu penuh dengan emosi. Dibawah kondisi-kondisi seperti ini, kyai mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam masyarakat dalam memainkan perannya yang sangat krusial dalam menggerakkan aksi-aksi sosial dan bahkan politik, serta menyebabkan munculnya kepengikutan massa secara signifikan. dalam hal politik, kyai menerjemahkan bahasa politik ke dalam bahasa agama yang mudah dipahami dan diterima jamaahnya, sekaligus menjadi sumber informasi utama dalam mengambil keputusan politik untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam politik.13 Dari asumsi demikian maka peneliti mengkaitkan antara Pengaruh Fanatisme Masyarakat Pada Kyai Terhadap Kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Budiono dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Kecamatan Sokobanah Tahun 2012.

H. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu memuat hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, dengan maksud untuk menghindari duplikasi. Di samping itu, untuk menunjukkan bahwa topik yang diteliti belum pernah diteliti oleh peneliti lain dalam konteks yang sama serta menjelaskan posisi penelitian yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Dengan kata lain, tinjauan pustaka bertujuan untuk meletakkan posisi penelitian diantara penelitian-penelitian yang telah ada.14

Hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan penulis terdahulu digunakan sebagai

13

Endan Turmudi, Perselingkuhan Kiai Dan Kekuasaan, (Yogyakarta:LKiS,2004), 97

14 Syarifuddin Jurdi, Panduan Penulisan Skripsi Jurusan Ilmu Politik Uin Alauddin (Makassar:UIN Alauddin,2012),11-12.


(24)

bahan kajian dan masukan bagi penulis, sehingga diharapkan dengan hasil-hasil penulisan yang dilakukan oleh penulis akan lebih berbobot, karena adanya hasil penulisan terdahulu tersebut sebagai tolok ukur atas hasil berkelanjuatan yang telah dicapai. Hasil penulisan terdahulu tersebut antara lain ialah:

1) Penelitian yang berjudul Peranan Kyai dalam meningkatkat Partisipasi Politik Masyarakat Terhadap pemilihan Bupati Secara Langsung Pada Tanggal 30 Juni 2005 Di Kabupaten lamongan karya Mashuda Efendi. hasil penelitian tersebut adalah perana kyai dalam meningkatkan partisipasi politik dalam PILKADA secara langsung pada tanggal 30 Juni di Kabupaten Lamongan masih sangat tinggi. Selain itu dukungan kyai dalam penelitian ini juga dijelaskan bisa menyatukan para Kyai dari kalangan Nadiyin dan Muhammadiyah untuk berpartisipasi dalam memilih Bupati dan Wakil Bupati secara langsung, sehingga H. Masfuk, SH, dapat dapat memperoleh suara terbanyak,dari 3 calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lamongan pada tahun 2005.15

2) Penelitian yang berjudul Keterlibatan kyai dalam pilkada (studi kasus pilkada di kabupaten banjarnegara tahun 2006) karya Rudi Subiyakto. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa Kyai mempunyai peran ganda, sebagai elit lokal keagamaan dan elit lokal politik. Selain itu juga menjelaskan bahwa dengan mengrangkul kyai kedalam politik mampu mendapatkan dukungan suara yang signifikan dari para pengikut Kyai di Banjarnegara, karena dengan sendirinya kyai mampu mempengaruhi

15

Mashuda effendi peranan kyai dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat terhadap pemilihan bupati secara langsung pada tanggal 30 Juni 2005 di kabupaten Lamongan . 2


(25)

pilihan politik pengikutnya untuk memberikan dukungan pada kandidat yang dipilih..16

3) Skripsi Peran Kiai Dalam Pilkada Rembang 2010 di Desa Sidomulyo Kecamatan

Sedan Kabupaten Rembang. karya Aris Wahyu Setyawan Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa adanya peran kiai dalam Pilkada di Kabupaten Rembang yaitu dengan mengadakan beberapa kegiatan politik yaitu: (1) Sosialisasi kiai melalui istighostah, (2) Tim sukses atau tim kampanye, dan (3) Interaksi antara kiai dengan calon Bupati dan Wakil Bupati. Melalui kegiatan yang dilakukan kiai tersebut pasangan kandidat H. Yaqut Cholil Qoumas dan H Arif Budiman memperoleh suara terbanyak khususnya di Desa Sidomulyo, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang.17

I. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini peneliti membaginya kedalam beberapa bagian yakni seperti berikut ini:

Bab I Pendahuluan berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi oprasional, fariabel penelitian, penelitian terdahulu dan sistematika pembahasan.

Bab II Landasan Teori berisi mengenai konsep-konsep tentang fanatisme, fanatisme masyarakat pada kyai, konsep kyai, teori tindakan sosial dan teori otoritas Max Weber, kerangka berfikir dan hipotesis.

Bab III Metode Penelitian, berisi mengenai pendekatan dan jenis penelitian,

16

Rudi Subiyakto, “keterlibatan kiai dalam pilkada (studi kasus pilkada di kabupaten banjarnegara tahun 2006)”, Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1. ( 2011),7

17 Edi Susanto, “kepemimpinan (kharismatik) kyai dalam Perspektif masyarakat madura” Jurnal. KARSA, Vol. XI No. 1. (April 2007), 5


(26)

populasi dan sampel, jenis data, sumber data, metode pengumpulan data, analisis data, uji validitas dan uji reliabelitas.

Bab IV Hasil Penelitian berisi mengenai deskripsi data, analisis data dan pengujian hipotesis

Bab V pembahasan dan diskusi hasil penelitian


(27)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Konsep Fanatisme Dan Kyai

1.Pengertian Fanatisme

Kata fanatisme berasal dari dua kata yaitu fanatik dan isme. “fanatik” sebenarnya berasal dari bahasa Latin “fanaticus”, yang dalam bahasa Inggrisnya diartikan sebagai

frantic atau frenzeid. Artinya adalah gila-gilaan, kalut, mabuk atau hingar bingar. Dari asal kata ini, tampaknya kata fanatik dapat diartikan sebagai sikap seseorang yang melakukan atau mencintai sesuatu secara serius dan sungguh-sungguh. Sedangkan

isme” dapat diartikan sebagai suatu bentuk keyakinan atau kepercayaan. Jadi, dari dua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fanatisme adalah keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap suatu ajaran baik itu politik, agama.

Fanatisme merupakan fenomena yang sangat penting dalam budaya modern,

pemasaran, serta realitas pribadi dan di sosial masyarakat, hal ini karena budaya sekarang sangat berpegaruh besar terhadap individu dan hubungan yang terjadi di diri individu menciptakan suatu keyakinan dan pemahaman berupa hubungan, kesetian, pengabdian, kecintaan, dan sebagainya.18

Perilaku fanatik timbul sebagai akibat dari proses interaksi budaya antara individu satu dengan yang lainnya, yang dapat melahirkan suatu bentuk perilaku baru.

Fanatisme terbentuk karena dua hal yaitu menjadi penggemar untuk sesuatu hal berupa

18

Seregina, A., Koivisto, E., dan Mattila, P. (2011). Fanaticism-Its Developmentand Meanings in Consumers Lives. Journal of Aalto University School ofEconomics. 12


(28)

objek barang atau manusia, dan berperilaku fanatisme karena keinginan diri sendiri yang terlihat dari berubahnya perilaku untuk meniru hal yang baru.19

Fanatisme didefinisikan sebagai pengabdian yang luar biasa untuk sebuah objek,

di mana "pengabdian" terdiri dari gairah, keintiman, dan dedikasi, dan "luar biasa" berarti melampaui, rata-rata biasa yang biasa, atau tingkat. Objek dapat mengacu pada sebuah merek, produk, orang (misalnya selebriti), acara televisi, atau kegiatan konsumsi lainnya. Fanatik cenderung bersikeras terhadap ide-ide mereka yang menganggap diri sendiri atau kelompok mereka benar dan mengabaikan semua fakta atau argumen yang mungkin bertentangan dengan pikiran atau keyakinan. Namun yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Fanatisme terhadap orang, dan orang yang dimaksud dalam hal ini ialah sosok kyai.20

Fanatisme sebenarnya adalah sebuah konsekuensi seseorang yang percaya pada suatu agama, bahwa apa yang dianutya adalah benar. Paham ini tentu akan berdampak positif pada seseorang karena yang bersangkutan akan mengaplikasikan dan merefleksikan segala hukum dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada dasarnya, tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kekerasan, peperangan dan permusuhan. Dengan fanatisme, seseorang tidak akan mencampur adukan kebenaran agamanya dengan kebenaran yang lain. Dalam ajaran Islam, konsistensi (dapat disebut fanatisme) adalah sebuah keharusan bagi setiap umatnya. Seorang penganut yang tidak fanatik terhadap agama islam tentu hanya akan merusak agama Islam itu sendiri. Pencampuran ajaran agama dengan yang lain (terutama ibadah mahdhoh) berakibat ditolaknya amal

19Ayu Pertiwi Sella “Konformitas Dan Fanatisme Pada Remaja Korean Wave (Penelitian Pada Komunitas Super Junior Fans Club Elf “Ever Lasting Friend”) Di Samarinda”, Journal Psikologi, Vol. 1, No 2, (2013) 157-160


(29)

perbuatan itu. Seperti misal, jika Islam mengharamkan suatu makanan kemudian kita mencoba melanggar hanya karena agama lain tidak mengharamkan, maka hal ini akan merusak nilai keimanan seseorang itu.21

Fanatik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau yang negatip, pandangan mana tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. (A Favourable or unfavourable belief or judjment, made without adequate evidence and not easily alterable by the presentation of contrary evidence).

Fanatisme biasanya tidak rasional, oleh karena itu argumen rasionalpun susah digunakan untuk meluruskannya. Fanatisme dapat disebut sebagai orientasi dan sentimen yang mempengaruhi seseorang dalam;

(a) berbuat sesuatu, menempuh sesuatu atau memberi sesuatu, (b) dalam berfikir dan memutuskan,

(c) dalam mempersepsi dan memahami sesuatu, dan (d) dalam merasa.

Secara psikologis, seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada di luar dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti faham atau filsafat selain yang mereka yakini. Tanda-tanda yang jelas dari sifat fanatik adalah ketidak mampuan memahami karakteristik individual orang lain yang berada diluar kelompoknya, benar atau salah. Secara garis besar fanatisme mengambil bentuk;

21 Wajiran “Fanatisme Agama Hukumnya Wajib”

http://sosbud.kompasiana.com/2012/08/13/fanatisme-agama-hukumnya-wajib-485807.html. (Sabtu, 02, Agustus,2014, 18.45)


(30)

(a) fanatik warna kulit,

(b) fanatik etnik/kesukuan, dan (c) fanatik klas sosial.

Fanatik Agama sebenarnya bukan bersumber dari agama itu sendiri, tetapi biasanya merupakan kepanjangan dari fanatik etnik atau klas sosial.

Pada hakikatnya, fanatisme merupakan usaha perlawanan kepada kelompok dominan dari kelompok-kelompok minoritas yang pada umumnya tertindas. Minoritas bisa dalam arti jumlah manusia (kuantitas), bisa juga dalam arti minoritas peran (Kualitas). Di negara besar semacam Amerika misalnya juga masih terdapat kelompok fanatik seperti:

1). Fanatisme kulit hitam (negro) 2). Fanatisme anti Yahudi

3). Fanatisme pemuda kelahiran Amerika melawan imigran 4). Fanatisme kelompok agama melawan kelompok agama lain.

2. Analisis Terhadap Fanatisme

Fanatisme dapat dijumpai di setiap lapisan masyarakat, di negri maju, maupun di negeri terbelakang, pada kelompok intelektual maupun pada kelompak awam, pada masyarakat beragama maupun pada masyarakat atheis. Pertanyaan yang muncul ialah apakah fanatisme itu merupakan sifat bawaan manusia atau karena direkayasa.22

22

Achamd Mobarok, http://mubarok-institute.blogspot.com/2006/08/psikologi-fanatik.html, diakses 27 februari 2015


(31)

a) Sebagian ahli ilmu jiwa 24) mengatakan bahwa sikap fanatik itu merupakan sifat natural (fitrah) manusia, dengan alasan bahwa pada lapisan masyarakat manusia di manapun dapat dijumpai individu atau kelompok yang memilki sikap fanatik. Dikatakan bahwa fanatisme itu merupakan konsekwensi logis dari kemajemukan sosial atau heteroginitas dunia, karena sikap fanatik tak mungkin timbul tanpa didahului perjumpaan dua kelompok sosial.

Dalam kemajemukan itu manusia menemukan kenyataan ada orang yang segolongan dan ada yang berada di luar golongannya. Kemajemukan itu kemudian melahirkan pengelompokan "in group" dan "out group". Fanatisme dalam persepsi ini dipandang sebagai bentuk solidaritas terhadap orang-orang yang sefaham, dan tidak menyukai kepada orang yang berbeda faham. Ketidak sukaan itu tidak berdasar argumen logis, tetapi sekedar tidak suka kepada apa yang tidak disukai (dislike of the unlike). Sikap fanatik itu menyerupai bias dimana seseorang tidak dapat lagi melihat masalah secara jernih dan logis, disebabkan karena adanya kerusakan dalam sistem persepsi (distorsion of cognition).

Jika ditelusuri akar permasalahannya, fanatik - dalam arti cinta buta kepada yang disukai dan antipati kepada yang tidak disukai - dapat dihubungkan dengan perasaan cinta diri yang berlebihan (narcisisme), yakni bermula dari kagum diri, kemudian membanggakan kelebihan yang ada pada dirinya atau kelompoknya, dan selanjutnya pada tingkatan tertentu dapat berkembang menjadi rasa tidak suka , kemudian menjadi benci kepada orang lain, atau orang yang berbeda dengan mereka. Sifat ini merupakan


(32)

perwujudan dari egoisme yang sempit.23

b) Pendapat kedua mengatakan bahwa fanatisme bukan fitrah manusia, tetapi merupakan hal yang dapat direkayasa. Alasan dari pendapat ini ialah bahwa anak-anak, dimanapun dapat bergaul akrab dengan sesama anak-anak, tanpa membedakan warna kulit ataupun agama. Anak-anak dari berbagai jenis bangsa dapat bergaul akrab secara alami sebelum ditanamkan suatu pandangan oleh orang tuanya atau masyarakatnya. Seandainya fanatik itu merupakan bawaan manusia, pasti secara serempak dapat dijumpai gejala fanatik di sembarang tempat dan disembarang waktu. Nyatanya fanatisme itu muncul secara berserakan dan berbeda-beda sebabnya.

c) Teori lain menyebutkan bahwa fanatisme berakar dari tabiat agressi seperti yang dimaksud oleh Sigmund Freud ketika ia menyebut instink Eros (ingin tetap hidup) dan instink Tanatos (siap mati).

d) Ada teori lain yang lebih masuk akal yaitu bahwa fanatisme itu berakar pada pengalaman hidup secara aktual. Pengalaman kegagalan dan frustrasi terutama pada masa kanak-kanak dapat menumbuhkan tingkat emosi yang menyerupai dendam dan agressi kepada kesuksesan, dan kesuksesan itu kemudian dipersonifikasi menjadi orang lain yang sukses. Seseorang yang selalu gagal terkadang merasa tidak disukai oleh orang lain yang sukses. Perasaan itu kemudian berkembang menjadi merasa terancam oleh orang sukses yang akan menghancurkan dirinya. Munculnya kelompok ultra ekstrim dalam suatu masyarakat biasanya berawal dari terpinggirkannya


(33)

peran sekelompok orang dalam sistem sosial (ekonomi dan politik) masyarakat dimana orang-orang itu tinggal.

Di Indonesia, ketika kelompok Islam dipinggirkan secara politik pada zaman Orde Baru terutama pada masa kelompok elit Kristen Katolik (Beni Murdani, Sudomo, Radius Prawiro, Andrianus Moy, Sumarlin, Hutahuruk, Jendral Pangabean) 27) secara efektif mengontrol pembangunan Indonesia, maka banyak kelompok Islam merasa terancam, dan mereka menjadi fanatik. Ketika menjelang akhir Orde Baru di mana kelompok Kristen Katolik mulai tersingkir sehingga kabinet dan parlemen disebut ijo royo-royo (banyak orang Islamnya), giliran orang Kristen yang merasa terancam, dan kemudian menjadi ekstrim, agressip dan destruktif seperti yang terjadi di Kupang dan Ambon , Poso, juga Kalteng (juga secara tersembunyi di Jakarta).

Jalan fikiran orang fanatik itu bermula dari perasaan bahwa orang lain tidak menyukai dirinya, dan bahkan mengancam eksistensi dirinya. Perasaan ini berkembang sedemikian rupa sehinga ia menjadi frustrasi. Frustrasi menumbuhkan rasa takut dan tidak percaya kepada orang lain. Selanjutnya perasaan itu berkembang menjadi rasa benci kepada orang lain. Sebagai orang yang merasa terancam maka secara psikologis ia terdorong untuk membela diri dari ancaman, dan dengan prinsip lebih baik menyerang lebih dahulu daripada diserang, maka orang itu menjadi agresif.

Teori ini dapat digunakan untuk menganalisa perilaku agressip (1) orang Palestina yang merasa terancam oleh orang Yahudi Israel, agressip kepada warga dan tentara Israel, dan (2) perilaku orang Yahudi yang merasa terkepung oleh negara-negara Arab agressip kepada orang Palestina. Teori ini juga dapat digunakan untuk menganalisa (3) perilaku ektrim kelompok sempalan Islam di Indonesia pada masa orde baru (yang


(34)

merasa ditekan oleh sistem politik yang didominasi oleh oknum-oknum anti Islam), agressip kepada Pemerintah.

B. Konsep Kyai

1. Pengertian Kyai

Kyai adalah seseorang yang mengajarkan pengetahuan agama dengan cara berceramah, menyampaikan fatwa agama kepada masyarakat luas.24 Kyai secara etimologis (lughotan) menurut Adaby darban kata kiyai berasal dari bahasa jawa kuno

“kiya-kiya” yang artinya orang yang dihormati.25

Sedangkan secara terminologi kyai menurut Manfred Ziemek adalah pendiri dan pemimpin sebuah pesantren yang sebagai muslim “terpelajar” telah membaktikan hidupnya “demi Allah” serta menyebarluaskan dan mendalami ajaran-ajaran, pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan Islam.26

Secara umum Kyai mempunyai beberapa pengertian yaitu:

1) Kyai adalah orang yang memiliki lembaga pondok pesantren, dan menguasai pengetahuan agama serta konsisten dalam menjalankan ajaran-ajaran agama. 2) Kyai yang ditujukan kepada mereka yang mengerti ilmu agama, tanpa memiliki

lembaga pondok pesantren atau tidak menetap dan mengajar di Pondok pesantren. 3) Kyai adalah orang yang mengajarkan pengetahuan agama dengan cara berceramah,

menyampaikan fatwa agama kepada masyarakat luas.27

Di Indonesia, istilah kyai ada yang membedakan dengan istilah ulama. Horikoshi

24

Sukamto. Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren, (Jakarta: IKAPI, 1999), 85. 25 M.Dawam Raharjo dkk. Pesantren dan Pembaharuan. (Jakarta: LP3ES. 1988), 32. 26 Manfred Ziemek. Pesantren dalam perubahan sosial (jakarta: P3M. 1986), 131. 27 Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren,... 85.


(35)

membedakan kyai dan ulama terutama dalam perilaku dan pengaruh keduanya di masyarakat. Secara umum ulama lebih merujuk kepada seorang muslim yang berpengetahuan,sedangkan istilah yang paling umum sering digunakan untuk merujuk tingkat keulamaan yang lebih tinggi adalah kyai.28

Seorang kyai mempunyai pengaruh kharismatik yang luar biasa, sehingga kyai tidak disamakan dengan ulama. Kyai memiliki keunggulan baik secara formal maupun sebagai seorang alim, karena pengaruhnya yang dipercaya oleh sebagian publik. Pengaruh kyai tergantung pada loyalitas komunitas terbatas yang didorong oleh perasaan hutang budi, namun sepenuhnya ditentukan oleh kualitas kekharismaan mereka.29 Kedudukan kyai tidak bisa diwarisi begitu saja oleh generasi keturunannya, karena pribadi yang dinamis atau kharisma yang dimiliki merupakan manifestasi dari kemampuan kemampuan secara individual.

Hal ini berbeda dengan sebutan ulama yang lebih mendalam pada sistem sosial dan struktur masyarakat yang khas dan lokal serta otonom. Tradisi lembaga ulama dan ortodiksi diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga status keunggulan ulama disahkan oleh faktor keturunan dari keluarga ulama.

Istilah ulama di dunia Islam lebih sering digunakan, setidaknya setiap umat Islam mengerti arti dari ulama. Sedangkan istilah yang paling sering digunakan untuk menunjuk tingkat keulamaan yang lebih tinggi adalah kyai.

Secara esensial kata kyai dan alim memiliki makna yang sama, yakni mereka yang menguasai ilmu agama dan sangat dihormati oleh para santri. Dalam bahasa jawa, kyai biasa digunakan dalam gelar-gelar yang berbeda yaitu; pertama, gelar kehormatan

28 Endang Turmudi, Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan, (Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara, 2003), 29.


(36)

yang biasanya digunakan pada benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan lain atau biasa disebut benda keramat. Kedua, adalah gelar kehormatan bagi orang-orang yang sudah tua, ketiga gelar kyai diberikan pada seorang yang alim (ahli pengetahuan Islam) atau pemimpin pondok pesantren.30

Dalam beberapa hal kyai terkesan menunjukkan kekhasan dalam bentuk bentuk pakaian yang digunakan seperti kopyah, surban, sarung, jubah yang menjadi simbol kealiman.

Fenomena kharismatik menjadi pengaruh di mana posisi kyai berada. Kyai kharismatik bukanlah kenyataan metafisik tetapi sebuah kualitas manusia yang sepenuhnya bisa diamati secara empirik, karena merupakan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan dan sikap manusia.31 Beberapa kepribadian yang mungkin bisa untuk mengenali kharismatik kyai misalnya pengaruh besar, ekspresif, tegas, tekun, pemberani, percaya diri, supel, energik, dan berpandangan tajam dalam ide, sikap dan tindakan. Karismatik tidak bisa diterjemahkan secara definitif.

Dalam tradisi dunia pesantren, ada juga orang yang menjadi kyai karena

“ ascribed status” seorang dapat menjadi kyai dikarenakan ayahnya, kakeknya, dari pihak ayah atau ibu semua menjadi kyai, walau hal ini merupakan penilaian parsial.32

Pengertian kyai yang paling luas adalah “ pendiri dan pemimpin sebuah pesantren yang sebagian muslim “terpelajar” telah membaktikan hidupnya “ demi alloh” serta menyebarluaskan dan memahami ajaran ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan

30

Zamarkhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES. 1928), 55.

31 Ibid , 213


(37)

pendidikan Islam.33

Dalam perspektif Al-quran, kyai adalah sebutan bagi orang yang berpengetahuan beranekaragam yaitu ulama;ulil ilm;arrasikhun fil ilm, ahludzkr dan ulul albab.34 Karena banyaknya definisi tentang kyai maka kajian Bahrudin Asubki, membatasi kriteria kyai sekurang-kurangnya meliputi:

1.Menguasai ilmu agama (taffaqquh fi al din) dan sanggup membimbing umat dengan memberikan ilmu keIslaman yang bersumber dari al-quran, hadis, ijma dan Qiyas.

2.Ikhlas melaksanakan ajaran Islam

3.Mampu menghidupkan sunnah rosul dengan mengembangkan Islam secara kaffah 4.Berakhlak luhur, berpikir kritis, aktif mendorong masyarakat melakukan

perbuatan positif, bertanggungjawab dan istiqomah.

5.Berjiwa besar, kuat mental dan fisik, tahan uji, hidup sederhana, amanah, beribadah berjamaah, tawadhu’, kasih sayang terhadap sesama, mahabah, dan tawakkal pada Allah SWT.

6.Mengetahui dan peka terhadap situasi zaman serta mampu menjawab setiap persoalan untuk kepentingan Islam dan umatnya.

7.Berwawasan luas dan menguasai beberapa cabang ilmu demi pengembangannya dengan Islam dan bersikap tawadhu’.

Peran kyai akan terwujud apabila mampu berintegrasi dengan masyarakat dimana ia berada. Hal ini akan mempermudah pencapaian visi dalam menyebarkan

33 Manfred Ziemek, Pesantren Islamische Building in Sozialen Wandel, terjemahan. Butche B

Soendjojo, ( Jakarta: P3M, 1986), 131.


(38)

ajaran-ajaran allah.35

Secara sederhana Kyai menjadi dua tipologi yaitu; pertama ulama akhirat atau ulama yang berorientasi pada kehidupan akhirat. Ulama akhirat senantiasa konsisten antara ucapan dan perbuatan, menghindari begaul dengan penguasa, menghindari hal-hal yang dapat mengacaukan iman dan wajahnya senantiasa memancarkan sinar yang membuat orang ingat kepada Alloh.36

Sementara dalam kehidupan politik, menurut Amin Rais, Haedar nasir pernah menyitir tipologi kyai yang membagi menjadi tiga yaitu: pertama kyai yang menguasai kitab kuning tetapi berwawasan dan berilmu terbatas. Pada tipe ini menurutnya keberadaan kyai tidak memberi kontribusi yang berarti dalam kehidupan demokrasi.

Kedua kyai yang memiliki kemampuan handal dalam penguasaan ilmu agama, selain

itu juga memiliki penguasaan cakrawala yang tidak sempit dalam perubahan dan perkembangan zaman. Tipe kedua ini memiliki sikap modernis dan mempunyai kontribusi positif terhadap kehidupan demokrasi. Ketiga kyai yang masuk serta terjun langsung dalam dunia politik praktis yang sebenarnya terkadang hal ini menjadi penghambat perkembangan dunia demokrasi.37

Endang Turmudi membedakan kyai menjadi empat kategori yaitu:

1) Kyai Pesantren, adalah kyai yang memusatkan perhatian pada mengajar di pesantren untuk meningkatkan sumberdaya masyarakat melalui peningkatan pendidikan.

35

Muhammad Ainul Mubarrok, “Pola Kepemimpinan KH. Much Imam Chambali dalam Mengelola Pondok Pesantren Al-jihad” Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,

49.

36 Zainal Arifin, Runtuhnya Singgasana Kyai, ( Yogyakarta: Kutub, 2003), 307.

37 Kuntowijoyo dkk, Intelektualisme Muhammadiyah Menyongsong Era Baru, (Bandung: Mizan, 1995 ), 56.


(39)

2) Kyai tarekat, memusatkan kegiatan mereka dalam membangun batin (dunia hati) umat Islam. Karena tarekat adalah sebuah lembaga informal. Sedangkan para pengikut kyai tarekat adalah anggota formal gerakan tarekat.

3) Kyai panggung, adalah para dai. Melalui kegiatan dakwah mereka menyebarkan dan mengembangkan Islam

4) Kyai politik, merupakan tipologi kyai yang mempunyai concern (perhatian) dalam dunia perpolitikan.

Keempat tipologi ini karena disesuiakan dengan kegiatan-kegiatan mereka dalam dakwah Islam atau mengembangkan ajaran Islam. Sementara kaitannya dengan para pengikut, Endang juga membagi tipologi kyai. Kyai yang banyak pengikutnya dan berpengaruh kuat. Kategori selanjutnya adalah kebalikan dari kategori yang pertama, yaitu mempunyai sedikit pengaruh dan sedikit pengikutnya dibanding kyai yang masuk kategori pertama.38

Selain yang disebut di atas, Abdurrahman Masud menyimpulkan pula karakteristik dan tipologi dari beberapa figur kyai yaitu:

1.Kyai atau ulama encyclopedic dan multidisipliner, kyai ini mengkonsentrasikan diri dalam dunia ilmu, belajar mengajar dan menulis, menghasilkan banyak kitab seperti Nawawi al-Bantani

2.Kyai yang ahli dengan satu spesialisasi bidang ilmu pengetahuan Islam

3.Kyai kharismatik yang memperoleh kharismanya dari ilmu pengetahuan keagamaan, khususnya dari sufismenya. Guru yang memiliki derajat spiritualitas yang tertinggi dan paling dihormati dalam tradisi pondok pesantren.

4.Kyai da’i keliling, kyai ini perhatian dan keterlibatan terbesar mereka pada

38


(40)

interaksi dengan publik dan menyampaikan ilmunya bersamaan dengan misi melalui bahasa retorikal yang efektif.

5.Kyai pergerakan, kyai ini pemimpin yang paling menonjol karena keunikan posisinya kaena memiliki peran dan skill kepemimpinan yang luar biasa,baik dalam masyarakat maupun organisasi yang didirikannya. Selain itu kyai ini memiliki kedalaman ilmu pengetahuan keagamaan yang dia peroleh dari para kyai paling disegani dalam komunitas pondok pesantren.39

2. Fanatisme Masyarakat Madura Pada Kyai

Madura sebagai sebuah pulau yang sebagian besar dihuni oleh suku Madura, merupakan suku yang memiliki fanatisme kuat terhadap agama. Untuk melihat struktur sosial masyarakat madura yang fanatik terhadap agama, penulis juga sepaham dengan apa yang katakan Marx yang mengatakan bahwa struktur ekonomi sebagai suprastruktur diatas struktur lain seperti struktur social. Struktur ekonomi yang tidak berpihak merupakan faktor yang mendorong masyarakat menganut agama secara fanatis. Tetapi terkadang hal inilah yang di manfaatkan oleh para pemuka agama dalam mengklaim kebenarannya. Sementara masyarakat hanya mengkonsumsi doktrin dengan apa adanya tanpa adanya penelaahan lebih lanjut. Ketaatan warga madura terhadap identitas agama mereka menjadikan warga madura sebagai individu yang fanatik serta berada pada level pembenaran terhadap identitasnya sendiri tanpa memandang identitas kelompok lain dengan rasa persaudaraan.40

39 Abdurrahman Masud, Intelektual Pesantren,(Yogyakarta: LKIS. 2004), 236. 40

Arofatin Maulina Ulfa “Membaca Konflik Sampang dalam persepektif Teori Konflik”, http://maulinaulva.tumblr.com/page/2 diakses pada tanggal 2 April 2014


(41)

Dominasi pemuka agama di wilayah madura sangatlah kental menyatu dalam kehidupan masyarakaatnya. Fungsi pemuka agama sangat vital terhadap sendi sendi kehidupan warga. Terutama dalam acara ritual keagamaan serta acara acara seremonial yang bertindak sebagai pemimpin masyarakat. Hubungan yang intensif antara kyai dengan masyarakatnya menjadikan kyai mendapat legitimasi dari masyarakat sehingga dengan mudahnyaa para kyai dapat mensetting mindset masyarakat sampang khususnya.

Pola pikir masyarakat yang masih kolot dan tradisionalis memang sangatlah membutuhkan sosok yang dapat mengarahkan serta memimpin mereka dalam kehidupan spiritualis. Apalagi di tambah kuatnya masyarakat sampang, madura dalam hal beragama. Kyai begitu mendapat tempat di hati masyarakat karena pencitraan yang selama ini telah terbentuk dalam struktur masyarakat madura.

Ketundukan umat kepada kyai kadangkala melampaui batas kewajaran, sehingga bukan hanya tidak berani “melawan” dan mengoreksi kyai, masyarakat acapkali menganggap setiap ucapan dan perbuatan kyai sebagai sesuatu kebenaran. Melawan kyai bisa kuwalat, dan kemarahan kyai dipandang sebagai sesuatu hal yang sangat ditakuti masyarakat. Contoh kecil, ketidakhadiran kyaitanpa alasan yang jelas dalam acara yang dilaksanakan seorang warga dipandang sebagai “hukuman” bagi si pengundang dan ia akan selalu merasa bersalah. Sebaliknya, kunjungan kyai ke rumah warga apalagi hadir tanpa diundang dipandang sebagai berkah yang akan membawa keberuntungan dan akan menaikkan posisi yang bersangkutan di mata warga lainnya. Secara historis, besarnya pengaruh kyai dalam kehidupan masyarakat Madura dapat dilacak dari dua aspek, islamisasi dan ekologis . Pertama, dari aspek penyebaran Islam


(42)

di pulau Madura. Selama ini pulau Madura identik dengan Islam. Sulit menemukan penduduk asli Madura yang tidak beragama Islam, dan warga Madura dikenal sebagai penganut Islam yang fanatik.41

Dalam perspektif antropologis, antara Islam dan orang Madura merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Kedua unsur tersebut saling menentukan. Keanggotaan seseorang dalam kelompok etnis Madura sangat ditentukan oleh kesertaan identitas Islam pada orang tersebut. Artinya, jika terdapat orang Madura tidak memeluk agama Islam, maka ia tidak lagi disebut sebagai orang Madura, dan keanggotaannya sebagai kelompok etnik Madura otomatis telah selesai.42

Warga madura terkenal dengan ketaatanya terhadap tiga sosok. Yaitu santri, kyai, dan haji. Santri adalah murid yang menuntut ilmu, kyai adalah guru agama yang mengajari, serta haji adalah orang yang kembali dari perjalanan menunaikan ibadah haji. Dan kyai adalah sosok yang paling berpengaruh dalam kehidupan warga masyarakat. Bahkan kaum kyai merupakan elit desa yang harus dihormati oleh warga masyarakat.43

Mengacu pada pemaparan diatas peneliti menyimpulkan masyarakat menjadi fanatik terhadap kyai karena keinginannya sendiri untuk mencintai kyai sebagai tokoh agama sebagai bentuk penghormatan mereka terhadap tokoh agama yang telah banyak memberikan pengetahun tentang agama pada mereka, tanpa ada unsur paksaan dari orang lain. Kefanatikan itu sendiri bukanlah tanpa alasan, hal itu semua berawal dari

41 Andang Subaharianto, et.al, Tantangan Industrialisasi Madura; Membentur Kultur,

Menjunjung Leluhur (Malang; Bayumedia, 2004), 54.

42 Andang Subaharianto, et.al, Tantangan Industrialisasi Madura; 32.

43 Ahmad Zainul Hamdi “Klaim Religious Authority Dalam Konflik Sunni-Syi‘i Sampang Madura” Jurnal Islamica, Vol. 6, No. 2, (Maret, 2012), 15.


(43)

sejarah masuknya Islam itu sendiri ke pulau Madura.

3. Islamisasi di Madura

Kefanatikan masyarakat Madura sendiri terhadap sosok kyai sebenarnya tidak terlepas dari awal mula penyebaran Islam masuk kepulau Madura. Besarnya pengaruh kyai dalam kehidupan masyarakat Madura, secara historis dapat dilacak dari dua aspek, yakni islamisasi dan ekologis . Pertama, dari aspek penyebaran Islam di pulau Madura. Selama ini pulau Madura identik dengan Islam. Sulit menemukan penduduk asli Madura yang tidak beragama Islam, dan warga Madura dikenal sebagai penganut Islam yang fanatik.44

Suksesnya Islamisasi Madura tidak bisa dilepaskan dari peran para kyai penyebar Islam pertama di Madura yang dipelopori Walisongo. Kemudian, pada saat Madura berusaha melepaskan diri dari penjajah, para kyai berada di garda depan memimpin umat menumpas penjajah. Di samping itu, keberadaan ratusan pesantren di bawah kendali para kyai yang tersebar di hampir setiap pelosok desa di saat lembaga pendidikan formal semisal sekolah dan madrasah belum ada, menjadikan warga Madura tercerahkan dalam bidang agama. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila warga Madura sangat fanatik dan respek kepada kyai dan menjadikannya sebagai pemegang otoritas dalam kehidupan masyarakat.

Kedua, secara ekologis alam perspektif antropologis, antara Islam dan orang Madura merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Kedua unsur tersebut saling menentukan. Keanggotaan seseorang dalam kelompok etnis Madura sangat

44 Andang Subaharianto, et.al, Tantangan Industrialisasi Madura; Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur (Malang; Bayumedia, 2004), hlm. 54


(44)

ditentukan oleh kesertaan identitas Islam pada orang tersebut. Artinya, jika terdapat orang Madura tidak memeluk agama Islam, maka ia tidak lagi disebut sebagai orang Madura, dan keanggotaannya sebagai kelompok etnik Madura otomatis telah selesai.

Selain itu menurut Kuntowijoyo keadaan struktur tanah di Madura juga menjadi salah satu faktornya. Dimana tanah Madura lebih banyak didominasi tanah tegalan yang gersang dan tidak produktif, dan sedikit sekali tanah persawahan. Pengelolaan tanah tegalan tidak melibatkan banyak orang yang dapat menjadi jalan bagi munculnya perasaan kolektif, cukup dikerjakan secara individual dengan tenaga kerja keluarga. Ekologi tegalan juga membuat pola pemukiman Madura menjadi kendala bagi munculnya semangat kerjasama. Desa terpecah-pecah menjadipedukuhan-pedukuhan kecil, masing-masing terdiri atas empat sampai lima rumah tangga. Sulit bagi mereka menjalin komunikasi intensif. Satu-satunya sarana komunikasi yang efektif adalah melalui agama, yakni salat Jum’at seminggu sekali yang dipimpin kyai. Sebagai akibatnya, inti hubungan-hubungan sosial adalah paguyuban keagamaan, dengan tokoh sentralnya adalah kyai.45

C. Kajian Teori

1. Teori Tindakan Sosial

Untuk melihat struktur sosial masyarakat madura yang fanatik terhadap agama, melihat dari sejarah awal masuknya slam di madurama maka penulis juga menggunakan Teori Tindakan Sosial Max Weber. Weber menyatakan bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial, sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu

45 Mohammad Kosim, “Islam di Madura; Kajian Awal tentang Masuk dan Berkembangnya Islam di Pulau Madura”, Karsa, Jurnal STAIN Pamekasan, Vo. VII No. 1 (April 2005), 651-661.


(45)

tersebut tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Tindakan-tindakan sosial individu membentuk bangunan dasar untuk struktur-struktur sosial yang lebih besar, Weber meletakan dasar ini dengan distingsi-distingsi tipologis yang bergerak dari tingkat hubungan sosial ke tingkat keteraturan ekonomi dan sosial politik.46

Menurut Max Weber, metode yang bisa dipergunakan utuk memahami arti-arti subjektif tindakan sosial seseorang adalah dengan verstehen. Istilah ini tidak hanya sekedar merupakan introspeksi yang cuma bisa digunakan untuk memahami arti subjektif tindakan diri sendiri, bukan tindakan subjektif orang lain. Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber dengan verstehen adalah kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi dan serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu. Max Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat. Keempat jenis tindakan sosial itu adalah:

1. Rasionalitas instrumental. Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.

2. Rasionalitas yang berorientasi nilai. Sifat rasional tindakan jenis ini adalah bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai

46 Putri Eksanika “Perilaku Pemanfaatan Media Internet Sebagai Sumber Belajar Pada Mata Pelajaran Sosiologi Di SMA” Jurnal Sosialitas, Vol. 2 No. 1 Tahun 2012, 21


(46)

individu yang bersifat absolut.

3. Tindakan tradisional. Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.

4. Tindakan afektif. Tipe tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. 47

Untuk melihat struktur sosial masyarakat madura yang fanatik terhadap agama, penulis menggunakan analisis Marx yang mengatakan Kehidupan individu dan masyarakat kita didasarkan pada asas ekonomi. Ini berarti institusi-institusi politik, pendidikan, agama, dan sebagainya bergantung pada tersedianya sumber-sumber ekonomi. Juga berarti bahwa institusi ini tidak dapat bertentangan dengan sistem ekonomi. Dasar ekonomi ini dilihat Marx sebagai “infrastruktur” diatas “suprastruktur” sosial dan budaya yang lainnya dan harus menyesuaikan diri dengannya. Struktur ekonomi yang tidak berpihak merupakan faktor yang mendorong masyarakat menganut agama secara fanatis. Mengenai pengaruh tokoh agama penulis menggunakan konsep otoritas dari Max Weber (1864) dalam melihat bagaimana para pemuka agama begitu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Sampang.

2. Teori Otoritas Max Weber

Mengenai pengaruh tokoh agama penulis menggunakan konsep otoritas dari Max Weber (1864) dalam melihat bagaimana para pemuka agama begitu berpengaruh

47 Stefanus Nindito, “Fenomenologi Alfred Schutz: Studi tentang Konstruksi Makna dan Realitas dalam Ilmu Sosial”, Jurnal Ilmu Komunikasi,Vol. 2, No. 1 (Juni, 2005), 79-94.


(47)

terhadap kehidupan masyarakat Sampang. Weber sendiri membedakan otoritas menjadi tiga jenis yaitu:

Legal Rasional Otoritas ini didasarkanpada kometmen terhadap sepeangkat

peraturan yang diundangkan secara resmi dan diatur secara inpersonal. Tipe wewenang ini pada umumnya ditemukan pada Negara-negara demokrasi modern. Rakyat lebih percaya pada akal kecerdasan, baat kepemimpinan, dan objektivitas serta stabilitas undang-undang. Seseorang syang sedang melaksanakanotoritas legal rasional adalah karena dia memiliki suatu posisi sosial yang menurutt peraturan yang sah, dia di definisikan sebagai memiliki posisi yang otoritas.bahwa tunduk pada otoritas karena posisi sosial yang mereka miliki itu didevinisikan menurut peratura sebagai yang harus tunduk kepada yang memang otoritas legal rasional.

Dewasa ini bentuk legalitas yang lazim adalah keperayaan terhadaplegalitas, yakni taat kepada putusan2 yang secara fornmal benar dan yang diterapkan melalui tata cara yang dikenal. Pada masa lampau, pengesahan terhadapsuatu wewenag seringkali memerlukan kesepakatan umum. Namun dewas ini, pengakuan dai mayoritas sudah cukup. Dalam keadaan demikian , maka wewenng biasanya dipaksakan oleh mayioritas kepada menoritas.48

Otoritas Trdisional Tipe otoritas ini berdasarkan atas tradisi, adat istiadat atau perasaan spontan para pengikut. Orang menjadi pimpinan bukan karena bakatnya, melaikan karena sudah diatur demikian dimasa lampau. Misalnya, anak mewarisi tahtah ayahnya. Lembaga kepemimpinan diangagap sui dalam diri dan mendasari

48

Sorjono Soekanto Mengenal 7 Tokoh Sosiologi, Jakarta: PT Raja Grafindo PERSADA 2002, 67


(48)

wewenang pemimpin dengan lepas beban dari soal kecakapanna atau dukungan minoritasnaya.

Otoritas tradisional merupakan suatu otoritas yang paling universal. Otoritas ini didasarkan pada rasa takut terhadap sanksi-sanksi magis yang memperkuat disiplin diri untuk mengubah perilaku yang sudah merupakan adat istiadat. Pada saat yang bersamaan wewenag/ otoritas yang ada berlangsung terus dan dianggap sah karena adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat. Pengruh kedudukannya yang berkembang secara logis terhadap perilaku aktual tidak selalu sesuai dengan idealisme, akan tetapi tidak dapat disangkal bahwa pengaruhnya sangat besar.49

Otoritas Karismtik Otoritas ini didasarkan pada mutu luarbiasa yang dimiliki pemimpn itu sebagai seorang peribadi. Istilah karisma digunakan dalam pengertian yg luas untuk menunjuk pada daya tarik pribadi yang ada pada orang sebaga pemimpin. Khrisma harus dipahanmi sebagai kualitas luar biasa tanpa memperhitungkan apakah kualitas itu sungguh-sungguh atau hanya berdasarkan dugaan orang belaka. Ciri-ciri dari karismatik ialah bahwa para pengikut mengabdikan diri kepada pemimpin karena dirinya merasa terpanggil untuk itu. Mereka tidak melakukannya karena keterpaksaan selain karena ketulusan.50

Untuk menganalis kefanatikan masyarakat terhadap kyai dalam penelitian ini, peneliti mencoba menggunakan teori Otoritas Trdisional selain itu peneliti juga mencoba menggunakan Otoritas Karismtik Max Weber yang mengatakan masyarakat bisa tergarak untuk tunduk pada kyai, selain karea memang karisma yang dimiliki oleh

49 Ibid....68


(49)

kyai hal itu juga di karenakan memang sudah menjadi tradisi turun temurun bagi masyarakat Madura untuk menunjukkan keciantaan mereka pada kaya dalamh bentuk penghormatan.

D. Kerangka Berfikir

Tabel 2.1

Hubungan Antara Persepsi Masyarakat Dengan Perilaku Memilih

F. Hipotesis

Penggunaan hipotesis dalam penelitian karena hiportesis sesungguhnya baru sekedar jawaban sementara terhadap hasil penelitian yang akan dilakukan dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah pengujiannya dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian dilapangan baik sebagai objek

Faktor penyebab masyarakat fanatisme masyarakat pada kyai

1.karisma yang dimiliki kyai 2. ketaatan warga Madura terhadap agama islam

3.kedekatan kyai dengan masyarakat 4. pengetahuan agama yang dimiliki kyai

Faktor penyebab Kemenangan K.H Fannan Hasib dan Fadhilah Bhodiono dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Sampan Tahun 2012

1. Didukung santri

2. Dukungan Dari Kyai yang Masih Kerabatnya

3. Mendapatkan dukungan dari Kyai Sepuh

4. Didukung Partai Islam

Kemenangan KH Fannan Hasib dan Fadhillah Bhodiono


(50)

penguji maupun dalam pengumpulan data.51 Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.Ho (H nol) yaitu hipotesis yang menyatakan ketiadaan hubungan antara variabel yang sedang dioprasionalkan.

2.H1 (H satu) atau disebut hipotesis kerja (HK) dan hipotesis alternatif (Ha), yaitu hipotesis yang menyatakan keberadaan hubungan diantara variabel yang sedang dioprasionalkan.

Sebagai landasan dalam melaksanakan penelitian penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho: Tidak ada pengaruh atau hubungan positif yang signifikan antara Fanatisme Masyarakat Pada Kyai terhadap kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Bhodiono Dalam Pemilihan Kepala Daaerah di kabupaten Sampang Tahun 2012

H1: Ada pengaruh atau hubungan positif yang signifikan antara fanatisme masyarakat pada kiai terhadap kemenangan KH. Fannan Hasib dan Fadhilah Bhodiono Dalam Pemilihan Kepala Daaerah di Kabupaten Sampang Tahun 2012

51

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian atau metodologi adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang dihadapi. Seperti yang diungkapkan oleh Sumadi, penelitian dilakukan karena adanya hasrat manusia untuk mengetahui, yang berawal dari kekaguman manusia akan alam yang dihadapi, baik alam semesta ataupun sekitar.52

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kuantitatif. Menurut Smith, penelitian kuantitatif adalah penelitian, yang berkerja dengan angka,yang datanya berwujud bilangan. (skor atau yang dianalisis dengan menggunakan statistik) untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang bersifat spesifik dan untuk melakukan perediksi bahwa suatu variabel mempengaruhi fariabel yang lain.53

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasi atau korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada

52 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), 2. 53 Rakhmat, Jalaludin. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 24


(52)

upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel. Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis penelitian ini biasanya melibatkan ukuran statistik/tingkat hubungan yang disebut dengan Penelitian korelasional menggunakan instrumen untuk menentukan apakah, dan untuk tingkat apa, terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih yang dapat dikuantitatifkan.54

B. Populasi Dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.55 Populasi adalah seluruh kumpulan elemen yang dapat digunakan untuk membuat beberapa kesimpulan. Kumpulan elemen tersebut pada hakekatnya merupakan objek dimana pengamatan akan dilakukan oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah

a) Seluruh masyarakat Kecamatan Sokobanah yang sudah memiliki hak pilih memilih dalam pemilihan Bupati dan wakil Bupati Sampang pada pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 12 Desember 2012

b) Sekurang-kurangnya berumur 17 tahun dan terdaftar dalam daftar pemilihan

54

Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti.. Metodologi Penelitian Pendidikan Bahasa (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2009), 25.

55 Suginono Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung : Alfabeta CV, 2010), 80.


(53)

tetap (DPT) dalam pemlihan kepala daerah kabupaten Sampang.

Ada pun jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 65.195 orang. Dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1

Jumlah Populasi Kecamatan Sokobanah

No Desa/Kelurahan Jumlah

1 Bira tengah 7.726

2 Bira Timur 5.997

3 Sokobanah Daya 5.663

4 Sokobanah Laok 5.797 5 Sokobanah Tengah 5.664

6 Tamberu Barat 4.314

7 Tamberu Daya 5.960

8 Tamberu Laok 5.551

9 Tamberu Timur 1.933

10 Tobai Barat 4.596

11 Tobaih Tengah 5.229

12 Tobaih timur 6.695

Jumlah 65.195

Sumber KPUD Sampang

Berdasarkan data pada table diatas dapat di ketahui bahwa jumlah populasi dalam penelitian ini ialah sebanyak 65.195 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Karena besarnya populasi dan keterbatasannya waktu penelitian, maka untuk memudahkan peneliti dalam melakukan


(54)

penlitian peneliti menggunakan rumus “Taro Yamane.” Untuk menghitung besarnya sampel.56 Adapun rumus Taro Yamane tersebut ialah sebagai berikut

Sebagai berikut:

Keterangan: n : jumlah sampel N: jumlah populasi

D: presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% (tingkat kesalahan). Pada masyarakat Kabupaten Sokobanah yang berjumlah 65.195 jiwa. Maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini dibulatkan menjadi sebanyak 100 responden.

Untuk menentukan jumlah sampel dari masing-masing desa peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

56 Rakhmat Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991, hal. 81


(55)

P = Jumlah Responden / Sampel F = Frekuensi

N = Populasi

Adapun hasil dari pembagian tersebut dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 3.2

Table Penentuan Responden Di Masing-Masing Desa Di Sokobanah

Desa/Kelurahan Jumlah pemilih

Pengambilan sempel Responden

Bira tengah 7.726 11,85 (12)

Bira Timur 5.997 9,19 (9)

Sokobanah Daya 5.663 8,68 (9)

Sokobanah Laok 5.797 8,89 (9)

Sokobanah Tengah 5.664 8,68 (9)

Tamberu barat 4.314 6,61 (7)

Tamberu Daya 5.960 9,14 (9)

Tamberu Laok 5.551 8,51 (8)

Tamberu Timur 1.933 2, 96 (3)

Tobai Barat 4.596 7,04 (7)

Tobaih Tengah 5.229 8,02 (8)

Tobaih Timur 6.695 10,26 (10)

Jumlah DPT Sokobanah


(1)

Jika demikian bukan tidak mungkin pula bahwa fenomena ini juga berlaku untuk

pemiliha kepemimpinan lainnya mulai dari yang terendah hingga yang paling tinggi


(2)

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan

Dari rumuan masalah serta dari keseluruhan pembahasan dalam penelitian ini

mulai bab pertama hingga terakhir setidaknya penelitian ini menghasilkan kesimpulan

yang juga merupakan jawaban atas rumusan masalah seperti berikut ini:

1.Fanatisme masyarakat pada kyai di Sokobanah sangatlah kuat, ini dapat diketahui

dari jawaban 100 responden pada pertanyaan quesoner nomor tiga dimana 48 orang

(48%) mengatakan sangat setuju jika dikatakan bahwa kyai merupakan tokoh yang

harus dihormati dengan seperangkat peran yang dimilikinya.

2.Faktor Penentu Kemenangan KH. Fannan Hasib Dan Fadhilah Budiono adalah

pertama yakni dengan memanfaatkan Kefanatikan Santri, yakni sebesar 88% serta

adanya dukungan Partai Islam dengan perosentase sebesar 82 %.

3.Terdapat pengaruh antara Fanatisme Masyarakat Terhadap Kemenangan KH. Fannan

Hasib Dan Fadhilah Budiono Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kecamatan

Sokobanah Tahun 2012 namun pengaruh tersebut sangat rendah yakni sebesar 0,155

artinya pengaruh fanatisme masyarakat pada kyai tehadap kemenangan K.H Fannan

Hasib dan Fadhilah Budiono di Kecamatan Sokobanah sebesar 13 % dan 87 %

sisanya ditentukan oleh faktor lainnya.


(3)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas peneliti hanya memberi saran hendaknya

masyarakan atau pun santri tidaklah serta mesrta mendukung ataupun mengikuti semua

pilihan politik kyai, jikalah memang menghormati yang samapai sedemikian untuk

menunjukkan rasa hormat atau kecintaan terhadap sosok kyai ada baiknya tidak

ditunjukkan dalam bentuk memberi dukungan politik pada kandidat tertentu tanpa

adanya koreksi terlebih dahulu.

Hal ini dikarenakan peneliti menilai baik sosok kyai atau masyarakan pada

umumnya adalah sama sebagai manusia biasa yang mungkin saja analisisnya bisa

keliru. Kyai mungkin memang sangat ahli dan sangat bisa membedakan mana yang

baik dan buruk dalam agama dan berperilaku namun, sosok kyai tidak bisa menjamin

jika suatu saat kandidat yang didukungnya tidak akan berbuat kliru (korupsi atau

semacamnya), hal ini selain demi tetap menjaga kemurnian sosok kyai yang sejatinya

tokoh agama yang memang layak untuk dihormati hingga sedemikian oleh masyarakat

madura khususnya masyarakat Sokobanah. Selain itu hal ini juga demi tetap menjaga


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren,(Yogyakarta: LKIS. 2004).

Achamd Mobarok,

http://mubarok-institute.blogspot.com/2006/08/psikologi-fanatik.html, diakses 27 februari 2015

Ainuddin maliki, Narasi agung: tiga teori sosial hegemoni, SBY; LPAM.2003.

Abdul Muhid, M.si analisis statistic SPSS for windows, cara peraktis melakukan

analisis statistik, (Surabaya: lembaga penelitian IAIN sunan ampel Surabaya, 2010).

Andang Subaharianto, et.al, Tantangan Industrialisasi Madura; Membentur Kultur,

Menjunjung Leluhur (Malang; Bayumedia, 2004).

Arofatin Maulina Ulfa “Membaca Konflik Sampang dalam persepektif Teori

Konflik”, http://maulinaulva.tumblr.com/page/2 diakses pada tanggal 2 April 2014

Ayu Pertiwi Sella “Konformitas Dan Fanatisme Pada Remaja Korean Wave (Penelitian

Pada Komunitas Super Junior Fans Club Elf “Ever Lasting Friend”) Di

Samarinda”, Journal Psikologi, Vol. 1, No 2, (2013).

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu

Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2011).

Edi Susanto “Kepemimpinan (Kharismatik) KyaiJurnal KARSA, Vol. XI No. (1

April 2007).

Endang Turmudi, Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan, (Yogyakarta: PT LKIS

Pelangi Aksara, 2003)

Hiroko Hori Koshi, Kyai dan Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1987).

http://sosbud.kompasiana.com/2012/08/13/fanatisme-agama-hukumnya-wajib-485807. html. (Sabtu, 02, Agustus,2014, 18.45)

http://sampangkab.bps.go.id/?hal=publikasi_detil&id=20

Kuntowijoyo dkk, Intelektualisme Muhammadiyah Menyongsong Era Baru,

(Bandung: Mizan, 1995 ).

Makna dan Realitas dalam Ilmu Sosial”, Jurnal Ilmu Komunikasi,Vol. 2, No. 1


(5)

Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M., 1986)

Manfred Ziemek, Pesantren Islamische Building in Sozialen Wandel, terjemahan.

Butche B Soendjojo, ( Jakarta: P3M, 1986).

M.Dawam Raharjo dkk. Pesantren dan Pembaharuan. (Jakarta: LP3ES. 1988)

Mohammad Kosim, “Islam di Madura; Kajian Awal tentang Masuk dan

Berkembangnya Islam di Pulau Madura”, Karsa, Jurnal STAIN Pamekasan, Vo. VII No.

1 (April 2005).

MM. Billah, “Pergolakan NU dan Kelompok Islam”, dalam Tashwirul Afkar”

Majalah Lakpesdam NU, Edisi No. 2 Tahun 1998.

Moh Sobari, Kyai Nyentrik Merubah Pemerintah (Yogyakarta: LKIS. 1997)

Mohammad Kosim, “Kyai Dan Blater (Elite Lokal dalam Masyarakat Madura)

Jurnal KARSA, Vol. XII No. 2 (Oktober 2007).

Mohamad Suhaidi, “Harmoni Antar Paham Keagamaan (Studi terhadap

Konstruksi Pemikiran Elit Agama dalam Membangun Harmonisasi Antar Paham di

Madura)”, Vol 7, N1, (Desember 2014).

Putri Eksanika “Perilaku Pemanfaatan Media Internet Sebagai Sumber Belajar

Pada Mata Pelajaran Sosiologi Di SMA”Jurnal Sosialitas, Vol. 2 No. 1 Tahun 2012.

Rakhmat Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja

Rosdakarya, 1991.

Rudi Subiyakto , “Keterlibatan Kiai Dalam Pilkada (Studi Kasus Pilkada Di

Kabupaten Banjarnegara Tahun 2006)”, Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan,

Vol. 1, No. 1, 2011

Seregina, A., Koivisto, E., dan Mattila, P. (2011). Fanaticism-Its Developmentand

Meanings in Consumers Lives. Journal of Aalto University School ofEconomics.

Sorjono Soekanto Mengenal 7 Tokoh Sosiologi, Jakarta: PT Raja Grafindo

PERSADA 2002

Suginono Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung : Alfabeta

CV, 2010).

Suharsimi Arikunto, prosedur suatu pendekatan praktek, Edisi Revisi IV, Jakarta:


(6)

Sukamto. Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren, (Jakarta: IKAPI, 1999).

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta : Raja Grafindo Persada,

2003).

Syaifuddin Azwar metode penelitian,(yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).

Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti. Metodologi Penelitian Pendidikan

Bahasa (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2009).

Syarifuddin Jurdi, Panduan Penulisan Skripsi Jurusan Ilmu Politik Uin Alauddin

(Makassar:UIN Alauddin,2012)

Tatang M. Amin, menyusun rencana penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo, 1990)

Wijayanti, Ardiani. A. (2012). Hallyu: Youngstres Fanaticism of Korean Pop Culture

(Study of Hallyu Fans Yogyakarta City). Journal of Sociology. 3 (3), pp.

Zainal Arifin, Runtuhnya Singgasana Kyai, ( Yogyakarta: Kutub, 2003).

Zamarkhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,

(Jakarta: LP3ES. 1928).


Dokumen yang terkait

PenerapanElectronic Voting Sebagai Perwujudan Asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia

0 66 99

Perbandingan Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan Putaran I Dan II Tahun 2010 Di Kecamatan Medan Denai

1 37 82

Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013

1 64 93

Perilaku Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 Di Kecamatan Medan Helvetia

0 54 79

Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

2 71 90

Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010-2014 Di Kecamatan Medan Denai.

9 67 76

Analisis Ikatan Primordialisme Etnik keturunan Arab Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung tahun 2005 (Studi Kasus : Pemilihan Walikota Medan tahun 2005)

2 47 70

Analisis Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai Pelaksana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah ( APBD ) Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ( Studi Di Pemerintahan Kota Tanjung Balai )

0 45 150

PENGARUH NAHDATUL WATHAN (NW) TERHADAP KEMENANGAN TUAN GURU BAJANG DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2008

0 3 124

Partisipasi Politik Masyarakat Di Kecamatan Koto Salak Dan Kecamatan Asam Jujuhan Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Dharmasraya Tahun 2010.

0 0 18