BAB IV Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan - DOCRPIJM c002e85a5d BAB IVBAB 4

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019

BAB IV
Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan

KABUPATEN
MINAHASA

RPIJM 2015-2019

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019

BAB I
PENDAHULUAN
4.1 Analisis Sosial
Prinsip Dasar
Analisis dampak Lingkungan dan sosial proyek adalah suatu kegiatan
pengkajian mengenai dampak-dampak lingkungan dan sosial negatif maupun
positif yang diprediksikan akan terjadi di saat dan setelah proyek dilaksanakan.
Kegiatan ini penting dilaksanakan sebagai bagian dari upaya safeguard
lingkungan dan sosial. Analisa dampak lingkungan dan sosial perlu dilakukan

terkait dengan isu-isu strategis yang melingkupi proses rekonstruksi dan
rehabilitasi antara lain sebagai berikut :
a. Lapangan Pekerjaan (Temporer)
Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap
terbukanya kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah
tahap pembangunan. Pada tahap ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga
kerja yang membutuhkan sejumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang
memiliki ketrampilan khusus maupun unskilled. Peluang kerja ini dapat diisi
oleh penduduk yang tinggal di sekitar kegiatan pembangunan. Selain peluang
kerja, kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menumbuhkan aktifitas usaha
masyarakat baik formal maupun informal.
b. Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM
Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola
pemikiran dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan
pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada
tahap persiapan, perencanaan maupun tahap pembangunan.
c.

Penguatan Organisasi Masyarakat


Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi
melahirkan dampak terhadap menguatnya organisasi-organisasi sosial yang
ada di masyarakat.
d. Kearifan Lokal
Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas
yang berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan
lokal (local wisdom). Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses
kegiatan yang secara konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan
BAB 4| 1

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
atau rembug-rembug warga, hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai
kegotongroyongan, solidaritas sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan
penghormatan atas perbedaan pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar
bangunan kearifan lokal.
e.

Keterbukaan dan Demokrasi

Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas

berpotensi

melahirkan

dampak

terhadap

terselenggaranya

proses

demokratisasi dan keterbukaan masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan
ini dapat di lihat dari proses dan dinamika warga masyarakat dalam setiap
pengambilan keputusan, baik dari proses paling awal seperti saat
perencanaan hingga ke proses pelaksanaan pembangunan.
f.

Transparansi dan Akuntabilitas


Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas
yang berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya transparansi
dan akuntabilitas, hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan (khususnya dalam konteks pengelolaan dana
pembangunan).
g.

Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan

Kegiatan

proyek

berpotensi

menimbulkan

dampak

terhadap


pola

hidup/kebiasaan masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap
persiapan, perencanaan sampai tahap pembangunan. Perubahan pola
hidup/kebiasaan tidak terlepas dari keberadaan manusia sebagai makhluk
sosial yang selalu melakukan interaksi baik terhadap sesamanya maupun
terhadap lingkungan di sekitarnya. Kegiatan pengorganisasian masyarakat
dan penguatan kapasitas kelompok diperkirakan menimbulkan dampak
terhadap pola kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan konstruksi
relasi social dan cara-cara masyarakat mengambil keputusan.
h.

Konflik Sosial

Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan,
pengelolaan keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan
yang sangat potensial menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun
horisontal. Konflik vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara apa yang
menjadi tujuan dari masyarakat dengan kebijakan proyek yang telah

ditetapkan, termasuk di dalamnya kuatnya intervensi pemerintah dan aparat
desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan
kontra di masyarakat terhadap rencana pembangunan, selain itu karena

BAB 4| 2

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum
ataupun kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri.
i. Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan
dan kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk
berpartisipasi aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana
bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas
keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu diperlukan
upaya-upaya khusus untuk memastikan keterlibatan mereka dalam kegiatan kegiatan tersebut.
j. Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat
Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang
sepenuhnya tidak ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak

optimal, akan menimbulkan sikap dan persepsi negatif di masyarakat.
Masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap segala kegiatan yang
dilaksanakan. Potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terutama
apabila kegiatan proyek Re-Kompak menimbulkan dampak negatif terhadap
aspek ekonomi, budaya, kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif
yang berakumulasi dalam jangka waktu lama akan menimbulkan keresahan
di masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik baik vertikal maupun
horizontal.
k. Pembebasan Lahan/Tanah
Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau
seluruhnya

lahan/tanah

milik

perorangan

atau


kelompok

(pemerintah/swasta) yang akan digunakan sebagai tapak pembangunan
infrastruktur

sehingga

dalam

implementasinya

akan

dilaksanakan

pembebasan terhadap lahan/tanah tersebut. Dalam proses pembebasan
lahan/tanah tersebut dimungkinkan akan menimbulkan dampak terjadinya
perselisihan yang membutuhkan penanganan secara komprehensif dengan
melibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu pendekatan dan cara yang
manusiawi dan berkeadilan.


Tujuan Kegiatan
Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah dalam rangka membuat analisis
dampak sosial terhadap Pelaksanaan Proyek yang dapat digunakan sebagai

BAB 4| 3

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
bahan pertimbangan bagi masyarakat sasaran proyek, Pemerintah, Lembaga
Donor dan Pelaksana Proyek dalam melakukan evaluasi kebijakan selama
proyek berjalan.
Secara khusus tujuan dari kegiatan ini adalah :
a. Mengidentifikasi dampak penting dari rencana kegiatan pembangunan
yang berpotensi menjadi sumber dampak terhadap lingkungan sosial
masyarakat. Dampak penting yang timbul dapat berupa dampak positif
maupun negatif baik langsung maupun tidak langsung.
b. Mengidentifikasi rona lingkungan sosial terutama yang akan terkena
dampak pada saat pembangunan dilaksanakan. Komponen lingkungan
sosial yang akan diidentifikasi mencakup demografi, sosial ekonomi,
dan budaya masyarakat.

c. Mendeskripsikan dan mengukur dampak penting dari kegiatan yang
berpotensi terhadap lingkungan sosial ekonomi dan sosial budaya
masyarakat, baik positif maupun negatif.
d. Menganalisis

kemungkinan

pencegahan dan atau pengendalian

terhadap dampak yang tidak dikehendaki dan meningkatkan dampak
yang dikehendaki agar masyarakat mendapatkan manfaat dari
perubahan yang terjadi.
e. Memantau pelaksanaan pembangunan (untuk memantau dampak yang
nyata dan terjadi) maupun strategi mitigasinya (untuk menentukan
efektivitasnya).

Kegunaan Kegiatan Analisis Dampak Sosial
a.

Membantu pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif yang

layak bagi pelaksanaan pembangunan dari segi lingkungan sosial
ekonomi dan budaya.

b. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sosial dalam setiap
tahapan rencana kegiatan pembangunan.
c.

Sebagai pedoman untuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan sosial.
Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan
dampak positif dan menghindari dampak negatif yang mungkin timbul
dari kegiatan pembangunan perumahan dan lingkungan.

BAB 4| 4

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya
diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah
satu aspek yang perlu ditindak- lanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek
sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah
kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran,
karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya.

Pengarusutamaan
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan
pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Menindaklanjuti hal
tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk
responsif

gender

dari

masing-masing

kegiatan,

manfaat,

hingga

permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa dating.

Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pebangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran
kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir
terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu
dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan
dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman
kembali.
Aspek Sosial Pada Paska Pelaksanaan Pebangunan Bidang Cipta
Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat
bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara
kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan
mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih
singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk
untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut. Hasil identifikasi aspek social
pasca pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya.

BAB 4| 5

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019

4.2 Analisis Ekonomi
A. Kebijakan Khusus Pembangunan Ekonomi
Kinerja Keuangan Masa Lalu (Kondisi Ekonomi Makro 2008-2013)
Kinerja perekonomian Kabupaten Minahasa secara umum dari tahun 2008
hingga 2012 terus mengalami perkembangan dengan arah pertumbuhan yang
relatif cepat untuk tiga tahun terakhir ini. Selang waktu 2004 dan 2005,
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Minahasa mulai menunjukan arah yang
melambat kemudian mulai tumbuh lagi pada tahun-tahun sesudahnya.
Selanjutnya yang perlu disimak bahwa dari tahun 2001 hingga tahun 2004
merupakan masa keemasan perekonomian Minahasa walaupun dengan nilai
yang relatif tidak besar tetapi masih melebihi pertumbuhan ekonomi Provinsi
Sulawesi Utara, ini artinya perekonomian Minahasa merupakan penopang
terbesar dalam perekonomian Sulawesi Utara (SULUT).
Tahun 2001 ekonomi Kabupaten. Minahasa mampu tumbuh sebesar 3,85%
sedangkan SULUT hanya 2,13% begitu seterusnya sampai tahun 2004 ekonomi
Minahasa tumbuh sebesar 5,59% sedangkan SULUT hanya 4,26%. Keadaan
menjadi berbalik sesudah itu tahun 2005 ekonomi Kabupaten Minahasa hanya
tumbuh 4,49% melambat dari tahun sebelumnya sedangkan Provinsi SULUT
tumbuh cepat sebesar 4,90%. Hal ini berlanjut hingga tahun 2007 Provinsi
SULUT sudah mampu tumbuh hampir 6,5 % sedangkan Kabupaten Minahasa
hanya mampu tumbuh lebih dari 5%.
Berfluktusinya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Minahasa selang tahun 2000 –
2007 disebabkan oleh pertumbuhan beberapa sektor yang cenderung melambat

dan bahkan jalan di tempat. Hal ini ditunjukan oleh pertumbuhan sektor
pertanian sebagai tulang punggung perekonomian daerah ini yang mengalami
kelambatan dalam pertumbuhannya. Tahun 2004 sektor ini mampu tumbuh
hampir 6,50% sedangkan untuk tiga tahun terakhit sektor ini hanya mampu
tumbuh lebih dari 5,00%. Begitu juga untuk sektor industri pengolahan
walaupun dengan kontribusi dalam perekonomian Minahasa tidak sampai
10,00% namun sektor ini kelihatan hanya jalan di tempat. Tahun 2001 sektor
ini tumbuh 4,56% dan merupakan pertumbuhan tertinggi dalam kurun waktu 7
tahun terakhir ini dan tahun 2004 sektor ini hanya tumbuh 0,16% tahun 2006
tumbuh 0,96% dan tahun 2007 tumbuh 1,78%.
Demikian juga pertumbuhan sejak tahun 2009 sebesar 5,93% dan meningkat
terus menjadi 6,25% tahun 2010, kemudian tumbuh menjadi 6,28% tahun
2011, serta meningkat lagi pada tahun 2012 menjadi 6,87%. Kondisi
BAB 4| 6

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Minahasa semakin
meningkat. Walaupun begitu pembangunan ekonomi di Kabupaten Minahasa
masih terlihat jalan dalam kurun waktu tersebut. Hal ini ditunjukan dengan
pertumbuhan sektor konstruksi yang tumbuh relatif stabil di atas 6,00% per
tahun. Hal ini menunjukan bahwa pembangunan infrastruktur di Kabupaten
Minahasa berjalan dan relatif meningkat dari tahun ke tahun. Begitu juga
dengan pertumbuhan sektor jasa baik jasa perdagangan maupun angkutan dan
komunikasi yang relatif cepat dari tahun ke tahun menopang berkembangnya
perekonomian Kabupaten Minahasa selama kurun waktu 7 tahun terakhir ini.
Selanjutnya yang perlu dicermati juga yaitu mengenai kemiskinan dan
pengangguran yang ada di Kabupaten Minahasa. Penduduk miskin di Kabupaten
Minahasa cenderung menurun , pada tahun 2008 penduduk miskin hanya
sekitar 10,49% dari jumlah penduduk yang ada atau sebanyak 15.684 oran g.
Mengalami penurunan di tahun 2009 menjadi 10,13% atau sebanyak 14.077
orang, dan tahun 2010 turun menjadi 12.746 orang, namun pada tahun 2011
meningkat menjadi 14.203 orang atau 9,20% Sebagaimana dengan masalah
kemiskinan begitu juga dengan masalah ketenagakerjaan yang ada di
Kabupaten Minahasa. Total angkatan kerja yang ada di Minahasa tahun 2011
BPS yang diukur dari penduduk usia 15 tahun ke atas yaitu sebanyak 59,72%
penduduk yang bekerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar
65,77%, tingkat pengangguran 6,05% dan tingkat pengangguran terbuka
sebesar 5,81%. Dilihat dari daya saing sumberdaya manusia yang ada di
Kabupaten Minahasa sampai saat ini relatif baik di bandingkan dengan daerah
lain di Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini dilihat dari indikator Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang sudah mencapai angka indeks sebesar 76,07
di tahun 2011.

B. Kebijakan Pembangunan Ekonomi Tahun 2013-2018
Dengan kondisi makro ekonomi Kabupaten Minahasa seperti di atas serta
dengan memperhatikan kondisi eksternal dan internal yang mempengaruhi
perekonomian daerah, maka kebijakan pembangunan ekonomi tahun 2013 2018 Kabupaten Minahasa adalah sebagai berikut.
1. Kemiskinan
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Selama 4 tahun terakhir jumlah
penduduk miskin terus berkurang dari 27.100 atau 9,00% pada tahun 2008

BAB 4| 7

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
menjadi 25.700 atau 8,47% pada tahun 2009, dan tahun 2010 menjadi
27.900 atau 9,00%, menjadi 24.900 atau 7,93 % pada tahun 2011 dan turun
menjadi 23.655 atau 7,48%.
Akan tetapi turunnya jumlah penduduk miskin tidak secara otomatis
mengurangi angka pengangguran, hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah
ini, yang mana jumlah pengangguran pada tahun 2008 berjumlah 15.684
orang (10,49 %), namun pada tahun 2009 menurun menjadi 14.007 orang
(9,45 %) dan tahun 2010 berjumlah 12.746 orang (8,40 %), naik pada tahun
2011 sebesar 14.203 orang (9,20 %), selanjutnya turun menjadi 9.066 orang
(6,14%).

Tabel 4.1

Sumber: RPJMD 2013-2018

2. Menurunkan jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran
terbuka.
Kondisi perekonomian Nasional yang terjadi saat ini terutama mengenai
kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), secara eksternal
siginifikan mempengaruhi kondisi perekonomian Kabupaten Minahasa.
Usaha-usaha pemerintah nasional menstabilkan ekonomi nasional, termasuk
berbagai kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi
Utara serta kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah Kabupaten
Minahasa untuk lima tahun kedepan dengan prioritas pembangunan untuk
mengurangi persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran melalui
kebijakan

pengembangan

ekonomi

kerakyatan

yang

fokus

pada

pengembangan sektor pertanian dan pariwisata, serta pelaksanaan kebijakan
pembangunan di berbagai bidang lain yang dapat meningkatkan kegiatan
ekonomi di berbagai sektor, maka berdasarkan asumsi-asumsi tersebut
diskenariokan dalam jangka menengah akan menurunkan jumlah penduduk
miskin menjadi 5,43% pada akhir tahun 2018 dan Tingkat Pengangguran
BAB 4| 8

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
Terbuka (TPT) akan turun menjadi 4,90% pada akhir tahun yang sama.

4.3 Analisis Lingkungan
Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang penting bagi
kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya alam
menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat
dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya. Untuk itu,
pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu kepada aspek konservasi
dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya
berorientasi ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi
menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Oleh
karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi tetapi
juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian
serta kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber
daya alam dan lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor
pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya
alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap
terjamin. Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya memberi kesempatan dan
ruang bagi peranserta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan
pembangunan berkelanjutan.
Peraturan dan perundang – undangan yang berhubungan dengan SAFEGUARD
adalah :


Undang – undang No. 4 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok
pengelolaan lingkungan hidup.



Undang-undang No. 5 tahun 1990, tentang Konversi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya



Undang-undang No. 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang



Keputusan Presiden RI No. 23 tahun 1990 tentang Badan Pengendalian
dampak Lingkungan



Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan



Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (BAPEDAL) No. 056/1994, tanggal 18 Maret 1994
tentang Pedoman Ukuran dampak Lingkungan

BAB 4| 9

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019


Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kep.12/MENLH/3/94, tanggal 14
Maret 1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemanfaatan lingkungan (UPL)



Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.11/MENLH/3/94. tanggal
19 Maret 1994, tentang jenis usaha atau kegiatan wajib dilengkapi
SAFEGUARD



Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.13/MENLH/3/94. tanggal
19 Maret 1994 tentang Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata Kerja
Komisi SAFEGUARD



Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep.154/MENLH/3/1994,
tanggal 19

Maret 1994

tentang Pedoman Umum Penyusunan

SAFEGUARD Keputusan Menteri


Pekerjaan Umum No.17/KPTS/M/2003 tentang Petapan Jenis Usaha
dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang
Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan.

Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam perumusan kebijakan
pengelolaan sumber daya alam terutama dalam rangka perlindungan dari
bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, kontrol masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup
merupakan hal yang penting.
Dengan demikian hak dan kewajiban masyarakat untuk memanfaatkan dan
memelihara keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan harus dapat
dioptimalkan. Kesalahan dalam pengelolaan dapat berpotensi mempercepat
terjadinya kerusakan sumber daya alam, termasuk kerusakan hutan lindung,
pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan konservasi
alam, dan sebagainya.
Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalika n
untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak tempat yang antara
lain berupa pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi
persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman
bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan, dan eksploitasi hutan
lindung yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

BAB 4| 10

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
Prinsip Dasar
Prinsip AMDAL secara garis besar digambarkan sebagai berikut, semua kegiatan
yang diajukan dan atau akan diusulkan harus sesuai dengan prinsip lingkungan
serta telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.

Pengkajian

lingkungan

dan

rencana

penanggulangannya

dapat

berbentuk: (i) AMDAL (atau ANDAL dan RKL/RPL), atau (ii) UKL/UPL,
tergantung kategori dampak proyek dimaksud (lihat daftar kategori, di
bawah). Penentuan kategori lingkungan untuk masing-masing proyek
mengacu pada kriteria yang ditetapkan dalam kerangka safeguard ini.
b. AMDAL dan UKL/UPL harus dipandang sebagai alat untuk meningkatkan
kualitas proyek. Karena itu, AMDAL atau UKL/UPL harus menjadi bagian
tak terpisahkan dari analisis kelayakan teknis, ekonomi, sosial,
institusional dan keuangan setiap usulan proyek.
c.

Sedapat mungkin proyek harus menghindari, atau meminimalkan,
dampak negatif pada lingkungan. Alternatif desain, termasuk alternatif
tanpa proyek, harus dikaji dengan seksama sebelum usulan proyek
diajukan. Sebaliknya, proyek harus dirancang sedemikian sehingga
dampak positif dapat dimaksimalkan.

d. Proyek yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, dan
dampaknya tidak dapat dikelola melalui rancangan atau praktek-praktek
konstruksi, harus disertai dengan AMDAL.
e.

Proyek yang mengganggu habitat alam kritis, masyarakat terasing dan
rentan (IVP), kawasan lindung, atau merupakan kawasan sengketa. Di
samping itu, produksi, atau penggunaan :
 Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk
tembakau.
 Asbes, berbagai tindakan pencegahan berkaitan dengan penggunaan
asbes, seperti renovasi bangunan yang menggunakan asbes, akan
diterapkan.
 Bahan

beracun berbahaya (B3). Proyek yang menggunakan,

memproduksi,

menyimpan

atau

mengangkut

bahan-beracun

berbahaya (toksik, korosif, atau eksplosif) atau bahan berkategori B3
dalam undang-undang Indonesia, tidak dapat dibiayai.
 Pestisida, herbisida, dan insektisida.
 Konstruksi bendungan (dam).

BAB 4| 11

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
 Kekayaan budaya. Proyek yang merusak kekayaan budaya, termasuk
barang, struktur fisik dan lokasi yang dianggap sakral atau setidaknya
memiliki nilai spiritual, tidak dapat dibiayai.
f.

Karena alasan praktis, disarankan agar proyek investasi tahun I tidak
termasuk proyek yang perlu dilengkapi dengan AMDAL. Proyek-proyek
dimaksud dapat diusulkan pada tahun II, atau setelahnya.

Kategori Proyek
Safeguard lingkungan ini berlaku pada semua tahap pengembangan proyek,
seperti: pengajuan usulan, perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian
proyek tiap proyek atau kegiatan yang diusulkan dapat dikelompokkan ke
dalam salah satu dari 3 kategori berikut. Kategorisasi serupa berdasarkan
peraturan-perundangan Nasional juga dicantumkan dalam tabel.

Tabel 4.2 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Jenis Rencana Usaha/Kegiatan

No.
1.

Persampahan

a.

2.

3.
4.

5.

6.

Besaran

Pembuangan dengan sistem controlled landfill, sanitary landfill dengan
≥ 40 Ha
luas landfill

b. TPA di daerah pasang surut dengan luas landfill

≥ 25 Ha

c. Pembangunan transfer station dengan kapasitas

≥ 1.000 ton/hari

Pembangunan Perumahan/Permukiman
a. Kota sedang dan kecil dengan luas

≥ 200 Ha

b. Kota besar dengan luas

≥ 100 Ha

c. Kota Metropolitan dengan luas

≥ 50 Ha

a. IPLT dan/IPAL dengan luas kolam

≥ 3 Ha

b. Pembangunan sistem perpipaan air limbah dengan luas layanan
Drainase Permukiman
a. Pembangunan saluran di kota besar/metropolitan
- lebar
- atau panjang
b. Pembangunan saluran di kota sedang
- lebar
- atau panjang
Air Bersih di kota besar/metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi dengan luas layanan
b. Pembangunan jaringan transmisi, dengan panjang
Pengambilan air dari danau, sungai, mata air atau sumber air lainnya dengan
debit pengambilan

≥ 500 Ha

≥5m
≥ 10 km
≥ 10 m
≥ 15 km
≥ 1.500 Ha
≥ 25 Km
≥ 500 liter /detik

Sumber : Permen LH No. 11 Tahun 2006

BAB 4| 12

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
Tabel 4.3 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL-UPL untuk
Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya
No.
1.

Jenis Usaha/Kegiatan

Skala (Besaran)

Dasar Pertimbangan

Alasan Ilmiah Khusus

Perubahan bentang alam
dan bentuk lahan, pengaruh
penggunaan teknologinya
terhadap lingkungan fisik kimia dan sosial ekonomi
budaya, introduksi jenis
hewan

Gangguan kesehatan, estetika,
bau, asap pembakaran, emisi bio
gas (H2S, Nox, Sox, Cox, dioxin),
pencemaran air tanah maupun air
permukaan

Ke dalam proses
pembusukan, keculai untuk
lokasi yang berada di
bantaran sungai, tidak
dibangun di sekitar
sungai/berbatasan langsung
dengan sungai

Leachate (air lindi), gangguan
cacing, gangguan lalat, keluhan
penduduk sekitar terhadap
keberadaan tempat pembuangan
sampah di sekitar, dll

Perubahan bentang alam
dan bentuk lahan,
eksploitasi dan
pemanfaatan sumber daya
alam yang menimbulkan
pemborosan dan
kemerosotan, pengaruhnya
terhadap lingkungan fisik kimiawi, biologi, sosial
ekonomi dan budaya

Perubahan tata guna lahan skala
kawasan, perubahan daya
dukung dan tingkat pelayanan
kota, bangkitan LHR, bangkitan
sampah dan limbah, perubahan
tingkat konsumsi air bersih,
perubahan koefisien KDB & KLB,
perubahan volume run - off,
perubahan kawasan resapan air,
kesenjangan sosial dengan
masyarakat sekitar

Perubahan bentuk lahan,
pengaruhnya terhadap
lingkungan sosial, ekonomi
dan budaya dan pelestarian
cagar budaya

Perubahan kepadatan penduduk,
perubahan tingkat pelayanan
prasarana & sarana kota,
perubahan kondisi sosial
ekonomi dan budaya, kehilangan
bangunan bersejarah atau
peningkatan nilai asset bangunan
bersejarah

Persampahan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
dengan system control ladfill
atau sanitary landfill
a.
Luas

5 liter/det dan < 50
liter/det

Penerapan teknologinya
mempengaruhi lingkungan
fisik - kimiawi, proses dan
hasil kegiatannya
mempengaruhi lingkungan

Gangguan lalu lintas, kerusakan
prasarana dan sarana umum,
ketidakpuasan atas nilai
kompensasi

Gangguan lalu lintas, kerusakan
prasarana dan sarana umum,
Perubahan bentang alam
ketidakpuasan atas nilai
dan bentuk lahan,
kompensasi kerusakan property
penerapan teknologinya
atau kompensasi pembebasan
mempengaruhi lingkungan lahan, perubahan kualitas air di
fisik - kimiawi, proses dan bagian hilir saluran.
hasilnya mempengaruhi
lingkungan sosial, ekonomi
dan budaya
*) Pembangunan drainase
sekunder dan tertier di kota
sedang kemungkinan melewati
pemukiman padat

Gangguan lalu lintas, kebisingan,
kesehatan, getaran, gangguan
genangan lokal (dewatering),
Perubahan bentuk lahan,
gangguan cahaya, kebakaran,
proses teknologinya
mempengaruhi lingkungan bangkitan LHR, air limbah,
sampah, peningkatan kebutuhan
fisik - kimia, hasilnya
mempengaruhi lingkungan pelayanan prasarana dan sarana
perkotaan (air bersih, air limbah,
sosial, ekonomi, budaya,
jalan akses, drainase, area
flora fauna, perubahan
intensitas bangunan gedung parkir), perubahan KDB, KLB,
peningkatan kaki lima (PKL),
terhadap lingkungan
peningkatan emisi gas, bahan
yang bersifat ozon

Gangguan lalu lintas,
kecemburuan sosial antar
konsumen air bersih, konflik
Penerapan teknologinya
pemakaian sumber daya air,
mempengaruhi lingkungan
perubahan pasokan air,
fisik kimiawi, proses dan
penurunan muka tanah (land
hasilnya mempengaruhi
subsident) akibat penyedotan air
lingkungan sosial budaya,
tanah yang berlebihan, intrusi air
eksploitasi sumber daya air
asin, perubahan kualitas air
yang pemanfaatannya
berpotensi menimbulkan *) Skala besaran wajib UKL/UPL
pemborosan maupun
untuk pengambilan dari mata air
kerusakan sumber daya
>5 liter/det s/d 1 Ha (kawasan perkotaan) dan/atau
> 5 Ha (kawasan perdesaan), memerlukan UKL/UPL
Klasifikasi kota menurut sumber dari National Urban Development Strategic (NUDS) :
a. Kota Metropolitan Populasi >1.000.000 jiwa
b. Kota Besar Populasi 500.000 - 1.000.000 jiwa
c. Kota Sedang Populasi 200.000 - 500.000 jiwa
d. Kota Kecil Populasi 20.000 - 200.000 jiwa
e. Kota Kecamatan Populasi 3.000 - 20.000 jiwa

BAB 4| 15

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
Pengadaan Lahan/Tanah
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali terpicu jika suatu proyek yang akan
didanai berlokasi pada tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati
oleh usaha privat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah
adalah

bahwa

semua

meningkatkan, atau

langkah

sedikitnya

yang

diambil harus dilakukan untuk

memperbaiki, pendapatan dan standar

kehidupan warga yang terkena dampak negatif akibat pengadaan tanah ini.
Prinsip pengadaan tanah dan pemukiman kembali harus dilakukan secara :
a.

Transparan: Proyek dan kegiatannya yang terkait harus diinformasikan
secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak.
Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah,
bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan terkena;

b. Partisipatif: Warga yang mungkin perlu dipindahkan (Displaced People - DP)
harus terlibat dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan
lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, dan lokasi pemukiman
kembali;
c.

Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan warga
yang terkena dampak. Warga dimaksud memiliki hak untuk mendapatkan
kompensasi yang memadai, seperti tanah alternatif dan/atau uang
kompensasi yang sama dengan harga pasar tanah dan aset. Bia ya terkait
lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus
ditanggung oleh Pemrakarsa. Warga yang terkena harus diberi kesempatan
untuk membahas secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui
syarat-syarat dan jumlah kompensasi dan/atau pemukiman kembali;

d. Terdapat sejumlah cara untuk menghitung kompensasi: i). tanah,
berdasarkan nilai pasar setempat yang mempunyai nilai ekonomi atau
keuntungan lokasional yang sama, yang berlaku pada saat pembayaran
ganti rugi; ii). bangunan, berdasarkan nilai pasar setempat untuk
kondisi/kualitas bangunan yang sama; iii). tanaman, sesuai dengan harga
pasar, ditambah perhitungan atas kerugian non-material; dan iv). aset lain,
diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan memperhitungkan
besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh aset yang sama.
e.

Pihak-pihak terkena yang dimaksud di sini dapat termasuk orang, badan
hukum, atau lembaga yang, karena implementasi proyek, terkena dampak
dalam bentuk seperti: a). faktor fisik, berupa tanah, bangunan, tanaman,
atau aset lainnya; dan b). faktor non-fisik, berupa manfaat lokasional, akses

BAB 4| 16

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
ke tempat kerja, infrastruktur, dan sebagainya. Berdasarkan alas haknya,
kategori spesifik warga atau pihak yang terkena adalah sebagai berikut:
i).pemilik – orang yang memiliki hak atas tanah, termasuk masyarakat adat
pemegang hak ulayat; ii). penyewa - orang atau pihak yang menguasai tanah
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan tertentu dengan pemilik tanah;
iii). penggarap – orang atau pihak yang menguasai tanah secara fisik tanpa

alas hak, atau perjanjian dengan pemilik tanah; dan iv). nadzir – orang atau
pihak yang mengelola tanah wakaf.

f.

Warga atau pihak yang terkena perlu menyepakati suatu nilai kompensasi
tertentu, atau jika dapat diterima, secara sukarela menyumbangkan
sebagian tanah dan asetnya kepada proyek. Pertemuan dan diskusi di
kalangan warga atau pihak yang terkena, difasilitasi oleh Forum
Stakeholders, akan diatur untuk menjamin bahwa warga atau pihak
tersebut dapat mengambil keputusan secara independen.

g.

Pemberian secara sukarela hanya dapat dipertimbangkan jika warga yang
terkena mendapatkan manfaat langsung yang jauh melebihi harga tanah
(dibuktikan dengan perhitungan yang dilakukan oleh kedua belah pihak),
sama dengan atau kurang dari 10% dari luas tanah tersebut, dan dikuatkan
oleh surat persetujuan yang ditandatangani oleh warga dimaksud setelah
mereka melakukan pembicaraan terpisah seperti dimaksud pada butir F di
atas dan mendapatkan penjelasan atas hak-hak mereka. Tim Pemantau
Safeguard harus memastikan bahwa tidak ada paksaan atas warga tersebut
untuk memberikan tanahnya secara sukarela. Persetujuan ini harus
didokumentasikan dalam dokumen resmi (legal).

h. Proyek harus sudah memiliki batas-batas (alignment) tanah yang
dibutuhkan, jumlah warga yang harus dipindahkan, informasi umum
tentang pendapatan dan mata pencaharian warga tersebut, dan harga pasar
tanah yang berlaku, yang diajukan oleh Pemrakarsa dan didukung oleh
formulir NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), sebelum pengadaan tanah (dengan
atau tanpa pemukiman kembali) dilaksanakan.

Apabila ada konflik atau inkonsistensi antara peraturan-perundangan yang
berlaku di Indonesia dan prinsip atau prosedur yang ditetapkan dalam
kerangka pengadaan tanah ini, maka Pemerintah Republik Indonesia, termasu k
Pemerintah Kota/Kabupaten peserta USDRP, akan mengabaikan peraturan-

BAB 4| 17

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
perundangan tersebut sejauh diperlukan, sehingga implementasi kerangka ini
dapat berlangsung efektif :
-

Proyek harus disosialisasikan dan dikonsultasikan dengan pihak yang
berkepentingan, khususnya warga yang dipindahkan.

-

Sosialisasi dan konsultasi harus meliputi: informasi menyeluruh mengenai
ukuran, isi, rencana pelaksanaan, keuntungan dan risiko, serta dampak
negatif yang mungkin terjadi akibat proyek yang diusulkan.

-

Warga yang dipindahkan harus memahami hak-haknya, memiliki cukup
waktu dan kesempatan untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara
independen.

-

Setiap keputusan dan rencana safeguard harus diinformasikan secara luas
kepada orang-orang yang dipindahkan.

Yang berhak menerima santunan :


Pemilik-pemegang hak atas lahan, termasuk lahan ulayat (masyarakat
adat), bangunan, tanaman, atau aset lainnya;



Penyewa-menguasai lahan berdasarkan perjanjian dengan pemilik lahan;



Penggarap-menguasai lahan secara fisik tanpa alas hak, dengan atau tanpa
ijin pemilik lahan;



Nadzir, bagi lahan wakaf

Cara menghitung kompensasi :
Prinsip: kompensasi merupakan biaya penggantian nyata yang memungkinkan
warga yang terkena proyek dapat membeli lahan, bangunan,atau aset lainnya
sesuai dengan besaran dan kualitas yang dimiliki sebelumnya.
Contoh cara menghitung :


Lahan: berdasarkan nilai pasar setempat, untuk nilai dan keuntungan
lokasi yang sama, yang berlaku saat pembayaran ganti rugi;



Bangunan: berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi / kualitas
bangunan yang sama;



Tanaman: sesuai harga pasar, ditambah dengan perhitungan atas kerugian
immaterial



Aset lain: diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan
memperhitungkan biaya untuk memperoleh aset yang sama

Pengaduan /klaim :
Keluhan atau pengaduan berkenaan dengan pelaksanaan pengadaan lahan
disampaikan ke:


Pemda, sebagai Pemrakarsa

BAB 4| 18

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019


Forum Stakeholders



Tim Pengawas Safeguards

Materi yang tertuang dalam dokumen AMDAL/UKL/UPL :
Identitas Pemrakarsa: nama lembaga, nama penanggungjawab rencana
kegiatan, dan alamat kantor.
a. Rencana Kegiatan : nama, lokasi, skala kegiatan, garis besar komponen
rencana kegiatan (Prakonstruksi, konstruksi, dan operasi)
b. Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi: kegiatan yang menjadi sumber
dampak, jenis, dan besaran dampak
c.

Program Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan: langkah-langkah
untuk mencegah dan mengelola dampak, termasuk untuk menanggulangi
keadaan darurat; Kegiatan pemantauan, tolok ukur untuk menilai
efektivitas pengelolaan lingkungan.

d. Tanda Tangan dan Cap: menyatakan komitmen Pemrakarsa untuk
melaksanakan UKL/UPL tersebut.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program
dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti:
(1) perubahan iklim,
(2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,
(3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
(4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,
(5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
(6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau
(7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu
tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi
menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tahap selanjutnya setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses
penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM
tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan
Permen Lingkungan Hidup No.9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim
Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa

BAB 4| 19

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM
dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpe ngaruh
terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas
lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah
Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya.
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan.
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu
Wilayah
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan
kebijakan, rencana, dan/atau program dan menjamin pembangunan
berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan,
rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak
negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan
beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah
kebijakan, rencana dan/atau program yang ada.
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan
kebijakan, rencana dan/atau program ini dengan mempertimbangkan
antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan
kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan
menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah
pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana,
dan/atau program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

BAB 4| 20

KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015 - 2019
AMDAL, UKL-ULP DAN SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012
tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi
dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH

BAB 4| 21