hubungan rata rata korelasi antar saham

UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN RATA-RATA KORELASI ANTAR SAHAM DENGAN EXCESS RETURN PASAR SAHAM DI INDONESIA TESIS MUHAMMAD ILHAM WIRATAMA 1006739976 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM PASCA SARJANA DEPOK

  JULI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN RATA-RATA KORELASI ANTAR SAHAM DENGAN EXCESS RETURN PASAR SAHAM DI INDONESIA TESIS

  Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Manajemen MUHAMMAD ILHAM WIRATAMA 1006739976 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN KEKHUSUSAN MANAJEMEN KEUANGAN DEPOK

  JULI 2012

  HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

  Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

  telah saya nyatakan dengan benar.

  Nama

  : Muhammad Ilham Wiratama

  NPM

  Tanda Tangan : Tanggal

  : 12 Juli 2012

  ii ii

KATA PENGANTARUCAPAN TERIMA KASIH

  Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains Manajemen Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Dr. Buddi Wibowo, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu,

  tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini. (2) Dr. Irwan Adi Ekaputra dan Dr. Arief Rijanto, selaku dosen penguji yang

  telah memberikan saran-saran perbaikan dalam penyusunan tesis ini. (3) Para dosen pengajar PPIM lain yang tidak dapat disebut namanya satu persatu,

  atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan sepanjang kuliah saya. (4) Para staf PPIM, yang telah membantu seluruh proses perkuliahan. (5) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan

  material, moral dan doa. (6) Paramita Amuwarni yang telah membantu dan menyemangati saya dalam

  proses perkuliahan dan penyusunan tesis ini. (7) Teman-teman kuliah di PPIM yang membantu saya dalam perkuliahan dan

  penyusunan tesis ini.

  Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

  Depok, 12 Juli 2012

  Penulis

  iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama

  : Muhammad Ilham Wiratama

  NPM

  Program Studi : Pasca Sarjana Ilmu Manajemen Departemen : Manajemen Fakutas

  : Ekonomi

  Jenis karya

  : Tesis

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusif Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

  Hubungan Rata-rata Korelasi Antar Saham dengan Excess Return Pasar Saham di Indonesia.

  Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif

  mengalihmediaformat-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulispencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

  Dibuat di

  : Depok

  Pada tanggal : 12 Juli 2012 Yang menyatakan

  (M. Ilham Wiratama)

  v

ABSTRAK

  Nama

  : Muhammad Ilham Wiratama

  Program Studi : Pascasarjana Ilmu Manajemen Judul : Hubungan Rata-rata Korelasi Antar Saham dengan Excess Return

  Pasar Saham di Indonesia. Penelitian mengenai risiko dan imbal hasil suatu investasi merupakan

  topik penelitian yang terus berkembang di dunia ekonomi. Dikatakan apabila risiko suatu investasi bernilai tinggi maka investor mengharapkan imbal hasil yang tinggi pula, dan pendapat ini dimodelkan menjadi suatu teori yang disebut dengan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Namun pembuktian empiris mengenai CAPM oleh beberapa ahli menghasilkan kesimpulan yang berbeda- beda.

  Richard Roll mengkritik beberapa hasil penelitian yang mencoba membuktikan teori CAPM. Dikarenakan terdapat variabel yang teramati dan tidak teramati terkait risiko dan imbal hasil yang dihadapi oleh investor. Oleh karenanya Pollet dan Wilson berpendapat bahwa varian pasar saham berhubungan lemah dengan total risiko yang dihadapi oleh investor. Mereka berpendapat total risiko yang dihadapi oleh investor dipengaruhi dengan adanya sifat bahwa saham- saham bergerak secara bersamaan. Oleh karenanya peningkatan korelasi antar saham akan meningkatkan risiko tersebut. Penelitian Pollet dan Wilson (2010) memperkenalkan variabel rata-rata korelasi yang dipergunakan untuk memprediksi excess return dari suatu pasar saham.

  Sejalan dengan hasil penelitian mereka, penelitian ini menemukan bahwa varian pasar saham (IHSG) dipengaruhi oleh varian saham-saham yang terdapat pada bursa dan juga korelasi antar saham-saham pada bursa. Selain itu pada penelitian kali ini ditemukan bahwa rata-rata korelasi saham-saham LQ-45 saat t-

  1 berhubungan linier positif terhadap excess return IHSG saat t pada periode Agustus 2006 sampai Juli 2011. Menurut hasil penelitian ini, semakin meningkatnya rata-rata korelasi akan meningkatkan ekspektasi imbal hasil investor dan excess return pasar saham. Temuan lain yang diperoleh pada penelitian ini adalah bahwa korelasi dan varian saham-saham pada bursa saham Indonesia bersifat asimetri, sehingga menyebabkan varian IHSG bersifat negatively skewed .

  Kata kunci: CAPM, excess return, IHSG, korelasi, saham, LQ-45.

  vi

  Universitas Indonesia

ABSTRACT

  Name

  : Muhammad Ilham Wiratama

  Course

  : Graduate Management Science

  Topic

  : Average Correlation and Stock Market Excess Return in

  Indonesia.

  Studies about risk and return of an investment are substantial topics in the economic science. Scientist says, risk averse investor requires a higher risk premium to hold higher investment risk, this opinion is modeled into a theory called the Capital Asset Pricing Model (CAPM). However large literature, which attempted to test this theory resulted some different conclusions.

  Richard Roll criticized some of the results which tested CAPM theory. He says market portfolio of an investor consists of observable and unobservable assets related to risk and return faced by investors. Therefore Pollet and Wilson argue that changes in the variance of stock market only weakly related to changes in aggregate risk. They say an increase of aggregate risk is associated with a tendency of stock prices to move together. As a result, such increases in correlation reveal increases in true aggregate risk. Pollet and Wilson (2010) research introduced an average correlation variable which they say can be used to predict stock market excess retun.

  In accordance with their result, this study found that variance of Indonesia stock market was affected by variance of individual stock and correlation between stocks in the exchange. In addition, I found that relation between average correlation of LQ-45 stocks at t-1 and excess return of IHSG at t in period of August 2006 until July 2011 is linearly positive. In conclusion, the increase of average correlation would raise the expected return of investor and excess return of stock market. Another finding of this research, I found that average correlation and individual stock variance are asymmetry, which causes the variance of composite index (IHSG) becomes negatively skewed.

  Keywords: CAPM, excess return, IHSG, correlation, stock, LQ-45.

  vii

  Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Penelitian yang populer dalam bidang ekonomi selama ini terkait hubungan antara imbal hasil dan risiko suatu investasi. Imbal hasil merupakan jumlah arus kas yang diterima investor setelah menempatkan dananya pada salah satu jenis investasi tertentu, sedangkan risiko investasi didefinisikan sebagai perbedaan antara imbal hasil riil dengan imbal hasil harapan atau rata-rata, dan pengukuran terhadap besarnya risiko merupakan varian antara imbal hasil riil dengan imbal hasil harapan. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa hubungan antara imbal hasil dan risiko suatu investasi bersifat linier positif. Oleh karena itu bila risiko aset keuangan yang tinggi, maka investor mengharapkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan investasi tanpa risiko (risk free).

  Para peneliti sebelumnya telah mengembangkan suatu model yang bertujuan untuk menggambarkan suatu hubungan antara risiko dan imbal hasil yang diharapkan oleh investor. Model tersebut umumnya disebut dengan Capital Aset Pricing Model (CAPM). CAPM menyatakan bahwa imbal hasil suatu aset berisiko merupakan fungsi penjumlahan antara imbal hasil aset tidak berisiko (risk free ) dan risk premium aset tersebut, dimana risk premium merupakan fungsi dari risiko atau varian dari imbal hasil aset keuangan.

  CAPM dikembangkan berdasarkan model mean-variance portofolio oleh Harry Markowitz (1952), yang menyatakan bahwa investor memilih suatu portofolio pada t-1 dan akan menghasilkan return yang acak pada saat t. Teori ini dapat berlaku dengan mengasumsikan bahwa investor adalah risk averse, maka investor bertujuan memilih portofolio yang optimal. Suatu portofolio dari investor yang optimal menurut Markowitz diperoleh saat risiko dari portofolio tersebut minimal namun imbal hasil sesuai dengan harapan atau portofolio tersebut memiliki imbal hasil yang maksimal dengan risiko sesuai yang dapat diterima oleh investor.

  Berikut merupakan salah satu bentuk dari CAPM untuk excess return pasar yang terdapat pada jurnal Pollet dan Wilson (2010):

  , – , = + , + +

  Model diatas menggambarkan bahwa terdapat trade off antara risiko (Var[R m,t+1 ])

  dan sumber lain yang menyebabkan variasi pada expected return ( ) dengan

  imbal hasil sebagai titik keseimbangan (equilibrium). Dengan meningkatnya risiko sistematik maka investor dengan sifat risk averse menuntut imbal hasil yang lebih tinggi terhadap asetnya sehingga titik keseimbangan dari expected

  return meningkat. Hal ini ditunjukkan bila positif, maka peningkatan

  conditional variance (Var[R m,t+1 ]) suatu imbal hasil aset juga menimbulkan peningkatan dari risk premium aset tersebut. Dan apabila pada persamaan diatas memenuhi E[ε t+1 ] = 0 dan = 0, dapat diasumsikan imbal hasil yang diperoleh terhadap total kekayaan investor memenuhi hubungan variance-in-mean.

  Pembuktian empiris oleh Campbell (1987), French, Schwert dan Stambaugh (1987), Glosten Jaganathan dan Runkle (1993) terkait hubungan dari variance-in-mean pada imbal hasil pasar saham menghasilkan hubungan yang tidaklah selalu positif. Kemudian Richard Roll (1977), mempublikasikan sebuah kritik terkait validasi capital aset pricing model. Dia mengatakan bahwa total kekayaan suatu investor tidak sepenuhnya dapat teramati, dikarenakan investor memiliki kekayaan yang terdiri dari aset teramati dan aset tidak teramati. Roll mengatakan bahwa CAPM tidak dapat diuji, kecuali peneliti mengetahui komposisi yang tepat dari portofolio pasar, atau dengan kata lain sampel penelitian terdiri dari seluruh aset keuangan yang dimiliki investor. Oleh karenanya Roll berpendapat bahwa varian dari suatu imbal hasil pasar saham hanya memiliki kaitan yang lemah dengan total kekayaan yang dimiliki oleh investor. Selain itu, pada penelitiannya tersebut juga menyatakan bahwa hubungan antara expected return dan conditional variance pada pasar saham tidak bersifat linier.

  Berdasarkan kritik yang dikemukakan oleh Roll diatas, maka Pollet dan Wilson (2010) beranggapan apabila total kekayaan yang dimiliki investor merupakan portofolio yang terdiri dari aset dengan imbal hasil yang dapat teramati (saham) maka risiko total investasi identik dengan risiko pasar saham.

  Hal ini menyebabkan varian dari imbal hasil portofolio pasar dapat teramati sehingga risk premium pasar saham berhubungan dengan variabel yang teramati tersebut. Namun apabila portofolio pasar saham yang dimiliki investor hanya sebagian dari total kekayaan investor maka kemampuan untuk mengamati varian imbal hasil dari total kekayaan investor tidak dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, Pollet dan Wilson berpendapat bahwa perubahan risiko total yang dihadapi oleh investor sangat dipengaruhi oleh perubahan korelasi antara imbal hasil saham yang teramati. Mereka berpendapat adanya kecenderungan bahwa harga saham bergerak secara bersamaan akan mengakibatkan peningkatan risiko total yang dihadapi investor dalam berinvestasi pada pasar saham.

  Sehubungan dengan adanya korelasi antar imbal hasil saham pada pasar saham, Ang dan Chen (2002) mengungkapkan bahwa korelasi pada pasar saham berubah-ubah menurut waktu. Hal tersebut mengakibatkan varian pada imbal hasil pasar saham bersifat asimetri. Mereka menyatakan bahwa imbal hasil saham pada pasar saham cenderung bergerak secara bersamaan pada saat kondisi pasar saham mengalami penurunan imbal hasil (bearish). Dengan kata lain, terdapat peningkatan korelasi antar imbal hasil saham pada saat kondisi pasar saham mengalami penurunan imbal hasil (bearish). Sifat inilah yang menyebabkan varian imbal hasil pasar saham akan lebih besar saat pasar bearish dan kurva imbal hasilnya berbentuk negatively skewed.

  Seperti diketahui, bahwa varian pasar saham merupakan gambaran dari risiko yang bersifat sistematik dan tidak sistematik pada pasar saham. Dan menurut argumen yang dikemukakan oleh Pollet dan Wilson bahwa peningkatan korelasi antar imbal hasil saham akan meningkatkan aggregate risk (risiko sistematik) dari pasar saham, maka peningkatan korelasi antar imbal hasil saham akan mengakibatkan peningkatan fluktuasi atau varian dari imbal hasil pasar saham.

  Selain itu, apabila korelasi antar saham pada salah satu pasar saham bernilai tinggi, shock pada beberapa saham turut mempengaruhi saham-saham

  bahwa investor akan menghadapi risiko yang lebih tinggi pada pasar saham tersebut dibandingkan berinvestasi pada pasar saham yang memiliki korelasi antar bahwa investor akan menghadapi risiko yang lebih tinggi pada pasar saham tersebut dibandingkan berinvestasi pada pasar saham yang memiliki korelasi antar

  portofolio investor.

  Permasalahan selanjutnya bagaimana menghitung korelasi yang terdapat pada pasar saham menggunakan metode ekonometri yang ada. Sejauh ini metode ekonometri dapat memperhitungkan korelasi antar 2 saham (pairwise correlation ). Untuk memperoleh besarnya korelasi yang terdapat pada suatu pasar saham berdasarkan penelitian oleh Pollet dan Wilson (2010) dapat menggunakan penjumlahan korelasi antar 2 saham yang telah terboboti untuk seluruh saham yang berada pada pasar saham tersebut. Sehingga akan diperoleh kombinasi dari 2 saham untuk seluruh saham yang terdapat di pasar saham. Dengan kata lain, nilai korelasi yang ada pada pasar saham dapat didekati dengan menjumlahkan korelasi antar 2 saham yang telah terboboti.

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, terkait trade off antara risiko dan imbal hasil investasi. Penelitian ini berusaha menguji teori titik keseimbangan antara risiko dan imbal hasil pada pasar saham Indonesia dengan memperhitungkan variabel rata-rata korelasi yang diperkenalkan oleh Pollet dan Wilson yang mana rata-rata korelasi tersebut merupakan indikator dari total risiko yang dihadapi investor. Selanjutnya, penulis menguji sifat asimetri untuk variabel rata-rata korelasi pada pasar saham di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk menguji apakah rata-rata korelasi imbal hasil saham dari saham-saham pada pasar saham Indonesia mempengaruhi varian imbal hasil IHSG dan dapat menjadi faktor untuk memprediksi excess return yang diperoleh investor dengan menginvestasikan dana pada pasar saham di Indonesia.

  Maka timbul pertanyaan-pertanyaan pada penelitian ini:

  1. Apakah korelasi antar imbal hasil saham pada pasar saham di Indonesia berubah-ubah menurut kondisi pasar (bearish dan bullish)?

  2. Apakah rata-rata korelasi imbal hasil saham-saham pembentuk IHSG, mempengaruhi varian dari imbal hasil IHSG itu sendiri?

  3. Apakah rata-rata korelasi imbal hasil saham-saham merupakan faktor yang dapat memprediksi excess return IHSG?

1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan diatas, antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Menguji sifat asimetris rata-rata korelasi imbal hasil saham pada saat pasar saham Indonesia dalam kondisi bearish dan bullish.

  2. Menguji variance decomposition dari imbal hasil pasar saham dengan memperhitungkan faktor rata-rata korelasi

  3. Menguji hubungan dan signifikansi rata-rata korelasi imbal hasil saham pada pasar saham Indonesia untuk digunakan sebagai prediksi excess return IHSG.

1.4 Manfaat Penelitian

  Penelitian-penelitian terdahulu terkait CAPM menemukan bahwa hubungan variance in mean yang bersifat positif tidak selamanya terbukti secara empiris, hal ini disebabkan karena pembuktian model CAPM tidak memperhitungkan adanya aset yang tidak teramati dari kekayaan investor. Oleh karena itu, penelitian ini membahas faktor korelasi antar aset teramati (saham) yang dimiliki oleh seorang investor dari segi total kekayaan investor sebagai suatu proksi dari total risiko yang dihadapi investor.

  Penelitian ini dapat menunjukan bahwa korelasi antar imbal hasil saham yang terdapat pada pasar saham akan mempengaruhi expected return dan excess return investor pada pasar saham Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai petunjuk bagi investor yang berinvestasi pada pasar saham Indonesia. Investor dapat lebih memperhitungkan kembali risiko yang akan Penelitian ini dapat menunjukan bahwa korelasi antar imbal hasil saham yang terdapat pada pasar saham akan mempengaruhi expected return dan excess return investor pada pasar saham Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai petunjuk bagi investor yang berinvestasi pada pasar saham Indonesia. Investor dapat lebih memperhitungkan kembali risiko yang akan

1.5 Batasan Penelitian

  Batasan masalah pada penelitian kali ini adalah untuk memperhitungkan rata-rata korelasi antar saham yang melibatkan saham-saham LQ-45. Kemudian menguji hubungan dan tingkat signifikansi antara rata-rata korelasi terhadap varian imbal hasil IHSG dan excess return IHSG pada periode sampel penelitian.

1.6 Sistematika Penulisan

  Sistematika laporan tesis ini ditulis dengan urutan sebagai berikut:

Bab 1 : Pendahuluan

  Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

Bab 2 : Tinjauan Pustaka

  Bab ini terdiri dari pemaparan teori-teori dan penelitian sebelumnya yang mendasari penelitian ini, diikuti dengan kerangka pemikiran penulis serta hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini.

Bab 3 : Metodelogi Penelitian

  Menjelaskan mengenai sampel penelitian, definisi dan metode pengukuran variabel-variabel yang dipergunakan, metode analisa data dan tahapan penelitian.

Bab 4 : Analisis dan Pembahasan

  Membahas mengenai deskripsi statistik sampel penelitian, pengujian mengenai asimetri korelasi dan varian, pengujian untuk asumsi Ordinary Least Square klasik, dan analisa hasil regresi Newey West.

Bab 5 : Kesimpulan dan Saran

  Menyimpulkan analisis dan pembahasan penelitian ini, serta saran yang diperoleh dari penelitian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Antara Return dan Risk

  Penelitian yang mengawali hubungan antara risiko dengan imbal hasil investor adalah Harry Markowitz di tahun 1952 pada jurnal yang berjudul Portfolio Selection . Portofolio merupakan istilah yang digunakan untuk mengambarkan kumpulan aset yang diinvestasikan oleh investor, diibaratkan portofolio merupakan sebuah keranjang yang berisikan aset-aset keuangan yang dimiliki oleh investor. Pada jurnalnya Markowitz memperkenalkan teori dasar terkait dengan investasi baik aset tunggal maupun sebuah portofolio. Dimisalkan seorang investor yang melakukan investasi pada suatu aset akan mendapatkan imbal hasil R, dan dengan bobot atau proporsi masing-masing aset tersebut dalam portofolio adalah W. Maka imbal hasil yang akan diperoleh serta porporsi masing- masing aset keuangan adalah R i dan W i dengan i = 1, 2, 3,..,n. Disisi lain, risiko investasi oleh Markowitz didefinisikan sebagai perbedaan antara expected return dengan imbal hasil riil yang diterima oleh investor. Maka untuk mengukur risiko yang terhadap investasi dipergunakan varian antara imbal hasil riil dengan expected return . Dimana imbal hasil yang diharapkan (expected return) sama dengan nilai rata-rata dari imbal hasil riil suatu aset.

  Imbal hasil yang diharapkan (expected return) :

  R =

  ∑ ,

  (2.1) Varian dari imbal hasil aset : =R i – R i (2.2)

  i

  Lalu imbal hasil portofolio merupakan jumlah dari perkalian imbal hasil masing-masing aset dengan proporsinya atau merupakan kombinasi linier antara perkalian bobot aset dan imbal hasilnya. Seperti persamaan berikut:

  ER p =W 1 R 1 +W 2 R 2 +.... + W n R n

  ∑ = R i (2.3)

  sedangkan varian dari portofolio tersebut sesuai dengan persamaan:

  dimana i = 1, 2, 3,.. n dan i≠j

  Pada persamaan diatas varian portofolio dipengaruhi oleh varian masing-masing aset pembentuk portofolio dan juga oleh kovarian antara aset-aset pembentuknya.

  Markowitz mengatakan bahwa investor dapat melakukan investasi dengan imbal hasil (ER p ) yang sesuai harapan, namun juga mencari varian portofolio

  yang minimal ( σ ). Hal ini dapat dicapai dengan menghitung proporsi yang sesuai

  untuk masing-masing aset pembentuk portofolio W i . Namun hal lain yang perlu diperhatikan bahwa Markowitz mengasumsikan investor menginvestasikan seluruh dana yang tersedia. Persamaan-persamaan diatas dapat dituliskan dalam persamaan matriks, sebagai berikut:

  Dimana : W

  : merupakan matriks proporsi yang berukuran nx1

  R

  : merupakan matriks imbal hasil aset berukuran nx1

  V : merupakan matriks varian kovarian yang berukuran nxn

  1 : merupakan matriks uniti T : merupakan tanda transpose

  Selain itu penelitian ini bertujuan untuk menemukan komposisi yang tepat dari aset-aset tunggal sehingga membentuk sebuah portofolio yang optimal. Suatu portofolio yang optimal dari investor menurut Markowitz diperoleh saat imbal hasil yang diperoleh investor sesuai dengan harapan dengan varian portofolio yang minimal, atau dapat dituliskan sebagai berikut: Tujuan imbal hasil portofolio sesuai harapan atau ekspektasi:

  Dengan meminimalkan varian portofolio:

  Persamaan terakhir diatas menunjukkan bahwa investor menginvestasikan seluruh dana yang dimilikinya.

  Model yang diusulkan oleh Markowitz memberikan beberapa strategi bagi investor dalam menentukan proporsi aset keuangan mereka, mereka dapat menentukan besarnya imbal hasil yang ingin dicapai atau diharapkan dengan risiko portofolio yang paling minimal, atau menentukan risiko yang dapat dihadapi atau diterima oleh investor dengan menemukan imbal hasil portofolio yang maksimal. Berbagai macam proporsi aset keuangan dalam portofolio membentuk pasangan imbal hasil dan risiko tertentu, yang bila digambarkan akan membentuk kurva yang disebut dengan kurva efficient frontier. Kurva ini menunjukkan bagaimana menentukan pilihan portofolio yang diinginkan dengan imbal hasil tertentu dengan risiko minimal, atau risiko portofolio tertentu dengan imbal hasil yang maksimal.

  Penelitian lanjutan dilakukan oleh Tobin tahun 1958, pada jurnal yang berjudul Liquidity Preference of Behaviour Toward Risk. Tobin mengembangkan model portofolio Markowitz dengan memasukkan variable aset tidak berisiko (risk free asset). Seperti dibahas sebelumnya kurva efficient frontier milik Markowitz merupakan kurva yang menunjukkan hubungan dari imbal hasil dan risiko portofolio, besarnya risiko yang dinyatakan oleh Markowitz selalu bernilai lebih besar dari nol. Oleh karena itu dengan penambahan aset bebas risiko yang diusulkan oleh Tobin, dapat diciptakan suatu portofolio optimal yang merupakan kombinasi dari aset bebas risiko (berada pada sumbu Y) dengan imbal hasil yang aset yang berisiko yang efisien (berada pada kurva efficient frontier).

  Gambar 2.1 Garis SML dan kurva efficient frontier

  Strategi kombinasi antara aset bebas risiko dengan aset berisiko dapat dilakukan dengan memaksimalkan slope atau kemiringan garis lurus yang menghubungkan antara imbal hasil aset bebas risiko dengan pilihan imbal hasil portofolio. Proporsi dari portofolio optimal didapatkan pada titik singgung antara garis lurus tersebut dengan kurva efficient frontier. Persamaan yang dapat mengambarkan kondisi ini adalah sebagai berikut:

  ( + , - )

  Slope garis : M =

  R f = imbal hasil aset bebas risiko

  Rp

  = imbal hasil portofolio aset berisiko

  = ∑ R i

  σ p

  = standar deviasi portofolio aset berisiko =

  Maka untuk mendapatkan kombinasi dari aset bebas risiko dengan portofolio aset berisiko yang optimal harus memaksimalkan slope garis (M). Dengan batasan bahwa imbal hasil portofolio harus bernilai positif (R p =

  ∑ R i > 0) dan investor menginvestasikan seluruh dananya ( ∑ =

2.2 Market Equilibrium

  Garis lurus yang menghubungkan imbal hasil aset bebas risiko dengan aset berisiko pada model penelitian Tobin dikembangkan kembali oleh Treynor (1961), Sharpe (1965), Lintner (1965) dan Black (1972). Slope garis yang dikemukakan oleh Tobin dikembangkan menjadi sebuah teori market equilibrium yang disebut dengan Capital Aset Pricing Model. Menurut teori ini, kondisi market equilibrium harus mencapai beberapa kondisi diantaranya:

  1. Investor memiliki tujuan yang sama yaitu memaksimalkan kekayaan dan utilitas atau kepuasannya.

  2. Investor bersifat rasional dan berusaha untuk menghindari risiko.

  3. Investor melakukan diversifikasi yang luas diberbagai macam jenis investasi.

  4. Investor tidak dapat mempengaruhi harga (price takers)

  5. Investor dapat melakukan peminjaman dan meminjam pada tingkat bunga dibawah rate atau tingkat suku bunga bebas risiko namun dengan jumlah yang tidak terbatas.

  6. Investor tidak dikenai biaya transaksi dan pajak.

  7. Investor memiliki informasi yang sama mengenai pasar.

  8. Investor memiliki keyakinan yang homogen. Kondisi diatas menyebabkan seluruh investor memiliki pandangan atau analisa yang sama terhadap sekuritas-sekuritas atau aset di pasar. Sehingga investor memiliki kombinasi atau bobot aset-aset berisiko yang sama pada kurva efficient frontier dengan tambahan aset tidak berisiko.

  Penelitian mengenai market equilibrium menghasilkan hubungan linier dan positif antara imbal hasil sekuritas dengan risiko pasar (biasa disebut beta). Hubungan ini ditunjukan oleh sebuah garis lurus dari tingkat imbal hasil tidak berisiko menuju portofolio berisiko yang optimal (portofolio pasar) di kurva efficient frontier dan merupakan garis singgung pada kurva tersebut. Hubungan ini menggunakan asumsi bahwa investor bersifat risk averse, sehingga investor Penelitian mengenai market equilibrium menghasilkan hubungan linier dan positif antara imbal hasil sekuritas dengan risiko pasar (biasa disebut beta). Hubungan ini ditunjukan oleh sebuah garis lurus dari tingkat imbal hasil tidak berisiko menuju portofolio berisiko yang optimal (portofolio pasar) di kurva efficient frontier dan merupakan garis singgung pada kurva tersebut. Hubungan ini menggunakan asumsi bahwa investor bersifat risk averse, sehingga investor

  E(R i )=R f + β [E(R m )–R f ]

  Dimana: E(R i ) : imbal hasil yang diharapkan investor untuk aset i

  R f : rate dari imbal hasil aset bebas risiko

  β

  : risiko pasar (sistematik) R m : imbal hasil portofolio pasar

  Persamaan diatas umumnya juga dikenal dengan persamaan Security Market Line (SML).

2.3 Bukti Empiris Hubungan Risiko dan Return

  Beberapa ahli telah berusaha membuktikan hubungan antara risiko dan imbal hasil dengan menggunakan bukti empiris. Teori umum yang berlaku bahwa investor mengharapkan imbal hasil yang lebih tinggi saat berinvestasi pada aset yang lebih berisiko pada waktu tertentu.

  Namun hubungan antara risiko dan imbal hasil pada waktu yang berbeda- beda belum menemui kesepakatan oleh para ahli. Oleh karenanya hal ini masih menjadi bahan penelitian apakah investor menuntut risk premium yang lebih tinggi karena berinvestasi saat kondisi atau waktu yang lebih berisiko, atau risk premium yang lebih besar tidak diperlukan manakala kondisi pasar lebih berisiko, maka investor dapat menerima imbal hasil yang yang lebih rendah.

  Hal ini menyebabkan hubungan negatif dan positif antara conditional mean (imbal hasil) dan conditional variance (risiko) masih dapat dikatakan sesuai dengan teori-teori penelitian sebelumnya. Penelitian yang menemukan hubungan positif ataupun nol dari mean-variance umumnya menggunakan metode GARCH- M. Sedangkan hasil penelitian yang menemukan hubungan negatif cenderung menggunakan metode lain.

  Salah satu yang menemukan bahwa hubungan antara conditional mean dan conditional variance bersifat negatif terdapat pada penelitian Glosten, Jagannathan dan Runkle atau yang umum disebut dengan GJR di tahun 1993.

  Penelitian ini mengambil sampel dari pasar saham di Amerika pada periode tahun 1951 sampai dengan 1989 dengan mempergunakan berbagai metode yang merupakan modifikasi dari GARCH-M.

  Hasil penelitian GJR dengan menggunakan berbagai metode tersebut: • Hubungan antara conditional mean dan condtional variance bersifat

  negatif dan signifikan. • Risk free mempengaruhi tingkat volatilitas masa akan datang pada

  pasar saham. • Pada bulan Oktober dan Januari terdapat peningkatan volatilitas dari

  pasar saham. • Volatilitas bulanan dari excess return memiliki tingkat persistensi yang

  lebih rendah dibandingkan dengan volatilitas tingkat harian. • Residual yang negatif berkorelasi dengan peningkatan varian,

  sedangkan residual yang positif sedikit menurunkan varian dari pasar saham.

  Sedangkan penelitian yang menemukan hubungan positif antara risiko dan imbal hasil dari suatu investasi dilakukan oleh Ghysels, Santa Clara dan Valkanov (2005). Penelitian mereka bertujuan untuk membuktikan hubungan conditional mean dan conditional variance yang dijelaskan oleh ICAPM. Pada jurnalnya dijelaskan bahwa mereka menggunakan sebuah metode estimasi baru yang dipergunakan untuk memodelkan varian bulanan berdasarkan imbal hasil harian kuadrat yang disebut dengan metode Mixed Data Sampling (MIDAS).

  Ghysels, Santa Clara dan Valkanov mengatakan bahwa penelitian tentang trade off antara risk dan return bukan hanya memperhatikan sisi asimetri dari conditional variance , namun yang perlu diperhatikan pula adalah tingkat persistensi dari shock tersebut. Terdapat persamaan dan perbedaan antara metode asimetri GARCH dan asimetri MIDAS. Persamaannya adalah kedua metode tersebut sama-sama memiliki fungsi untuk menangkap efek bahwa shock yang bersifat negatif mempengaruhi volatilitas lebih besar dibandingkan dengan shock yang positif. Namun yang menjadi perbedaan antara kedua metode ini adalah, asimetri MIDAS memungkinkan model menangkap dampak persistensi dari shock tersebut. Dikarenakan negatif shock hanya bersifat sementara dan disebutkan Ghysels, Santa Clara dan Valkanov mengatakan bahwa penelitian tentang trade off antara risk dan return bukan hanya memperhatikan sisi asimetri dari conditional variance , namun yang perlu diperhatikan pula adalah tingkat persistensi dari shock tersebut. Terdapat persamaan dan perbedaan antara metode asimetri GARCH dan asimetri MIDAS. Persamaannya adalah kedua metode tersebut sama-sama memiliki fungsi untuk menangkap efek bahwa shock yang bersifat negatif mempengaruhi volatilitas lebih besar dibandingkan dengan shock yang positif. Namun yang menjadi perbedaan antara kedua metode ini adalah, asimetri MIDAS memungkinkan model menangkap dampak persistensi dari shock tersebut. Dikarenakan negatif shock hanya bersifat sementara dan disebutkan

  Oleh karena itu metode yang diperkenalkan ini, memiliki fungsi yang lebih dibandingkan dengan asimetri GARCH. Sehingga model dapat menangkap keasimetrisan di sisi tingkat volatilitas dan juga dari sisi persistensi shock tersebut. Persamaan yang dipergunakan metode MIDAS dalam mengestimasi varian bulanan adalah sebagai berikut:

  9 = 22 ∑

  Persamaan diatas dipergunakan untuk mencari varian bulanan dari imbal hasil harian kuadrat yang telah diboboti. Dengan menggunakan metode ini, mereka menemukan hubungan positif antara risiko dan imbal hasil.

  Beberapa penelitian lain telah dilakukan untuk membuktikan hubungan risk dan return, dan salah satu peneliti awal yang menguji hubungan ini merupakan Richard Roll. Roll mengkritik pengujian yang dilakukan terhadap CAPM, menurutnya pengujian sebelumnya hanya menggunakan indeks pasar tertentu bukanlah portofolio pasar yang dimaksudkan pada CAPM. Selanjutnya asumsi bahwa investor dapat melakukan pinjaman pada tingkat bunga aset tidak berisiko juga dianggap tidak mungkin pada kenyataannya. Oleh karena itu Roll menyatakan kritiknya terhadap penelitian CAPM dan biasa disebut Roll’s Critique , yang berisikan:

  1. Hipotesis yang berlaku pada CAPM menggunakan portofolio pasar dan memiliki hubungan mean-variance yang efisien.

  2. Hubungan positif dan linier antara expected return dan beta dari portofolio pasar diperoleh bila seluruh asumsi yang dinyatakan pada model CAPM terpenuhi.

  3. CAPM tidak dapat diuji secara empiris, kecuali peneliti menggunakan komposisi yang tepat dari portofolio pasar yang sebenarnya. Dengan kata lain, teori tersebut tidak dapat diuji kecuali aset-aset individu disertakan sebagai sampel. Terkait dengan risiko total yang dihadapi oleh investor, peneliti memiliki

  pendapat bahwa adanya pergerakan aset yang dapat diamati (observable) dan tidak dapat teramati (unobservable) membuat hasil pembuktian dari CAPM sulit pendapat bahwa adanya pergerakan aset yang dapat diamati (observable) dan tidak dapat teramati (unobservable) membuat hasil pembuktian dari CAPM sulit

  Beberapa penelitian yang bertujuan untuk membuktikan kebenaran hubungan risiko pasar terhadap imbal hasilnya pada teori CAPM telah dilakukan, seperti:

  1. Campbell, Lo and MacKinlay (1997) menemukan bahwa error term atau inovasi dari risiko pasar memiliki hubungan yang negatif dan lebih kuat terhadap contemporaneous return dibandingkan dengan conditional variance .

  2. Theodore dan Efthimios (2008) menyatakan pada pasar saham Balkan terdapat time varying comovement, volatilitas dan conditional correlation. Oleh karena itu temuan mereka merupakan suatu masukan terhadap model CAPM.

  3. Driessen, Maenhout dan Vilkov (2009) pada jurnalnya mengatakan dengan meningkatnya korelasi, maka fungsi dari diversifikasi dan kekayaan dari investor menurun. Oleh karena itu pada penelitiannya ditemukan adanya correlation risk premium. Mereka menemukan bahwa correlation risk premium merupakan faktor yang selama ini tidak diperhitungkan, sehingga menyebabkan perbedaan perhitungan antara risiko varian masing-masing saham terhadap risiko varian dari pasar saham yang terkait.

  Maka dari penelitian-penelitian terdahulu dapat dikatakan bahwa korelasi antar saham mempengaruhi total risiko yang harus dihadapi seorang investor, oleh Maka dari penelitian-penelitian terdahulu dapat dikatakan bahwa korelasi antar saham mempengaruhi total risiko yang harus dihadapi seorang investor, oleh

2.4 Korelasi Pada Pasar Saham

  Menurut penelitian Ang dan Chen (2002), korelasi antara pasar saham di Amerika dan keseluruhan pasar aset keuangan memiliki peningkatan pada saat pasar mengalami penurunan imbal hasil (bearish), dibandingkan saat pasar mengalami peningkatan imbal hasil (bullish). Oleh karena adanya perbedaan tingkat korelasi, maka korelasi perlu diperhitungkan terkait fungsi dari diversifikasi oleh investor. Karena keuntungan yang diperoleh dengan melakukan diversifikasi akan berkurang akibat dari peningkatan korelasi. Dan secara empiris bahwa korelasi bersifat asimetri (downside lebih tinggi daripada upside), maka investor yang menganggap bahwa tingkat korelasi terdistribusi secara normal atau tidak berubah menurut waktu (unconditional) akan mengalami kerugian.

  Ang dan Chen mendefinisikan terdapat 2 kondisi (regime) mengenai bearish dan bullish. Kondisi bearish dikatakan apabila nilai dari tiap aset keuangan dibawah dari nilai rata-rata (mean) aset keuangan dikurangi dengan standar deviasinya ( : < < − ). Selanjutnya Ang menemukan bahwa pada saat pasar bullish, korelasi terdistribusi secara normal. Sedangkan pada saat pasar bearish terdapat perbedaan sebesar 11.6 antara korelasi secara empiris dengan perhitungan terdistribusi normal. Perbedaan inilah yang diperhitungkan oleh Ang dengan metode H statistic.

  Bila korelasi terdistribusi secara normal: >̅ = A ( , B| < < − , B < < − ) = A ( ̅, BD| ̅ < −1, BD < −1) = 0.1789

  Sedangkan bila terdapat korelasi yang asimetri pada downside:

  >̅ = A ( ̅, BD| ̅ < −1, BD < −1) = 0.1789 + I Pada penelitian Ang dan Chen dijelaskan pula dampak yang disebabkan

  dengan adanya korelasi yang asimetri terhadap keputusan investor melakukan diversifikasi. Sebagai contoh menggunakan metode Regime Swiching model untuk menentukan alokasi aset keuangan yang optimal. Dikarenakan pada saat bearish korelasi riil lebih besar dibandingkan dengan korelasi menggunakan asumsi

  distribusi normal ( > >> ). Investor akan cenderung memiliki proporsi investasi distribusi normal ( > >> ). Investor akan cenderung memiliki proporsi investasi

  keuangan terdistribusi normal, atau dapat dikatakan terjadi overestimate terhadap diversifikasi sehingga investor melakukan investasi yang berlebih pada aset berisiko.

  Selanjutnya pada saat bullish korelasi riil lebih kecil dibandingkan dengan

  korelasi menggunakan asumsi distribusi normal ( > <> ). Investor akan cenderung memiliki proporsi investasi pada saham ( K ) lebih kecil dibandingkan dengan proporsi investasi saham yang optimal ( ∗ K ). Hal ini disebabkan karena

  investor menganggap bahwa aset keuangan terdistribusi normal, atau dapat dikatakan terjadi underestimate terhadap diversifikasi sehingga investor melakukan investasi yang kurang pada aset berisiko.

  Maka akibat kesalahan investor dalam menentukan proporsi investasi yang tidak optimal akibat adanya korelasi yang asimetri, maka investor mengalami kerugian utilitas. Kompensasi kerugian ini diperhitungkan dalam satuan sen per dolar dari kekayaan investor yang seharusnya diterima oleh investor akibat memilih proporsi

  K ∗

  M bukan K M . Persamaan kompensasi sebagai berikut:

  = utilitas Constant Relative Risk Aversion (CRRA) tidak langsung berdasar

  RS model dengan proporsi optimal ∗ K M Q M = utilitas Constant Relative Risk Aversion (CRRA) tidak langsung berdasar

  RS model dengan proporsi riil K M

  Q ∗

  M = [( M ) ,S |TU] Q M = [( M ) ,S |TU]

  γ = koefisien dari risk averse (pada penelitian Ang bernilai 4) x dan y = expected continuously compounded excess return

  Berhubungan dengan penelitian Ang dan Chen, Campbell dan Hentschel (1992) pada jurnalnya mengatakan bahwa pasar saham memiliki volatilitas yang berubah-ubah menurut waktu baik pada tingkat harian, mingguan atau bulanan. Volatilitas pada pasar saham ini menyebabkan imbal hasil yang diharapkan oleh investor juga turut terpengaruh dan umumnya meningkat, peningkatan expected return dari pasar saham tersebut menyebabkan penurunan harga saham. Campbell berusaha untuk menangkap perubahan volatilitas tersebut, Campbell mengembangkan metode baru yang disebut dengan modified GARCH, selanjutnya pada jurnalnya Campbell menyebutkan dampak dari perubahan volatilitas tersebut dengan volatility feedback.

  Dalam penelitiannya ditemukan bahwa terdapat sifat asimetri dari volatility feedback, ditemukan bahwa apabila terjadi imbal hasil negatif (bad news ) maka volatilitas pada pasar saham akan menjadi lebih besar, dibandingkan bila imbal hasil positif (good news) yang memiliki volatilitas cenderung lebih kecil. Bukti empiris ini menyebabkan kurva dari imbal hasil pasar saham menjadi lebih curam pada sisi negatifnya atau yang disebut dengan negatively skewed. Maka oleh sebab itu dikatakan apapun informasi yang terdapat di pasar saham akan meningkatkan volatilitas pasar, sehingga membuat expected return dari investor meningkat.

  Terdapat 3 karakteristik volatility feedback yang dijelaskan oleh Campbell dan Hentschel:

  1. Imbal hasil negatif cenderung lebih besar dibandingkan dengan imbal hasil positif pada pasar saham, oleh karenanya kurva imbal hasil saham bersifat negatively skewed.

  2. Pergerakan-pergerakan pada pasar saham terkadang bersifat ekstrim, hal ini menyebabkan pasar saham tidak terdistribusi secara normal atau memiliki excess kurtosis.

  3. Volatilitas pasar saham cenderung meningkat setelah pasar mengalami penurunan dibandingkan dengan kenaikan.

  Karakteristik pasar saham tersebut yang ditangkap oleh Campbell dan dijelaskan sebagai volatility feedback.

  Terkait dengan penelitian oleh Ang dan Chen (2002) yang mengungkapkan adanya sifat asimetri pada pasar saham baik dalam hal korelasi dan volatilitas, dapat dikatakan berhubungan. Dikarenakan saham-saham pada pasar saham cenderung bergerak secara bersamaan pada saat imbal hasil pasar saham bernilai negatif (bearish). Dengan kata lain terjadi peningkatan korelasi antar saham pada saat imbal hasil pasar saham bernilai negatif, menyebabkan terjadinya peningkatan volatilitas pasar pada saat kondisi pasar dalam kondisi bearsih . Sifat inilah yang menyebabkan volatilitas pasar saham akan lebih besar saat pasar bearish dan kurva imbal hasilnya berbentuk negatively skewed.

  Selanjutnya penelitian lain yang meneliti pengaruh dari korelasi pada pada pasar saham ialah Pollet dan Wilson. Menggunakan persamaan yang terdapat pada penelitian Pollet dan Wilson (2010) yang didasari oleh penelitian Campbell and Viceira (2002) bahwa imbal hasil aset yang terdistribusi secara lognormal dengan bobot untuk portofolio yang optimal berdasarkan power utility investor adalah sebagai berikut:

  =γ

  E t [r i,t+1 ]–r f,t+1 +

  ∑ 7 , ,

  Dimana w j,t merupakan bobot optimal dari aset j pada portofolio, r i,t+1 merupakan log return aset i, r f,t+1 adalah log return aset tak berisiko. γ menunjukkan koefisien

  investor yang risk averse, sedangkan σ 2

  i,t adalah conditional variance dari aset i.

  σ i,j,t adalah conditional covariance antara aset i dan j.

  Dengan menggunakan persamaan log return portofolio yang terboboti dari Campbell dan Viceira (2002), maka log return aset pada pasar equilibrium sebagai berikut:

  E ` [r b,` ]–r c,` + ≅ γσ bf,`

  Pada persamaan diatas menunjukkan bahwa excess log return suatu aset i sama dengan proporsi conditional covariance return aset i dengan pasar portofolio. Apabila sebagian aset keuangan yang dimiliki investor berupa saham, maka mengurai persamaan covariance diatas menjadi varian saham (s) dan dan aset yang tidak teramati U (unobservable). maka persamaan menjadi:

  E M,

  ` r g,` –r c,` +

  ≅ γ Cov ` kR g,` ,R f,` m = γ Cov ` (R g,` ,W g,` R g,` + (1 − W g,` )R o,` ) = γ (w g,` Var ` (R g,` ) + (1 − W g,` ) cov (R g,` ,R o,` )) (2.10)

  Jika diasumsikan bahwa saham-saham pada pasar saham bersifat simetrik, dan terdapat jumlah saham yang banyak (N) maka return aset s adalah jumlah return saham dibagi dengan jumlah saham dalam pasar. Dan beta atau sensitivitas saham terhadap pasar merupakan covariance antara saham i dengan pasar dibagi dengan varian pasar.

  dimana bila saham diasumsikan simetri maka:

  M, =w x∑ ,

  Bila investor memiliki aset yang banyak dalam portofolionya, maka nilai varian pasar saham tersebut mendekati nilai dari rata-rata korelasi dikalikan dengan rata-rata variance masing-masing saham tersebut. Dengan penjelasan sebagai berikut:

  M, =''P

  k . ,

  m

  yR P yR uAv

  M, ='' ,

  y

  M, ='

  +''

  y ,

  y

  M, ='

  +''

  y y

  € ∞σ g,` = ρD ` D (2.12)

  Bila N merupakan nilai yang banyak (mendekati tak hingga) maka 1 dibagi dengan nilai tersebut akan mendekati nol.

  Asumsi tambahan yang dipergunakan pada penelitian Pollet dan Wilson terkait dengan risiko. Dikatakan shock yang hanya mempengaruhi imbal hasil suatu pasar saham memiliki komponen pasar saham (ε ƒ, ̅ ) dengan variance

  „

  ƒ, ) dan komponen idiosinkratik orthogonal dengan variance (1 − „ ) ƒ, .

  maka persamaan untuk imbal hasil aset i adalah penjumlahan dari imbal hasil market portfolio dikalikan dengan beta, komponen pasar saham dan komponen idionsinkratik aset, secara matematis sebagai berikut:

  , = , + ε̅ ƒ, +ε , (2.13)

  Total shock memiliki variance

  (variance pasar) yang tidak

  berhubungan oleh komponen saham tertentu. Oleh karena itu imbal hasil dari pasar saham dapat dituliskan dengan menggunakan imbal hasil total (market portfolio ) dan komponen pasar saham terhadap shock sebagai berikut:

  ̅ ƒ, = merupakan error term dari komponen pasar saham yang terdistribusi normal

  Dengan jumlah saham yang banyak maka varian dari pasar saham sesuai dengan persamaan berikut:

  Dan kovarian dari 2 pasang saham sembarang adalah sebagai berikut:

  M, ≅ >̅ D = uAv k ,

  m= , +„ ƒ,

  Maka menggunakan operasi matematika sederhana:

  „ = merupakan komponen idiosinkratik dari saham

  Dikarenakan imbal hasil yang diterima oleh investor merupakan kombinasi dari imbal hasil pasar saham dan suatu portofolio yang tidak teramati (unobservable), maka imbal hasil portofolio yang tidak teramati dapat dijabarkan

  terhadap imbal hasil total ( , ) dan shock komponen pasar saham ( ̅ ƒ, ),

  sebagai berikut:

  Oleh karena itu covariance antara imbal hasil pasar saham dengan imbal hasil portofolio yang tidak teramati yang merupakan komponen dari kekayaan total investor dapat dijabarkan terhadap rata-rata korelasi ( > O ) dan rata-rata

  variance ( D ) sebagai berikut:

  x D (2.18)

  Mensubstitusikan persamaan diatas pada persamaan 2.10 maka diperoleh hubungan antara risk premium pada pasar saham:

  „ D (2.19)

  Pada persamaan diatas terlihat bahwa pembobotan untuk pasar saham ( M, ) tidak lagi diperhitungkan. Menurut persamaan diatas risk premium

  dipengaruhi secara linier oleh variance pasar saham ( M, = >̅ D ) dan dikurangi

  oleh faktor koreksi yang tidak berhubungan terhadap risiko total.

  Pada persamaan 2.19 terlihat dengan berubahnya volatilitas atau varian saham, maka risk premium akan dipengaruhi menuju 2 arah yang berbeda. Hal ini menyebabkan perubahan varian saham akan memberi dampak yang lemah terhadap risk premium. Sedangkan korelasi saham mempengaruhi risk premium pada satu arah. Oleh sebab itu perubahan korelasi akan mempengaruhi risk Pada persamaan 2.19 terlihat dengan berubahnya volatilitas atau varian saham, maka risk premium akan dipengaruhi menuju 2 arah yang berbeda. Hal ini menyebabkan perubahan varian saham akan memberi dampak yang lemah terhadap risk premium. Sedangkan korelasi saham mempengaruhi risk premium pada satu arah. Oleh sebab itu perubahan korelasi akan mempengaruhi risk

  Persamaan diatas dapat dirubah menjadi persamaan yang akan digunakan secara empiris, menjadi: