Handout kuliah 2 magister agribisnis
Ekonomi Pembangunan Indonesia : dalam Perspektif
Sistem dan Usaha Agribisnis
Disampaikan pada Kuliah Sistem dan Usaha Agribisnis, Program Magister Agribisnis, Departemen
Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Bogor, 1 September 2014
Rachmat Pambudy1
Ekonomi Pembangunan
Ilmu ekonomi tradisional (traditional economics) memusatkan perhatiannya
pada alokasi termurah dan paling efisien atas segenap sumberdaya yang langka,
serta upaya-upaya memanfaatkan pertumbuhan optimal sumberdaya tersebut dari
waktu ke waktu agar dapat menghasilkan sebanyak mungkin barang atau jasa.
Mazab neoklasik menjadi dasar pemikiran
Sedangkan cakupan ilmu ekonomi politik (political economy) lebih luas dari
jangkauan ilmu ekonomi tradisional. Fokus khususnya antara lain adalah prosesproses sosial dan institusional yang memungkinkan kelompok-kelompok elit ekonomi
dan politik mempengaruhi alokasi sumberdaya produktif yang persediaannya selalu
terbatas (langka), sekarang, atau di masa yang akan datang, baik secara khusus
untuk keuntungan sendiri atau kelompok maupun secara umum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat lebih luas. Dengan demikian, ekonomi politik itu pada intinya
membahas kaitan antara ilmu politik dan ilmu ekonomi dengan perhatian utama
pada peranan kekuasaan dalam pembuatan keputusan-keputusan ekonomi.
Sedangkan
ilmu
ekonomi
pembangunan
(development
economics)
mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Selain memperhatikan masalah efisiensi
alokasi sumberdaya produktif yang langka (atau yang tidak terpakai) serta
kesinambungan pertumbuhan dari waktu ke waktu, ilmu ekonomi pembangunan juga
memberi perhatian pada mekanisme-mekanisme ekonomi, sosial, politik dan
kelembagaan, baik dalam sektor swasta maupun sektor publik.
Jadi jelas bahwa cakupan ekonomi pembangunan lebih luas daripada
ekonomi tradisional maupun ekonomi politik. Logikanya yang utama adalah karena
ekonomi pembangunan langsung berkaitan dengan keseluruhan proses politik,
budaya dan ekonomi yang diperlukan guna mempengaruhi transformasi struktural
dan kelembagaan yang cepat dari seluruh masyarakat demmi menghasilkan
1
Kepala Bagian Bisnis dan Kewirausahaan Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi
Manajemen IPB
serangkaian kemajuan ekonomi yang benar-benar bermanfaat dan melalui proses
yang efisien bagi sebagian besar penduduk.
Dalam ekonomi pembangunan, ada beberapa pertanyaan sederhana yang
menggambarkan ragam dan cakupan permasalahan yang dihadapi oleh hampir
seluruh
Negara
berkembang
yang
menggambarkan
mengapa
ekonomi
pembangunan perlu dipelajari (Todaro dan Smith, 2003). Pertanyaan-pertanyaan
kritis tersebut antara lain adalah :
1. Apakah sesungguhnya hakekat pembangunan itu?
2. Apa sajakah sumber-sumber pertumbuhan ekonomi nasional?
3. Apa yang bisa dipelajari dari catatan-catatan sejarah pertumbuhan ekonomi
suatu Negara?
4. Bagaimana perbaikan peranan dan status kaum wanita dapat memberikan
dampak positif bagi pembangunan ekonomi?
5. Apakah pertumbuhan penduduk suatu Negara yang cepat dapat mengancam
kemajuan ekonomi Negara-negara berkembang?
6. Apa saja penyebab kemiskinan ekstrim dan kebijakan apa yang selama ini efektif
meningkatkan taraf hidup?
7. Apakah kesehatan yang lebih baik dapat membantu mewujudkan tercapainya
keberhasilan pembangunan?
8. Mengapa pengangguran di Negara berkembang begitu tinggi dan mengapa teus
saja terjadi urbanisasi?
9. Apakah yang dimaksud dengan proses pembangunan berwawasan lingkungan?
10. Apakah perluasan perdagangan internasional itu memang hal yang diinginkan
ditinjau dari sudut kepentingan Negara-negara berkembang?
11. Haruskah ekspor produk primer seperti halnya produk pertanian terus
ditingkatkan atau haruskah semua Negara berkembang menomorduakan
pembinaan produk primeer guna merintis industrialisasi dengan cara
membangun industri manufaktur secepat mungkin?
12. Bagaimana Negara-negara dunia ketiga sampai terjerumus dalam jebakan utang
luar negeri dan apa implikasinya?
13. Haruskah perusahaan-perusahaan multinasional disorong menanamkan
modalnya di Negara miskin, dan apa persayaratannya?
14. Apa yang dimaksud dengan globalisasi dan apa pengaruhnya terhadap Negaranegara berkembang?
Selanjutnya, sedikit uraian tentang hakekat pembangunan dengan berbagai
tolok ukur antara lain pendapatan nasional bruto atau Gross National Product
(GNP). Tolok ukur lain adalah tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan
tenaga kerja yang diupayakan secara terencana. Biasanya dalam proses tersebut
peran sektor pertanian akan menurun untuk member kesempatan tampilnya sektor
manufaktur dan jasa pelayanan. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya
berfokus upaya menciptakan industrialisasi sehingga terkadang mengorbankan
kepentingan pembangunan pertanian dan pedesaan yang sebenarnya tidak kalah
penting. Tolok ukur ekonomis tersebut agar lebih akurat harus didukung oleh
indikator sosial non ekonomis antara lain adalah kondisi sosial masyarakat seperti
tingkat pendidikan, kualitas pelayanan kesehatan, kecukupan kebutuhan perumahan
yang pada akhirnya PBB menciptakan Indeks pembangunan manusia (Human
Development Index/HDI).
Prof. Dudley Seers dalam Todaro dan Smith (2003) mangajukan beberapa
pertanyaan mendasar yang bisa jadi merupakan makna pembangunan sebenarnya
sebagai berikut : apa yang terjadi dengan kemiskinan penduduk di Negara itu?
Bagaimana dengan tingkat penganggurannya? Adakah perubahan-perubahan
signifikan atas penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan? Jika ketiga
permasalahan tersebut selama periode tertentu sedikit banyak telah teratasi, maka
tidak diragukan bahwa selama periode tersebut, merupakan periode pembangunan
suatu Negara. Namun jika salah satu atau dua atau bahkan ketiganya menjadi
semakin buruk, maka Negara tersebut tidak dapat dikatakan dalam periode
pembangunan.
Menurut Todaro dan Smith (2003), proses pembangunan paling tidak memiliki
tiga tujuan utama sebagai berikut :
1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang
kebutuhan hidup pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan
perlindungan keamanaan
2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan,
tetapi juga meliputi penambahan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan
serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan, yang
kesemuanya itu tidak hanya memperbaiki kesejahteraan material, tetapi juga
menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa.
3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa
secara keseluruhan yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap
menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau Negaranegara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan
nilai-nilai kemanusiaan mereka.
Ekonomi Pembangunan Indonesia
Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya peningkatan taraf hidup rakyat secara
adil dan merata. Pembangunan adalah bagaimana mentransformasi masyarakat untuk
meningkatkan taraf hidup, mengurangi jumlah orang miskin, membantu setiap orang untuk
memiliki kesempatan agar mampu mendapatkan pekerjaan layak, pelayanan kesehatan
dan akses pendidikan bagi generasi muda untuk
mempersiapkan generasi
yang
berkualitas. Tujuan pembangunan adalah kesejahteraan masyarakat, keadilan dan
kemakmuran seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Jadi tujuannya
adalah masyarakat yang adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan. Hal inilah yang
harus menjadi perhatian kita semua.
Pembangunan harus diarahkan pada penurunan kesenjangan atau ketimpangan
ekonomi. Karena kesenjangan ekonomi ini merupakan hambatan bagi pembangunan
dimana akan terjadi inefisiensi ekonomi. Beberapa alasan dikemukakan oleh Todaro dan
Smith (2003) mengapa pembangunan harus diarahkan pada penurunan kesenjangan
ekonomi.
Ada beberapa alasan mengapa keadilan itu penting. Pertama, ketimpangan
pendapatan yang ekstrim menyebabkan inefisiensi ekonomi. Hal ini disebabkan pada tingkat
pendapatan rata-rata berapapun, ketimpangan makin tinggi menyebabkan makin kecilnya
penduduk yang dapat memenuhi syarat mendapatkan pinjaman (kredit).
Kedua, disparitas pendapatan yang ekstrim merupakan masalah yang berpotensi
melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas. Lebih parah lagi, ketimpangan ini akan
memperkuat kekuatan politis golongan kaya, di samping kekuatan ekonomi mereka. Hal ini
biasanya digunakan untuk mengarahkan hasil pembangunan dan sumberdaya yang ada
untuk kepentingan mereka sendiri. Ketimpangan yang tinggi akan mempermudah
pemburuan rente dengan berbagai cara termasuk lobi, sumbangan politis, penyuapan dan
kroniisme. Akhirnya semua itu akan akan menghambat pembangunan.
Sementara itu, pembangunan Indonesia di masa yang akan datang dihadapkan pada
tiga tantangan yaitu globalisasi, desentralisasi dan demokratisasi. Ketiga tantangan tersebut
menjadi faktor penentu dalam memilih strategi pembangunan Indonesia. Selain itu, saat ini
Indonesia juga masih dihadapkan pada masalah-masalah mendasar seperti kemiskinan,
pengangguran dan turunnya daya beli masyarakat.
Oleh karena itu pilihan yang harus
dilakukan oleh pemerintah adalah pilihan yang dapat memberikan solusi masalah-masalah
mendasar tersebut sekaligus dapat menjawab ketiga tantangan tersebut.
Permasalahan paling mendasar adalah: pemenuhan kebutuhan air bersih, pangan
dan gizi serta penyedian perumahan yang memadai terutama untuk memenuhi
pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus bertambah. Hal ini juga sudah diperkirakan
sebelumnya oleh beberapa ahli. Seperti juga pernah dikemukakan oleh seorang guru besar
IPB Prof. Dr. Andi Hakim Nasution yang telah memperkirakan bahwa Indonesia akan
menghadapi (Kompas, 3 Nov 1980) :
1. Masalah penyediaan pangan dan pemeliharaan gizi masyarakat.
2. Masalah pengelolaan sistem penunjang kehidupan manusia di dalam lingkungan.
3. Masalah pengadaan energi dari berbagai sumber energi non-konvensional.
4. Masalah pengumpulan, pengelolaan dan penyebaran informasi di dalam populasi
besar menuju peningkatan ketahanan pangan nasional.
Apa yang diperkirakan Prof Andi Hakim Nasution lebih dari 25 tahun yang lalu kini
terjadi di depan mata kita.
Dalam sepuluh tahun terakhir ini, perancang ekonomi dan
pembangunan Indonesia telah membawa kita dalam situasi yang sangat berbahaya. Saat
ini Indonesia terjebak pada pertumbuhan ekonomi yang rendah (di bawah 10 persen) dan
tidak berkualitas (ketimpangan/ indek gini makin tinggi), terjebak utang luar dan dalam
negeri. Saat ini masyarakat juga
terjebak impor pangan (gandum, kedelai, gula, susu,
garam, daging) serta barang barang konsumtif (mobil, sepeda motor, barang barang
elektronik dan barang mewah lainnya).
Selain itu Indonesia juga mengalami jebakan
pengurasan sumberdaya alam (hutan, tanah dan air, minyak, gas, batubara, emas dan
sumber mineral lainnya). Jebakan itu telah menyebabkan pengangguran, kemiskinan, dan
ketimpangan sosial ekonomi sangat tinggi. Angka pada tabel di bawah ini menunjukkan
bahwa tujuan pembangunan nasional masih jauh dari harapan para pendiri bangsa dan
negara Indonesia.
Data Kemiskinan dan Penganguran di Indonesia
Indikator
1996
1997
2003
2004
2005
2006
Penduduk miskin (berdasarkan kriteria miskin
yang ditetapkan pemerintah)
(%)
15.7
27.1
2002
16.0
15.1
15.2
16.0
17.8
2007
16.6
(Juta jiwa)
31.1
54.6
33.3
32.5
33.0
35.2
39.6
37.4
Penduduk di bawah garis kemiskinan
internasional 1 (dengan penghasilan kurang
dari USD 1 per hari)
(%)
7.8
12.0
7.2
6.6
7.4
6.0
8.5
6.7
(Juta jiwa)
15.5
24.2
15.0
14.2
16.1
13.2
18.9
15.1
Penduduk di bawah garis kemiskinan
internasional 2 (dengan penghasilan kurang
dari USD 2 per hari)
(%)
50.5
65.1
53.5
50.1
49.0
45.2
49.6
45.2
(Juta jiwa)
100.1
131.1
111.4
107.9
106.3
99.3
110.5
102.0
Tingkat pengangguran (mereka yang
menganggur dari total angkatan kerja)
(%)
4.9
6.4
9.1
9.5
9.9
11.2
10.3
9.1
(Juta jiwa)
4.3
5.7
9.1
9.9
10.3
11.9
10.9
10.0
Sumber : BPS dan World Bank, November 2007 dalam Basri, 2009., BPS, Depnakertrans, Data diolah
Dari kenyataan tersebut dapat digambarkan bahwa sampai sekarang kita belum
dapat menyelesaikan permasalahan mendasar yaitu kemiskinan dan pengangguran secara
signifikan. Pada tabel di atas terlihat jelas bahwa selama lebih dari sepuluh tahun Indonesia
tidak bisa melepaskan diri dari jebakan kemiskinan.
Penurunan persentase dan jumlah
absolut penduduk miskin secara signifikan dan berkesinambungan belum pernah tercapai.
Karena itulah di ASEAN angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia salah satu
yang terburuk (di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam).
Sumber World Bank, November 2007 dalam Basri, 2009
Saat ini kesenjangan ekonomi dan sosial juga makin lebar. Berdasarkan ukuran
koefisien gini yang menjadi indikator utama ketimpangan penduduk, Indonesia makin buruk
dari waktu ke waktu. Kesenjangan terjadi bukan hanya antar kelompok namun juga antar
wilayah (desa-kota, kota-pinggir kota,
dan di dalam kota).
HDI Indonesia tahun 2007
(dilaporkan tahun 2009) meraih angka 0,734 pada peringkat 111. Meskipun nilai HDI naik,
namun Indonesia belum mampu meningkatkan peringkatnya, bahkan justru menurun
dibanding tahun sebelumnya (2005/0,726 peringkat 109).
Kondisi ekonomi Indonesia belum mengalami perubahan signifikan. Berbagai
permasalahan ekonomi sampai saat ini bukan tidak mungkin masih berlanjut dan menjadi
pekerjaan rumah untuk tahun-tahun selanjutnya. Kondisi iklim makro yang masih belum
kondusif seperti stimulasi kebijakan fiskal yang belum memadai, inflasi, tingginya suku
bunga, nilai tukar yang masih rentan dari tekanan baik dari dalam maupun luar negeri
terutama fluktuasi harga minyak dunia sehingga menyulitkan negara-negara dengan tingkat
konsumsi yang tinggi seperti Indonesia. Masalah lain berupa rendahnya tingkat investasi.
Ketidakpastian hukum, birokrasi dan peraturan ketenagakerjaan yang tidak memadai masih
menjadi hambatan utama bagi para calon investor meskipun dari segi keamanan sudah
meningkat.
Dari sisi ekonomi mikro, permasalahan yang masih menghambat antara lain
rendahnya produktivitas dan rendahnya daya saing. Dalam era globalisasi, mau tidak mau
produk-produk Indonesia harus menghadapi persaingan baik di pasar domestik maupun
internasional. Oleh karena itu, perlu peningkatan kinerja yang lebih baik dari kondisi
sekarang agar dapat meningkatkan daya saing.
Sehubungan dengan ketenagakerjaan, Indonesia diharapkan lebih memberikan
perhatian lagi. Jumlah angkatan kerja dua tahun terakhir ini cukup tinggi. Sedangkan
permintaan tenaga kerja masih relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan investasi
dan perluasan kegiatan ekonomi yang masih lamban sehingga dari jumlah angkatan kerja
tersebut tidak dapat terserap semuanya.
Tabel Angkatan Kerja Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin
Golongan Umur
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60+
Jumlah
2005
Laki-laki
Perempuan
4,554,518
3,166,239
8,557,426
6,035,336
9,068,346
5,015,808
8,819,126
4,597,398
8,741,198
4,587,581
7,745,759
4,142,288
6,593,967
3,578,062
5,145,698
2,526,968
3,270,463
1,873,050
5,235,018
2,603,404
67,731,519 38,126,134
2006 *)
Laki-laki
Perempuan
4,450,060
3,213,997
8,878,088
5,911,935
8,948,166
5,163,878
8,819,884
4,688,365
8,740,263
4,557,079
7,552,648
4,408,811
6,492,656
3,586,178
5,053,144
2,595,196
3,426,805
1,782,502
5,310,844
2,701,296
67,672,558
38,609,237
Sumber: Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia, BPS
Catatan : *) Februari 2006
Sisanya dari yang tidak terserap ini merupakan pengangguran terbuka. Saat ini
jumlah pengangguran belum ada perubahan secara signifikan. Tingkat pengangguran di
Indonesia tergolong tinggi apalagi sejak krisis pada tahun 1997. Selama tiga tahun terakhir,
angka pengangguran semakin meningkat dari 9.67 persen pada tahun 2003 dan 9.86
persen tahun 2004 hingga 11.24 persen tahun 2005. Angka ini diperkirakan masih dapat
meningkat pada tahun ini. Sementara angka kemiskinan justru semakin meningkat. BPS
secara resmi mengumumkan tingkat kemiskinan pada maret 2006 menjadi 39.05 juta jiwa
(17.75 persen), meningkat dari 35.10 juta jiwa atau sekitar 15.97 persen pada Februari
2005.
Data Ketenagakerjaan Indonesia
Ketenagakerjaan
a. Angka pengangguran
terbuka
b. Angka setengah
menganggur
c. Rata-rata Pendapatan Bersih
Pekerja
d. Kebutuhan Hidup Minimum
(KHM)
e. Upah Minimum Propinsi
(UMP)
Sumber : BPS (2006)
%
%
Rp/Bul
an
Rp/Bul
an
Rp/Bul
an
2003
2004
2005
9.67
9.86
11.24
29.2
678,6
53
478,4
17
414,7
15
28
729,5
16
509,2
36
458,4
99
27.3
730,7
53
530,0
82
507,6
97
Dari data di atas, dapat kita lihat juga struktur rata-rata upah yang diperoleh relatif
masih kecil, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum saja. Hal ini merupakan
masalah ketenagakerjaan yang harus diperhatikan dan dicarikan solusinya tanpa
membebani tingkat efisiensi dengan meningkatkan produktivitas kerja.
Pertumbuhan ekonomi 5.6 persen pada tahun 2005 lebih tinggi dari tahun
sebelumnya (5.1 persen pada tahun 2005) memang patut kita syukuri. Namun, dengan
tingkat penawaran tenaga kerja yang semakin meningkat, kemungkinan kita tidak akan
dapat mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan dengan cepat hanya dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar itu. Sementara pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
masih didorong oleh komponen konsumsi. Pertumbuhan PDB dengan konsumsi sebagai
peran besar berpotensi menimbulkan masalah terutama ketergantungan impor.
Pada Tabel 3 dapat kita lihat peranan berbagai komponen PDB dimana peranan
kegiatan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pemerintah masih cukup tinggi. Hal ini
kemungkinan merupakan penyebab tingginya kenaikan impor yang digunakan sebagai
penopang kegiatan konsumsi tersebut. Di sisi lain, pertumbuhan komponen lain memang
cukup menggembirakan. Namun, kondisi ini masih perlu ditingkatkan dalam rangka
menangani masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan.
Pertumbuhan PDB Berdasarkan Komponen (% y-o-y)
Komponen PDB
PDB
Konsumsi RT
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap
Bruto
Ekspor
Impor
200
1
3.8
3.5
7.6
6.5
200
2
4.4
3.8
13.
0
4.7
200
3
4.9
3.9
10.
0
1.0
0.6
4.2
-1.2
-4.2
8.2
2.7
200
4
5.1
4.9
1.9
200
5
5.6
4.0
8.1
15.
7
8.5
24.
9
9.9
8.6
12.
4
Sumber : BPS dalam Yudoyono (2006)
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja tidak cukup untuk mengatasi permasalahan
pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Diperlukan pertumbuhan ekonomi yang juga
berkualitas dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi tersebut adalah pertumbuhan
ekonomi yang bertumpu pada pertumbuhan sektor-sektor riil dan kegiatan produkstif lainnya
serta peningkatan daya saing dengan sasaran penyediaan lapangan pekerjaan dan
peningkatan pendapatan.
Pertumbuhan ekonomi dengan berkualitas dan berkelanjutan dapat dilaksanakan
antara lain dengan pembangunan infrastruktur yang dapat memberikan manfaat yang luas
bagi kegiatan perekonomian. Dengan pembangunan infrastruktur ini diharapkan dapat
meningkatkan kapasitas dan efisiensi kegiatan perekonomian produktif sehingga dapat
menarik minat investasi dan pemberdayaan masyarakat dalam menangani masalah
pengangguran dan kemiskinan.
Selanjutnya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutanan dapat
dilakukan dengan pengembangan sektor ekonomi dengan pemanfaatan sumberdaya alam
seperti pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kelautan, kehutanan, pariwisata,
pertambangan dan energi. Dengan potensi sumberdaya alam yang besar, Indonesia
semestinya dapat memanfaatkannya dalam upaya peningkatan taraf hidup dan upaya
kegiatan produksi yang dapat menghasilkan komoditi yang dapat bersaing baik domestik
maupun internasional.
Agribisnis dan Peranannya Dalam Penyerapan Tenaga Kerja
Tantangan dan agenda utama kita ke depan adalah menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, berkualitas dan berkesinambungan yang di dalamnya terdapat
perubahan struktur yang seimbang tanpa merusak sumberdaya lingkungannya dan mampu
secara signifikan mengurangi masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan. Guna menjamin
terciptanya fundamental ekonomi yang solid harus mampu mengidentifikasi sektor yang
dapat menggerakkan perekonomian nasional dengan cepat. Sektor-sektor itu adalah sektor
yang didukung oleh sumberdaya domestik. Di antara sektor yang mengandalkan
sumberdaya domestik dan mempunyai peluang usaha baru adalah sektor agribisnis.
Peranan utama sektor agribisnis dalam pemanfaatan sumberdaya alam sebagai penghasil
utama: (a). Kebutuhan pangan (food), (b). pakan ternak (feed), (c). Serat (fibre) untuk
papan, bangunan, kain, kertas, (d). Bahan bakar terbarukan (renewable fuel/energy) yang
berupa methanol/ethanol (berbasis tebu, jagung, beras, singkong), biodiesel (berbasis jarak,
sawit, kelapa, dll), (e). Obat-obatan tanaman tropis (tropical biofarmaka). Selain itu secara
keseluruhan, tanaman tropis seperti itu juga dapat lebih aktif menyerap CO 2 dan
menghasilkan O2 (bila dibandingkan dengan tanaman sub tropis). Sehingga di masa
mendatang, fungsi ganda tanaman tropis seperti itu juga dapat diperdagangkan (carbon
trade) sebagai komoditas penjaga lingkungan (menjaga lapisan ozon).
Dengan multifungsi seperti itu pula produk pertanian yang dikelola dengan baik dan
benar dapat menjadi sumber pendapatan ekspor (devisa) berbasis pertanian tropis, serta
pendorong dan penarik bagi tumbuhnya sektor-sektor ekonomi khususnya industri dan jasa
nasional lainnya. Pembangunan pertanian tropis yang dikelola dengan baik dan bijak akan
dapat dengan lebih kompetitif sehingga dapat meningkatkan pendapatan penduduk secara
lebih merata dan berkelanjutan.
Kontribusi sektor agribisnis dalam penyerapan tenaga kerja tahun 1990 mencapai
sekitar 74 persen dan kemudian meningkat menjadi 77 persen tahun 1995. Hal ini berarti
cara yang paling tepat untuk meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha di Indonesia
adalah melalui pembangunan agribisnis. Kontraksi perekonomian agregat pada tahun 1998
menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja nasional sebesar 2,13 persen atau
sekitar 6,43 juta orang. Penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan dan galian turun
sebesar 290,5 ribu orang (-32,4%), sektor industri manufaktur turun sebesar 1,38 juta orang
(-12,36%), sektor bangunan turun sebesar 1,75 juta orang (-41,62%), perdagangan dan
hotel turun 2,27 juta orang (-13,22%), sektor keuangan, persewaan turun sebesar 141,7 juta
orang (-13,10%). Namun penyerapan tenaga kerja sektor pertanian naik sebesar 432,5 ribu
orang atau sektiar 1,21 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor agribisnis mampu
mengurangi beban pengangguran nasional akibat krisis ekonomi.
Struktur kesempatan kerja pedesaan tahun 1997 secara agregat menunjukkan
bahwa peranan sektor pertanian tetap penting dengan proporsi 58,78 persen dari
kesempatan kerja pedesaan yang besarnya 57,48 juta orang. Peranan sektor pertanian di
luar Jawa nampak lebih besar dibandingkan dengan di Jawa (66,90% vs 50,65%) dan
sebaliknya untuk sektor non-pertanian (33,10% vs 49,35%). Kegiatan di luar sektor
pertanian yang umum dilakukan masyarakat pedesaan adalah perdagangan, jasa
kemasyarakatan, bangunan, dan jasa pengangkutan/komunikasi masing-masing dengan
proporsi 13,63 persen, 8,27 persen, 4,13 persen, dan 3,31 persen. Keadaan ini
menunjukkan masih tetap dominan peran sektor pertanian dalam perekonomian rumah
tangga pedesaan, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Kegiatan di luar sektor pertanian yang
relatif kecil dan sedang bertumbuh, tidak bisa dilepaskan keterkaitannya dengan
keberhasilan atau kinerja pembangunan pertanian.
Dari data tahun terakhir, sektor pertanian masih menjadi penopang utama dalam
penyerapan tenaga kerja. Data pada tabel di bawah menunjukkan kontribusi Sektor
pertanian dalam penyerapan tenaga kerja. Data tersebut menunjukkan besarnya peranan
sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja pada beberapa tahun terakhir. Selain itu,
pada masa krisis, sektor ini juga terbukti sebagai buffer ekonomi dimana pada saat
pertumbuhan ekonomi mangalami kontraksi, sektor ini justru tumbuh positif.
Kontribusi Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan PDB
2000
2001
2002
2003
2004
Pertumbuhan PDB
1.9
4.1
2.8
3.1
3.1
Sumbangan Terhadap PDB
15.6
15.6
15.7
15.0
14.7
Penyerapan Tenaga Kerja (juta jiwa)
40.5
39.7
40.6
42.0
43.0
Penyerapan Tenaga Kerja (%)
45.1
43.8
44.3
46.3
46.6
Sumber : Menko Perekonomian, Dep. Pertanian, Dep. Kelautan dan Perikanan dan Dep.
Kehutanan (Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Indonesia 2005)
Terlepas dari perannya dalam penyerapan tenaga kerja, sektor agribisnis terutama
pada sub sistem on-farm bukan tanpa masalah. Pertama, pangsa tenaga kerja yang sangat
besar dari sektor sub sistem on-farm (sekitar 46.6 persen tahun 2004) serta sumbangan
PDB yang semakin menurun (14.7 persen tahun 2004) mengakibatkan tingkat produktivitas
pada sektor ini menjadi sangat rendah. Seperti terlihat dalam tabel berikut ini, kinerja sub
sistem on-farm dirasakan masih terlalu rendah dibanding sektor lain.
Indeks Nilai Produksi Per Tenaga Kerja
200 200 200 200 200
0
1
2
3
4
Pertanian, Perikanan dan 0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
Kelautan
4
6
5
2
1
Industri (Total)
2.3
2.4
2.5
2.8
2.7
6
9
3
0
8
Agroindustri
2.4
2.4
2.4
2.6
2.6
0
2
7
1
4
Indeks Nilai Produksi Per Tenaga Kerja Total = 1
Sumber : Menko Perekonomian, Dep. Pertanian, Dep. Kelautan dan Perikanan
dan Dep. Kehutanan (Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Indonesia 2005)
Rendahnya tingkat produktivitas ini kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan
faktor produksi terutama sempitnya kepemilikan lahan yang merupakan masalah klasik
pertanian di Indonesia. Rendahnya produktivitas ini berakibat pada rendahnya daya saing
dan kecilnya tingkat pendapatan. Dari tabel berikut dapat kita lihat betapa kecilnya tingkat
upah yang diterima di sektor pertanian dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Upah Rata-rata Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Tahun 2005 (Rp/Bulan)
Lapangan Pekerjaan
Kota
Desa
Pertanian, Peternakan, Kehutanan,
349,46
343,8
Perikanan
4
93
2,311,2
852,1
Pertambangan, penggalian
35
66
772,60
548,9
Industri Pengolahan
9
23
1,090,8
727,2
Listrik, gas dan air
06
84
757,33
604,9
Bangunan
8
57
726,28
497,0
Perdagangan besar
7
78
955,84
664,9
Angkutan, pergudangan
4
72
1,327,4
968,6
Keuangan
18
54
Jasa
957,27
824,4
8
84
Rata-Rata
1,027, 670,2
587
68
Sumber : BPS, Sakernas Tahun 2005 dalam Depnakertrans (2006)
Kondisi tersebut di atas akan berimplikasi pada upaya mengatasi masalah
kemiskinan dan pengangguran. Dengan proporsi penduduk miskin di sektor pertanian yang
mencapai 60 persen dari total penduduk miskin dan lebih dari 50 persen pengangguran
terdapat di sektor ini. Oleh karena itu, dengan mengatasi berbagai permasalahan pada
sektor ini melalui pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan upaya peningkatan daya
saing, maka sebagian besar masalah mendasar seperti kemiskinan, pengangguran dan
daya saing akan dapat terselesaikan dan sekaligus memberikan solusi masalah kelestarian
lingkungan.
Strategi di atas diharapkan dapat dijadikan tahap awal perkembangan perekonomian
Indonesia. Crawford (1991) dalam Saragih (2006) memberikan gambaran tahap
perkembangan ekonomi terkait dengan produktivitas tenaga kerja seperti dalam bagan
berikut.
Bagan Tahap Perkembangan Ekonomi Dikaitkan dengan Produktivitas Tenaga
Kerja
Ekonomi
Pertanian/Pra
-Industri
Tahap
Awal
Ekonomi Industri
Tahap
Berkemban
g
Tahap
Matang
Tahap Awal
Ekonomi Informasi
Tahap
Berkemban
g
Tahap
Matang
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Industri
Pengolahan
Industri
Pengolahan
Rumah
Tangga
Kerajinan
Rumah
Tangga
Kerajinan
Industri
Pengolahan
Industri
Pengolahan
Keluarga
Industri
Kerajinan
Keluarga
Jasa
Rumah
Tangga
Kerajinan
Industri
Pengolaha
n
Keluarga
Keluarga
Keluarga
Keluarga
Jasa
Jasa
Jasa
Angkutan,
Konstruksi,
Perdaganga
n, Real
Estate,
Keuangan
dll
Jasa
Jasa
Jasa,
Angkutan,
Perdaganga
n,
Keuangan,
Real Estate,
Kesehatan,
Pendidikan
Angkutan,
Konstruksi,
Perdaganga
n, Real
Estate,
Keuangan,
Kesehatan,
Pendidikan
Business
Leisure
Angkutan,
Konstruksi,
Perdaganga
n, Real
Estate,
Keuangan,
Kesehatan,
Pendidikan
Business
Leisure
Angkutan,
Konstruksi,
Perdaganga
n, Real
Estate,
Keuangan,
Kesehatan,
Pendidikan
Business
Leisure
Dengan mengacu pada bagan tersebut, melihat jumlah penduduk yang bekerja pada
masing-masing sektor, tahap perekonomian kita berada dalam tahap peralihan dari tahap
awal ke tahap perkembangan dalam suatu ekonomi industri. Proses perkembangan
ekonomi yang kita lakukan sebaiknya mengikuti pola dan karakter sumberdaya alam
maupun manusia yang kita miliki. Dengan demikian proses perkembangan tersebut dapat
berjalan tanpa pemaksaan dan pasar dapat menyerap sehingga perkembangannya tidak
berhenti begitu saja di tengah jalan.
Oleh karena itu penetapan sasaran pertumbuhan sektor agribisnis sebagai salah
satu fokus pembangunan nasional sudah tepat sebagai salah satu solusi permasalahan
mendasar pengangguran dan kemiskinan. Diperlukan usaha keras dalam mencapai sasaran
tersebut. Usaha tersebut mencakup optimalisasi skala usaha dan produksi dalam usaha
pertanian, penelitian teknologi produksi dan pengolahan, dukungan infrastruktur.
Strategi kebijakan yang dikembangkan pada sektor agribisnis diharapkan dapat
meningkatkan daya saing, produktivitas, nilai tambah. Selain itu, dilakukan pengembangan
usaha baru di bidang agroindustri yang dapat meningkatkan permintaan bahan baku
berbasis pertanian dan pedesaan yang dapat mendorong penyerapan tenaga kerja diluar
sub sistem on-farm. Untuk meningkatkan posisi tawar sektor agribisnis juga dikembangkan
kelembagaan agribisnis dan peningkatan aksesibilitas terhadap berbagai layanan usaha.
Selain itu juga dilakukan upaya mengurangi atau menghilangkan hambatan usaha dan
ekonomi biaya tinggi serta perlindungan terhadap perdagangan bebas yang tidak adil.
Terakhir, solusi masalah pengangguran melalui agribisnis adalah kebijakan makro
ekonomi antara lain dengan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal merupakan salah satu
instrumen penting yang dapat dikelola oleh pemerintah disamping kebijakan lain yang
berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan pertanian dan
pedesaan.
Kebijakan fiskal berupa belanja pemerintah untuk infrastruktur dan pertanian akan
berpengaruh terhadap tingkat pengangguran dan kemiskinan. Yudoyono (2004) dalam
disertasinya menyampaikan bahwa peningkatan belanja pemerintah untuk infrastruktur dan
pertanian serta pendidikan dan kesehatan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja ini bukan hanya pada
sektor pertanian saja, tetapi juga tenaga kerja di sektor lain. Hal ini dimungkinkan karena
sektor pertanian memiliki keterkaitan terhadap sektor lainnya.
Untuk meningkatkan pendapatan, dilakukan melalui upaya peningkatan nilai tambah
pada sub sistem pengolahan. Dengan demikian peningkatan upah ini bias terjadi melalui
peningkatan penyerapan tenaga kerja di luar sub sistem on-farm. Inilah yang sebetulnya
dikategorikan sebagai pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem dan usaha
agribisnis dimana setiap sub sistem memiliki keterkaitan dan kesinambungan. Dengan
dukungan agroindustri, pengembangan sistem agribisnis memiliki peranan penting dalam
upaya menyelesaikan sebagian besar masalah mendasar pengangguran dan kemiskinan.
Tentunya, kondisi tersebut di atas juga tidak terlepas dari kondisi perekonomian lain
baik makro maupun mikro. Diperlukan dukungan kebijakan pemerintah mencakup undangundang dan peraturan lain yang memadai, rencana penataan ruang dan wilayah yang baik
dan perpaduan sinergis dari berbagai sektor dalam upaya memerangi kemiskinan dan
pengangguran demi terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.
Dengan melihat komposisi jumlah pengangguran dan penduduk miskin dimana
sebagian besar tinggal di pedesaan dan pertanian sebagai penopang, maka penetapan
strategi pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem dan usaha agribisnis sebagai
salah satu unggulan dalam pembangunan nasional merupakan hal yang tepat. Dengan
mengatasi persoalan pada sektor agribisnis dari sub sistem hulu, on-farm dan hilir, maka
sebagian besar masalah pengangguran, kemiskinan akan dapat terselesaikan.
Daftar Pustaka
____________. 1998. International Agricultural Development (3rd Ed.) Edited by C.K. Ecicher
and J.M. Staatz. The John Hopkins University Press. Baltimore and London.
____________. 2009. Pocket World in figures 2010 Edition (The Economist). Profile Books
Ltd. In Association with The Economist. London.
Basri, F. dan H. Munandar. 2009. Lanskap Ekonomi Indonesia : Kajian dan Renungan
terhadap Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru, dan prospek
Perekonomian Indonesia. Kencana. Jakarta.
Dornbusch, R., S. Fischer, and R. Startz. 2008. Macroeconomics 10th Edition. McGraw-Hill
Inc. New York.
Downey, W.D., and S.P. Erickson. 1987. Agribusiness Management, 2nd Edition. McGrawHill Inc. New York.
Giddens, A. 1999. The Third Way : The Renewal of Social Democracy. Blackwell Publisher
Ltd. USA.
hdr.undp.org
Hovey, C., and G. Rehmke. 2008. The Complete Ideal’s guides : Global Economics. Alpha
Books. Jakarta.
Jones, C.O. 1994. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy) Diterjemahkan oleh : Ricky
Istamto, Editor : Nashir Budiman. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Kotler, P., S. Jatusripitak, and S. Maesincee. 1997. The Marketing of Nations. The Free
Press. New York.
Nasution, A.H. 1985. Daun-daun Berserakan : Percikan Pemikiran Mengenai Ilmu
Pengetahuan dan Pendidikan. Inti Sarana Aksara. Jakarta.
Parson, W. 2001. Public Policy : An Introduction to the Theory and Practice of Policy
Analysis. Edward Elgar Publishing, Ltd.
Stiglitz, J.E. 2002. Globalization and Its Discontents. W.W. Norton & Co. New York &
London.
Stiglitz, J.E. 2006. Making Globalization Work. W.W. Norton & Co. New York & London.
The World Bank. 2002. The Right to Tell : The Role of Mass Media in Economic
Development. The World Bank. Washington DC.
Todaro, M.P. and Smith, S.C. 2003. Economic Development (8th Ed.). Pearson Education
Ltd. UK.
Sistem dan Usaha Agribisnis
Disampaikan pada Kuliah Sistem dan Usaha Agribisnis, Program Magister Agribisnis, Departemen
Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Bogor, 1 September 2014
Rachmat Pambudy1
Ekonomi Pembangunan
Ilmu ekonomi tradisional (traditional economics) memusatkan perhatiannya
pada alokasi termurah dan paling efisien atas segenap sumberdaya yang langka,
serta upaya-upaya memanfaatkan pertumbuhan optimal sumberdaya tersebut dari
waktu ke waktu agar dapat menghasilkan sebanyak mungkin barang atau jasa.
Mazab neoklasik menjadi dasar pemikiran
Sedangkan cakupan ilmu ekonomi politik (political economy) lebih luas dari
jangkauan ilmu ekonomi tradisional. Fokus khususnya antara lain adalah prosesproses sosial dan institusional yang memungkinkan kelompok-kelompok elit ekonomi
dan politik mempengaruhi alokasi sumberdaya produktif yang persediaannya selalu
terbatas (langka), sekarang, atau di masa yang akan datang, baik secara khusus
untuk keuntungan sendiri atau kelompok maupun secara umum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat lebih luas. Dengan demikian, ekonomi politik itu pada intinya
membahas kaitan antara ilmu politik dan ilmu ekonomi dengan perhatian utama
pada peranan kekuasaan dalam pembuatan keputusan-keputusan ekonomi.
Sedangkan
ilmu
ekonomi
pembangunan
(development
economics)
mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Selain memperhatikan masalah efisiensi
alokasi sumberdaya produktif yang langka (atau yang tidak terpakai) serta
kesinambungan pertumbuhan dari waktu ke waktu, ilmu ekonomi pembangunan juga
memberi perhatian pada mekanisme-mekanisme ekonomi, sosial, politik dan
kelembagaan, baik dalam sektor swasta maupun sektor publik.
Jadi jelas bahwa cakupan ekonomi pembangunan lebih luas daripada
ekonomi tradisional maupun ekonomi politik. Logikanya yang utama adalah karena
ekonomi pembangunan langsung berkaitan dengan keseluruhan proses politik,
budaya dan ekonomi yang diperlukan guna mempengaruhi transformasi struktural
dan kelembagaan yang cepat dari seluruh masyarakat demmi menghasilkan
1
Kepala Bagian Bisnis dan Kewirausahaan Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi
Manajemen IPB
serangkaian kemajuan ekonomi yang benar-benar bermanfaat dan melalui proses
yang efisien bagi sebagian besar penduduk.
Dalam ekonomi pembangunan, ada beberapa pertanyaan sederhana yang
menggambarkan ragam dan cakupan permasalahan yang dihadapi oleh hampir
seluruh
Negara
berkembang
yang
menggambarkan
mengapa
ekonomi
pembangunan perlu dipelajari (Todaro dan Smith, 2003). Pertanyaan-pertanyaan
kritis tersebut antara lain adalah :
1. Apakah sesungguhnya hakekat pembangunan itu?
2. Apa sajakah sumber-sumber pertumbuhan ekonomi nasional?
3. Apa yang bisa dipelajari dari catatan-catatan sejarah pertumbuhan ekonomi
suatu Negara?
4. Bagaimana perbaikan peranan dan status kaum wanita dapat memberikan
dampak positif bagi pembangunan ekonomi?
5. Apakah pertumbuhan penduduk suatu Negara yang cepat dapat mengancam
kemajuan ekonomi Negara-negara berkembang?
6. Apa saja penyebab kemiskinan ekstrim dan kebijakan apa yang selama ini efektif
meningkatkan taraf hidup?
7. Apakah kesehatan yang lebih baik dapat membantu mewujudkan tercapainya
keberhasilan pembangunan?
8. Mengapa pengangguran di Negara berkembang begitu tinggi dan mengapa teus
saja terjadi urbanisasi?
9. Apakah yang dimaksud dengan proses pembangunan berwawasan lingkungan?
10. Apakah perluasan perdagangan internasional itu memang hal yang diinginkan
ditinjau dari sudut kepentingan Negara-negara berkembang?
11. Haruskah ekspor produk primer seperti halnya produk pertanian terus
ditingkatkan atau haruskah semua Negara berkembang menomorduakan
pembinaan produk primeer guna merintis industrialisasi dengan cara
membangun industri manufaktur secepat mungkin?
12. Bagaimana Negara-negara dunia ketiga sampai terjerumus dalam jebakan utang
luar negeri dan apa implikasinya?
13. Haruskah perusahaan-perusahaan multinasional disorong menanamkan
modalnya di Negara miskin, dan apa persayaratannya?
14. Apa yang dimaksud dengan globalisasi dan apa pengaruhnya terhadap Negaranegara berkembang?
Selanjutnya, sedikit uraian tentang hakekat pembangunan dengan berbagai
tolok ukur antara lain pendapatan nasional bruto atau Gross National Product
(GNP). Tolok ukur lain adalah tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan
tenaga kerja yang diupayakan secara terencana. Biasanya dalam proses tersebut
peran sektor pertanian akan menurun untuk member kesempatan tampilnya sektor
manufaktur dan jasa pelayanan. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya
berfokus upaya menciptakan industrialisasi sehingga terkadang mengorbankan
kepentingan pembangunan pertanian dan pedesaan yang sebenarnya tidak kalah
penting. Tolok ukur ekonomis tersebut agar lebih akurat harus didukung oleh
indikator sosial non ekonomis antara lain adalah kondisi sosial masyarakat seperti
tingkat pendidikan, kualitas pelayanan kesehatan, kecukupan kebutuhan perumahan
yang pada akhirnya PBB menciptakan Indeks pembangunan manusia (Human
Development Index/HDI).
Prof. Dudley Seers dalam Todaro dan Smith (2003) mangajukan beberapa
pertanyaan mendasar yang bisa jadi merupakan makna pembangunan sebenarnya
sebagai berikut : apa yang terjadi dengan kemiskinan penduduk di Negara itu?
Bagaimana dengan tingkat penganggurannya? Adakah perubahan-perubahan
signifikan atas penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan? Jika ketiga
permasalahan tersebut selama periode tertentu sedikit banyak telah teratasi, maka
tidak diragukan bahwa selama periode tersebut, merupakan periode pembangunan
suatu Negara. Namun jika salah satu atau dua atau bahkan ketiganya menjadi
semakin buruk, maka Negara tersebut tidak dapat dikatakan dalam periode
pembangunan.
Menurut Todaro dan Smith (2003), proses pembangunan paling tidak memiliki
tiga tujuan utama sebagai berikut :
1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang
kebutuhan hidup pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan
perlindungan keamanaan
2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan,
tetapi juga meliputi penambahan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan
serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan, yang
kesemuanya itu tidak hanya memperbaiki kesejahteraan material, tetapi juga
menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa.
3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa
secara keseluruhan yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap
menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau Negaranegara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan
nilai-nilai kemanusiaan mereka.
Ekonomi Pembangunan Indonesia
Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya peningkatan taraf hidup rakyat secara
adil dan merata. Pembangunan adalah bagaimana mentransformasi masyarakat untuk
meningkatkan taraf hidup, mengurangi jumlah orang miskin, membantu setiap orang untuk
memiliki kesempatan agar mampu mendapatkan pekerjaan layak, pelayanan kesehatan
dan akses pendidikan bagi generasi muda untuk
mempersiapkan generasi
yang
berkualitas. Tujuan pembangunan adalah kesejahteraan masyarakat, keadilan dan
kemakmuran seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Jadi tujuannya
adalah masyarakat yang adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan. Hal inilah yang
harus menjadi perhatian kita semua.
Pembangunan harus diarahkan pada penurunan kesenjangan atau ketimpangan
ekonomi. Karena kesenjangan ekonomi ini merupakan hambatan bagi pembangunan
dimana akan terjadi inefisiensi ekonomi. Beberapa alasan dikemukakan oleh Todaro dan
Smith (2003) mengapa pembangunan harus diarahkan pada penurunan kesenjangan
ekonomi.
Ada beberapa alasan mengapa keadilan itu penting. Pertama, ketimpangan
pendapatan yang ekstrim menyebabkan inefisiensi ekonomi. Hal ini disebabkan pada tingkat
pendapatan rata-rata berapapun, ketimpangan makin tinggi menyebabkan makin kecilnya
penduduk yang dapat memenuhi syarat mendapatkan pinjaman (kredit).
Kedua, disparitas pendapatan yang ekstrim merupakan masalah yang berpotensi
melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas. Lebih parah lagi, ketimpangan ini akan
memperkuat kekuatan politis golongan kaya, di samping kekuatan ekonomi mereka. Hal ini
biasanya digunakan untuk mengarahkan hasil pembangunan dan sumberdaya yang ada
untuk kepentingan mereka sendiri. Ketimpangan yang tinggi akan mempermudah
pemburuan rente dengan berbagai cara termasuk lobi, sumbangan politis, penyuapan dan
kroniisme. Akhirnya semua itu akan akan menghambat pembangunan.
Sementara itu, pembangunan Indonesia di masa yang akan datang dihadapkan pada
tiga tantangan yaitu globalisasi, desentralisasi dan demokratisasi. Ketiga tantangan tersebut
menjadi faktor penentu dalam memilih strategi pembangunan Indonesia. Selain itu, saat ini
Indonesia juga masih dihadapkan pada masalah-masalah mendasar seperti kemiskinan,
pengangguran dan turunnya daya beli masyarakat.
Oleh karena itu pilihan yang harus
dilakukan oleh pemerintah adalah pilihan yang dapat memberikan solusi masalah-masalah
mendasar tersebut sekaligus dapat menjawab ketiga tantangan tersebut.
Permasalahan paling mendasar adalah: pemenuhan kebutuhan air bersih, pangan
dan gizi serta penyedian perumahan yang memadai terutama untuk memenuhi
pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus bertambah. Hal ini juga sudah diperkirakan
sebelumnya oleh beberapa ahli. Seperti juga pernah dikemukakan oleh seorang guru besar
IPB Prof. Dr. Andi Hakim Nasution yang telah memperkirakan bahwa Indonesia akan
menghadapi (Kompas, 3 Nov 1980) :
1. Masalah penyediaan pangan dan pemeliharaan gizi masyarakat.
2. Masalah pengelolaan sistem penunjang kehidupan manusia di dalam lingkungan.
3. Masalah pengadaan energi dari berbagai sumber energi non-konvensional.
4. Masalah pengumpulan, pengelolaan dan penyebaran informasi di dalam populasi
besar menuju peningkatan ketahanan pangan nasional.
Apa yang diperkirakan Prof Andi Hakim Nasution lebih dari 25 tahun yang lalu kini
terjadi di depan mata kita.
Dalam sepuluh tahun terakhir ini, perancang ekonomi dan
pembangunan Indonesia telah membawa kita dalam situasi yang sangat berbahaya. Saat
ini Indonesia terjebak pada pertumbuhan ekonomi yang rendah (di bawah 10 persen) dan
tidak berkualitas (ketimpangan/ indek gini makin tinggi), terjebak utang luar dan dalam
negeri. Saat ini masyarakat juga
terjebak impor pangan (gandum, kedelai, gula, susu,
garam, daging) serta barang barang konsumtif (mobil, sepeda motor, barang barang
elektronik dan barang mewah lainnya).
Selain itu Indonesia juga mengalami jebakan
pengurasan sumberdaya alam (hutan, tanah dan air, minyak, gas, batubara, emas dan
sumber mineral lainnya). Jebakan itu telah menyebabkan pengangguran, kemiskinan, dan
ketimpangan sosial ekonomi sangat tinggi. Angka pada tabel di bawah ini menunjukkan
bahwa tujuan pembangunan nasional masih jauh dari harapan para pendiri bangsa dan
negara Indonesia.
Data Kemiskinan dan Penganguran di Indonesia
Indikator
1996
1997
2003
2004
2005
2006
Penduduk miskin (berdasarkan kriteria miskin
yang ditetapkan pemerintah)
(%)
15.7
27.1
2002
16.0
15.1
15.2
16.0
17.8
2007
16.6
(Juta jiwa)
31.1
54.6
33.3
32.5
33.0
35.2
39.6
37.4
Penduduk di bawah garis kemiskinan
internasional 1 (dengan penghasilan kurang
dari USD 1 per hari)
(%)
7.8
12.0
7.2
6.6
7.4
6.0
8.5
6.7
(Juta jiwa)
15.5
24.2
15.0
14.2
16.1
13.2
18.9
15.1
Penduduk di bawah garis kemiskinan
internasional 2 (dengan penghasilan kurang
dari USD 2 per hari)
(%)
50.5
65.1
53.5
50.1
49.0
45.2
49.6
45.2
(Juta jiwa)
100.1
131.1
111.4
107.9
106.3
99.3
110.5
102.0
Tingkat pengangguran (mereka yang
menganggur dari total angkatan kerja)
(%)
4.9
6.4
9.1
9.5
9.9
11.2
10.3
9.1
(Juta jiwa)
4.3
5.7
9.1
9.9
10.3
11.9
10.9
10.0
Sumber : BPS dan World Bank, November 2007 dalam Basri, 2009., BPS, Depnakertrans, Data diolah
Dari kenyataan tersebut dapat digambarkan bahwa sampai sekarang kita belum
dapat menyelesaikan permasalahan mendasar yaitu kemiskinan dan pengangguran secara
signifikan. Pada tabel di atas terlihat jelas bahwa selama lebih dari sepuluh tahun Indonesia
tidak bisa melepaskan diri dari jebakan kemiskinan.
Penurunan persentase dan jumlah
absolut penduduk miskin secara signifikan dan berkesinambungan belum pernah tercapai.
Karena itulah di ASEAN angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia salah satu
yang terburuk (di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam).
Sumber World Bank, November 2007 dalam Basri, 2009
Saat ini kesenjangan ekonomi dan sosial juga makin lebar. Berdasarkan ukuran
koefisien gini yang menjadi indikator utama ketimpangan penduduk, Indonesia makin buruk
dari waktu ke waktu. Kesenjangan terjadi bukan hanya antar kelompok namun juga antar
wilayah (desa-kota, kota-pinggir kota,
dan di dalam kota).
HDI Indonesia tahun 2007
(dilaporkan tahun 2009) meraih angka 0,734 pada peringkat 111. Meskipun nilai HDI naik,
namun Indonesia belum mampu meningkatkan peringkatnya, bahkan justru menurun
dibanding tahun sebelumnya (2005/0,726 peringkat 109).
Kondisi ekonomi Indonesia belum mengalami perubahan signifikan. Berbagai
permasalahan ekonomi sampai saat ini bukan tidak mungkin masih berlanjut dan menjadi
pekerjaan rumah untuk tahun-tahun selanjutnya. Kondisi iklim makro yang masih belum
kondusif seperti stimulasi kebijakan fiskal yang belum memadai, inflasi, tingginya suku
bunga, nilai tukar yang masih rentan dari tekanan baik dari dalam maupun luar negeri
terutama fluktuasi harga minyak dunia sehingga menyulitkan negara-negara dengan tingkat
konsumsi yang tinggi seperti Indonesia. Masalah lain berupa rendahnya tingkat investasi.
Ketidakpastian hukum, birokrasi dan peraturan ketenagakerjaan yang tidak memadai masih
menjadi hambatan utama bagi para calon investor meskipun dari segi keamanan sudah
meningkat.
Dari sisi ekonomi mikro, permasalahan yang masih menghambat antara lain
rendahnya produktivitas dan rendahnya daya saing. Dalam era globalisasi, mau tidak mau
produk-produk Indonesia harus menghadapi persaingan baik di pasar domestik maupun
internasional. Oleh karena itu, perlu peningkatan kinerja yang lebih baik dari kondisi
sekarang agar dapat meningkatkan daya saing.
Sehubungan dengan ketenagakerjaan, Indonesia diharapkan lebih memberikan
perhatian lagi. Jumlah angkatan kerja dua tahun terakhir ini cukup tinggi. Sedangkan
permintaan tenaga kerja masih relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan investasi
dan perluasan kegiatan ekonomi yang masih lamban sehingga dari jumlah angkatan kerja
tersebut tidak dapat terserap semuanya.
Tabel Angkatan Kerja Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin
Golongan Umur
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60+
Jumlah
2005
Laki-laki
Perempuan
4,554,518
3,166,239
8,557,426
6,035,336
9,068,346
5,015,808
8,819,126
4,597,398
8,741,198
4,587,581
7,745,759
4,142,288
6,593,967
3,578,062
5,145,698
2,526,968
3,270,463
1,873,050
5,235,018
2,603,404
67,731,519 38,126,134
2006 *)
Laki-laki
Perempuan
4,450,060
3,213,997
8,878,088
5,911,935
8,948,166
5,163,878
8,819,884
4,688,365
8,740,263
4,557,079
7,552,648
4,408,811
6,492,656
3,586,178
5,053,144
2,595,196
3,426,805
1,782,502
5,310,844
2,701,296
67,672,558
38,609,237
Sumber: Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia, BPS
Catatan : *) Februari 2006
Sisanya dari yang tidak terserap ini merupakan pengangguran terbuka. Saat ini
jumlah pengangguran belum ada perubahan secara signifikan. Tingkat pengangguran di
Indonesia tergolong tinggi apalagi sejak krisis pada tahun 1997. Selama tiga tahun terakhir,
angka pengangguran semakin meningkat dari 9.67 persen pada tahun 2003 dan 9.86
persen tahun 2004 hingga 11.24 persen tahun 2005. Angka ini diperkirakan masih dapat
meningkat pada tahun ini. Sementara angka kemiskinan justru semakin meningkat. BPS
secara resmi mengumumkan tingkat kemiskinan pada maret 2006 menjadi 39.05 juta jiwa
(17.75 persen), meningkat dari 35.10 juta jiwa atau sekitar 15.97 persen pada Februari
2005.
Data Ketenagakerjaan Indonesia
Ketenagakerjaan
a. Angka pengangguran
terbuka
b. Angka setengah
menganggur
c. Rata-rata Pendapatan Bersih
Pekerja
d. Kebutuhan Hidup Minimum
(KHM)
e. Upah Minimum Propinsi
(UMP)
Sumber : BPS (2006)
%
%
Rp/Bul
an
Rp/Bul
an
Rp/Bul
an
2003
2004
2005
9.67
9.86
11.24
29.2
678,6
53
478,4
17
414,7
15
28
729,5
16
509,2
36
458,4
99
27.3
730,7
53
530,0
82
507,6
97
Dari data di atas, dapat kita lihat juga struktur rata-rata upah yang diperoleh relatif
masih kecil, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum saja. Hal ini merupakan
masalah ketenagakerjaan yang harus diperhatikan dan dicarikan solusinya tanpa
membebani tingkat efisiensi dengan meningkatkan produktivitas kerja.
Pertumbuhan ekonomi 5.6 persen pada tahun 2005 lebih tinggi dari tahun
sebelumnya (5.1 persen pada tahun 2005) memang patut kita syukuri. Namun, dengan
tingkat penawaran tenaga kerja yang semakin meningkat, kemungkinan kita tidak akan
dapat mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan dengan cepat hanya dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar itu. Sementara pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
masih didorong oleh komponen konsumsi. Pertumbuhan PDB dengan konsumsi sebagai
peran besar berpotensi menimbulkan masalah terutama ketergantungan impor.
Pada Tabel 3 dapat kita lihat peranan berbagai komponen PDB dimana peranan
kegiatan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pemerintah masih cukup tinggi. Hal ini
kemungkinan merupakan penyebab tingginya kenaikan impor yang digunakan sebagai
penopang kegiatan konsumsi tersebut. Di sisi lain, pertumbuhan komponen lain memang
cukup menggembirakan. Namun, kondisi ini masih perlu ditingkatkan dalam rangka
menangani masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan.
Pertumbuhan PDB Berdasarkan Komponen (% y-o-y)
Komponen PDB
PDB
Konsumsi RT
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap
Bruto
Ekspor
Impor
200
1
3.8
3.5
7.6
6.5
200
2
4.4
3.8
13.
0
4.7
200
3
4.9
3.9
10.
0
1.0
0.6
4.2
-1.2
-4.2
8.2
2.7
200
4
5.1
4.9
1.9
200
5
5.6
4.0
8.1
15.
7
8.5
24.
9
9.9
8.6
12.
4
Sumber : BPS dalam Yudoyono (2006)
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja tidak cukup untuk mengatasi permasalahan
pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Diperlukan pertumbuhan ekonomi yang juga
berkualitas dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi tersebut adalah pertumbuhan
ekonomi yang bertumpu pada pertumbuhan sektor-sektor riil dan kegiatan produkstif lainnya
serta peningkatan daya saing dengan sasaran penyediaan lapangan pekerjaan dan
peningkatan pendapatan.
Pertumbuhan ekonomi dengan berkualitas dan berkelanjutan dapat dilaksanakan
antara lain dengan pembangunan infrastruktur yang dapat memberikan manfaat yang luas
bagi kegiatan perekonomian. Dengan pembangunan infrastruktur ini diharapkan dapat
meningkatkan kapasitas dan efisiensi kegiatan perekonomian produktif sehingga dapat
menarik minat investasi dan pemberdayaan masyarakat dalam menangani masalah
pengangguran dan kemiskinan.
Selanjutnya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutanan dapat
dilakukan dengan pengembangan sektor ekonomi dengan pemanfaatan sumberdaya alam
seperti pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kelautan, kehutanan, pariwisata,
pertambangan dan energi. Dengan potensi sumberdaya alam yang besar, Indonesia
semestinya dapat memanfaatkannya dalam upaya peningkatan taraf hidup dan upaya
kegiatan produksi yang dapat menghasilkan komoditi yang dapat bersaing baik domestik
maupun internasional.
Agribisnis dan Peranannya Dalam Penyerapan Tenaga Kerja
Tantangan dan agenda utama kita ke depan adalah menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, berkualitas dan berkesinambungan yang di dalamnya terdapat
perubahan struktur yang seimbang tanpa merusak sumberdaya lingkungannya dan mampu
secara signifikan mengurangi masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan. Guna menjamin
terciptanya fundamental ekonomi yang solid harus mampu mengidentifikasi sektor yang
dapat menggerakkan perekonomian nasional dengan cepat. Sektor-sektor itu adalah sektor
yang didukung oleh sumberdaya domestik. Di antara sektor yang mengandalkan
sumberdaya domestik dan mempunyai peluang usaha baru adalah sektor agribisnis.
Peranan utama sektor agribisnis dalam pemanfaatan sumberdaya alam sebagai penghasil
utama: (a). Kebutuhan pangan (food), (b). pakan ternak (feed), (c). Serat (fibre) untuk
papan, bangunan, kain, kertas, (d). Bahan bakar terbarukan (renewable fuel/energy) yang
berupa methanol/ethanol (berbasis tebu, jagung, beras, singkong), biodiesel (berbasis jarak,
sawit, kelapa, dll), (e). Obat-obatan tanaman tropis (tropical biofarmaka). Selain itu secara
keseluruhan, tanaman tropis seperti itu juga dapat lebih aktif menyerap CO 2 dan
menghasilkan O2 (bila dibandingkan dengan tanaman sub tropis). Sehingga di masa
mendatang, fungsi ganda tanaman tropis seperti itu juga dapat diperdagangkan (carbon
trade) sebagai komoditas penjaga lingkungan (menjaga lapisan ozon).
Dengan multifungsi seperti itu pula produk pertanian yang dikelola dengan baik dan
benar dapat menjadi sumber pendapatan ekspor (devisa) berbasis pertanian tropis, serta
pendorong dan penarik bagi tumbuhnya sektor-sektor ekonomi khususnya industri dan jasa
nasional lainnya. Pembangunan pertanian tropis yang dikelola dengan baik dan bijak akan
dapat dengan lebih kompetitif sehingga dapat meningkatkan pendapatan penduduk secara
lebih merata dan berkelanjutan.
Kontribusi sektor agribisnis dalam penyerapan tenaga kerja tahun 1990 mencapai
sekitar 74 persen dan kemudian meningkat menjadi 77 persen tahun 1995. Hal ini berarti
cara yang paling tepat untuk meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha di Indonesia
adalah melalui pembangunan agribisnis. Kontraksi perekonomian agregat pada tahun 1998
menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja nasional sebesar 2,13 persen atau
sekitar 6,43 juta orang. Penyerapan tenaga kerja sektor pertambangan dan galian turun
sebesar 290,5 ribu orang (-32,4%), sektor industri manufaktur turun sebesar 1,38 juta orang
(-12,36%), sektor bangunan turun sebesar 1,75 juta orang (-41,62%), perdagangan dan
hotel turun 2,27 juta orang (-13,22%), sektor keuangan, persewaan turun sebesar 141,7 juta
orang (-13,10%). Namun penyerapan tenaga kerja sektor pertanian naik sebesar 432,5 ribu
orang atau sektiar 1,21 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor agribisnis mampu
mengurangi beban pengangguran nasional akibat krisis ekonomi.
Struktur kesempatan kerja pedesaan tahun 1997 secara agregat menunjukkan
bahwa peranan sektor pertanian tetap penting dengan proporsi 58,78 persen dari
kesempatan kerja pedesaan yang besarnya 57,48 juta orang. Peranan sektor pertanian di
luar Jawa nampak lebih besar dibandingkan dengan di Jawa (66,90% vs 50,65%) dan
sebaliknya untuk sektor non-pertanian (33,10% vs 49,35%). Kegiatan di luar sektor
pertanian yang umum dilakukan masyarakat pedesaan adalah perdagangan, jasa
kemasyarakatan, bangunan, dan jasa pengangkutan/komunikasi masing-masing dengan
proporsi 13,63 persen, 8,27 persen, 4,13 persen, dan 3,31 persen. Keadaan ini
menunjukkan masih tetap dominan peran sektor pertanian dalam perekonomian rumah
tangga pedesaan, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Kegiatan di luar sektor pertanian yang
relatif kecil dan sedang bertumbuh, tidak bisa dilepaskan keterkaitannya dengan
keberhasilan atau kinerja pembangunan pertanian.
Dari data tahun terakhir, sektor pertanian masih menjadi penopang utama dalam
penyerapan tenaga kerja. Data pada tabel di bawah menunjukkan kontribusi Sektor
pertanian dalam penyerapan tenaga kerja. Data tersebut menunjukkan besarnya peranan
sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja pada beberapa tahun terakhir. Selain itu,
pada masa krisis, sektor ini juga terbukti sebagai buffer ekonomi dimana pada saat
pertumbuhan ekonomi mangalami kontraksi, sektor ini justru tumbuh positif.
Kontribusi Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan PDB
2000
2001
2002
2003
2004
Pertumbuhan PDB
1.9
4.1
2.8
3.1
3.1
Sumbangan Terhadap PDB
15.6
15.6
15.7
15.0
14.7
Penyerapan Tenaga Kerja (juta jiwa)
40.5
39.7
40.6
42.0
43.0
Penyerapan Tenaga Kerja (%)
45.1
43.8
44.3
46.3
46.6
Sumber : Menko Perekonomian, Dep. Pertanian, Dep. Kelautan dan Perikanan dan Dep.
Kehutanan (Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Indonesia 2005)
Terlepas dari perannya dalam penyerapan tenaga kerja, sektor agribisnis terutama
pada sub sistem on-farm bukan tanpa masalah. Pertama, pangsa tenaga kerja yang sangat
besar dari sektor sub sistem on-farm (sekitar 46.6 persen tahun 2004) serta sumbangan
PDB yang semakin menurun (14.7 persen tahun 2004) mengakibatkan tingkat produktivitas
pada sektor ini menjadi sangat rendah. Seperti terlihat dalam tabel berikut ini, kinerja sub
sistem on-farm dirasakan masih terlalu rendah dibanding sektor lain.
Indeks Nilai Produksi Per Tenaga Kerja
200 200 200 200 200
0
1
2
3
4
Pertanian, Perikanan dan 0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
Kelautan
4
6
5
2
1
Industri (Total)
2.3
2.4
2.5
2.8
2.7
6
9
3
0
8
Agroindustri
2.4
2.4
2.4
2.6
2.6
0
2
7
1
4
Indeks Nilai Produksi Per Tenaga Kerja Total = 1
Sumber : Menko Perekonomian, Dep. Pertanian, Dep. Kelautan dan Perikanan
dan Dep. Kehutanan (Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Indonesia 2005)
Rendahnya tingkat produktivitas ini kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan
faktor produksi terutama sempitnya kepemilikan lahan yang merupakan masalah klasik
pertanian di Indonesia. Rendahnya produktivitas ini berakibat pada rendahnya daya saing
dan kecilnya tingkat pendapatan. Dari tabel berikut dapat kita lihat betapa kecilnya tingkat
upah yang diterima di sektor pertanian dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Upah Rata-rata Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Tahun 2005 (Rp/Bulan)
Lapangan Pekerjaan
Kota
Desa
Pertanian, Peternakan, Kehutanan,
349,46
343,8
Perikanan
4
93
2,311,2
852,1
Pertambangan, penggalian
35
66
772,60
548,9
Industri Pengolahan
9
23
1,090,8
727,2
Listrik, gas dan air
06
84
757,33
604,9
Bangunan
8
57
726,28
497,0
Perdagangan besar
7
78
955,84
664,9
Angkutan, pergudangan
4
72
1,327,4
968,6
Keuangan
18
54
Jasa
957,27
824,4
8
84
Rata-Rata
1,027, 670,2
587
68
Sumber : BPS, Sakernas Tahun 2005 dalam Depnakertrans (2006)
Kondisi tersebut di atas akan berimplikasi pada upaya mengatasi masalah
kemiskinan dan pengangguran. Dengan proporsi penduduk miskin di sektor pertanian yang
mencapai 60 persen dari total penduduk miskin dan lebih dari 50 persen pengangguran
terdapat di sektor ini. Oleh karena itu, dengan mengatasi berbagai permasalahan pada
sektor ini melalui pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan upaya peningkatan daya
saing, maka sebagian besar masalah mendasar seperti kemiskinan, pengangguran dan
daya saing akan dapat terselesaikan dan sekaligus memberikan solusi masalah kelestarian
lingkungan.
Strategi di atas diharapkan dapat dijadikan tahap awal perkembangan perekonomian
Indonesia. Crawford (1991) dalam Saragih (2006) memberikan gambaran tahap
perkembangan ekonomi terkait dengan produktivitas tenaga kerja seperti dalam bagan
berikut.
Bagan Tahap Perkembangan Ekonomi Dikaitkan dengan Produktivitas Tenaga
Kerja
Ekonomi
Pertanian/Pra
-Industri
Tahap
Awal
Ekonomi Industri
Tahap
Berkemban
g
Tahap
Matang
Tahap Awal
Ekonomi Informasi
Tahap
Berkemban
g
Tahap
Matang
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Industri
Pengolahan
Industri
Pengolahan
Rumah
Tangga
Kerajinan
Rumah
Tangga
Kerajinan
Industri
Pengolahan
Industri
Pengolahan
Keluarga
Industri
Kerajinan
Keluarga
Jasa
Rumah
Tangga
Kerajinan
Industri
Pengolaha
n
Keluarga
Keluarga
Keluarga
Keluarga
Jasa
Jasa
Jasa
Angkutan,
Konstruksi,
Perdaganga
n, Real
Estate,
Keuangan
dll
Jasa
Jasa
Jasa,
Angkutan,
Perdaganga
n,
Keuangan,
Real Estate,
Kesehatan,
Pendidikan
Angkutan,
Konstruksi,
Perdaganga
n, Real
Estate,
Keuangan,
Kesehatan,
Pendidikan
Business
Leisure
Angkutan,
Konstruksi,
Perdaganga
n, Real
Estate,
Keuangan,
Kesehatan,
Pendidikan
Business
Leisure
Angkutan,
Konstruksi,
Perdaganga
n, Real
Estate,
Keuangan,
Kesehatan,
Pendidikan
Business
Leisure
Dengan mengacu pada bagan tersebut, melihat jumlah penduduk yang bekerja pada
masing-masing sektor, tahap perekonomian kita berada dalam tahap peralihan dari tahap
awal ke tahap perkembangan dalam suatu ekonomi industri. Proses perkembangan
ekonomi yang kita lakukan sebaiknya mengikuti pola dan karakter sumberdaya alam
maupun manusia yang kita miliki. Dengan demikian proses perkembangan tersebut dapat
berjalan tanpa pemaksaan dan pasar dapat menyerap sehingga perkembangannya tidak
berhenti begitu saja di tengah jalan.
Oleh karena itu penetapan sasaran pertumbuhan sektor agribisnis sebagai salah
satu fokus pembangunan nasional sudah tepat sebagai salah satu solusi permasalahan
mendasar pengangguran dan kemiskinan. Diperlukan usaha keras dalam mencapai sasaran
tersebut. Usaha tersebut mencakup optimalisasi skala usaha dan produksi dalam usaha
pertanian, penelitian teknologi produksi dan pengolahan, dukungan infrastruktur.
Strategi kebijakan yang dikembangkan pada sektor agribisnis diharapkan dapat
meningkatkan daya saing, produktivitas, nilai tambah. Selain itu, dilakukan pengembangan
usaha baru di bidang agroindustri yang dapat meningkatkan permintaan bahan baku
berbasis pertanian dan pedesaan yang dapat mendorong penyerapan tenaga kerja diluar
sub sistem on-farm. Untuk meningkatkan posisi tawar sektor agribisnis juga dikembangkan
kelembagaan agribisnis dan peningkatan aksesibilitas terhadap berbagai layanan usaha.
Selain itu juga dilakukan upaya mengurangi atau menghilangkan hambatan usaha dan
ekonomi biaya tinggi serta perlindungan terhadap perdagangan bebas yang tidak adil.
Terakhir, solusi masalah pengangguran melalui agribisnis adalah kebijakan makro
ekonomi antara lain dengan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal merupakan salah satu
instrumen penting yang dapat dikelola oleh pemerintah disamping kebijakan lain yang
berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan pertanian dan
pedesaan.
Kebijakan fiskal berupa belanja pemerintah untuk infrastruktur dan pertanian akan
berpengaruh terhadap tingkat pengangguran dan kemiskinan. Yudoyono (2004) dalam
disertasinya menyampaikan bahwa peningkatan belanja pemerintah untuk infrastruktur dan
pertanian serta pendidikan dan kesehatan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja ini bukan hanya pada
sektor pertanian saja, tetapi juga tenaga kerja di sektor lain. Hal ini dimungkinkan karena
sektor pertanian memiliki keterkaitan terhadap sektor lainnya.
Untuk meningkatkan pendapatan, dilakukan melalui upaya peningkatan nilai tambah
pada sub sistem pengolahan. Dengan demikian peningkatan upah ini bias terjadi melalui
peningkatan penyerapan tenaga kerja di luar sub sistem on-farm. Inilah yang sebetulnya
dikategorikan sebagai pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem dan usaha
agribisnis dimana setiap sub sistem memiliki keterkaitan dan kesinambungan. Dengan
dukungan agroindustri, pengembangan sistem agribisnis memiliki peranan penting dalam
upaya menyelesaikan sebagian besar masalah mendasar pengangguran dan kemiskinan.
Tentunya, kondisi tersebut di atas juga tidak terlepas dari kondisi perekonomian lain
baik makro maupun mikro. Diperlukan dukungan kebijakan pemerintah mencakup undangundang dan peraturan lain yang memadai, rencana penataan ruang dan wilayah yang baik
dan perpaduan sinergis dari berbagai sektor dalam upaya memerangi kemiskinan dan
pengangguran demi terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.
Dengan melihat komposisi jumlah pengangguran dan penduduk miskin dimana
sebagian besar tinggal di pedesaan dan pertanian sebagai penopang, maka penetapan
strategi pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem dan usaha agribisnis sebagai
salah satu unggulan dalam pembangunan nasional merupakan hal yang tepat. Dengan
mengatasi persoalan pada sektor agribisnis dari sub sistem hulu, on-farm dan hilir, maka
sebagian besar masalah pengangguran, kemiskinan akan dapat terselesaikan.
Daftar Pustaka
____________. 1998. International Agricultural Development (3rd Ed.) Edited by C.K. Ecicher
and J.M. Staatz. The John Hopkins University Press. Baltimore and London.
____________. 2009. Pocket World in figures 2010 Edition (The Economist). Profile Books
Ltd. In Association with The Economist. London.
Basri, F. dan H. Munandar. 2009. Lanskap Ekonomi Indonesia : Kajian dan Renungan
terhadap Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru, dan prospek
Perekonomian Indonesia. Kencana. Jakarta.
Dornbusch, R., S. Fischer, and R. Startz. 2008. Macroeconomics 10th Edition. McGraw-Hill
Inc. New York.
Downey, W.D., and S.P. Erickson. 1987. Agribusiness Management, 2nd Edition. McGrawHill Inc. New York.
Giddens, A. 1999. The Third Way : The Renewal of Social Democracy. Blackwell Publisher
Ltd. USA.
hdr.undp.org
Hovey, C., and G. Rehmke. 2008. The Complete Ideal’s guides : Global Economics. Alpha
Books. Jakarta.
Jones, C.O. 1994. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy) Diterjemahkan oleh : Ricky
Istamto, Editor : Nashir Budiman. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Kotler, P., S. Jatusripitak, and S. Maesincee. 1997. The Marketing of Nations. The Free
Press. New York.
Nasution, A.H. 1985. Daun-daun Berserakan : Percikan Pemikiran Mengenai Ilmu
Pengetahuan dan Pendidikan. Inti Sarana Aksara. Jakarta.
Parson, W. 2001. Public Policy : An Introduction to the Theory and Practice of Policy
Analysis. Edward Elgar Publishing, Ltd.
Stiglitz, J.E. 2002. Globalization and Its Discontents. W.W. Norton & Co. New York &
London.
Stiglitz, J.E. 2006. Making Globalization Work. W.W. Norton & Co. New York & London.
The World Bank. 2002. The Right to Tell : The Role of Mass Media in Economic
Development. The World Bank. Washington DC.
Todaro, M.P. and Smith, S.C. 2003. Economic Development (8th Ed.). Pearson Education
Ltd. UK.