PELANGGARAN HAM DI SEKTOR INDUSTRI KELAP
PELANGGARAN HAM DI SEKTOR INDUSTRI KELAPA SAWIT DI
INDONESIA
MAKALAH
Diajukan Untuk Mengikuti Praktikum
Mini Research Di WALHI JAKARTA
Oleh:
Marisi Anggelina Simangunsong
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
Hak Asasi Manusia adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma,1 yang
menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia dan dilindungi secara teratur
sebagai hak-hak hukum dalam nasional dan internasional.2 Doktrin dari hak asasi manusia
yang sangat berpengaruh dalam hukum internasional, lembaga-lembaga global dan
regional.3 Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan rezim hukum internasional yang menjadi
capaian paling penting dalam sejarah peradaban manusia modern. HAM secara singkat
dapat di definisikan sebagai hak-hak yang dimiliki manusia dan bukan karena diberikan oleh
masyarakat maupun hukum positif (Donley dalam Asplund 2008). Jika dirunut jauh ke
belakang sesungguhnya wacana HAM telah hidup bahkan sejak zaman Yunani Kuno dan
Romawi ketika terjadi perdebatan kontroversial yang menggeser hak objektif dan hak
subjektif. Jika dilihat asal usul, sejarah dan HAM dipengaruhi dari pemikiran teori hak
alamiah (natural right theory) yang dicetuskan Thomas Aquinas dan dikembangkan Grotius
serta teori kontrak sosial yang dikembangkan John Locke (Griffin 2008, Asplund 2008;
Freeman 2002; Brown 2002). Grotius mengembangkan teori hukum alamiah, bahwa setiap
orang harus menikmati hak-haknya dengan bantuan masyarakat untuk mempertahankan
hidup, kebebasan dan miliknya (Freeman 2002).4
Masuknya industri kelapa sawit memberikan keuntungan besar bagi pebisnis dan
negara, tetapi membuat masyarakat adat tergusur akibat proses pembangunan perkebunan.
Hal ini disebabkan sistem hukum yang menegasikan atau membatasi hak-hak masyarakat
adat atas lahan. Kebijakan negara juga ikut mendeskriminasikan masyarakat adat. Studi
yang dilakukan Bank Dunia menunjukkan bahwa lahan yang memiliki hak formal di
Indonesia hanya mencapai kurang dari 40%, dengan sisanya dikuasai oleh penguasaan
secara informal atau adat. Sejak proklamasi kemerdekaan, Indonesia secara progresif telah
menanggalkan
institusi
adat
dan
menyusun
kebijakan
yang
ditujukan
untuk
mengintegrasikan “masyarakat terisolasi dan asing” ke dalam arah nasional lewat
pemindahan penduduk, pendidikan dan lewat ajaran agama. Meskipun hak-hak adat
mendapatkan perlindungan dari undang-undang RI, hak-hak tersebut sangat dibatasi dalam
UU kehutanan dan UU pokok agraria. Undang-undang Agraria memperlakukan hak-hak
1
James Nickel with assistence Thomas Pogge, M.B.E. Smith and Leif Wenar, December 13, 2013, Stanford
Encyclopedis of Philosophy, Human Right, Retrieve August 14, 2014.
2
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia, diakses pada 15 September 2016.
3
The United Nations, Office of the High Commissioner of Human Rights, What are human rights? Retrieved
August 14, 2014.
4
http://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://referensi.elsam.or.id/wpcontent/uploads/2015/01/Perkembangan-Pemikiran-HAM.pdf&hl=en_US, diakses pada 14 September 2016.
adat (hak ulayat) sebagai hak penguasaan yang lemah di atas tanah milik negara yang harus
mengalah demi proyek pembangunan.
Kasus yang terjadi di sektor industri kelapa sawit, ditemukan telah banyak melanggar
Hak Asasi Manusia (HAM) seperti realitas yang terjadi di Kalimantan, ada praktek
diindikasikan kerja paksa di perkebunan sawit di Kalimantan (Sawit Watch, 2015). Buruh
mengalami perlakuan upah murah, target kerja tinggi, pemberlakuan denda, tekanan dan
intimidasi karena mendirikan serikat, ketiadaan alat kerja dan alat pelindung diri yang layak,
terkurung dalam camp (barak) dengan pengawasan ketat, minimnya fasilitas air bersih dan
kesehatan, informalisasi hubungan kerja serta pelibatan istri dan bekerja tanpa di bayar.
Jumlah buruh perkebunan mencapai 600.000 orang, sebagian besar merupakan buruh
migran dari Jawa, Sulawesi dan NTT yang di datangkan melalui program transmigrasi atau
melalui penyalur tenaga kerja resmi dan tidak resmi. Dari kasus ini sudah melanggar teori
Grotius yaitu hukum alamiah untuk menikmati hak-haknya.
Buruh perempuan di perkebunan sawit Kalimantan Tengah bekerja di bagian
pemupukan, penyemprotan, perintis (pembabat), cuci karung pupuk, menjaga tempat
penitipan anak, perawatan jalan dan wilayah sekitar barak. Diluar itu, buruh perempuan
terlibat dalam pekerjaan memanen, namun tidak menerima upah. Beberapa perkebunan
menetapkan kebijakan mewajibkan buruh pemanen membawa istri ke ancak (tempat kerja).
Bila buruh pemanen tidak membawa istri, buruh dinyatakan mangkir. Pilihan lain adalah
mandor akan mendatangkan kernet yang upahnya harus dibayar sendiri oleh buruh pemanen
bersangkutan. Tidak hanya itu, buruh perempuan juga ikut menyemprot yang menggendong
20 kg (pestisida + alat semprot) mengelilingi ancak yang ditentukan. Sebelumnya, mandor
terlebih dahulu mencampur pestisida dengan air dalam dosis tertentu dan menyerahkannya
kepada menyemprot di luas yang ditentukan. Rata-rata buruh penyemprot diharuskan
menghabiskan 6-10 (alat semprot) setiap harinya. Perusahaan tidak menyediakan alat
pelindung diri yang memadai.5
5
Tandan Sawit Edisi 1/03/2016, Menyibak Fakta Dibalik Perkebunan Kelapa Sawit (Sawit Watch: Bogor, 2016).
Hal 4-5.
Menurut catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada januariNovember 2012, Komnas HAM menerima pengaduan terkait tentang perusahaan sebanyak
1.009 berkas dari 5.422 yang masuk. Perusahaan adalah aktor kedua setelah polri (1.635
berkas) yang paling banyak diadukan sebagai pelaku pelanggar HAM. Dari pengaduan ini,
ada tiga kasus yang diadukan terkait sengketa lahan (399 berkas), ketenagakerjaan (276
berkas) dan lingkungan (72 berkas). Angka-angka ini merefleksikan bahwa perusahaan
merupakan aktor non negara yang memiliki potensi besar menjadi aktor pelanggar HAM.
Sementara direktur pasca panen dan pembinaan usaha dirjen perkebunan pada kementerian
pertanian menyebutkan bahwa sekitar 59% dari 1.000 perusahaan kelapa sawit di seluruh
daerah Indonesia terlibat konflik dengan masyarakat terkait lahan. Tim dari dirjen
perkebunan sudah mengidentifikasi konflik ada di 22 provinsi dan 143 kabupaten. Totalnya
ada sekitar 591 konflik dengan urutan pertama banyaknya konflik ditempati Kalimantan
Tengah dengan 250 kasus, disusul Sumatera Utara 101 kasus, Kalimantan Timur 78 kasus,
Kalimantan Barat 77 kasus dan Kalimantan Selatan 34 kasus.6
Dari data yang di dapat Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), di
Komisi Hak Asasi Manusia RI (2015), menunjukkan bahwa lima daerah provinsi asal
pengaduan kasus HAM ke Komnas HAM adalah DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jawa Timur dan Jawa Barat. Aspek-aspek yang diadukan masyarakat ke Komnas
HAM, yang mencakup hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak
pengembangan diri, hak memperoleh keadilan, hak kebebasan pribadi, hak atas rasa aman,
hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, hak anak dan hak
tidak diperlakukan diskriminatif. Data diatas dikatakan adalah tidak benar dan tidak
didukung data-data pengaduan kasus HAM yang diterima Komnas HAM.7
Pembukaan perkebunan kelapa sawit industri tidak hanya melanggar HAM, tetapi
juga dapat menganggu keanekaragaman hayati. Menurut Ketua Institut Hijau Indonesia
Chalid Muhammad, pemerintah telah menyetujui pembukaan 26,7 juta hektar untuk
perkebunan kelapa sawit, terkait sengketa lahan pasca pembukaan lebih dari 6.140 hektar
perkebunan sawit oleh sebuah parusahaan di kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Izin yang diterbitkan pemerintah itu mencakup pembukaan kawasan hutan dan lahan
gambut. Dari izin itu telah dibuka 9 juta hektar kebun kelapa sawit yang tersebar di Sumatra
6
Tandan Sawit (Edisi I/SW2013) Mengungkap Tabir di Balik Perkebunan Kelapa Sawit (Bogor: Sawit Watch,
2013), hal 20.
7
Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia Dalam Isu Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Global: Edisi
Kedua, (PASPI: Bogor, 2016). Hal 64.
Utara, Sumatra Selatan dan Riau. Pembukaan perkebunan sawit secara besar-besaran juga
berpotensi memunculkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Pembukaan perkebunan
sawit memunculkan sengketa tanah antara perusahaan dan 806 warga di lima kecamatan di
Tapanuli Tengah. Sengketa ini terjadi karena izin pembukaan lahan untuk perkebunan sawit
tumpang tindih dengan lahan seluas 1.319,82 hektar milik warga. Pembukaan kebun sawit
telah marampas tanah transmigran, pengungsi dari Nanggroe Aceh Darussalam. Maraknya
kasus ini, membuat staf kampaye dan Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(WALHI) Sumatera Utara angkat bicara, bahwa sengketa adalah rencana penataan kawasan
kelapa sawit dari perusahaan besar.8
Meluasnya industri kelapa sawit, adanya bantuan dari bank berupa pinjaman untuk
mempermudah dan mempercepat proses ekspansi mereka. Selain itu, banyak dari mereka
yang menyewa bank investasi untuk membantu mereka menjual saham baru dan obligasi
kepada investor untuk menarik modal baru bagi ekspansi. Bank-bank investasi ini kemudian
menjamin (underwriter ) bahwa mereka akan mencari investor untuk volume saham dan
obligasi dengan harga tertentu. Seperti ditunjukkan pada Tabel 3, bank telah membantu 25
kelompok kelapa sawit milik para taipan untuk menarik jumlah modal yang cukup selama
lima tahun terakhir, melalui pemenuhan hutang secara mandiri dan dengan penjaminan
saham dan obligasi yang dijual kepada investor oleh perusahaan. Untuk periode 2009
sampai 2013, kajian ini mengidentifikasi pinjaman dengan nilai total USD 17,8 milyar
diberikan oleh bank kepada 25 kelompok kelapa sawit milik para taipan yang dipelajari
dalam laporan ini. Pada periode yang sama, bank investasi telah menjadi penjamin
(underwriter ) penerbitan saham dan obligasi dari 25 grup bisnis kelapa sawit dengan nilai
total USD 10,6 miliar. Ini berarti bahwa bank telah membantu perusahaan untuk menarik
dana dalam jumlah tersebut dari investor.9
8
http://nasional.kompas.com/read/2010/03/09/03492985/sawit.rawan.pelanggaran.ham#page1, diakses pada 14
September 2016.
9
Buku Saku, Kuasa Taipan: Kelapa Sawit di Indonesia (Jakarta: Transformasi untuk Keadilan Indonesia), hlm.
25-26.
Tabel 3 Pembiayaan bank untuk 25 grup milik taipan, 2009-2013
Tahun
Underwriting
Hutang
(Juta USD)
(Juta USD)
2009
3,807
936
2010
788
4,063
2011
903
3,902
2012
4,464
3,820
2013
631
5,101
Total
10, 592
17,822
Kerancuan tentang nilai tanah dan persyaratan sewa telah menyebabkan banyak petani
kecil, dan khususnya masyarakat adat, menjual tanah mereka dengan harga rendah untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan. Konversi lahan pertanian yang ada menjadi perkebunan
tanaman komersial memaksa petani masuk ke dalam ekonomi berbasis uang (cash-based
economy) dimana ketahanan pangan mereka melemah dan pemanfaatan lahan mereka
dibatasi oleh perushaan-perusahaan kelapa sawit. Ketika dipaksa tergantung pada
perusahaan karena kendala keuangan dan teknis, petani kecil adalah korban pertama dari
fluktuasi harga CPO di pasar internasional. Tidak memiliki modal dan likuiditas yang
memadai untuk menyerap produksi dan kegagalan pasar, mereka dengan cepat terjerat
dalam hutang. Studi kasus di Indonesia, pekerja migran disubkontrak terutama yang rentan
terhadap pelanggaran kerja dan hak asasi manusia sedang diikat oleh perusahaan dengan
janji-janji palsu akan tanah dan lapangan pekerjaan; mereka cenderung bekerja melebihi
waktu dan dibayar dibawah standar.
10
Standar Hak Asasi Manusia, Berdasarkan pasal 68
piagam PBB dibangun sistem perlindungan hak asasi manusia. Selain menciptakan Dewan
Ekonomi dan Sosial PBB kemudian membentuk komisi HAM untuk mempromosikan hak
asasi manusia. Instrumen hak asasi manusia merupakan bagian dari sistem perlindungan hak
asasi manusia yang berkembang pasca perang dunia II secara evolutif.11 Instrumen
internasional ini, telah ditandatangani Indonesia untuk perlindungan HAM, termasuk dalam
hal hak atas pembangunan. Hak atas pembangunan mengakui peibadi manusia sebagai
subjek dalam proses pembangunan, oleh karena itu kebijakan pembangunan seharusnya
10
Mongabay 2008, Naro 2011, Tiominar 2011, Guttal 2006.
Instrumen Hak Asasi Manusia dan Konsep Tanggung Jawab Negara, lihat di referensi.elsam.or.id.
Diakses pada 14 September 2016.
11
menjadikan manusia sebagai partisipan dan sasaran utama pembangunan. Perlindungan hak
atas pembangunan dituangkan dalam Deklarasi PBB mengenai Hak atas Tanah
pembangunan tahun 1986.12 Proyek pembangunan seperti pembangunan pendidikan,
kesehatan, air bersih dan reformasi agraria harus dirancang dan dikerangkakan dengan
memacu pada dan secara substansial diarahkan kepad pemenuhan aspek prosedural dan
substantif dan hak asasi manusia.13
Pengakuan dari industri, bahwa metode produksi telah membentuk the Rountable on
Sustainable Palm Oil lewat perusahaan yang beroperasi melalui metode yang dapat diterima
yang dapat dinilai dan disertifikasi. RSPO bertujuan untuk menjauhkan daerah perkebunan
kelapa sawit dari hutan primer maupun kawasan dengan nilai konservasi tinggi dan
melarang perampasan tanah dan mendesakkan bahwa semua tanah hanya dapat diperoleh
dengan menghormati hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat termasuk
menghormati hak mereka untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan atas
pembelian atau sewa tanah.14 Konvergensi krisis global (keuangan, lingkungan, energi dan
makanan) dalam beberapa tahun terakhir telah berkontribusi terhadap adanya evaluasi
kembali yang dramatis dari serbuan untuk ‘mengambil alih tanah’ terutama yang terletak di
negara-negara selatan.15 Ditingkat lokal, perampasan lahan dilakukan dalam berbagai
bentuk dan biasanya dikaitkan dengan kurangnya jaminan yang dimiliki petani saat
berhadapan dengan non kepentingan penduduk setempat yang lebih kuat yang
menggunakan berbagai cara untuk mengambil alih hak untuk tanah yang sebelumnya
dimiliki atau digunakan oleh masyarakat setempat. Kurangnya jaminan ini diakibatkan
karena tidak adanya kejelasan dan penegakan hak atas kepemilikan tanah atau akibat
pengaturan sewa yang memungkinkan tuan tanah untuk mengambil tanah atau akibat klain
tanah negara atas kepemilikan tanah yang secara de facto dihuni atau digunakan petani kecil
lokal yang menghadapi jual-beli tanah untuk kepentingan-kepentingan perusahaan
raksasa.16
12
Hak atas Pembangunan tercantum dalam deklarasi hak Atas Pembangunan ( Declaration on the Rights to
Development) yang diadopsi oleh Sidang umum PBB dengan Resolusi no.41/128 pada tanggal 8 Desember 1986.
13
Chirzin & Habib2008 “Reformasi Hak Atas Pembangunan di Tahun 2008: catatan dari diskusi dengan Prof. Dr.
Eyup
Ganic,
mantan
presiden
Bosnia
Herzegovina,”
Available
at
http://habibch.wordpress.com/2008/02/17/reformasi-hak-atas-pembangunan-di-tahun-2008/.
14
Forest People Programme & Perkumpulan Sawit Watch, Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara:
Kecenderungan dan Implikasi bagi Masyarakat Lokal dan Masyarakat Adat. Hal 17-18.
15
Colchester et al 2007b.
16
Oberndorf, 2006.
Indonesia adalah negara hukum dan hukum berlaku bagi siapapun. Yang menjadi
permasalahannya apakah undang-undang yang dianut negara Indonesia di ambil dari nilainilai yang berlaku di masyarakat, merujuk keberadaan UU perkebunan nomor 39 tahun 2014
tidak lepas dari kemenangan petani dalam uji materi UU perkebunan nomor 18 tahun 2004
yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada 2011, MK membatalkan pasal 21 dan 47 UU
tersebut karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Menurut salah salah anggota tim
sekaligus ketua Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), undangundang ini gagal melakukan transformasi terhadap praktik perkebunan di Indonesia yang
merupakan warisan kolonialisme. Menurutnya, harapan petani dan masyarakat adat atas uji
materi ini agar transformasi di sektor perkebunan kelapa sawit dapat berjalan lebih
berkeadilan, mewujudkan kemandirian dan menunjukkan keberpihakan kepada petani
sesuai amanat UUD 1945. Perlu beberapa pasal yang diajukan untuk uji materi. Pertama,
adanya penghilangan hak-hak masyarakat adat atas penguasaan tanah atau diskriminasi
terhadap pranata hukum masyarakat adat. Dalam UU tersebut, pelaksanaan musyawarah
dengan masyarakat adat diatur dalam peraturan perundangan, sebagaimana bunyi pasal 12
ayat 2. Selain itu, UU perkebunan dinilai melanggar konstitusi terkait hak petani dalam
budidaya pemuliaan tanaman. Pelanggaran Konstitusi yang dimaksud adalah tidak
diakomodirnya perorangan petani kecil dalam pemulihan tanaman perkebunan.17
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum nasional Indonesia menangani kasus yang dialami Buruh yang
diperlakukan tidak adil?
2. Siapa aktor yang ikut terlibat melakukan pelanggaran HAM di sektor industri kelapa
sawit?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran hukum Indonesia terhadap buruh
2. Untuk mengetahui pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan perusahaan besar
17
Sarat Pesanan Swasta, UU Perkebunan Digugat ke MK, http://m.cnnindonesia.com/nasional/2015102720573512-87776/sarat-pesanan-swasta-uu-perkebunan-digugat-ke-mk/, diakses pada 15 September 2016.
Peran Hukum nasional Indonesia terhadap HAK Guna Usaha (HGU)
Hak Guna Usaha (HGU) diatur dalam bagian IV. UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Ketentua lebih lanjut diatur dalam peraturan
pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usah, Hak bangunan dan Hak Pakai
atas tanah. PP No. 40 Tahun 1996 ini menetapkan bahwa yang bisa mendapatkan Hak Guna
Usaha adalah warga Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
yang berkedudukan di Indonesia. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha
adalah tanah negara. Jika tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu adalah
tanah negara merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha dapat dilakukan
setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan. Hak
Guna Usaha diberikan dengan surat keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat
yang ditunjuk. Pemberian Hak Guna Usahawajib di daftar dalam buku tanah pada kantor
pertanahan. Sebagai tanda bukti penerimaan Hak Guna Usaha, pihak penerima akan
diberikan sertifikat hak atas tanah. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertahanan Negara No. 3 Tahun 1999, wewenang pemberian HGU berada pada
instansi yang berbeda, tergantung luasan HGU terkait. BPN Pusat untuk luas tanah benih
dari 200 Ha dan Kantor Wilayah BPN untuk luas sampai dengan 200 Ha.18
18
Forest People Programme, Perkumpulan Sawit Watch dan Transformasi Untuk Keadilan Indonesia, Konflik
atau persetujuan? Sektor Kelapa Sawit di Persimpangan Jalan (Edisi Pertama: 2013). Hal 37.
Referensi
James Nickel with assistence Thomas Pogge, M.B.E. Smith and Leif Wenar, December 13,
2013, Stanford
Encyclopedis of Philosophy, Human Right, Retrieve August 14, 2014.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia, diakses pada 15 September 2016.
The United Nations, Office of the High Commissioner of Human Rights, What are human
rights? Retrieved August 14, 2014.
http://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://referensi.elsam.or.id/wpcontent/uploads/2015/01/Perkembangan-Pemikiran-HAM.pdf&hl=en_US, diakses pada 14
September 2016.
Tandan Sawit Edisi 1/03/2016, Menyibak Fakta Dibalik Perkebunan Kelapa Sawit (Sawit
Watch: Bogor, 2016). Hal 4-5.
Tandan Sawit (Edisi I/SW2013) Mengungkap Tabir di Balik Perkebunan Kelapa Sawit (Bogor:
Sawit Watch, 2013), hal 20.
Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia Dalam Isu Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Global: Edisi Kedua, (PASPI: Bogor, 2016). Hal 64.
http://nasional.kompas.com/read/2010/03/09/03492985/sawit.rawan.pelanggaran.ham#page1,
diakses pada 14 September 2016.
Buku Saku, Kuasa Taipan: Kelapa Sawit di Indonesia (Jakarta: Transformasi untuk Keadilan
Indonesia), hlm. 25-26.
Mongabay 2008, Naro 2011, Tiominar 2011, Guttal 2006.
Instrumen Hak Asasi Manusia dan Konsep Tanggung Jawab Negara, lihat di
referensi.elsam.or.id.
Diakses pada 14 September 2016.
Sarat
Pesanan
Swasta,
UU
Perkebunan
Digugat
ke
MK,
http://m.cnnindonesia.com/nasional/20151027205735-12-87776/sarat-pesanan-swasta-uuperkebunan-digugat-ke-mk/, diakses pada 15 September 2016.
Forest People Programme & Perkumpulan Sawit Watch, Ekspansi Kelapa Sawit di Asia
Tenggara: Kecenderungan dan Implikasi bagi Masyarakat Lokal dan Masyarakat Adat. Hal 1718.
Colchester et al 2007b.
Oberndorf, 2006.
Forest People Programme, Perkumpulan Sawit Watch dan Transformasi Untuk Keadilan
Indonesia, Konflik atau persetujuan? Sektor Kelapa Sawit di Persimpangan Jalan (Edisi
Pertama: 2013). Hal 37.
Chirzin & Habib2008 “Reformasi Hak Atas Pembangunan di Tahun 2008: catatan dari diskusi
dengan Prof. Dr. Eyup Ganic, mantan presiden Bosnia Herzegovina,” Available at
http://habibch.wordpress.com/2008/02/17/reformasi-hak-atas-pembangunan-di-tahun-2008/.
INDONESIA
MAKALAH
Diajukan Untuk Mengikuti Praktikum
Mini Research Di WALHI JAKARTA
Oleh:
Marisi Anggelina Simangunsong
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
Hak Asasi Manusia adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma,1 yang
menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia dan dilindungi secara teratur
sebagai hak-hak hukum dalam nasional dan internasional.2 Doktrin dari hak asasi manusia
yang sangat berpengaruh dalam hukum internasional, lembaga-lembaga global dan
regional.3 Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan rezim hukum internasional yang menjadi
capaian paling penting dalam sejarah peradaban manusia modern. HAM secara singkat
dapat di definisikan sebagai hak-hak yang dimiliki manusia dan bukan karena diberikan oleh
masyarakat maupun hukum positif (Donley dalam Asplund 2008). Jika dirunut jauh ke
belakang sesungguhnya wacana HAM telah hidup bahkan sejak zaman Yunani Kuno dan
Romawi ketika terjadi perdebatan kontroversial yang menggeser hak objektif dan hak
subjektif. Jika dilihat asal usul, sejarah dan HAM dipengaruhi dari pemikiran teori hak
alamiah (natural right theory) yang dicetuskan Thomas Aquinas dan dikembangkan Grotius
serta teori kontrak sosial yang dikembangkan John Locke (Griffin 2008, Asplund 2008;
Freeman 2002; Brown 2002). Grotius mengembangkan teori hukum alamiah, bahwa setiap
orang harus menikmati hak-haknya dengan bantuan masyarakat untuk mempertahankan
hidup, kebebasan dan miliknya (Freeman 2002).4
Masuknya industri kelapa sawit memberikan keuntungan besar bagi pebisnis dan
negara, tetapi membuat masyarakat adat tergusur akibat proses pembangunan perkebunan.
Hal ini disebabkan sistem hukum yang menegasikan atau membatasi hak-hak masyarakat
adat atas lahan. Kebijakan negara juga ikut mendeskriminasikan masyarakat adat. Studi
yang dilakukan Bank Dunia menunjukkan bahwa lahan yang memiliki hak formal di
Indonesia hanya mencapai kurang dari 40%, dengan sisanya dikuasai oleh penguasaan
secara informal atau adat. Sejak proklamasi kemerdekaan, Indonesia secara progresif telah
menanggalkan
institusi
adat
dan
menyusun
kebijakan
yang
ditujukan
untuk
mengintegrasikan “masyarakat terisolasi dan asing” ke dalam arah nasional lewat
pemindahan penduduk, pendidikan dan lewat ajaran agama. Meskipun hak-hak adat
mendapatkan perlindungan dari undang-undang RI, hak-hak tersebut sangat dibatasi dalam
UU kehutanan dan UU pokok agraria. Undang-undang Agraria memperlakukan hak-hak
1
James Nickel with assistence Thomas Pogge, M.B.E. Smith and Leif Wenar, December 13, 2013, Stanford
Encyclopedis of Philosophy, Human Right, Retrieve August 14, 2014.
2
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia, diakses pada 15 September 2016.
3
The United Nations, Office of the High Commissioner of Human Rights, What are human rights? Retrieved
August 14, 2014.
4
http://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://referensi.elsam.or.id/wpcontent/uploads/2015/01/Perkembangan-Pemikiran-HAM.pdf&hl=en_US, diakses pada 14 September 2016.
adat (hak ulayat) sebagai hak penguasaan yang lemah di atas tanah milik negara yang harus
mengalah demi proyek pembangunan.
Kasus yang terjadi di sektor industri kelapa sawit, ditemukan telah banyak melanggar
Hak Asasi Manusia (HAM) seperti realitas yang terjadi di Kalimantan, ada praktek
diindikasikan kerja paksa di perkebunan sawit di Kalimantan (Sawit Watch, 2015). Buruh
mengalami perlakuan upah murah, target kerja tinggi, pemberlakuan denda, tekanan dan
intimidasi karena mendirikan serikat, ketiadaan alat kerja dan alat pelindung diri yang layak,
terkurung dalam camp (barak) dengan pengawasan ketat, minimnya fasilitas air bersih dan
kesehatan, informalisasi hubungan kerja serta pelibatan istri dan bekerja tanpa di bayar.
Jumlah buruh perkebunan mencapai 600.000 orang, sebagian besar merupakan buruh
migran dari Jawa, Sulawesi dan NTT yang di datangkan melalui program transmigrasi atau
melalui penyalur tenaga kerja resmi dan tidak resmi. Dari kasus ini sudah melanggar teori
Grotius yaitu hukum alamiah untuk menikmati hak-haknya.
Buruh perempuan di perkebunan sawit Kalimantan Tengah bekerja di bagian
pemupukan, penyemprotan, perintis (pembabat), cuci karung pupuk, menjaga tempat
penitipan anak, perawatan jalan dan wilayah sekitar barak. Diluar itu, buruh perempuan
terlibat dalam pekerjaan memanen, namun tidak menerima upah. Beberapa perkebunan
menetapkan kebijakan mewajibkan buruh pemanen membawa istri ke ancak (tempat kerja).
Bila buruh pemanen tidak membawa istri, buruh dinyatakan mangkir. Pilihan lain adalah
mandor akan mendatangkan kernet yang upahnya harus dibayar sendiri oleh buruh pemanen
bersangkutan. Tidak hanya itu, buruh perempuan juga ikut menyemprot yang menggendong
20 kg (pestisida + alat semprot) mengelilingi ancak yang ditentukan. Sebelumnya, mandor
terlebih dahulu mencampur pestisida dengan air dalam dosis tertentu dan menyerahkannya
kepada menyemprot di luas yang ditentukan. Rata-rata buruh penyemprot diharuskan
menghabiskan 6-10 (alat semprot) setiap harinya. Perusahaan tidak menyediakan alat
pelindung diri yang memadai.5
5
Tandan Sawit Edisi 1/03/2016, Menyibak Fakta Dibalik Perkebunan Kelapa Sawit (Sawit Watch: Bogor, 2016).
Hal 4-5.
Menurut catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada januariNovember 2012, Komnas HAM menerima pengaduan terkait tentang perusahaan sebanyak
1.009 berkas dari 5.422 yang masuk. Perusahaan adalah aktor kedua setelah polri (1.635
berkas) yang paling banyak diadukan sebagai pelaku pelanggar HAM. Dari pengaduan ini,
ada tiga kasus yang diadukan terkait sengketa lahan (399 berkas), ketenagakerjaan (276
berkas) dan lingkungan (72 berkas). Angka-angka ini merefleksikan bahwa perusahaan
merupakan aktor non negara yang memiliki potensi besar menjadi aktor pelanggar HAM.
Sementara direktur pasca panen dan pembinaan usaha dirjen perkebunan pada kementerian
pertanian menyebutkan bahwa sekitar 59% dari 1.000 perusahaan kelapa sawit di seluruh
daerah Indonesia terlibat konflik dengan masyarakat terkait lahan. Tim dari dirjen
perkebunan sudah mengidentifikasi konflik ada di 22 provinsi dan 143 kabupaten. Totalnya
ada sekitar 591 konflik dengan urutan pertama banyaknya konflik ditempati Kalimantan
Tengah dengan 250 kasus, disusul Sumatera Utara 101 kasus, Kalimantan Timur 78 kasus,
Kalimantan Barat 77 kasus dan Kalimantan Selatan 34 kasus.6
Dari data yang di dapat Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), di
Komisi Hak Asasi Manusia RI (2015), menunjukkan bahwa lima daerah provinsi asal
pengaduan kasus HAM ke Komnas HAM adalah DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jawa Timur dan Jawa Barat. Aspek-aspek yang diadukan masyarakat ke Komnas
HAM, yang mencakup hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak
pengembangan diri, hak memperoleh keadilan, hak kebebasan pribadi, hak atas rasa aman,
hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, hak anak dan hak
tidak diperlakukan diskriminatif. Data diatas dikatakan adalah tidak benar dan tidak
didukung data-data pengaduan kasus HAM yang diterima Komnas HAM.7
Pembukaan perkebunan kelapa sawit industri tidak hanya melanggar HAM, tetapi
juga dapat menganggu keanekaragaman hayati. Menurut Ketua Institut Hijau Indonesia
Chalid Muhammad, pemerintah telah menyetujui pembukaan 26,7 juta hektar untuk
perkebunan kelapa sawit, terkait sengketa lahan pasca pembukaan lebih dari 6.140 hektar
perkebunan sawit oleh sebuah parusahaan di kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Izin yang diterbitkan pemerintah itu mencakup pembukaan kawasan hutan dan lahan
gambut. Dari izin itu telah dibuka 9 juta hektar kebun kelapa sawit yang tersebar di Sumatra
6
Tandan Sawit (Edisi I/SW2013) Mengungkap Tabir di Balik Perkebunan Kelapa Sawit (Bogor: Sawit Watch,
2013), hal 20.
7
Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia Dalam Isu Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Global: Edisi
Kedua, (PASPI: Bogor, 2016). Hal 64.
Utara, Sumatra Selatan dan Riau. Pembukaan perkebunan sawit secara besar-besaran juga
berpotensi memunculkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Pembukaan perkebunan
sawit memunculkan sengketa tanah antara perusahaan dan 806 warga di lima kecamatan di
Tapanuli Tengah. Sengketa ini terjadi karena izin pembukaan lahan untuk perkebunan sawit
tumpang tindih dengan lahan seluas 1.319,82 hektar milik warga. Pembukaan kebun sawit
telah marampas tanah transmigran, pengungsi dari Nanggroe Aceh Darussalam. Maraknya
kasus ini, membuat staf kampaye dan Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(WALHI) Sumatera Utara angkat bicara, bahwa sengketa adalah rencana penataan kawasan
kelapa sawit dari perusahaan besar.8
Meluasnya industri kelapa sawit, adanya bantuan dari bank berupa pinjaman untuk
mempermudah dan mempercepat proses ekspansi mereka. Selain itu, banyak dari mereka
yang menyewa bank investasi untuk membantu mereka menjual saham baru dan obligasi
kepada investor untuk menarik modal baru bagi ekspansi. Bank-bank investasi ini kemudian
menjamin (underwriter ) bahwa mereka akan mencari investor untuk volume saham dan
obligasi dengan harga tertentu. Seperti ditunjukkan pada Tabel 3, bank telah membantu 25
kelompok kelapa sawit milik para taipan untuk menarik jumlah modal yang cukup selama
lima tahun terakhir, melalui pemenuhan hutang secara mandiri dan dengan penjaminan
saham dan obligasi yang dijual kepada investor oleh perusahaan. Untuk periode 2009
sampai 2013, kajian ini mengidentifikasi pinjaman dengan nilai total USD 17,8 milyar
diberikan oleh bank kepada 25 kelompok kelapa sawit milik para taipan yang dipelajari
dalam laporan ini. Pada periode yang sama, bank investasi telah menjadi penjamin
(underwriter ) penerbitan saham dan obligasi dari 25 grup bisnis kelapa sawit dengan nilai
total USD 10,6 miliar. Ini berarti bahwa bank telah membantu perusahaan untuk menarik
dana dalam jumlah tersebut dari investor.9
8
http://nasional.kompas.com/read/2010/03/09/03492985/sawit.rawan.pelanggaran.ham#page1, diakses pada 14
September 2016.
9
Buku Saku, Kuasa Taipan: Kelapa Sawit di Indonesia (Jakarta: Transformasi untuk Keadilan Indonesia), hlm.
25-26.
Tabel 3 Pembiayaan bank untuk 25 grup milik taipan, 2009-2013
Tahun
Underwriting
Hutang
(Juta USD)
(Juta USD)
2009
3,807
936
2010
788
4,063
2011
903
3,902
2012
4,464
3,820
2013
631
5,101
Total
10, 592
17,822
Kerancuan tentang nilai tanah dan persyaratan sewa telah menyebabkan banyak petani
kecil, dan khususnya masyarakat adat, menjual tanah mereka dengan harga rendah untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan. Konversi lahan pertanian yang ada menjadi perkebunan
tanaman komersial memaksa petani masuk ke dalam ekonomi berbasis uang (cash-based
economy) dimana ketahanan pangan mereka melemah dan pemanfaatan lahan mereka
dibatasi oleh perushaan-perusahaan kelapa sawit. Ketika dipaksa tergantung pada
perusahaan karena kendala keuangan dan teknis, petani kecil adalah korban pertama dari
fluktuasi harga CPO di pasar internasional. Tidak memiliki modal dan likuiditas yang
memadai untuk menyerap produksi dan kegagalan pasar, mereka dengan cepat terjerat
dalam hutang. Studi kasus di Indonesia, pekerja migran disubkontrak terutama yang rentan
terhadap pelanggaran kerja dan hak asasi manusia sedang diikat oleh perusahaan dengan
janji-janji palsu akan tanah dan lapangan pekerjaan; mereka cenderung bekerja melebihi
waktu dan dibayar dibawah standar.
10
Standar Hak Asasi Manusia, Berdasarkan pasal 68
piagam PBB dibangun sistem perlindungan hak asasi manusia. Selain menciptakan Dewan
Ekonomi dan Sosial PBB kemudian membentuk komisi HAM untuk mempromosikan hak
asasi manusia. Instrumen hak asasi manusia merupakan bagian dari sistem perlindungan hak
asasi manusia yang berkembang pasca perang dunia II secara evolutif.11 Instrumen
internasional ini, telah ditandatangani Indonesia untuk perlindungan HAM, termasuk dalam
hal hak atas pembangunan. Hak atas pembangunan mengakui peibadi manusia sebagai
subjek dalam proses pembangunan, oleh karena itu kebijakan pembangunan seharusnya
10
Mongabay 2008, Naro 2011, Tiominar 2011, Guttal 2006.
Instrumen Hak Asasi Manusia dan Konsep Tanggung Jawab Negara, lihat di referensi.elsam.or.id.
Diakses pada 14 September 2016.
11
menjadikan manusia sebagai partisipan dan sasaran utama pembangunan. Perlindungan hak
atas pembangunan dituangkan dalam Deklarasi PBB mengenai Hak atas Tanah
pembangunan tahun 1986.12 Proyek pembangunan seperti pembangunan pendidikan,
kesehatan, air bersih dan reformasi agraria harus dirancang dan dikerangkakan dengan
memacu pada dan secara substansial diarahkan kepad pemenuhan aspek prosedural dan
substantif dan hak asasi manusia.13
Pengakuan dari industri, bahwa metode produksi telah membentuk the Rountable on
Sustainable Palm Oil lewat perusahaan yang beroperasi melalui metode yang dapat diterima
yang dapat dinilai dan disertifikasi. RSPO bertujuan untuk menjauhkan daerah perkebunan
kelapa sawit dari hutan primer maupun kawasan dengan nilai konservasi tinggi dan
melarang perampasan tanah dan mendesakkan bahwa semua tanah hanya dapat diperoleh
dengan menghormati hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat termasuk
menghormati hak mereka untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan atas
pembelian atau sewa tanah.14 Konvergensi krisis global (keuangan, lingkungan, energi dan
makanan) dalam beberapa tahun terakhir telah berkontribusi terhadap adanya evaluasi
kembali yang dramatis dari serbuan untuk ‘mengambil alih tanah’ terutama yang terletak di
negara-negara selatan.15 Ditingkat lokal, perampasan lahan dilakukan dalam berbagai
bentuk dan biasanya dikaitkan dengan kurangnya jaminan yang dimiliki petani saat
berhadapan dengan non kepentingan penduduk setempat yang lebih kuat yang
menggunakan berbagai cara untuk mengambil alih hak untuk tanah yang sebelumnya
dimiliki atau digunakan oleh masyarakat setempat. Kurangnya jaminan ini diakibatkan
karena tidak adanya kejelasan dan penegakan hak atas kepemilikan tanah atau akibat
pengaturan sewa yang memungkinkan tuan tanah untuk mengambil tanah atau akibat klain
tanah negara atas kepemilikan tanah yang secara de facto dihuni atau digunakan petani kecil
lokal yang menghadapi jual-beli tanah untuk kepentingan-kepentingan perusahaan
raksasa.16
12
Hak atas Pembangunan tercantum dalam deklarasi hak Atas Pembangunan ( Declaration on the Rights to
Development) yang diadopsi oleh Sidang umum PBB dengan Resolusi no.41/128 pada tanggal 8 Desember 1986.
13
Chirzin & Habib2008 “Reformasi Hak Atas Pembangunan di Tahun 2008: catatan dari diskusi dengan Prof. Dr.
Eyup
Ganic,
mantan
presiden
Bosnia
Herzegovina,”
Available
at
http://habibch.wordpress.com/2008/02/17/reformasi-hak-atas-pembangunan-di-tahun-2008/.
14
Forest People Programme & Perkumpulan Sawit Watch, Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara:
Kecenderungan dan Implikasi bagi Masyarakat Lokal dan Masyarakat Adat. Hal 17-18.
15
Colchester et al 2007b.
16
Oberndorf, 2006.
Indonesia adalah negara hukum dan hukum berlaku bagi siapapun. Yang menjadi
permasalahannya apakah undang-undang yang dianut negara Indonesia di ambil dari nilainilai yang berlaku di masyarakat, merujuk keberadaan UU perkebunan nomor 39 tahun 2014
tidak lepas dari kemenangan petani dalam uji materi UU perkebunan nomor 18 tahun 2004
yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada 2011, MK membatalkan pasal 21 dan 47 UU
tersebut karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Menurut salah salah anggota tim
sekaligus ketua Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), undangundang ini gagal melakukan transformasi terhadap praktik perkebunan di Indonesia yang
merupakan warisan kolonialisme. Menurutnya, harapan petani dan masyarakat adat atas uji
materi ini agar transformasi di sektor perkebunan kelapa sawit dapat berjalan lebih
berkeadilan, mewujudkan kemandirian dan menunjukkan keberpihakan kepada petani
sesuai amanat UUD 1945. Perlu beberapa pasal yang diajukan untuk uji materi. Pertama,
adanya penghilangan hak-hak masyarakat adat atas penguasaan tanah atau diskriminasi
terhadap pranata hukum masyarakat adat. Dalam UU tersebut, pelaksanaan musyawarah
dengan masyarakat adat diatur dalam peraturan perundangan, sebagaimana bunyi pasal 12
ayat 2. Selain itu, UU perkebunan dinilai melanggar konstitusi terkait hak petani dalam
budidaya pemuliaan tanaman. Pelanggaran Konstitusi yang dimaksud adalah tidak
diakomodirnya perorangan petani kecil dalam pemulihan tanaman perkebunan.17
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum nasional Indonesia menangani kasus yang dialami Buruh yang
diperlakukan tidak adil?
2. Siapa aktor yang ikut terlibat melakukan pelanggaran HAM di sektor industri kelapa
sawit?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran hukum Indonesia terhadap buruh
2. Untuk mengetahui pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan perusahaan besar
17
Sarat Pesanan Swasta, UU Perkebunan Digugat ke MK, http://m.cnnindonesia.com/nasional/2015102720573512-87776/sarat-pesanan-swasta-uu-perkebunan-digugat-ke-mk/, diakses pada 15 September 2016.
Peran Hukum nasional Indonesia terhadap HAK Guna Usaha (HGU)
Hak Guna Usaha (HGU) diatur dalam bagian IV. UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Ketentua lebih lanjut diatur dalam peraturan
pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usah, Hak bangunan dan Hak Pakai
atas tanah. PP No. 40 Tahun 1996 ini menetapkan bahwa yang bisa mendapatkan Hak Guna
Usaha adalah warga Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
yang berkedudukan di Indonesia. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha
adalah tanah negara. Jika tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu adalah
tanah negara merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha dapat dilakukan
setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan. Hak
Guna Usaha diberikan dengan surat keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat
yang ditunjuk. Pemberian Hak Guna Usahawajib di daftar dalam buku tanah pada kantor
pertanahan. Sebagai tanda bukti penerimaan Hak Guna Usaha, pihak penerima akan
diberikan sertifikat hak atas tanah. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertahanan Negara No. 3 Tahun 1999, wewenang pemberian HGU berada pada
instansi yang berbeda, tergantung luasan HGU terkait. BPN Pusat untuk luas tanah benih
dari 200 Ha dan Kantor Wilayah BPN untuk luas sampai dengan 200 Ha.18
18
Forest People Programme, Perkumpulan Sawit Watch dan Transformasi Untuk Keadilan Indonesia, Konflik
atau persetujuan? Sektor Kelapa Sawit di Persimpangan Jalan (Edisi Pertama: 2013). Hal 37.
Referensi
James Nickel with assistence Thomas Pogge, M.B.E. Smith and Leif Wenar, December 13,
2013, Stanford
Encyclopedis of Philosophy, Human Right, Retrieve August 14, 2014.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia, diakses pada 15 September 2016.
The United Nations, Office of the High Commissioner of Human Rights, What are human
rights? Retrieved August 14, 2014.
http://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://referensi.elsam.or.id/wpcontent/uploads/2015/01/Perkembangan-Pemikiran-HAM.pdf&hl=en_US, diakses pada 14
September 2016.
Tandan Sawit Edisi 1/03/2016, Menyibak Fakta Dibalik Perkebunan Kelapa Sawit (Sawit
Watch: Bogor, 2016). Hal 4-5.
Tandan Sawit (Edisi I/SW2013) Mengungkap Tabir di Balik Perkebunan Kelapa Sawit (Bogor:
Sawit Watch, 2013), hal 20.
Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia Dalam Isu Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Global: Edisi Kedua, (PASPI: Bogor, 2016). Hal 64.
http://nasional.kompas.com/read/2010/03/09/03492985/sawit.rawan.pelanggaran.ham#page1,
diakses pada 14 September 2016.
Buku Saku, Kuasa Taipan: Kelapa Sawit di Indonesia (Jakarta: Transformasi untuk Keadilan
Indonesia), hlm. 25-26.
Mongabay 2008, Naro 2011, Tiominar 2011, Guttal 2006.
Instrumen Hak Asasi Manusia dan Konsep Tanggung Jawab Negara, lihat di
referensi.elsam.or.id.
Diakses pada 14 September 2016.
Sarat
Pesanan
Swasta,
UU
Perkebunan
Digugat
ke
MK,
http://m.cnnindonesia.com/nasional/20151027205735-12-87776/sarat-pesanan-swasta-uuperkebunan-digugat-ke-mk/, diakses pada 15 September 2016.
Forest People Programme & Perkumpulan Sawit Watch, Ekspansi Kelapa Sawit di Asia
Tenggara: Kecenderungan dan Implikasi bagi Masyarakat Lokal dan Masyarakat Adat. Hal 1718.
Colchester et al 2007b.
Oberndorf, 2006.
Forest People Programme, Perkumpulan Sawit Watch dan Transformasi Untuk Keadilan
Indonesia, Konflik atau persetujuan? Sektor Kelapa Sawit di Persimpangan Jalan (Edisi
Pertama: 2013). Hal 37.
Chirzin & Habib2008 “Reformasi Hak Atas Pembangunan di Tahun 2008: catatan dari diskusi
dengan Prof. Dr. Eyup Ganic, mantan presiden Bosnia Herzegovina,” Available at
http://habibch.wordpress.com/2008/02/17/reformasi-hak-atas-pembangunan-di-tahun-2008/.