Pergeseran Pembagian Waris Adat Dalam Suku Batak Angkola (Studi Di Kecamatan Padangbolak Kabupaten Padanglawas Utara)

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia memiliki keragaman suku dan budaya. Letak geografis
Indonesia yang berbentuk kepulauan menyebabkan perbedaan kebudayaan yang
mempengaruhi pola hidup dan tingkah laku masyarakat

pada suku-suku yang

terdapat di Indonesia.
Masing masing suku

memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu

dengan yang lainnya tidak sama, ketidak-samaan itu dapat dikatakan bahwa adat itu
merupakan unsur terpenting yang memberikan identitas kepada suku yang
bersangkutan.
Tingkatan peradaban, maupun cara penghidupan yang modern, ternyata tidak

mampu menghilangkan adat-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, paling-paling
yang terlihat dalam proses kemajuan zaman itu adalah, bahwa adat tersebut
menyesuaikan diri dengan keadaan zaman, sehingga adat itu menjadi kekal dan
segar.1
Salah satu sifat dari hukum adat termasuk hukum waris adat adalah bersifat
dinamis, artinya dapat berubah dari waktu kewaktu mengikuti perkembangan

1

Wignjodipoere, Soerojo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat Cetakan Ke 12 , (Jakarta ,
Haji Masagung, 1994), hal 13

1

Universitas Sumatera Utara

2

masyarakat, dan dapat pula berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang
lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing. 2

Di Indonesia hukum waris adat bersifat pluralistik menurut suku bangsa atau
kelompok etnik yang ada.Pada dasarnya hal itu disebabkan oleh sistem garis
keturunan yang berbeda-beda, dasar dari sistem suku-suku bangsa atau kelompokkelompok etnik.3Dasar hukum berlakunya hukum adat telah dimotori UUD 1945
pasal 18 B ayat (2) yang yang menyatakan “Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara
kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Hukum adat waris menunjukkan corak-corak yang khas dari aliran pikiran
tradisional Indonesia. Hukum adat waris bersendi atas prinsip yang timbul dari aliranaliran pikiran komunal serta konkrit bangsa Indonesia.4
Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda
hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang
terlihat dan ada yang tidak terlihat, ada yang cepat dan ada yang lambat, dan
perubahan-perubahan itu ada yang menyangkut hal yang fundamental dalam
kehidupan masyarakat, hal ini disebabkan manusia tidak hanya merupakan kumpulan
sejarah manusia melainkan tersusun dalam berbagai kelompok dan pelembagaan,
2
Masour, Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial , Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
1996, hal 8
3
Soekanto, Soerjono, Kedudukan Janda Menurut Hukum Waris Adat, Ghalia, Jakarta, 1966.

hal.7
4
Wignjodipoero, Soerojo, Op,cit, hal 163

Universitas Sumatera Utara

3

sehingga kepentingan masyarakat menjadi tidak sama dan jika ada kepentingan yang
sama maka mendorong timbulnya pengelompokan diantara mereka, maka
dibentuklah peraturan hukum untuk mengatur kepentingan manusia.5
Tiap peraturan hukum adat timbul, berkembang dan selanjutnya lenyap
dengan lahirnya peraturan baru, sedang peraturan baru itu berkembang juga, akan
tetapi kemudian akan lenyap dengan perubahan perasaan keadilan yang hidup dalam
hati nurani rakyat yang menimbulkan perobahan peraturan.6
Mereka memiliki hukum adat mereka sendiri yang mengatur tentang hak dan
kewajiban pada barang-barang material dan immaterial. Mereka juga memiliki
lembaga sosial, kepemimpinan adat, dan peradilan adat yang diakui oleh kelompok.
Masyarakat adat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan yang sama
dalam kelompok, tinggal di satu tempat karena genealogi dan


faktor hukum

teritorial. Dalam hubungan geonologis, pada umumnya terdapat susunan keluarga
menurut keturunan pihak bapak (vaderrechtelijk), dan susunan keluarga menurut
pihak bapak-ibu (ouderrechtelijk, parenteel). Dalam susunan keluarga menurut
keturunan pihak bapak terdapat kesatuan kesatuan sosial (sociale eenheden),
kelompok-kelompok kekeluargaan, turunan dari satu nenek moyang laki-laki
(stamvader) yang disebut clan atau bagian clan. Yang penting dalam susunan
menurut keturunan pihak bapak ialah turunan sepanjang garis laki-laki dari satu
nenek moyang laki-laki.
5

Manan, Abdul, Aspek-aspek Pengubah Hukum (Jakarta, Kencana Pranada Medan Group,
2005), hal 71.
6
Wignjodipoero, Soerojo, Op.Cit, hal. 21

Universitas Sumatera Utara


4

Susunan keluarga pihak bapak ibu terdapat kompleks-kompleks famili dari
bapak dan ibu. Sebagai Adat kebiasaan bukan keharusan terdapat perkawinan dalam
suku (endogami) supaya perhubungan antara kompleks-kompleks famili dalam buku
suku dipelihara.
Perubahan-perubahan yang dialami manusia mengakibatkan berbagai sendi
kehidupan mengalami pergeseran baik dari segi kebiasaan, hukum dan lain
sebagainya, hal ini merupakan proses alam karena manusia merupakan makhluk
sosial yang dalam kehidupannya tentu banyak kepentingan

untuk kelangsungan

kehidupannya.
Peradaban manusia sejak dahulu kala di dalam kitab-kitab sejarah sudah
menjelaskan bagaimana cara untuk mempertahankan kelangsungan keturunannya
dengan mempersiapkan lahan pertanian atau harta benda yang bisa diwariskan bagi
keturunan anak cucunya kelak agar bisa menikmati kehidupan yang lebih baik.
Pembagiannya lebih menurut kepada ketua suku, kepala keluarga atau keputusan
bersama diantara keluarga atau suku tersebut. Kebiasaan ini lambat laun menjadi

ajaran-ajaran adat pada suku-suku tertentu. Dari segi pembagiannya, cara pembagian
adat lebih dititik beratkan kepada norma-norma adat atau kebiasaan leluhur yang
kesemuanya merujuk kepada hak otoritas kepala suku apakah itu laki-laki ataupun
perempuan, klan matriarki atau patriarki.7

7

Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif
Paramadina, 2001) Cetakan II hal. 128

Al-Qur’an, (Jakarta :

Universitas Sumatera Utara

5

Dalam masyarakat patriarki, silsilah keturunan ditentukan melalui jalur ayah
dan peran lebih besar diberikan kepada laki-laki, baik dalam urusan rumah tangga
maupun dalam urusan masyarakat luas. Sebaliknya perempuan mendapatkan peran
yang tidak menonjol di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat ini, jenis kelamin

laki-laki memperoleh keuntungan secara budaya, sedangkan perempuan mengalami
beberapa pembatasan dan tekanan.
Pola pergeseran hukum adat, proses kebangkitan ini seiring dengan tumbuh
dan berkembangnya kesadaran hukum masyarakat. Jika pada suatu masyarakat
semakin tumbuh kesadaran terhadap hak–hak individual seseorang, daya berlakunya
hukum adatpun cenderung semakin menipis. Sebaliknya, jika kesadaran hukum
masyarakat mengarah pada nilai - nilai yang berkaitan dengan budaya dan
keyakinan, hal tersebut cenderung dapat menimbulkan kontinuitas daya berlakunya
hukum adat.
Dalam masyarakat terutama masyarakat pedesaan sistem keturunan dan
kekerabatan adat masih tetap dipertahankan dengan kuat. Hazairin mengatakan
bahwa hukum waris adat mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat
yang tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya patrilineal,
matrilineal, parental atau bilateral.8
Keberadaan hukum adat pada masa mendatang akan lebih diarahkan pada
perspektif kesatuan dan persatuan, tidak bertentangan dengan norma dasar dan tidak
memiliki dampak pertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Peranan
8

Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada


Universitas Sumatera Utara

6

hukum adat dalam sistem hukum nasional yang akan datang masih penting. Hukum
adat yang bersumber kepada kebudayaan tradisional serta kesadaran hukum rakyat
ternyata merupakan unsur yang essensiil dalam pembangunan hukum nasional.9
Dalam perjalannya hukum adat telah mengalami reduksi yang cukup
signifikan, keberadaan hukum adat pada masa mendatang tetap akan berlaku
sepanjang masyarakat masih memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
patokan dalam bertingkah laku. Gugurnya nilai-nilai dan norma-norma tersebut akan
membawa implikasi pada kematian hukum adat.
Bersamaan dengan itu, ciri hukum adat yang telah melekat akhirnya juga akan
menghilang disebabkan karena ada bidang-bidang hukum adat yang telah diatur oleh
peraturan perundang-undangan. Ini berarti ketentuan hukum adat yang bersangkutan
kehilangan cirinya, yaitu sebagai hukum yang tidak tertulis. Dengan demikian,
keberadaan hukum adat terbatas pada asas-asasnya saja.
Saat ini memang masih diupayakan sebuah bentuk sistem hukum nasional
yang mungkin menyebabkan terjadinya kekosongan hukum dalam bidang-bidang

tertentu sehingga membawa implikasi pada hukum adat yang berfungsi sebagai
pelengkap atau faktor tambahan yang mengisi kekosongan hukum.
Menyangkut soal masa depan hukum adat, memandang hukum sebagai gejala
normatif dan gejala sosiologi. Usaha pengembangan falsafah hukum nasional di
Indonesia bertumpu pada konsep dasar yang salah satunya adalah hukum yang
bersifat normatif sosiologis yang melihat hukum tidak hanya sebagai kompleks
9

Wignjodipoero, Soerojo, Op.Cit, hal. 66

Universitas Sumatera Utara

7

kaidah dan asas yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat, tetapi juga
meliputi lembaga-lembaga dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan
berlakunya hukum itu.
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat istiadat, manusia di
dunia ini terdiri atas berbagai bangsa dan tiap tiap bangsa itu mempunyai jiwa bangsa
sendiri yang disebut dengan “volksgeist”, jiwa bangsa ini berbeda satu dengan yang

lain menurut tempat dan waktu, jiwa bangsa itu tidak statis dan selalu berubah-ubah
menurut keadaan masyarakat pada zaman ke zaman, setiap masyarakat mempunyai
volksgeist sendiri atau adat istiadat sendiri yang berbeda dengan bangsa lain.10
Di Indonesia, hukum waris adat sangat dipengaruhi oleh prinsip garis
keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan, yang mungkin
merupakan prinsip patrineal murni, patrineal beralih alih (altenerend) matrineal
ataupun bilateral (walaupun sukar ditegaskan di mana berlakunya di Indonesia), ada
pula prinsip unilateral berganda atau (dubbel-unilateral). Prinsip-prinsip garis
keturunan terutama berpengaruh terhadap penetapan ahli waris maupun bagian harta
peninggalan yang diwariskan (baik yang materiel maupun immateriel).
Hukum adat waris mengenal adanya tiga sistem kewarisan, yaitu:
a. Sistem kewarisan individual yang merupakan sistem kewarisan dimana para
ali waris mewarisi secara perorangan, (Batak, Jawa, Sulawesi, dan lain lain).
Cirinya harta peningggalan dapat dibagi-bagikan diantara para ahli waris
dalam masyarakat bilateral di jawa.
10

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Rieneka Cipta, 1991), hal. 108-109

Universitas Sumatera Utara


8

b. Sistem kewarisan kolektif, dimana para ahli waris secara kolektif (bersamasama) mewarisi harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya
kepada masing-masing ahli waris, cirinya harta peninggalan itu diwarisi oleh
sekumpulan ahli waris yang bersama-sama merupakan semacam badan hukum
dimana harta tersebut, yang disebut harta pusaka, tidak boleh dibagi-bagikan
pemiliknya diantara para ahli waris dimaksud dan hanya boleh dibagi-bagikan
pemakaiannya saja kepada mereka itu (hanya mempunyai hak pakai saja),
seperti dalam masyarakat matrilineal di Minangkabau.
c. Sistem kewarisan mayorat:
1.

Mayorat laki-laki, yaitu apabila anak laki-laki tertua pada saat pewaris
meninggal atau anak laki-laki sulung (atau keturunan laki-laki)
merupakan ahli waris tunggal, seperti di Lampung.

2.

Mayorat perempuan, yaitu apabila anak perempuan tertua pada saat
pewaris meninggal, adalah ahli waris tunggal, misalnya, pada masyarakat
di Tanah Semendo.11

Suku batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Nama ini
merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa
yang bermukim dan berasal dari pantai barat dan pantai timur di Provinsi Sumatera
Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: batak toba, batak
simalungun, batak karo, batak pakpak, batak Angkola dan batak mandailing.

11

Soekanto, Soerjono, Op.Cit, hal. 259-260

Universitas Sumatera Utara

9

Hukum waris adat batak Angkola menganut sistem kekerabatan patrilinial,
yakni menurut garis keturunan ayah. Garis keturunan laki-laki diteruskan oleh anak
laki-laki dan menjadi punah kalau tidak ada laki-laki yang dilahirkannya. Dalam
pewarisan adat batak Angkola ini garis keturunan ditarik dari pihak bapak, sehingga
anak perempuan tidak ditempatkan sebagai ahli waris. Dalam sistem kekerabatan
Patrilineal kelompok laki-laki yang menjadi tulang punggung masyarakat batak yang
terdiri dari turunan-turunan, marga,dan kelompok-kelompok suku, semuanya saling
dihubungkan menurut garis laki-laki.12
Dampak dari hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara laki-laki dan
perempuan ini menyebabkan laki-laki yang mempunyai hak waris dan perempuan
tidak mempunyai hak semacam itu. Akan tetapi hal ini dirasakan sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan yang ada sekarang.
Suku Batak Angkola adalah salah satu suku dari sekian banyak rumpun batak
yang telah lama hidup dalam suatu komunitas di kabupaten Padanglawas Utara.
Orang Angkola merupakan suatu kelompok masyarakat dari etnis Batak, yang
menurut cerita menduduki wilayah Angkola sejak berabad-abad yang lalu.13Nama
Angkola diyakini berasal dari nama sebuah sungai yakni “batang angkola” yang
berada di daerah Angkola, bahwa sungai ini diberi nama oleh Raja Rajendra Kola

12

Vergouwen J.C, masyarakat dan hukum adat batak toba, (Yogyakarta:LkiS
Yogyakarta,2004),hal.1
13
Harris St, http://planet batak .blogspot.co.id/2013/08/suku-batak-angkola.html?m=1 di
akses pada tanggal 20 oktober 2016, pukul 01.33 WIB

Universitas Sumatera Utara

10

(Chola) I, penguasa kerajaan Chola (1014-1044 M) yang berasal dari India Selatan
yang memasuki daerah Angkola melalui daerah Padang Lawas.14
Kabupaten Padang Lawas Utara merupakan Kabupaten pemekaran baru dari
Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2007. Dasar hukum pendirian Kabupaten
Padang Lawas Utara adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2007 dan disyahkan pada tanggal 10 Agustus 2007 tentang pembentukan Kabupaten
Padang Lawas Utara dan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2007 dan disyahkan pada tanggal 10 Agustus 2007 tentang pembentukan Kabupaten
Padang Lawas Utara. Saat ini adalah pemerintahan pertama oleh bupati Bachrum
Harahap.15
Kabupaten Padanglawas utara ibukotanya Gunung Tua yang batas
wilayahnya:
-

Sebelah utara: berbatasan denagan Kecamatan NA IX-X, Kecamatan
Bilah hulu, Kecamatan Sungai Kanan, Kecamatan Kota Pinang
Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

-

Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Huristak, Kecamatan Barumun
Tengah, Kecamatan Sosopan Kabupaten Padanglawas.

-

Barat:

berbatasan dengan Kecamatan Batang Angkola, Kecamatan

Padangsidimpuan

14
15

Timur,

Kecamatan

Sipirok,

Kecamatan

Arse,

ibid
http://www.padanglawasutarakab.go.id/ diakses pada tanggal 08 november 2016, pukul

00:37 WIB

Universitas Sumatera Utara

11

Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Aek Bilah Kabupaten
Tapanuli Selatan.
-

Timur: berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Rokan
Hulu Propinsi Riau.

Luas wilayah 3.918,05 km2, jumlah penduduk 263.062 jiwa, Kecamatan: 9,
kelurahan: 1, desa:386.16
Sumber hukum adat masyarakat batak angkola di Kabupaten Padanglawas
utara pada abad 11 masehi dalam pembagian waris masih bersumber hukum waris
agama Hindu, hal ini dapat dilihat dengan adanya peninggalan sejarah berupa candi
Bahal yang terletak di kecamatan Portibi Kabupaten Padanglawas Utara, candi Bahal
tersebut merupakan peninggalan sejarah masuknya agama Hindu ke wilayah
Kabupaten Padanglawas Utara. Candi Bahal, aset budaya milik Sumatera Utara.
Candi Bahal terletak di Kabupaten Padang Lawas Utara. Didirikan oleh Raja
Rajendra Cola yang menjadi Raja Tamil Hindu Siwa, di India Selatan yang
diperkirakan sudah berusia ribuan tahun.
Kerajaan Portibi merupakan kerajaan yang sangat unik. Keunikan pertama
dari segi namanya yaitu Portibi, Portibi dalam bahasa Batak artinya dunia atau bumi.
Jadi dapat diartikan kerajaan portibi merupakan kerajaan dunia. Keunikan kedua,
portibi merupakan pelafalan batak atas kata Pertiwi atau di India dikenal dengan
nama Pritvi. Nama Pritvi ini sekarang dipakai menjadi nama sebuah rudal India.
Diduga, intrusi orang-orang Hindu secara organisasi kemiliteran terjadi hanya di
16

ibid

Universitas Sumatera Utara

12

daerah ini di tanah Batak. Kedatangan orang Hindu tersebut diduga berdasarkan
kepentingan ekonomi dalam perebutan sumber emas yang menjadi komoditas
berharga saat itu. Sebab Kerajaan Portibi sangat dikenal sebagai tanah emas karena di
wilayah ini sangat mudah didapati emas dengan hanya menyiramkan air ke tanahnya.
Bahkan tanah batak juga sangat dikenal sebagai tanah yang paling disukai ‘Tuhan’
karena hanya disinilah tumbuh sebuah pohon yang sangat disukainya yakni
kemenyan yang bermutu tinggi.17
Kebudayaan Islam masuk pada tahun 1821 masehi ke wilayah

Kabupaten

Padanglawas Utara mendapat serbuan dari pasukan Padri dari minangkabau yang
menyebarkan agama Islam dibawah pimpinan Tuanku Lelo. Sebagian besar orang
Angkola yang takluk dari pasukan Padri memeluk Islam, sedangkan yang menghindar
masuk kepedalaman hutan dan tetap mempertahankan agama adat mereka. 18Sejak
penyebaran agama Islam di wilayah Kabupaten Padanglawas Utara sistem pembagian
waris berubah dari sistem kewarisan mayorat dimana harta peninggalan secara
keseluruhan atau sebagian besar akan diwarisi seorang ahli waris, menjadi sistem
kewarisan individual dimana setiap ahli waris berkesempatan menerima waris.
Terlihat adanya pergeseran dalam hal pewarisan pada masyarakat Angkola di
Kecamatan Padangbolak, Propinsi Sumatera Utara yang berada di Kecamatan
Padangbolak, seiring dengan perkembangan zaman tersebut sangat menarik untuk

17

http://sopopanisioan.blogspot.co.id/2012/06/wisata-di-kabupaten-padang-lawas-utara.html
diakses pada tanggal 07 november 2016 pukul 23:51 WIB
18
Wendyhutahean,http://Batak-people.blogspot.co.id/2013//01/lagu-batakangkola.htmldiakses pada tanggal 08 november 2016 pukul 00:17 WIB

Universitas Sumatera Utara

13

diteliti yaitu sejauh manakah pergeseran prinsip-prinsip pewarisan yang hidup pada
pada masyarakat Angkola di Kecamatan Padangbolak dengan segala faktor yang
mempengaruhinya.
Dari latar belakang tersebut diatas maka judul penelitian tesis tentang
“Pergeseran Pembagian Waris Adat dalam suku batak Angkola (studi di Kecamatan
Padangbolak, Kabupaten Padanglawas Utara), menarik untuk diangkat menjadi
penelitian tesis ini.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan
diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengapa terjadi pergeseran hukum Waris Adat Angkola di Kecamatan
Padangbolak, Kabupaten Padanglawas Utara?
2. Bagaimanakah Peranan Lembaga Adat dalam menyikapi pergeseran hukum
Waris Adat Angkola di Kecamatan Padangbolak?.
3. Bagaimanakah pelaksanaan pembagian waris saat ini pada masyarakat
Angkola di Kecamatan Padangbolak?.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab, yang mempengaruhi terjadinya
pergeseran hukum Waris Adat Angkola di Kecamatan Padangbolak.

Universitas Sumatera Utara

14

2. Untuk mengetahui peranan lembaga adat dalam menyikapi pergeseran hukum
Waris Adat Angkola di Kecamatan Padangbolak.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan pembagian waris saat ini pada masyarakat
Angkola di kecamatan Padangbolak.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu:
1.

Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan
berbagai konsep keilmuan bagi para akademisi maupun masyarakat umum dan
dapat memberi manfaat guna menambah khasanah Ilmu Hukum Waris Adat.

2.

Manfaat Praktis
Hasil penelitian dalam tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak
yaitu penduduk khususnya

di Kecamatan Padangbolak, sehingga dapat

memahami dan mengetahui telah adanya pergeseran hukum Waris Adat Angkola
di Kecamatan Padangbolak.
E. Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas
Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
diketahui bahwa penelitian tentang “Pergeseran Pembagian Waris Adat dalam suku
batak Angkola (studi di Kecamatan Padangbolak, Kabupaten Padanglawas Utara)”,
belum pernah dilakukan. Namun penelitian tentang perkembangan hukum waris adat

Universitas Sumatera Utara

15

juga pernah dilakukan oleh peneliti lain walaupun lokasi, obyek dan cakupan
penelitiannya berbeda, yaitu oleh Frans Cory Melando Ginting dengan judul
penelitian ”Perkembangan Hukum Waris Adat pada Masyarakat Adat Batak Karo
(Studi Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo)“. Dengan mengangkat permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan unsur-unsur ahli waris pada masyarakat batak karo
di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda), kecamatan
Merdeka kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara?
2. Bagaimana pembagian harta warisan yang dilakukan oleh masyarakat batak
Karo di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda), kecamatan
Merdeka kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya pergeseran hukum waris
adat batak Karo pada masyarakat batak Karo di tiga desa (desa Merdeka, desa
Gongsol, desa Jaranguda), kecamatan Merdeka kabupaten Karo, propinsi
Sumatera Utara?
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara

rasional digabungkan dalam pengalaman empiris, sehingga teori tentang ilmu
merupakan penjelasan rasional yang sesuai dengan objek penelitian dijelaskannya dan
untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh data empiris yang

Universitas Sumatera Utara

16

membantudalam mengungkapkan kebenaran.19Teori berfungsi untuk menjelaskan
atau menerangkan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. 20
Penelitian ini adalah penelitian yang menyangkut masalah sosial dalam
penerapannya dapat menjadi suatu penelitian hukum, sebab penelitian ini berdasarkan
penelitian lapangan yang dilihat secara empiris dalam kerangka acuan hukum yaitu
Hukum Waris Adat yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat itu
sendiri.21
Bagi suatu penelitian, kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan.
Menurut Soerjono Soekanto, kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal
sebagai berikut.22
1. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta
yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;
2. Teori sangat berguna di dalam sistem klasifikasi fakta, membina struktur
konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi;
3. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang telah diketahui serta di uji
kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti, teori memberikan
kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui

19

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994),

20

Ibid, hal. 27
Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta : RajaGrafindo Persada,

hal. 27
21

1988), hal. 16
22

Pieter, Mahmud, Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Kencana Prenada Media
Group, 2009), hal.

Universitas Sumatera Utara

17

sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan
timbul lagi pada masa-masa akan datang
4. Teori

memberikan

petunjuk

terhadap

kekurangan-kekurangan

pada

pengetahuan peneliti;
Sejalan dengan kegunaan teori yang disebut diatas, teori yang digunakan
sebagai pisau analitis dalam penelitian ini adalah teori Sociological Jurisprudence
dan law as a tool of sosial engineering. Teori Sociological Jurisprudence adalah teori
yang mempelajari pengaruh hukum terhadap masyarakat dan sebagainya dengan
pendekatan dari hukum ke masyarakat, hukum yang dipergunakan sebagai sarana
pembaharuan dapat berupa undang-undang dan yurisprudensi atau kombinasi
keduanya dan yang menjadi inti pemikiran dalam sociological jurisprudence adalah
hukum yang baik adalah hukum yang hidup di dalam masyarakat sebab jika ternyata
tidak maka akibatnya secara efektif akan mendapat tantangan.23
Teori ini dikemukan oleh Roscoe Pound yang menyatakan bahwa “terdapat
perbedaan antara hukum positif disatu pihak dengan hukum yang hidup didalam
masyarakat dipihak lain yang mana perkembangan hukum itu tidak hanya terletak
pada undang-undang, ilmu hukum ataupun putusan hakim tetapi pada masyarakat itu
sendiri.”24
Law as a tool of social engineering merupakan teori yang dikemukakan oleh
Roscoe Pound, yang berarti hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat,
23

Sahman. R. Otje, Ikhtisar Filsafat Hukum, (Bandung : Armiko, Cetakan 3. 1999), hal. 52
W. Friedmann, Legal Theory, Terjemahan Muhammad Arifin : Teori dan Filsafat Hukum,
(Jakarta : RajaGrafindo Persada Cetakan 2, 1994), hal. 191
24

Universitas Sumatera Utara

18

dalam istilah ini hukum diharapkan dapat berperan merubah nilai-nilai sosial dalam
masyarakat.
Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana yang
ditujukan untuk mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya.25Salah satu masalah yang dihadapi di dalam
bidang ini adalah apabila terjadi apa yang dinamakan oleh Gunnar Myrdal sebagai
softdevelopment yaitu dimana hukum-hukum tertentu yang dibentuk dan diterapkan
ternyata tidak efektif.26
Gejala-gejala itu timbul, apabila ada faktor-faktor tertentu yang menjadi
halangan. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum, penegak
hukum, para pencari keadilan, maupun golongan-golongan lain dalam masyarakat.
Faktor-faktor itulah yang harus diidentifikasikan, karena suatu kelemahan yang
terjadi karena hanya tujuan-tujuan yang dirumuskan tanpa mempertimbangkan
sarana-sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Jika hukum merupakan sarana
yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan, maka prosesnya tidak hanya berhenti pada
pemilihan hukum sebagai sarana saja tetapi pengetahuan tentang sifat-sifat hukum
juga perlu untuk mengetahui batas-batas dalam penggunaan hukum sebagai sarana
untuk mengubah atau mengatur perilaku warga masyarakat. Karena sarana yang ada,
membatasi pencapaian tujuan, sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana mana
yang tepat untuk dipergunakan.

25
26

Soekanto, soerjono, op.cit,hal.135
Ibid,hal.135

Universitas Sumatera Utara

19

Hukum di dalam masyarakat saat ini mempunyai ciri yaitu penggunaanya
telah dilakukan secara sadar oleh masyarakatnya. Hukum tidak hanya dipakai untuk
mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat,
melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki,
menghapus kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola
kelakuan baru dan sebagainya. Inilah yang disebut sebagai pandangan modern
tentang hukum itu yang menjurus kepada penggunaan hukum sebagai instrument
yaitu law as a tool of sosial engineering.27
Penggunaan hukum sabagai sarana mengubah masyarakat itu dapat pula
disebut sebagai sosial engineering by the law. Langkah yang diambil dalam law as a
tool of sosial engineering bersifat sistematis, dimulai dari identifikasi masalah sampai
kepada pemecahannya, yaitu:
1. Mengenal masalah yang dihadapi. Termasuk didalamnya mengenali dengan
seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapannya
tersebut.
2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, ini penting dalam hal law
as a tool of sosial engineering itu hendak diterapkan pada masyarakat dengan
sektor-sektor

kehidupan

majemuk,

seperti

tradisional,

modern

dan

perencanaan.
3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk
dilaksanakan.
27

Rahardjo, satjipto, ilmu hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 135

Universitas Sumatera Utara

20

4. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengatur efek-efeknya.28
2.

Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori observasi, antara abstrak dengan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.29
Terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu
pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka),
yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi
belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisidefenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.30
Menghindari

kesimpangsiuran

dalam

menafsirkan

istilah-istilah

yang

digunakan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa defenisi operasional sebagai
berikut:
a. Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber dari
perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturanperaturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa di taati dan dihormati
oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).31

28

Ibid, hal. 208
Suryabrata, Samadi, Metedologi Penelitian, (Jakarta, Rajagrafindo Persada, 1998) hal. 31
30
Raharjo. Satjipto, Op.Cit, hal. 298
31
Wignjodipoero, Soerojo, Op.Cit, hal. 16

29

Universitas Sumatera Utara

21

b. Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai penyelenggaraan
pemindahan tangan dan peralihan kekayaan kepada turunan berikutnya.32
c. Hukum waris adat adalah memuat peraturan yang mengatur proses
meneruskan serta mengalihkan barang-barang harta benda dan barang-barang
yang tidak terwujud benda (immateriele goederen) dari suatu generasi
(generatie) manusia kepada turunannya.33
d. Harta Warisan adalah harta kekayaan yang akan diteruskan pewaris ketika
masih hidup atau setelah ia meninggal dunia untuk dikuasai atau dimiliki oleh
para ahli waris. Harta warisan itu terdiri atas:
1.

Harta bawaan atau harta asal.

2.

Harta perkawinan

3.

Harta Pusaka Biasa

4.

Harta yang menunggu.34

e. Masyarakat Kabupaten Padanglawas Utara adalah suatu kelompok masyarakat
yang bermukim di wilayah Provinsi Sumatera Utara, wilayah Kabupaten
Padanglawas Utara diakui meliputi daerah sekitar Kecamatan Padang Bolak.
f. Pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu
yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup atau ahli waris yang
berhak. Dan syaratnya dari pewaris ini adalah dia telah meninggal dunia
32

K.Ng. Poesponoto. Soebakti, Asas-asas dan susunan hukum adat,(jakarta, Pradnya
Paramita,cet ke-8), hal.231
33
Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita) Cetakan 17,
hal. 84
34
Djamanat Samosir, Hukum Adat Indonesia Eksistensi dalam Dinamika perkembangan
Hukum Indonesia,2013.(Bandung:CV.Nuansa Aulia),hal.306

Universitas Sumatera Utara

22

g. Ahli Waris adalah orang yang berhak mewarisi harta peninggalan pewaris,
yakni anak kandung, orang tua, saudara, ahli waris pengganti, dan orang yang
mempunyai hubungan perkawinan dengan pewaris (janda atau duda).35
h. Adat adalah merupakan pencerminan daripada kepribadian suatu bangsa,
merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan
dari abad ke abad.36
i. Batak Angkola adalah suatu kelompok masyarakat dari etnis batak, nama
Angkola diyakini berasal dari nama sebuah sungai yakni “ Batang Angkola”
yang berada di wilayah Angkola.37
j. Pergeseran adalah peralihan, perpindahan, pergantian kebiasan yang lama
kearah yang lebih baik.

G. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga
diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul didalam gejala yang bersangkutan.38
1.

Sifat Penelitian Dan Metode Pendekatan
35

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, 2009, (Jakarta: Sinar Grafika), hal.6
Wignjodipoero, Soerojo, Op.Cit, hal. 13
37
Harist St, http://planetbatak.blogspot.co.id/2013/08/suku-batak-angkola,html?m=I
38
Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2007), hal. 43
36

Universitas Sumatera Utara

23

Adapun tesis ini bersifat deskriptif, penelitian yang bersifat deskriptif yaitu
pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu. Penelitian yang bersifat
deskriptif adalah suatu penelitian yang berusaha untuk memberikan gambaran suatu
kondisi, sifat, karakteristik, dari suatu fenomena atau obyek penelitian, atau hanya
menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau suatu keadaan.
Penggunaan tipe ini dilakukan dengan alasan karena

berusaha menggambarkan,

menuturkan, dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami,
suatu hubungan, kegiatan, pandangan, sikap yang menampak, atau suatu proses yang
berlangsung, pengaruh yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul,
kecenderungan yang menampak dan sebagainya.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang akan menggunakan
pendekatan yuridis empiris yaitu cara yang dipergunakan untuk memecahkan masalah
penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan
dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.39
2.

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Padanglawas Utara Kecamatan

Padangbolak. Pemilihan tersebut didasarkan atas pertimbangan cara hidup mereka
yang sangat kuat mempertahankan tradisi. Kabupaten Padanglawas Utara terdiri dari
9 (sembilan ) kecamatan, yakni:
1. Batang Onang,

39

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004), hal. 112

Universitas Sumatera Utara

24

2. Dolok,
3. Dolok Sigompulon,
4. Halongonan,
5. Hulu Sihapas,
6. Padang Bolak,
7. Padang Bolak Julu,
8. Portibi,
9. Simangambat.40
Dari 9 (sembilan) kecamatan yang ada di kabupaten Padanglawas Utara, maka
yang menjadi lokasi penelitian ini dipilih dan ditentukan secara purposive sampling.41
Kecamatan yang dipilih yakni Kecamatan Padangbolak, Kecamatan
Padangbolak terdiri dari 74 (tujuh puluh empat) desa, yakni:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Aek Bayur,
Aek Gambir,
Aek Jangkang,
Aek Suhat,
Aek Tolang,
Ambasang Natigor,
Bangun Purba,
Batang Baruhar Jae,
Batang Baruhar Julu,
Batang Pane I,
Batang Pane II,
Batang Pane III,
Batu Mamak,
40

://id.wikipedia.org/wiki/Padang_Bolak,_Padang_Lawas_Utara, di akses pada tanggal 30
november 2016, pukul 21.45 WIB
41
Tatang M Arimin. Menyusun Rencana Penelitian,2000(Jakarta:PT. Raja Grafindo),hal.147

Universitas Sumatera Utara

25

14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.

Batu Sundung,
Batu Tambun,
Botung,
Bukit Raya Serdang,
Dolok Sae,
Garoga,
Garonggang,
Gulangan,
Gunung Manaon II,
Gunung Tua Baru,
Gunung Tua Jae,
Gunung Tua Julu,
Gunung Tua Tonga,
Hajoran, Hambiri,
Huta Lombang,
Hutaimbaru II,
Liang Asona,
Losung Batu,
Lubuk Torop,
Mananti,
Mompang II,
Nabonggal,
Naga Saribu,
Napa Gadung Laut,
Padang Garugur,
Pagaran Singkam,
Pagaran Tonga,
Paran Padang,
Parlimbatan,
Purba Sinomba,
Purba Tua,
Rahuning Jae,
Rampa Jae,
Rampa Julu,
Saba Bangunan,
Saba Sutahul Tahul,
Sampuran, Sibagasi,

Universitas Sumatera Utara

26

51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.

Sibatang Kayu,
Sidingkat,
Sigama,
Sigama Ujung Gading,
Sigimbal,
Sihapas Hapas,
Sihoda Hoda,
Simandi Angin Dolok,
Simandi Angin Lombang,
Simaninggir,
Simanosor,
Simasi,
Simbolon,
Siombob,
Siunggam Jae,
Siunggam Julu,
Siunggam Tonga,
Sosopan,
Sunge Durian,
Sunge Orosan,
Sunge Tolang,
Tangga Hambeng.
Tanjung Marulak,
Tanjung Toram.42
Dengan sedemikian banyaknya desa yang berada diwilayah Kecamatan

Padangbolak, maka yang menjadi lokasi penelitian diambil 2 (dua) desa yakni:
1. Desa Sosopan dan
2. Desa Purba Sinomba,
Alasan

pemilihan lokasi penelitian didua desa sebagai sampel adalah

sebagian masyarakat didesa tersebut masih kental dengan adat dibandingkan dengan
desa-desa yang lain.
42

Badan Pusat Statistik Kabupaten Padanglawas Utara. Data olahan tahun 2015

Universitas Sumatera Utara

27

NO

Tabel 1
Jumlah penduduk
Nama Desa
Jumlah penduduk

1

Sosopan

711 jiwa

2

Purba sinomba

2041 jiwa

Sumber data: Badan pusat statistik kab.Padanglawas utara, data olahan tahun
2016
Dari tabel 1 dapat dilihat jumlah penduduk untuk dua desa secara umum.
Tabel 2
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di desa Sosopan
Kec.Padang bolak Kab. Padanglawas Utara
No
Jenis kelamin
Jumlah
1

Laki-laki

311

2

perempuan

400

Jumlah

711

Sumber data: Badan pusat statistik kab.Padanglawas utara, data olahan tahun
2016
Tabel 3
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di desa Purba sinomba
Kec.Padang bolak Kab. Padanglawas Utara
No
Jenis kelamin
Jumlah
1

Laki-laki

966

2

perempuan

1075

Jumlah

2041

Sumber data: Badan pusat statistik kab.Padanglawas utara, data olahan tahun
2016

Dari tabel 2 dan 3 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk perempuan lebih
banyak dari jumlah laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

28

No

Tabel 4
Klasifikasi penganut agama di desa Purba sinomba
Kec.Padang bolak Kab. Padanglawas Utara
Penganut Agama
Jumlah

1

Islam

2041

2

Kristen

0

3

Hindu

0

4

Budha

0
Jumlah

2041

Sumber data: Badan pusat statistik kab.Padanglawas utara, data olahan tahun
2016

No

Tabel 5
Klasifikasi penganut agama di desa Sosopan
Kec.Padang bolak Kab. Padanglawas Utara
Penganut Agama
Jumlah

1

Islam

711

2

Kristen

0

3

Hindu

0

4

Budha

0
Jumlah

711

Sumber data: Badan pusat statistik kab.Padanglawas utara, data olahan tahun
2016
Dari tabel 4 dan tabel 5 di dua desa yaitu desa Sosopan dan Purba sinomba
100% penduduknya beragama Islam.
Pemilihan lokasi ini dengan mempertimbangkan masyarakatnya masih kuat
dalam memegang tradisi hukum adat.
3.

Populasi dan sampel

Universitas Sumatera Utara

29

Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat suku batak Angkola yang
berdomisli di kecamatan Padangbolak. Penetapan sampel dilakukan melalui
penarikan sampel dengan tekhnik Purposive sampling yang artinya adalah
berdasarkan pertimbangan/penelitian subjektif, yakni menentukan sendiri responden
mana yang dianggap mampu mewakili populasi. Dalam melaksanakan penelitian ini
populasi adalah masyarakat batak Angkola yang beragama Islam yang berdomisili di
kecamatan Padang Bolak kabupaten Padanglawas Utara dan kemudian diambil
sampel masyarakat batak Angkola muslim yang pernah melakukan pembagian
warisan dan merupakan penduduk tetap.
4.

Responden dan Informan
a. Responden
Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat batak Angkola muslim
yang pernah melaksanakan pembagian warisan yang menjadi penduduk tetap di
kecamatan Padangbolak kabupaten Padanglawas Utara.
Adapun Jumlah responden penelitian ini sebanyak 10 (sepuluh) kepala
keluarga, yaitu desa Sosopan sebanyak 5 (lima) kepala keluarga dan desa
Purbasinomba sebanyak 5 (lima) kepala keluarga yang diperkirakan dapat
mewakili masyarakat batak Angkola di kecamatan Padangbolak Kabupaten
Padanglawas Utara.
b. Informan

Universitas Sumatera Utara

30

Untuk melengkapi data penelitian, diperlukan tambahan informasi dari
narasumber yaitu orang yang dianggap mengetahui dengan objek penelitian
yaitu:
a) Badan Pusat Statistik Kabupaten Padanglawas Utara
b) Pengetua Adat Kabupaten Padanglawas Utara
c) Kepala Desa, Desa Sosopan kecamatan Padangbolak
d) Kepala Desa, Desa Purba Sinomba Kecamatan Padangbolak
e) Masyarakat desa Sosopan dan Purba Sinomba yang pernah melakukan
Pembagian Waris sebanyak 10 (sepuluh) kepala keluarga.
5.

Sumber Data
Sumber data dalam Penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu:
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik melalui
wawancara , maupun kuisioner.
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, bukubuku yang berhubungan dengan objek penelitian dalam bentuk laporan,
skripsi, tesis, desertasi, dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder
tersebut dapat dibagi menjadi:
1. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat43 yang diperoleh
melalui study kepustakaan ( library research ). Bahan hukum primer

43

Bambang Sunggono, Metedologi Penelitian Hukum. 2007, (Jakarta:PT.RajaGrafindo
Persada), Hal.185.

Universitas Sumatera Utara

31

yang difokuskan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan hukum
dibidang keperdataan khususnya hukum keluarga dan hukum waris adat.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan
penjelasan dan memperkuat bahan hukum primer, seperti hasil-hasil
penelitian, hasil karya pakar hukum, buku teks, buku bacaan hukum,
jurnal-jurnal, serta bahan dokumen hukum lain yang terkait.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang memberikan
petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus hukum, ensiklopedia, kamus bahasa, artikel, sumber data elektronik
dari internet dan lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.
6.

Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a.

Penelitian Kepustakaan
Tehnik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan

penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan dan
mempelajari serta menganalisa ketentuan perundangan-undangan yang berkaitan
dengan hukum dibidang keperdataan khususnya hukum keluarga dan hukum waris
adat.
b.

Penelitian Lapangan

Universitas Sumatera Utara

32

Penelitian Lapangan ( field research ) dalam penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan data pendukung yang terkait dengan penelitian ini. Tehnik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara, yaitu tanya jawab langsung dengan informan secara terstruktur
dengan menyiapkan pedoman wawancara yang diarahkan kepada masalah
yang sedang diteliti.
2. Kuisioner, yaitu metode pengumpulan data dengan cara membuat daftar-daftar
pertanyaan yang memiliki korelasi dengan permasalahan yang diteliti, yang
pada umumnya dalam daftar pertanyaan itu telah disediakan jawaban –
jawabannya kepada responden.
7.

Analisis Data
Analisa data adalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian

dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti.44Analisis data
adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori
dan satuan urutan dasar.45Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisa data dengan pendekatan kualitatif, yaitu analisis data terhadap data primer dan
data sekunder.
Analisis data penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang
menggambarkan suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang terkumpul untuk

44

Irianto Heru dan Burhan Bungin, Pokok-pokok penting tentang wawancara dalam
metedologi penelitian kualitatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal.143
45
Lexy j. Moleong, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal.3

Universitas Sumatera Utara

33

dipergunakan memecahkan masalah yang dijadikan objek penelitian.46 Data sekunder
yang diperoleh dari penelitian lapangan kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan
sesuai dengan data yang sejenis. Data yang terkumpul dipilah pilah dan diolah, serta
disusun secara berurutan dan sistematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif,
dengan digunakannya metode kualitatif akan diperoleh suatu gambaran dan jawaban
yang jelas mengenai pokok permasalahan dan menemukan kebenaran yang dapat
diterima oleh akal sehat manusia dan terbatas pada masalah yang diteliti, sehingga
dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat
dalam pembagian waris adat suku batak Angkola di kecamatan Padangbolak.

46

Nasution, Johan. Metode Penelitian Hukum.Mandar Maju, Jambi.2008. hal.174

Universitas Sumatera Utara