Gambaran Pengetahuan dan Sikap dengan Posisi Tawar Konsumen tentang Penggunaan Kemasan Styrofoam sebagai Wadah Makanan di Amaliun Foodcourt Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Makanan
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau

unsur-unsur/ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang
berguna bila dimasuk-kan ke dalam tubuh (Almatsier, 2010). Menurut Tejasari yang
mengutip dalam Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996, pangan adalah segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak
diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi tiga bagian
yaitu (Saparinto dan Hidayati, 2006) :
1. Makanan segar, yaitu makanan yang belum mengalami pengolahan yang dapat
dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung (bahan baku pengolahan pangan),
contoh : pisang dan lain-lain
2. Makanan olahan, yaitu makanan hasil proses olahan dengan cara atau metode
tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Makanan olahan bisa dibedakan lagi
menjadi makanan olahan siap saji.
a. Makanan olahan siap saji adalah makanan yang sudah diolah dan siap

disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan,
contoh: pisang goreng dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

b. Makanan olahan tidak siap saji adalah makanan yang sudah melewati proses
pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan
untuk dapat dimakan atau diminum, contoh: makanan kaleng dan lain-lain.
3. Makanan olahan tertentu
Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok
tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan, contoh: susu
rendah lemak untuk orang yang menjalani diet lemak dan lain-lain.
Permasalahan yang timbul dapat diakibatkan kualitas dan kuantitas bahan
pangan. Hal ini tidak boleh terjadi atau tidak dikehendaki karena orang makan itu
sebetulnya bermaksud mendapatkan energi agar tetap bertahan hidup, dan tidak untuk
menjadi sakit karenanya. Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat penting.
Salah satu penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung
bahan/senyawa beracun atau organisme patogen adalah foodborne disease.
Penggunaan bahan kemasan pangan yang dilarang dapat menyebabkan penyakit
kanker, tumor, dan gangguan saraf (Yuliarti, 2007).

2.2

Kemasan Pangan
Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau

membungkus Pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan Pangan maupun tidak
(UU No.18 Tahun 2012, Pangan).
Kemasan

pangan

selalu

di

sandingkan

dengan

pangan,


karena

pangan/makanan biasanya disajikan dengan kemasan yang sesuai dan dapat berguna
untuk melindungi makanan tersebut. Berbagai jenis kemasan pangan diantaranya

Universitas Sumatera Utara

kertas, plastik, dan Styrofoam, dari berbagai kemasan tersebut memiliki keunggulan
masing-masing tetapi juga memiliki bahaya bagi kesehatan jika digunakan.
Berdasarkan pendapat ahli Buckle (1987), ada resiko-resiko tertentu
sehubungan dengan bahan-bahan pengemas, proses dan juga pendistribusian
makanan yang telah dikemas. Selain bahaya mikroorganisme yang kemungkinan
terdapat pada bahan pengemas makanan, resiko lain yang mungkin muncul adalah
masuknya komponen beracun yang masuk dari bahan pengemas ke dalam bahan
makanan, seperti bahan-bahan kimia dan bau yang berasal dari bahan pengemas
tersebut.
Menurut UU RI No.7 Tentang Pangan 1996, pasal 16 ayat (1) “ setiap orang
yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun
sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang dapat melepaskan

cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia” menurut
Keterangan pers BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2888 tahun2009 tentang “Kemasan
Makanan Styrofoam“ ditambah dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan
terhadap bahaya Styrofoam semakin memperjelas bahwa kemasan Styrofoam perlu
diwaspadai penggunaannya.
2.3

Jenis Kemasan Pangan
Kemasan pangan dapat dibuat dari berbagai jenis bahan dasar dan bahan

tambahan. Bahan dasar kemasan pangan dapat berupa plastik, logam/paduan Logam,
kertas/karton, karet/elastomer, keramik, selofan dan kaca. Pada setiap jenis kemasan,
ada persyaratan tertentu yang harus diikuti supaya dihasilkan kemasan yang aman

Universitas Sumatera Utara

bagi kesehatan. Setiap jenis bahan pengemas ini memiliki keunggulan tertentu, antara
lain jenis kemasan tertentu cocok untuk jenis pangan tertentu, misalnya pangan padat,
setengah padat (pasta) dan cair (minuman). Tidak semua bahan pengemas aman
untuk pangan dan terhadap kesehatan. Syarat keamanan kemasan pangan adalah

sebagai berikut: Kemasan pangan tidak boleh bersifat toksik dan tidak meninggalkan
residu terhadap pangan, harus mampu menjaga bentuk, rasa, kehigienisan, dan gizi
bahan pangan; Senyawa bahan toksik kemasan tidak boleh bermigrasi ke dalam
bahan pangan terkemas; Bentuk, ukuran dan jenis kemasan dapat memberikan
efektifitas; dan bahan kemasan tidak mencemari lingkungan hidup.
2.4

Bahan Kemasan Pangan dan Pengaruh Negatif Bagi Kesehatan

1. Kemasan Plastik
Plastik

adalah

pemlastis/plasticizer ,

campuran

yang


pengawet/retard,

mengandung
nyala,

polimer,

antioksidan,

filler,
lubrikan,

penstabil/stabilizer panas dan pigmen warna. Jenis polimer yang banyak digunakan
adalah polietilen, polipropilen, polivinilklorida dan polistirena atau Styrofoam. Risiko
yang dapat ditimbulkan akibat campuran senyawa tersebut diantaranya senyawa
kimia toksik, yang merupakan akibat bermigrasinya plastik dengan produk pangan,
yang dipengaruhi oleh tingginya suhu dan lamanya waktu kontak.
2. Kemasan Logam
Kemasan kaleng dapat terbuat dari berbagai jenis logam misalnya seng,
aluminium, dan besi. Dalam kadar rendah alumunium dan seng tidak beracun bagi


Universitas Sumatera Utara

tubuh manusia. Namun perlu diperhatikan bahwa logam akan bereaksi dengan asam,
yang menyebabkan logam tersebut melarut. Banyak bahan pangan yang bersifat
asam, sehingga kontak antara asam dengan kemasan logam dapat melarutkan
kemasan logam yang bersangkutan. Waktu kontak berkorelasi positif dengan
banyaknya logam yang terlarut, artinya semakin lama waktu kontak, maka semakin
banyak logam yang terlarut.
3. Kemasan Kertas
Bahan pengemas yang berasal dari kertas dan sejenisnya sudah lama dikenal
masyarakat, termasuk kertas tisu, koran bekas, ataupun kertas bekas lainnya yang
telah diputihkan. Struktur dasar kertas adalah bubur kertas (selulosa) dan felted mat.
Komponen lain adalah hemiselulosa, fenil propan terpolimerisasi sebagai lem untuk
merekatkan serat, minyak esensial, alkaloid, pigmen, mineral. Pada pembuatan kertas
terkadang digunakan klor sebagai pemutih, adhesive aluminium, pewarna dan
pelapis. Bahan berbahaya yang ada dalam kertas, yang dapat bermigrasi kedalam
pangan antara lain adalah tinta dan klor.
4. Kemasan Kaca/Gelas dan Porselen
Kaca/gelas dan porselen merupakan kemasan yang paling tahan terhadap air,

gas ataupun asam, atau memiliki sifat inert. Kemasan kaca juga dapat diberi warna,
banyak digunakan untuk produk minuman yang memiliki sifat-sifat tertentu sehingga
dapat menyaring cahaya yang masuk ke dalam kemasan kaca. Jenis kemasan ini
dianggap kemasan yang paling aman untuk produk pangan. Porselen atau keramik,

Universitas Sumatera Utara

biasanya sering digunakan sebagai gelas atau peralatan makan. Selain ada yang
dibuat dari tanah liat, ada pula porselen yang dibuat dari bahan dolomite dengan
beberapa bahan campuran lainnya. Porselen cukup aman digunakan sebagai wadah
makanan, terutama yang bersuhu tinggi. Namun ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam memilih gelas, atau peralatan makan dari porselen antara lain
suhu pembakaran pada saat pembuatan serta bahan bakunya. Porselen dibuat dengan
cara dibakar pada suhu sangat tinggi yaitu di atas 1200°C. Pembakaran yang
sempurna akan menghasilkan porselen yang baik dan kuat. Namun bila pembakaran
kurang dari 800°C, maka porselen yang dihasilkan akan kurang baik. Bila bahan baku
yang digunakan adalah dolomite, maka kualitas porselen juga kurang baik. Porselen
dari bahan baku dolomite dengan pembakaran yang kurang sempurna dapat
berpotensi terjadi migrasi senyawa kimia kalsium karbonat (CaCO3) dan magnesium
karbonat (MgCO3) dari dolomite ke dalam bahan pangan. Dolomite merupakan bahan

baku yang cukup luas penggunaannya, antara lain digunakan dalam industri gelas dan
kaca lembaran, industri keramik dan porselen, industri refraktori, pupuk dan
pertanian. Warna porselen umumnya putih, sedangkan bila dengan bahan dolomite
akan berwarna agak kusam.
2.5

Kegunaan Kemasan Pangan
Kegunaan kemasan sebagai pelindung bagi produk didalamnya, Kegunaan

kemasan yang penting adalah sebagai berikut :
a. Sebagai wadah bagi produknya
b. Untuk memudahkan penyimpanan produknya di gudang

Universitas Sumatera Utara

c. Untuk memudahkan pengiriman dan pendistribusian
d. Sebagai pelindung bagi prduk di dalamnya
e. Sebagai sarana informasi dan promosi
Kemasan, sampai batas tertentu memang dapat mengurangi pengaruh buruk
dari unsur perusak dari luar tersebut. Dengan demikian produk didalamnya akan

dapat lebih lama bertahan dalam kondisi yang baik. Hal ini sering disalahartikan oleh
sementara orang bahwa kemasan dapat mengawetkan produk, Kemasan tidak dapat
mengawetkan produk, yang dapat mengawetkan produk adalah proses pembuatannya
yang lebih baik dan/atau karena digunakannya bahan-bahan yang lebih baik.
Kemasan hanya dapat menghambat atau mengurangi derajat daya perusak dari
unsur perusak luar. Bahkan, bila unsur perusaknya telah berada di dalam produk
tersebut, misalnya karena produknya telah tercemar oleh mikroba-mikroba perusak,
atau adanya proses kimia atau biokimia yang masih dapat berlanjut maka kemasan
tidak dapat berbuat banyak. Kemasan saja tidak dapat melindungi kerusakan produk
yang memerlukan penyimpanan dingin, untuk itu harus ada alat/sarana penyimpanan
dingin, yang bukan kemasan.
2.6

Kemasan Styrofoam
Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang seringkali

digunakan secara tidak tepat oleh masyarakat karena sebenarnya styrofoam
merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical.
Oleh pembuatnya Styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada
bahan konstruksi bangunan, bukan untuk kemasan pangan.


Universitas Sumatera Utara

Styrofoam atau plastik busa masih tergolong keluarga plastik. Styrofoam lazim

digunakan sebagai bahan pelindung dan penahan getaran barang yang fragile seperti
elektronik. Namun, saat ini bahan tersebut menjadi salah satu pilihan bahan
pengemas makanan dan minuman. Bahan dasar styrofoam adalah polistiren, suatu
jenis plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh.
Banyak restoran siap saji yang menggunakan Styrofoam sebagai kemasan
makanan yang mereka sajikan. Produk-produk siap saji juga banyak yang
menggunakan Styrofoam seperti mie instant, kopi, bubur ayam, bakso, dan lainlain.(Badan POM RI, 2008)
2.6.1

Bahan Pembuat Styrofoam
Polistirena foam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas

seperti n-butana atau n-pentana. Dahulu, blowing agent yang digunakan adalah CFC
(Freon), karena golongan senyawa ini dapat merusak lapisan ozon maka saat ini tidak
digunakan lagi, kini digunakan blowing agent yang lebih ramah lingkungan.
Polistirena dibuat dari monomer stirena melalui proses polimerisasi. Polistirena foam
dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi suspense pada tekanan dan suhu
tertentu, selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan
sisa blowing agent. Polistirena bersifat kaku, transparan, rapuh, inert secara kimiawi,
dan merupakan insulator yang baik. Sedangkan polistirena foam merupakan bahan
plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan
kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang
berisi udara.

Universitas Sumatera Utara

2.6.2

Dampak dan Bahaya Kemasan Styrofoam Terhadap Kesehatan
Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan sejak tahun1930-an,

diketahui bahwa bahan dasar Styrofoam (styrene) dan dan bahan aditif lainnya seperti
butadiene yang berfungsi sebagai bahan penguat juga DOP ataupun BHT yang
berfungsi sebagai pemlastis (plastiticizer ) ternyata bersifat mutagenic (mampu
mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang pembentukan sel kanker)
(Yuliarti, 2007).
Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001 mengungkapkan
bahwa residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat
menyebabkan endokrin disrupter (EDC) suatu penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia
karsinogen dalam makanan. Semakin lama waktu pengemasan dengan Styrofoam dan
semakin tinggi suhu, semakin besar pula migrasi atau perpindahan bahan-bahan yang
bersifat toksik tersebut ke dalam makanan atau minuman. Apalagi bila makanan atau
minuman tersebut banyak mengandung lemak atau minyak. Toksisitas yang
ditimbulkan memang tidak langsung tampak. Sifatnya akumulatif dan dalam jangka
panjang baru timbul akibatnya. Sementara itu CFC sebagai bahan peniup pada
pembuatan styrofoam merupakan gas yang tidak beracun dan mudah terbakar serta
sangat stabil. Begitu stabilnya, gas ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas ini
akan melayang di udara mencapai lapisan ozon di atmosfer dan akan terjadi reaksi
serta akan menjebol lapisan pelindung bumi. Apabila lapisan ozon terkikis akan

Universitas Sumatera Utara

timbul efek rumah kaca. Bila suhu bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan
terus menembus bumi yang bisa menimbulkan kanker.
Penelitian di Rusia pada tahun 1975 menemukan adanya gangguan menstruasi
pada wanita yang bekerja dan selalu menghirup styrene dalam konsentrasi rendah.
Gangguan menstruasi tersebut menyangkut siklus menstruasi yang tidak teratur dan
terjadi pendarahan berlebihan (hypermenorrhea ) ketika menstruasi. Styrene juga
dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi wanita (penurunan kesuburan
bahkan mandul) (khomsan, 2003).
Pada tahun 1986, national Human Adipose Tissue Survey di Amerika Serikat
(AS) mengungkapkan bahwa 100% jaringan lemak penduduk Amerikan mengandung
styrene dan pada tahun 1988 kandungan styrene tersebut mencapai 8-350 ng/g.
konsentrasi styrene 350 ng/g adalah spertiga dari ambang batas yang dapat
memunculkan gejala neurotoxic (gangguan saraf). Neurotoxic akan menimbulkan
gejala-gejala seperti kelelahan, nervous dan kadar hemoglobin rendah. Hemoglobin
(Hb) adalah bagian dari sel darah merah yang memiliki peran sangat penting yaitu
mengangkut dan mengedarkan oksegen (O2) ke seluruh tubuh. Penurunan
hemoglobin (anemia) akan menyebabkan kekurangan oksigen pada sel-sel tubuh dan
menimbulkan gejala letih, lesu dan lemah (3L). anemia kronis dapat berakibat fatal
seperti kematian (2003).
2.7

Posisi Tawar Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Posisi tawar adalah negosiasi, kapasitas satu pihak untuk mendominasi yang
lain karena pengaruhnya, kekuatan, ukuran, atau status, atau melalui kombinasi dari
taktik persuasi yang berbeda (Sukirno, 2002).
Posisi tawar dalam ilmu ekonomi berhubungan dengan perdagangan dimana
ada pelaksana perjanjian antara kedua belah pihak untuk melakukan pertukaran
barang atau jasa, dengan perjanjian tersebut maka kedua belah pihak dapat dengan
leluasa untuk melakukan tawar menawar harga. Posisi tawar harus dilakukan lebih
dari satu orang, jadi minimal ada dua orang yang bertransaksi (pedagang dan
konsumen).
Posisi tawar dalam penelitian ini berhubungan dengan pelaksanaan tawar
menawar antara konsumen dan pedagang untuk melakukan pertukaran kemasan
Styrofoam dengan kemasan jenis lain yang lebih aman. Proses tawar menawar atau

negosiasi dilakukan oleh konsumen yang merasa kurang puas dengan pelayanan yang
diberikan dalam hal ini makanan yang dikemasan menggunakan wadah Styrofoam.
Konsumen seringkali berada pada posisi yang kurang menguntungkan dan
lemah daya tawarnya. Salah satunya disebabkan karena mereka belum memahami
hak-hak mereka atau bahkan tidak jarang menganggap itu adalah persoalan yang
biasa saja. Konsumen sebetulnya memiliki beberapa hak, menurut Widjaja dan Yani
(2003) yang dikutip pada kongres yang dikemukakan oleh presiden Amerika Serikat,
John F. Kennedy pada tanggal 15 Maret 1962:
1. Hak untuk memperoleh kemanan

Universitas Sumatera Utara

2. Hak untuk memilih
3. Hak untuk mendapat informasi
4. Hak untuk didengar
Sedangkan pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) pada
tanggal 20 April 1999 pada Bab III pasal 4, yang mengatur hak-hak konsumen di
Indonesia adalah mencakup sebagai berikut :
a. Hak atas Kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang an jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut
sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi barang dan/atau
jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, apabila barang dan/atau jasa
yang diterima tdak sesuai.

Universitas Sumatera Utara

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Jika terjadi permasalahan atau kerugian dari penggunaan kemasan Styrofoam,
biasanya konsumen terkena kesulitan untuk mendapat penyelesaian dari pedagang,
karena konsumen berada dalam posisi tawar yang tidak seimbang. Banyak faktor
yang

menyebabkan

konsumen

bersikap

demikian,

diantaranya

kurangnya

pengetahuan mengenai kemasan Styrofoam dan kesadaran konsumen tentang hakhaknya.
2.8
2.8.1

Perilaku
Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan

salah satu unsur yang diperlukan seseorang agar melakukan sesuatu. Unsur-unsur
tersebut adalah :1. Pengetahuan/ pengertian dan pemahaman tentang apa yang
dilakukan, 2. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat dan kebenaran dari apa
yang dilakukan, 3. Sarana yang diperlukan untuk melakukan serta 4. Dorongan atau
motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakan.
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
diperoleh dari mata dan telinga.

Universitas Sumatera Utara

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan
yang berbeda-beda. Secara garis besarnya pengetahuan dibagi dalam enam tingkatan,
yaitu (Notoatmodjo, 2012):
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comperhension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi mengenai
objek tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip atau materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi lain atau
sebenarnya (real condition).
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan atau memisahkan
materi/objek ke dalam komponen-komponen lain tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi atau masalah/ objek yang diketahui dan masih ada kaitannya
satu sama lain.

Universitas Sumatera Utara

e. sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu.
2.8.2

Sikap (Affective)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi
terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Menurut Notoatmodjo (2012) yang dikutip dari pendapat Allport (1945),
sikap terdiri dari tiga komponen pokok yaitu:
1. kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana
keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2. kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian orang tersebut terhadap objek.

Universitas Sumatera Utara

3. kecendrungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap adalah komponen
yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:
1. Menerima (receiving)
menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan.
2. Merespon (responding)
Merespon berarti memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah dan merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung Jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala resiko
yang merupakan indikasi sikap yang paling tinggi.
Pengertian lain mengenai sikap dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk
(2007), yang menyatakan bahwa sikap merupakan ekspresi prasaan yang berasal dari
dalam diri individu yang mencerminkan apakah seseorang senang atau tidak senang,
suka atau tidak suka, dan setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek. Melalui
pemahaman terhadap sikap konsumen, pemasar (pedagang) dapat mengubah dan

Universitas Sumatera Utara

membentuk sikap konsumen seperti yang diharapkannya melalui strategi pemasaran
yang disusunnya.
2.9

Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kajian teoritis yang dikemukanan di atas, maka dapat disusun

kerangka konsep penelitian seperti yang digambarkan sebagai berikut :
Karakterisik
Konsumen :
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan

Pengetahuan

Sikap

Posisi Tawar
Konsumen dalam
Penggunaan
Wadah Styrofoam

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pengetahuan dan Sikap Konsumen Dengan Posisi
Tawar Tentang Penggunaan Kemasan Styrofoam sebagai Wadah Makanan
Kerangka konsep di atas menggambarkan pengetahuan dan sikap tentang
bahaya dari kemasan Styrofoam sebagai wadah makanan, berhubungan dengan
tindakan berupa posisi tawar yang dilakukan konsumen terhadap penggunaan
Styrofoam.

Universitas Sumatera Utara