Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pemilik Tempat Makanan Jajanan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan Di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

(1)

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PEMILIK TEMPAT MAKANAN JAJANAN TENTANG PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI KEMASAN

MAKANAN DI KELURAHAN PADANG BULAN SELAYANG I KECAMATAN MEDAN SELAYANG

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

NIM. 061000157

FADLILAH WIDYANINGSIH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PEMILIK TEMPAT MAKANAN JAJANAN TENTANG PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI KEMASAN

MAKANAN DI KELURAHAN PADANG BULAN SELAYANG I KECAMATAN MEDAN SELAYANG

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 061000157

FADLILAH WIDYANINGSIH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judu l :

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PEMILIK TEMPAT MAKANAN JAJANAN TENTANG PENGGUNAAN STYROFOAM SEBAGAI KEMASAN

MAKANAN DI KELURAHAN PADANG BULAN SELAYANG I KECAMATAN MEDAN SELAYANG

TAHUN 2010

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh :

NIM. 061000157

FADLILAH WIDYANINGSIH

Telah Diuji Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Juni 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Devi Nuraini Santi, MKes

NIP. 19700219 199802 2 001 NIP. 19680320 199303 2 001 Ir. Evi Naria, MKes

Penguji II Penguji III

Ir. Indra Chahaya S., MSi

NIP. 19681101 199303 2 005 NIP. 19650109 199403 2 002

Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS

Medan, Juni 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19531018 198203 2 001 dr. Ria Masniari Lubis, MSi


(4)

ABSTRAK

Styrofoam merupakan salah satu kemasan yang masih termasuk dalam golongan plastik. Umumnya Styrofoam berwarna putih dan terlihat bersih, bentuknya juga simpel dan ringan. Styrofoam banyak digunakan untuk mengemas produk-produk pangan seperti mie instan, bubur ayam, bakso, kopi, dan yoghurt. Penggunaan Styrofoam yang tidak sesuai dengan jenis makanan yang dikemas dapat menyebabkan migrasi atau berpindahnya zat monomer dari kemasan ke dalam makanan. Akumulasi monomer dalam jangka panjang dalam tubuh dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), gangguan sistem saraf pusat, anemia, meningkatkan resiko leukemia dan limfoma, menyebabkan kanker, serta dapat mengkontaminasi ASI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. Penelitian ini merupakan survai yang bersifat deskriptif dengan populasi adalah seluruh pemilik tempat makanan jajanan yang menggunakan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang, yaitu sebanyak 23 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil secara total sampling sehingga sampel adalah keseluruhan populasi, yaitu 23 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan berada dalam kategori baik 21,7%, kategori sedang 47,8%, dan kategori buruk 30,4%. Sikap responden berada dalam kategori baik 65,2%, sedang 26,1%, dan buruk 8,7%. Sedangkan tindakan responden dalam penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan masih berada pada kategori sedang 56,5% dan buruk 43,5%.

Perlu dilakukan sosialisasi oleh Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kota Medan atau pihak terkait tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan, termasuk bahaya yang dapat ditimbulkan serta upaya-upaya mengurangi bahaya tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pemilik tempat makanan jajanan tentang Styrofoam. Bagi pemilik tempat makanan jajanan juga disarankan untuk lebih memperhatikan kesesuaian antara kemasan makanan dan jenis makanan yang akan dikemas agar tidak terjadi migrasi monomer dari bahan kemasan ke dalam makanan.


(5)

ABSTRACT

Styrofoam was a kind of pack that classified in the plastic category. Generally, styrofoam colored white and looked clean, has a simple shape and light. Styrofoam was used to pack of food products, such as instant noodles, chicken porridge, meatballs, coffee, and yogurt. The inappropriate use of styrofoam with the kind of packaged food might cause migration or transfer of monomer from the pack into the food. The long term accumulation of monomer in the body might cause endocrine disrupter (EDC), central nerve system disorder, anemia, increases the risk of leukemia and lymphoma, causes cancer, and may contaminate the mother’s milk.

The purpose of this research was to find out the knowledge, attitudes, and practise of the owners of the street-food places about the use of styrofoam as the food pack in Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kecamatan Medan Selayang on 2010. This research is a descriptive survey. The populations are the owners of the stret-food places that use styrofoam for food pack in Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang, amounted to 23 people. The sample in this research were taken by total sample way, so the sample is the whole amount of population, amounted to 23 people.

The results showed that the level of knowledge of respondents about the use of styrofoam as food pack in good category 21,7 %, medium category 47,8 %, and bad category 30,4 %. The attitudes of respondents in good category 65,2 %, medium category 26,1 %, and bad category 8,7 %. While the practise of respondents in the use of styrofoam as the food pack was still in medium category 56,5 %, and bad category 43,5 %.

The socializations are needed by Dinas Kesehatan Medan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan or the related parties regarding to the use of styrofoam as food pack, including the hazards that may be generated and the efforts to reduce the hazards to increase the knowledge and understanding of the street-food owners about the styrofoam. For the owners of the street-food places are also advised to pay attention about the compatibility of the food pack and the kind of food that will be packaged to prevent the migration of monomer from food pack material into food.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : FADLILAH WIDYANINGSIH

Tempat/ Tanggal Lahir : Pematangsiantar/ 9 Juni 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Nama Orang Tua : Rumin

Anak ke : 1 (Pertama) dari 3 (Tiga) orang bersaudara

Alamat Rumah Orang Tua : Jln. Mesjid Lk. IV B No. 136 Kelurahan Sinaksak Kecamatan Tapian Dolok Kabupaten Simalungun Alamat : Jln. Alfalah Raya No. 36 Glugur Darat I Kecamatan

Medan Timur

Riwayat Pendidikan

Tahun 1993 - 1994 : TK/ RA Cempaka Sinaksak

Tahun 1994 - 2000 : SD Negeri 2 No. 091608 Tapian Dolok Tahun 2000 - 2003 : SMP Negeri 2 Tapian Dolok

Tahun 2003 - 2006 : SMA Negeri 4 Pematangsiantar


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pemilik Tempat Makanan Jajanan Tentang

Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan Di Kelurahan Padang Bulan

Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010”. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan,

bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak hingga akhirnya skripsi ini dapat

selesai tepat pada waktunya. Karena itu sepantasnya penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. dr. Ria Masniari, Msi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

2. Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan Ir. Evi

Naria, MKes selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis hingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

4. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH selaku Dosen Pembimbing Akademik


(8)

5. Seluruh Dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara, terkhusus untuk Kak Dian.

6. Drs. Halim selaku Camat Kecamatan Medan Selayang dan M. Odi Anggia

Batubara, S.STP selaku lurah Padang Bulan Selayang I yang telah memberikan

izin penelitian dan pengambilan data kepada penulis di wilayah kerja Medan

Selayang.

7. Teristimewa untuk kedua orangtuaku, sembah sujud Ananda yang tidak terhingga

kepada Ayahanda Rumin dan Ibunda tercinta Suryawati yang telah membesarkan,

mendidik, membimbing dengan penuh kasih sayang, dan tak henti mendoakan

penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Adik-adikku tersayang, Chici Youlanda Putri dan Ulfa Nurul Utami yang selalu

menjadi semangat dan motivasi bagi penulis untuk menjadi yang terbaik.

9. Seluruh keluarga besar Kakek Sukir dan Kakek Tukiran, khususnya Bulek Ena

yang sudah dianggap seperti ibu kedua bagi penulis atas segala doa, motivasi dan

kesediaannya untuk menjadi ”kotak saran” dalam setiap masalah penulis.

10.Sahabat-sahabat terbaikku, Widya Agnesia, Gabriella Septiani Nasution, dan

Nurhayati Siregar yang selalu memberikan kecerian, semangat, dan motivasi

dalam kebersamaan menyelesaikan studi di FKM.

11.Sahabat-sahabat SMA ku, Ruli Dharmawan, SE dan Laila Fahmi, AmKeb; serta

sahabat SMP ku yang masih setia sampai sekarang, Lina Sri Purwanti atas doa


(9)

12.Sahabat-sahabatku mulai awal perkuliahan, Eka Nenni Jairani, Ayu July Arnita

Saragih, Nadya Ulfa Tanjung dan Karlina Wati yang memberikan banyak cerita

dan pengalaman hidup bagi penulis.

13.Anak-anak iMaKeL FKM USU yang begitu kompak, Andriansyah Munthe,

Berkat Putra Sianipar, Deslimah Dwi Mulya Lubis, Efrata Fernando Ginting,

Elfrida J. Hutagaol, Iskandar Zulkarnain Harahap, Muhammad Aulia, Olvariani

Sitepu, Rahmadini, dan Tri Hendra P. Dinata yang selalu memberikan motivasi,

masukan dan bantuan hingga skripsi ini selesai.

14.Anak-anak Kesling ‘06, khususnya Rio Batarada Hasibuan dan Iqbal Octari Purba

atas masukan dan diskusinya.

15.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa

disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi

semua pihak.

Medan, Juni 2010 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1.Makanan ... 7

2.2.Makanan Jajanan ... 8

2.3.Zat Tambahan dan Pencemar Makanan ... 9

2.3.1.Zat Tambahan Makanan Langsung ... 10

2.3.2.Zat Tambahan Makanan Tidak Langsung ... 11

2.4. Styrofoam... 12

2.4.1.Defenisi dan Sifat Styrofoam ... 12

2.4.2.Proses Pembuatan Styrofoam ... 14

2.4.3.Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan ... 15

2.4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Migrasi Kemasan Styrofoam ... 16

2.4.5.Batas Migrasi Monomer Styrene Kemasan Styrofoam ... 19

2.4.6.Bahaya Penggunaan Kemasan Styrofoam Bagi Kesehatan ... 20

2.4.7.Bahaya Penggunaan Kemasan Styrofoam Bagi Lingkungan ... 22

2.4.8.Beberapa Upaya Menghindari Bahaya Kemasan Styrofoam ... 23

2.5.Perilaku... 24

2.5.1.Batasan dan Pengertian Perilaku ... 24

2.5.2.Pengetauan ... 26

2.5.3.Sikap... 28

2.5.4.Tindakan ... 30


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

3.1.Jenis Penelitian ... 33

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1. Lokasi Penelitian... 33

3.2.2. Waktu Penelitian ... 34

3.3.Populasi dan Sampel ... 34

3.3.1. Populasi ... 34

3.3.2. Sampel ... 34

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 34

3.4.Metode Pengambilan Data ... 35

3.4.1.Data Primer ... 35

3.4.2.Data Sekunder... 35

3.5.Defenisi Operasional ... 35

3.6.Aspek Pengukuran ... 37

3.6.1.Pengetahuan ... 37

3.6.2.Sikap... 38

3.6.3.Tindakan ... 39

3.7.Analisis Data... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitan ... 41

4.2.Karakteristik Responden ... 42

4.3.Pengetahuan Responden ... 46

4.4.Sikap Responden... 49

4.5.Tindakan Responden ... 53

4.6.Tabulasi Silang ... 56

4.6.1.Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan 56 4.6.2.Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dengan Sikap ... 57

4.6.3.Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dengan Tindakana ... 58

4.6.4.Tabulasi Silang Antara Sikap dengan Tindakan ... 58

BAB V PEMBAHASAN ... 60

5.1.Karakteristik Pemilik Tempat Makanan Jajanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang ... 60

5.2.Pengetahuan Pemilik Tempat Makanan Jajanan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan ... 63

5.3.Sikap Pemilik Tempat Makanan Jajanan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan ... 65

5.4.Tindakan Pemilik Tempat Makanan Jajanan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan ... 68


(12)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 74 6.1.Kesimpulan ... 74 6.2.Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jenis dan contoh makanan dan minuman yang tidak boleh dikemas dengan kemasan Styrofoam ... 18

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pemilik Tempat Makanan Jajanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I

Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010 ... 42

Tabel 4.2. Jenis Makanan dan Minuman Yang Dijual di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010 ... 44

Tabel 4.3 Jenis Makanan Yang Dikemas Dengan Styrofoam di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang

Tahun 2010 ... 45

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang

Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang

Tahun 2010 ... 46

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di

Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan

Medan Selayang Tahun 2010 ... 49

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kelurahan Padang

Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010 ... 50

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang

Tahun 2010 ... 52

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Tentang

Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang


(14)

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan di

Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan

Selayang Tahun 2010 ... 55

Tabel 4.10. Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Responden dengan Pengetahuan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan ... 56

Tabel 4.11. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dengan Sikap

Responden Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan ... 57

Tabel 4.12. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dengan Tindakan

Responden Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan

Makanan ... 58

Tabel 4.13. Tabulasi Silang Antara Sikap dengan Tindakan Responden Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pemilik Tempat Makanan Jajanan Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan Di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

Lampiran 2. Master Data Penelitian Lampiran 3. Keterangan Master Data Lampiran 4. Hasil Analisa Data

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari Kecamatan Medan Selayang

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian dari Kelurahan Padang Bulan Selayang I

Lampiran 8. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kelurahan Padang Bulan Selayang I


(16)

ABSTRACT

Styrofoam was a kind of pack that classified in the plastic category. Generally, styrofoam colored white and looked clean, has a simple shape and light. Styrofoam was used to pack of food products, such as instant noodles, chicken porridge, meatballs, coffee, and yogurt. The inappropriate use of styrofoam with the kind of packaged food might cause migration or transfer of monomer from the pack into the food. The long term accumulation of monomer in the body might cause endocrine disrupter (EDC), central nerve system disorder, anemia, increases the risk of leukemia and lymphoma, causes cancer, and may contaminate the mother’s milk.

The purpose of this research was to find out the knowledge, attitudes, and practise of the owners of the street-food places about the use of styrofoam as the food pack in Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kecamatan Medan Selayang on 2010. This research is a descriptive survey. The populations are the owners of the stret-food places that use styrofoam for food pack in Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang, amounted to 23 people. The sample in this research were taken by total sample way, so the sample is the whole amount of population, amounted to 23 people.

The results showed that the level of knowledge of respondents about the use of styrofoam as food pack in good category 21,7 %, medium category 47,8 %, and bad category 30,4 %. The attitudes of respondents in good category 65,2 %, medium category 26,1 %, and bad category 8,7 %. While the practise of respondents in the use of styrofoam as the food pack was still in medium category 56,5 %, and bad category 43,5 %.

The socializations are needed by Dinas Kesehatan Medan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan or the related parties regarding to the use of styrofoam as food pack, including the hazards that may be generated and the efforts to reduce the hazards to increase the knowledge and understanding of the street-food owners about the styrofoam. For the owners of the street-food places are also advised to pay attention about the compatibility of the food pack and the kind of food that will be packaged to prevent the migration of monomer from food pack material into food.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa

peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam

kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya

pengamanan makanan dan minuman akan lebih ditingkatkan untuk mendukung

peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna.

Semua itu merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari makanan dan

minuman yang tidak memenuhi persyaratan mutu (Depkes RI, 1992).

Makanan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang pemenuhannya

merupakan hak asasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah

yang cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh

kemampuan daya beli masyarakat. Tersedianya pangan yang aman dan bermutu harus

berdasarkan pada suatu standard sehingga tidak membahayakan kesehatan konsumen

dan menjamin terselenggaranya perdagangan yang jujur dan bertanggungjawab.

Makanan yang beredar saat ini praktis tidak lepas dari penggunaan kemasan

dengan berbagai maksud. Dari sisi “food safety” kemasan makanan bukan sekedar

bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi. Namun tidak

semua kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya (Sulchan & Endang,

2007). Beberapa zat dapat berpindah dari wadah makanan, pembungkus, dan lain-lain


(18)

Di Indonesia kemasan plastik juga mulai mendominasi industri makanan dan

menempati porsi 80% (Sulchan & Endang, 2007). Kemasan plastik tersebut yaitu

Polietilen tereftalat (PET), Polivinil klorida (PVC), Polietilen (PE), Polipropilen (PP),

Polistirena (PS), Polikarbonat (PC) dan melamin. Diantara kemasan plastik tersebut

salah satu jenis yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun

konsumen pada saat ini adalah jenis polistirena, terutama Styrofoam (InfoPOM,

2008).

Styrofoam saat ini menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis makanan. Kemasan Styrofoam dipilih karena mampu mencegah kebocoran dan tetap

mempertahankan bentuknya saat dipegang, mempertahankan panas dan dingin, tetapi

tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang

dikemas, biaya murah, dan ringan. Karena kelebihannya tersebut, kemasan Styrofoam

digunakan untuk pengemas pangan siap saji, segar, maupun yang memerlukan proses

lebih lanjut. Kini penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan dapat dijumpai di

mana saja, mulai dari restoran kelas atas, restoran waralaba kelas dunia, restoran fast

food, food court, hingga penjual makanan yang ada di pinggir jalan (InfoPOM, 2008). Namun ternyata selain mempunyai banyak keunggulan, kemasan Styrofoam

menyimpan kelemahan, yaitu kemungkinan terjadinya migrasi atau berpindahnya zat

monomer dan bahan plastik ke dalam makanan. Migrasi dipengaruhi oleh suhu, lama

kontak, dan tipe makanan. Semakin tinggi suhu, lama kontak, dan kadar lemak suatu

makanan, semakin besar migrasinya. Makanan dan minuman yang mengandung


(19)

Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan sejak tahun 1930-an,

diketahui bahwa styrene, bahan dasar Styrofoam, juga butadiene sebagai bahan

penguat, maupun DOP atau BHT sebagai plasticizer-nya bersifat mutagenik (mampu

mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang pembentukan sel kanker)

(Yuliarti, 2007). Pada tahun 1987, Pusat Riset Kanker di Perancis telah mengubah

klasifikasi styrene yang semula dimasukkan Grup 3 (komponen kimiawi yang tidak

menimbulkan kanker) menjadi Grup 2B (kemungkinan menyebabkan kanker pada

manusia) (Khomsan, 2003).

Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001 mengungkapkan

bahwa residu Styrofoam dalam makanan dapat menyebabkan endocrine disrupter

(EDC), suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem

endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan karsinogen dalam makanan.

Toksisitas yang ditimbulkan memang tidak langsung tampak. Sifatnya akumulatif dan

dalam jangka panjang baru timbul akibatnya (Sulchan & Endang, 2007).

Selain berefek negatif bagi kesehatan, Styrofoam juga sering menimbulkan

masalah pada lingkungan karena bahan ini sulit mengalami penguraian biologik dan

sulit didaur ulang. Sementara itu, CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan

Styrofoam akan melayang di udara mencapai lapisan ozon di atmosfer dan akan mengikis lapisan ozon. (Khomsan, 2003).

Hasil uji laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI pada

Juli 2009 menyatakan bahwa 17 jenis kemasan makanan Styrofoam aman untuk

digunakan atau memenuhi syarat. Namun demikian BPOM menghimbau masyarakat


(20)

logo yang terdapat pada produk Styrofoam, serta memperhatikan suhu, jenis makanan

dan lama kontak dengan kemasan. Karena jika himbauan tersebut dilanggar

kemungkinan kemasan dapat menghasilkan residu monomer styrene. Jika residu

monomer styrene > 5.000 mg/l akan berbahaya bagi tubuh diantaranya menyebabkan

kanker (Republika Newsroom, 2009).

Kelurahan Padang Bulan Selayang I merupakan salah satu kawasan bisnis

kuliner di Kota Medan, terutama di Jalan Dr. Mansur. Berbagai makanan dijual di

lokasi ini dengan gaya dan ciri khas masing-masing tempat jajanan. Tempat-tempat

makanan jajanan tersebut juga ramai dikunjungi konsumen. Apalagi letaknya yang

dekat kampus USU membuat tempat-tempat makanan jajanan di kawasan ini menjadi

semakin ramai didatangi pengunjung.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa di

Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang banyak terdapat

tempat makanan jajanan yang menggunakan Styrofoam sebagai kemasan makanan

yang dijual. Berbagai jenis makanan dikemas dalam kemasan Styrofoam seperti nasi

goreng, mie goreng, mie ayam, siomay, bubur ayam, steak, dan lain-lain. Padahal

makanan-makanan tersebut tidak boleh dikemas dengan Styrofoam karena

mengandung minyak dan lemak. Bahkan tidak jarang Styrofoam digunakan untuk

membungkus makanan yang baru selesai dimasak dan masih panas. Dalam hal ini

pemilik tempat makanan jajanan sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap

segala sesuatu yang menyangkut kegiatan penjualannya memiliki peranan yang

sangat penting, termasuk mengambil keputusan untuk memilih kemasan yang akan


(21)

Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian tentang

pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan jajanan tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kelurahan Padang Bulan

Selayang I Kecamatan Medan Selayang.

1.2. Perumusan Masalah

Terjadinya migrasi monomer styrene dari kemasan Styrofoam ke dalam

pangan dapat menimbulkan resiko bagi kesehatan. Migrasi dipengaruhi oleh suhu,

lama kontak, dan tipe makanan. Semakin tinggi suhu, lama kontak, dan kadar lemak

suatu makanan, semakin besar migrasinya.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui

bagaimana pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan jajanan tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kelurahan Padang Bulan

Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan

jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kelurahan


(22)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pemilik tempat makanan jajanan, yaitu: umur,

pendidikan, lama usaha, modal usaha, dan omset per bulan.

2. Untuk mengetahui jenis makanan yang dijual dan dikemas dengan kemasan

Styrofoam di tempat makanan jajanan.

3. Untuk mengetahui pengetahuan pemilik tempat makanan jajanan tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

4. Untuk mengetahui sikap pemilik tempat makanan jajanan tentang penggunaan

Styrofoam sebagai kemasan makanan.

5. Untuk mengetahui tindakan pemilik tempat makanan jajanan tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan gambaran tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik

tempat makanan jajanan tentang pengunaan Styrofoam sebagai kemasan

makanan.

2. Sebagai bahan informasi bagi pemilik tempat makanan jajanan tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

3. Sebagai bahan informasi/ masukan bagi peneliti lain untuk studi lebih lanjut

tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

4. Sebagai proses belajar bagi penulis dalam upaya mengimplementasikan

berbagai teori yang diperoleh selama proses belajar di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makanan

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari makanan. Makanan

merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, disamping udara

(oksigen) (Notoadmodjo, 2003).

Menurut World Health Organization (WHO), makanan adalah semua

substansi yang diperlukan oleh tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan

substansi-substansi yang digunakan untuk pengobatan. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia mendefenisikan makanan dan minuman sebagai semua bahan, baik dalam

bentuk alamiah maupun dalam bentuk buatan yang dimakan manusia, kecuali air dan

obat-obatan (Depkes RI, 1990).

Makanan yang kita konsumsi harus diperhatikan kualitas dan kuantitasnya.

Berdasarkan segi kualitasnya, makanan harus memenuhi syarat-syarat, yakni enak

rasanya, bersih dan sehat, memenuhi gizi yang cukup, serta mudah dicerna dan

diserap oleh tubuh. Sedangkan dari segi kuantitasnya, makanan harus disesuaikan

dengan usia seseorang, jenis kelamin, macam pekerjaan yang dilakukan, iklim, tinggi

dan berat badan, serta keadaan individu. Makanan juga harus memberikan panas dan

tenaga pada tubuh, membangun jaringan tubuh yang baru, memelihara dan

memperbaiki yang tua, serta mengatur proses alamiah, kimiawi, atau faali tubuh

(Moertjipto, 1994).

Menurut Notoadmodjo (2003), ada empat fungsi pokok makanan bagi


(24)

1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/ perkembangan serta mengganti

jaringan tubuh yang rusak.

2. Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari.

3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral, dan

cairan tubuh yang lain.

4. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.

2.2. Makanan Jajanan

Makanan yang kita konsumsi biasanya selain makanan pokok juga ada

makanan jajanan. Makanan Jajanan adalah jenis-jenis masakan yang dimasak

sepanjang hari, tidak terbatas pada waktu, tempat, dan jumlah yang dimakan

(Judarwanto, 2007). Menurut Kepmenkes RI No. 942/ MENKES/ SK/ VII/ 2003

Tentang persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, yang dimaksud dengan

makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan

di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi

umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/ restoran, dan hotel.

Fungsi makanan jajanan yang kita konsumsi adalah (Moertjipto, 1994):

1. Sebagai pengganti makanan utama, misalnya makanan pada waktu bepergian atau

bekerja.

2. Menambah zat-zat yang tidak ada atau kurang pada makanan utama.

3. Sebagai hiburan.

2.3. Zat Tambahan dan Pencemar Makanan

Dengan semakin meningkatnya penduduk dunia, kebutuhan makanan akan


(25)

untuk meningkatkan pasokan makanan. Meningkatnya efisiensi pertanian mengurangi

jumlah petani. Selain itu, dengan industrialisasi dan urbanisasi, semakin banyak

orang yang bertempat tinggal jauh dari tanah pertanian. Perubahan sosial ini

mengakibatkan makin meningkatnya kebutuhan akan makanan olahan yang diangkut

dari daerah pertanian ke kota dengan tetap mempertahankan nilai gizi serta sifat

organoleptiknya. Kebutuhan ini sebagian besar dapat dipenuhi oleh penambahan

bahan kimia yang dikenal sebagai zat tambahan makanan.

Zat tambahan makanan menurut Komisi Codex Alimentarius adalah bahan

apa pun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya

tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi

atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan

teknologi (termasuk organoleptik) dalam pembuatan, pengolahan, penyiapan,

perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan, atau penanganan makanan akan

mengakibatkan, atau dapat diharapkan berakibat (secara langsung atau tak langsung)

makanan itu atau hasil sampingannya menjadi bagian komponen makanan itu atau

mempengaruhi ciri-ciri makanan itu. Istilah ini tidak mencakup “pencemar” atau

zat-zat yang ditambahkan pada makanan untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu

gizi (Lu, 1994).

Zat tambahan makanan dapat diklasifikasikan menjadi: (1) zat tambahan

makanan langsung, dan (2) zat tambahan makanan tidak langsung.

2.3.1. Zat Tambahan Makanan Langsung

Beberapa zat kimia ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan


(26)

untuk meningkatkan daya tarik bagi konsumennya dalam segi warna, rasa, bentuk,

dan kemudahan. Bahan kimia ini dikelompokkan berdasarkan fungsi teknologinya.

Daftar yang rinci dari berbagai kelompok zat tambahan makanan dan penggunaannya

diberikan dalam suatu terbitan NAS (1965) dan suatu dokumen Codex. Berikut ini

adalah beberapa contohnya (Lu, 1994):

1. Bahan pengawet ditambahkan untuk memperpanjang shelf-life makanan dengan

mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroba.

2. Antioksidan ditambahkan pada minyak untuk mencegah tengik yang merupakan

hasil perubahan oksidatif. Sebagian ditambahkan pada buah dan sayuran untuk

mencegah pencokelatan enzimatik.

3. Zat pengemulsi, pemantap, dan pengental ditambahkan untuk memperbaiki

kehomogenan, stabilitas, dan “badan” dari berbagai jenis produk makanan.

4. Zat warna digunakan untuk mempertinggi daya tarik visual produk makanan.

5. Bumbu dan penyedap, merupakan kelompok terbanyak zat tambahan makanan.

Umumnya zat tamabahan ini digunakan dalam jumlah sedikit dalam makanan.

6. Bahan pemanis buatan, mempunyai rasa manis yang kuat tetapi nilai kalorinya

sedikit atau tidak ada.

7. Zat gizi, antara lain vitamin, mineral, dan asam amino esesensial.

8. Kelompok lain-lain, mencakup (a) pengaturan keasaman (asam dan basa) yang

digunakan untuk menyesuaikan pH minuman dari buah kalengan dan

sayur-sayuran kalengan; (b) zat anti-gumpal yang ditambahkan pada garam, gula, dll.

untuk mempertahankan sifatnya yang dapat bergerak bebas; (c) zat anti-busa yang


(27)

ditambahkan dalam tepung untuk memperbaiki mutu pemanggangannya; (e) zat

pengilap; (f) propelan; dan (g) zat pengembang.

2.3.2. Zat Tambahan Makanan Tidak Langsung

Selain zat tambahan makanan langsung, ada sejumlah besar zat tambahan

tidak langsung dan beberapa pencemar yang merupakan masalah toksikologi

makanan dan membutuhkan upaya pengendalian yang berbeda. Yang terpenting dari

zat tambahan makanan tidak langsung ini adalah unsur dalam bahan pengemas yang

dapat berpindah ke dalam makanan yang bersentuhan dengannya (Lu, 1994).

Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita

konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar bungkus

makanan dan cenderung dianggap sebagai “pelindung” makanan. Namun sebenarnya

kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan,

penyeragaman, promosi, dan informasi. Ada begitu banyak bahan yang digunakan

sebagai pengemas primer pada makanan, yaitu kemasan yang bersentuhan langsung

dengan makanan. Tetapi tidak semua bahan ini aman bagi makanan yang dikemasnya

(Sulchan & Endang, 2007).

Beberapa zat dapat berpindah dari wadah makanan, pembungkus, dan

lain-lain ke dalam makanan yang dibungkus di dalamnya. Kebanyakan bahan kimia yang

dapat berpindah dari bahan konvensional, misalnya kertas dan kayu dianggap aman

dan tercantum dalam GRAS (Generally Recognized as Safe) FDA. Tetapi belakangan

ini banyak dipakai kemasan yang terbuat dari bahan polimer. Polimer sendiri

biasanya bersifat lambat, tetapi komponen-komponennya, yaitu monomer yang ada


(28)

zat tambahan plastik, serta hasil reaksi sampingan dan degradasi kimia dapat

berpindah ke dalam makanan yang bersentuhan dengannya (Lu, 1994).

Sebagian besar polimer yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan

bahan makanan adalah jenis termoplastik. Plastik ini dapat menjadi lunak jika

dipanaskan dan mengeras lagi setelah dingin. Contoh plastik yang banyak digunakan

dalam kehidupan kita sehari-hari adalah polietilena (sebagai bahan pembungkus,

kantung plastik, mainan anak, dan botol), teflon (sebagai pengganti logam, pelapis

alat-alat masak), polivinilklorida (untuk pipa, alat rumah tangga, cat, piringan hitam),

polistyrene (bahan insulator listrik, pembungkus makanan, Styrofoam, dan mainan anak), dan lain-lain (Hadi, 2007).

2.4. Styrofoam

2.4.1. Defenisi dan Sifat Styrofoam

Styrofoam atau plastik busa masih termasuk golongan plastik. Umumnya Styrofoam berwarna putih dan terlihat bersih. Bentuknya juga simpel dan ringan (Khomsam, 2003).

Sebenarnya Styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh

Perusahaan Dow Chemical untuk polystyrene foam. Oleh pembuatnya, Styrofoam

dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan,

bukan untuk kemasan makanan. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki

sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah,

mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang

tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas


(29)

Pada tahun 1941, para peneliti di Dow Chemical Physics Laboratotium

menemukan suatu cara untuk membuat polystyrene foam. Dipimpin oleh Ray

McIntire, mereka kembali meneliti metode pertama yang telah ditemukan

sebelumnya oleh penemu berkebangsaan Swedia, Carl George Munters. Dow

memperoleh hak eksklusif untuk menggunakan hak paten Munters dan menemukan

cara untuk membuat sejumlah besar diekstrusi plastik sebagai busa sel tertutup yang

mampu menahan kelembaban. Karena sifat isolasi dan daya apungnya ini pada tahun

1942 polystyrene foam diadopsi oleh USA Coast Guard untuk digunakan pada rakit

penolong. Styrofoam juga digunakan untuk bahan konstruksi bangunan, bahan

pelapis, pipa insulasi, serta bunga dan produk kerajinan. Styrofoam isolasi ini telah

banyak dipakai pada gedung dan fasilitas penting di Amerika Utara.

Di Amerika Serikat, kata “Styrofoam” sering digunakan sebagai istilah umum

untuk hasil pengembangan polystyrene foam seperti cangkir kopi sekali pakai,

pendingin atau bahan bantalan dalam kemasan. Styrofoam ini berwarna putih dan

terbuat dari butiran-butiran styrene. Styrofoam ini berbeda dengan diekstrusi

Styrofoam yang digunakan untuk isolasi. Styrofoam yang digunakan untuk kerajinan dapat dikenali dari kekasaran dan fakta bahwa akan berbunyi ketika dipotong

(Wikipedia, 2009).

2.4.2. Proses Pembuatan Styrofoam

Dalam kimia, polimer adalah monomer raksasa (makromolekul) yang

biasanya memiliki bobot molekul tinggi, dibangun dari pengulangan unit-unit.


(30)

Monomer merupakan unit terkecil dari suatu polimer. Sedangkan reaksi pembentukan

polimer dikenal dengan istilah polimerisasi. (Wikipedia.com).

Styrofoam dihasilkan dari campuran 90-95% polystyrene dan 5-10% gas seperti n-butana atau n-pentana (InfoPOM, 2008). Bahan dasar Styrofoam adalah

polystyrene. Polystyrene merupakan suatau jenis plastik yang dibuat dari monomer styrene melalui proses polimerisasi. Polystyrene ini bersifat sangat amorphous,

mempunyai indeks refraksi tinggi, dan sukar ditembus oleh gas, kecuali uap air.

Dapat larut dalam alkohol rantai panjang, kitin, ester hidrokarbon yang mengikat

klorin. Polystyrene ini juga sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan murah, tetapi

cepat rapuh. Karena kelemahannya tersebut, polystyrene dicampur dengan seng dan

senyawa butadiene. Hal ini menyebabkan polystyrene kehilangan sifat jernihnya dan

berubah warna menjadi putih susu. Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan zat

plasticizer seperti dioktil ptalat (DOP), butyl hidroksi toluene, atau n butyl stearat. Plastik busa yang mudah terurai menjadi struktur sel kecil merupakan hasil proses

peniupan dengan menggunakan gas klorofluorokarbon (CFC) sehingga membentuk

buih (foam). Hasilnya adalah bentuk seperti yang dipergunakan selama ini (Sulchan

& Endang, 2007).

Simbol untuk kode identifikasi resin polystyrene yang dikembangkan oleh

American Society of the Plastics Industry (SPI) adalah logo panah memutar. Simbol ini menyatakan jenis plastiknya (Polystyrene, PS) dan mempermudah proses daur

ulang (InfoPOM, 2008). Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia (BPOM RI) logo yang terdapat pada produk Styrofoam yang dianjurkan


(31)

di tengahnya serta tulisan PS di bawah segitiga tersebut (Republika Newsroom,

2009).

2.4.3. Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan

Styrofoam saat ini menjadi salah satu pilihan bahan pengemas makanan dan minuman yang populer dalam bisnis makanan. Kemasan ini dipilih karena bahan ini

memiliki beberapa kelebihan. Bahan tersebut mampu mencegah kebocoran dan tetap

mempertahankan bentuknya saat dipegang, mampu mempertahankan panas dan

dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan

yang dikemas, ringan, serta murah. (Sulchan & Endang, 2007). Karena kelebihannya

tersebut, kemasan Styrofoam digunakan untuk pengemas pangan siap saji, segar,

maupun yang memerluakn proses lebih lanjut. Banyak restoran siap saji

menyuguhkan hidangannya dengan menggunakan kemasan ini, begitu pula dengan

produk-produk pangan seperti mie instan, bubur ayam, bakso, kopi, dan yoghurt

(InfoPOM, 2008).

Namun ternyata selain mempunyai banyak keunggulan, kemasan Styrofoam

menyimpan kelemahan yaitu kemungkinan terjadinya migrasi atau berpindahnya zat

monomer Styrene dari bahan plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan

tersebut tidak cocok dengan kemasan atau wadah penyimpanannya. Setiap jenis

makanan memiliki sifat yang perlu dilindungi oleh jenis plastik tertentu. Kesalahan

material kemasan dapat mengakibatkan kerusakan bahan makanan yang dikemas

(Sulchan & Endang, 2007).


(32)

Terjadinya migrasi monomer Styrene dari kemasan Styrofoam ke dalam

pangan dapat menimbulkan resiko bagi kesehatan. Migrasi dipengaruhi oleh suhu,

lama kontak, dan tipe makanan. Semakin tinggi suhu, lama kontak, dan kadar lemak

suatu makanan, semakin besar migrasinya (InfoPOM, 2008).

Styrofoam dapat digunakan untuk mengemas makanan pada rentang suhu yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena polystyrene sebagai bahan dasar

pembuatan Styrofoam tidak tahan terhadap suhu dan sudah melembek pada suhu

77oC (Hartomo, 1992). Menurut Ismariny, Kepala Bidang Polimer Rekayasa Pusat

Teknologi Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam

Ariyanto (2009), penggunaan kemasan plastik dan Styrofoam untuk makanan/

minuman dengan suhu lebih dari 60o

Makanan yang mengandung vitamin A tinggi bila dipanaskan dalam wadah

Styrofoam akan melarutkan styrene yang ada di dalamnya. Pemanasan akan memecah vitamin A menjadi toluene, dan toluene ini adalah pelarut styrene. Styrene kemudian

akan termigrasi ke dalam makanan (Khomsan, 2003).

C sebaiknya dihindari untuk mencegah

terjadinya migrasi ke dalam makanan. Semakin tinggi suhu makanan, semakin

banyak komponen yang mengalami migrasi, masuk, dan bercampur dengan makanan

sehingga setiap kita mengkonsumsi makanan tersebut kita secara tidak sadar

mengkonsumsi zat-zat yang termigrasi itu (Sulchan & Endang, 2007).

Semakin lama produk disimpan, batas maksimum komponen-komponen yang

bermigrasi semakin terlampaui. Apalagi bila makanan atau minuman tersebut banyak

mengandung lemak dan minyak. Perpindahan akan semakin cepat jika kadar lemak


(33)

mengandung alkohol atau asam juga dapat mempercepat perpindahan zat kimia.

Styrene yang menjadi bahan dasar Styrofoam bersifat larut dalam lemak, alkohol,

maupun asam (Yuliarti, 2007). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa berat cup

Styrofoam paling banyak berkurang bila digunakan untuk minuman lemon tea. Bila Styrofoam dibasahi dengan aseton/ alkohol, maka Styrofoam tersebut akan mengkerut dan lumer. Sifat larut lemak menyebabkan Styrofoam tidak cocok untuk wadah

minuman susu atau yoghurt karena kedua jenis minuman ini mengandung lemak

relatif tinggi. Demikian pula minum kopi dengan campuran krim tidak dianjurkan

menggunakan Styrofoam (Khomsan, 2003).

Secara ringkas berikut dijelaskan beberapa makanan dan minuman yang tidak

boleh dikemas dengan kemasan Styrofoam.

Tabel 2.1. Jenis dan contoh makanan dan minuman yang tidak boleh dikemas dengan kemasan Styrofoam


(34)

No. Jenis Makanan/ Minuman

Contoh Makanan Keterangan 1. Makanan bersuhu panas Semua makanan dengan

suhu panas

Suhu > 60OC

2. Makanan mengadung minyak dan lemak

- Mie goreng - Nasi goreng - Ayam goreng - Soto

- Bubur ayam - Keju

- Susu dan produk olahannya Produk susu dan turunannya: emulsi air dalam minyak, kandungan lemak rendah atau tinggi 3. Makanan yang

mengandung asam

- Acar

- Asam manis - Rujak - Sayur asam

- Makanan dengan saus tomat (Mis: sphagetti) 4. Minuman yang panas Semua minuman dengan

suhu panas

Suhu > 60OC

5. Minuman yang

mengandung lemak tinggi

- Es krim

- Kopi dengan krim - Susu - Yoghurt Emulsi minyak dalam air, kandungan lemak rendah atau tinggi 6. Minuman yang

mengandung asam

- Lemon tea - Orange juice - Lime juice

Dapat mengandung garam atau gula atau keduanya 7. Minuman yang

mengandung alkohol - Anggur - Bir - Rum - Whisky Mengnadung 8% atau lebih dari 8% alkohol

Sumber: Direktorat standardisasi Produk Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya Badan POM RI


(35)

Mengingat penggunaan Styrofoam yang cukup luas dan monomer

penyusunannya yang berbahaya maka pemakaiannya perlu diatur. Batas Migrasi

Monomer styrene diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor

HK.00.05.55.6497 tanggal 20 Agustus 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan. Dalam

peraturan tersebut dijelaskan bahwa batas migrasi residu total monomer styrene

adalah sebesar 10.000 ppm untuk kemasan Styrofoam yang kontak langsung dengan

pangan berlemak seperti:

a. tidak bersifat asam (pH < 5,0), produk-produk mengandung air, dapat

mengandung garam, gula atau keduanya;

b. bersifat asam, produk-produk mengandung air, dapat mengandung garam atau

gula atau keduanya, termasuk mengandung emulsi minyak dalam air dengan

kandungan lemak rendah atau tinggi;

c. produk susu dan turunannya: emulsi minyak dalam air, kandungan lemak rendah

atau tinggi.

d. minuman non alkohol, mengandung sampai 8% alkohol, dan lebih dari 8%

alkohol;

e. produk roti: roti lembab dengan permukaan tanpa mengandung minyak atau

lemak bebas, dan;

f. padat kering dengan permukaan tanpa mengandung minyak atau lemak bebas,

Sementara itu, batas migrasi residu total monomer styrene adalah sebesar

5000 ppm untuk kemasan polystyrene yang kontak langsung dengan makanan


(36)

a. produk mengandung air, asam atau tidak asam, mengandung minyak atau lemak

bebas atau berlebih, dapat mengandung garam termasuk mengandung emulsi air

dalam minyak dengan kandungan lemak rendah atau tinggi;

b. produk susu dan turunannya: emulsi air dalam minyak, kandungan lemak rendah

atau tinggi;

c. lemak dan minyak mengandung sedikit air;

d. produk roti: roti lembab dengan permukaan mengandung minyak atau lemak

bebas;

e. padat kering dengan permukaan mengandung minyak atau lemak bebas

(InfoPOM, 2008).

2.4.6. Bahaya Penggunaan Kemasan Styrofoam Bagi Kesehatan

Residu monomer styrene dalam makanan sangat berbahaya. Jika residu

monomer styrene > 5.000 mg/l akan berbahaya bagi tubuh. Residu itu dapat

menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat

adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan

kimia karsinogen dalam makanan (Yuliarti, 2007).

Toksisitas yang ditimbulkan memang tidak langsung tampak. Sifatnya

akumulatif dan dalam jangka panjang baru timbul akibatnya (Sulchan & Endang,

2007). Bahaya monomer styrene terhadap kesehatan setelah terpapar dalam jangka

panjang, antara lain (InfoPOM, 2008):

1. Menyebabkan gangguan pada sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit


(37)

akurasi, dan kecepatan visiomotor, fungsi intelektual), hilang pendengaran, dan

neurofati peripheral.

2. Menyebabkan anemia. Paparan jangka panjang terhadap styrene akan

menyebabkan neurotoxic (kelelahan, nervous, dan sulit tidur) dan haemoglobin

rendah. Haemoglobin adalah bagian dari darah merah yang berfungsi mengangkut

oksigen. Bila haemoglobin rendah maka banyak sel-sel tubuh yang akan

kekurangan oksigen yang memunculkan gejala lesu, letih, dan lemah. Penyakit

haemoglobin yang rendah disebut anemia.

3. Meningkatnya resiko leukemia dan limfoma.

4. Styrene termasuk bahan yang diduga dapat menyebabkan kanker pada manusia

(2B), yaitu terdapat bukti terbatas pada manusia dan kurang cukup bukti pada

binatang.

5. Monomer styrene dapat masuk ke dalam janin jika kemasan Styrofoam digunakan

untuk mewadahi pangan beralkohol karena alkohol bersifat dapat melintasi

plasenta. Hal ini menjelaskan mengapa dalam jaringan tubuh anak-anak

ditemukan monomer styrene meskipun anak-anak tersebut tidak pernah terpapar

secara langsung.

6. Monomer styrene juga dapat mengkontaminasi ASI.

Kemungkinan toksisitas plastik (Styrofoam) sebagai pengemas makanan juga

berasal dari komponen aditif. Zat aditif yang ditambahkan untuk kelenturan pada

proses pembuatan Styrofoam adalah dioktil ptalat (DOP). DOP menyimpan zat

benzene, suatu larutan kimia yang sulit dilumat oleh sistem pencernaan. Benzene


(38)

semakin menumpuk dan berbalut lemak. Hal tersebut bisa memicu timbulnya

penyakit kanker (Sulchan & Endang, 2007).

2.4.7. Bahaya Penggunaan Kemasan Styrofoam Bagi Lingkungan

Selain berefek negatif bagi kesehatan, Styrofoam juga sering menimbulkan

masalah pada lingkungan dan tidak ramah lingkungan. Kemasan plastik jenis

polystyrene ini sering menimbulkan masalah pada lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat diuraikan secara alami dan sulit didaur ulang sehingga tidak diminati oleh

pemulung. Proses daur ulang Styrofoam yang telah dilakukan selama ini sebenarnya

hanyalah dengan menghancurkan Styrofoam lama kemudian membentuknya menjadi

Styrofoam baru dan menggunakannya kembali menjadi wadah makanan dan minuman. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat setiap tahun diproduksi 3 juta ton

bahan ini, tetapi hanya sedikit yang didaur ulang, sehingga sisanya masuk ke

lingkungan. Karena tidak bisa diuraikan oleh alam, Styrofoam akan menumpuk begitu

saja dan menjadi sumber sampah yang mencemari lingkungan, baik lingkungan air

maupun tanah (InfoPOM, 2008).

Sementara itu, CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan Styrofoam,

meskipun bukan gas yang beracun, memiliki sifat mudah terbakar serta sangat stabil.

Begitu stabilnya, gas ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun (Sulchan & Endang,

2007). Dalam pembuatan Styrofoam ternyata 90% CFC yang digunakan akan

dilepaskan di atmosfer yang kemudian akan mengikis lapisan ozon. Gas ini akan

melayang di udara mencapai lapisan stratosfer dan akan terjadi reaksi serta akan


(39)

rumah kaca. Bila suhu bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus

menembus bumi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kanker (Khomsan, 2003).

Menurut Presiden National Wildlife Federation, sebuah cup terbuat dari

Styrofoam mengandung 10 pangkat 18 molekul CFC. Ketika mereka terpecah karena radiasi ultraviolet, maka setiap molekul CFC akan menghancurkan 100.000 molekul

ozon (Khomsan, 2003).

2.4.8. Beberapa Upaya Menghindari Bahaya Kemasan Styrofoam

Untuk mengurangi besarnya migrasi styrene dari kemasan Styrofoam dapat

dilakukan hal-hal sebagai berikut (InfoPOM, 2008)):

1. Kemasan polystyrene sebaiknya hanya digunakan untuk sekali pakai.

2. Hindari penggunaan kemasan polystyrene untuk pangan dengan suhu > 60o

3. Hindari penggunaan kemasan Styrofoam untuk pangan yang mengandung

alkohol, asam, dan lemak.

C.

4. Jika pangan yang akan dikemas bersuhu tinggi (> 60o

5. Makanan dengan kemasan Styrofoam jangan dipanaskan atau dimasukkan ke

dalam microwave.

C), mengandung alkohol,

asam, atau lemak maka sebisa mungkin digunakan kemasan pangan yang terbuat

dari keramik atau kaca/ gelas.

6. Hindari kontak langsung dengan pangan. Untuk itu sebelum mengemas pangan

maka kemasan Styrofoam dapat dipasang kertas ataupun daun.

7. Hindari penggunaan kemasan Styrofoam oleh wanita hamil dan anak-anak.

8. Apabila terpaksa harus menggunakan wadah Styrofoam sebaiknya pada makanan


(40)

2.5. Perilaku

2.5.1. Batasan dan Pengertian Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang

bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari

tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka

mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku

manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian tersebut

dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan

atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 2003).

Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan.

Namun tidak berarti bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan

tindakan saja, melainkan dapat bersifat potensial yaitu dalam bentuk potensial yaitu

dalam bentuk pengetahuan, motivasi, dan persepsi (Gerungan, 1991).

Skiner (1938) dalam Notoadmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan

kemudian organisme tersebut merespons. Teori ini disebut teori “S-O-R” atau

“Stimulus-Organisme-Respons”.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, perilaku dapat dibedakan


(41)

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

Oleh sebab itu disebut covert behavior atau unoservable behavior.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyata, atau praktek.

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat

tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun

respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap

stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat

dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional,


(42)

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering

merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Bloom dalam Mar’at (1981) membedakan perilaku dalam tiga bagian, yaitu

kognitif (menyangkut kesadaran atau pengetahuan), afektif (menyangkut sikap atau

emosi) dan psikomotorik (tindakan atau gerakan).

2.5.2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra

yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan

manusia sebagian besar diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt

behaviour).

Dalam domain kognitif ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan, yaitu:

1. Tahu (knows)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuaan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah


(43)

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap statu materi atau objek.

Untuk mengukur pengetahuan ini dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian

atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoadmodjo, 2003).

2.5.3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,

tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Newcomb

dalam Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap

belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi


(44)

reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Seperti yang diungkapkan para ahli (Gerungan, 1996; Ahmadi A.,1999;

Sarwono S.W.,2000; dan Walgito, B., 2001), sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut

(Maulana, 2007):

1. Sikap tidak dibawa dari lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman,

latihan sepanjang perkembangan individu.

2. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga

dapat dipelajari.

3. Sikap tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap.

4. Sikap dapat tertuju pada satu atau banyak objek.

5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.

6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi, hal ini yang membedakan

dengan pengetahuan.

Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap

mempunyai 3 komponen pokok:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. Artinya,

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. Artinya, bagaimana

penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Artinya, sikap adalah


(45)

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Sama halnya seperti pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu

(Notoadmodjo, 2003):

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap tingkat dua.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusika suatu masalah adalah

suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap

suatu objek, sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan


(46)

2.5.4. Tindakan

Tindakan merupakan gerak/ perbuatan dari tubuh setelah mendapat

rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh maupun luar tubuh atau lingkungan.

Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh berbagai

kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

Secara logis sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan, namun tidak

dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Suatu

sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan

sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi

yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek


(47)

4. Adaptasi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi

tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni


(48)

2.6. Kerangka Konsep

• Karakteristik pemilik tempat makanan jajanan: - Umur

- Pendidikan - Lama Usaha - Modal Usaha - Omset per bulan

• Jenis makanan dan minuman yang dijual di tempat makanan jajanan

• Jenis makanan dan minuman yang dikemas dengan Styrofoam

• Perilaku Pemilik Tempat Makanan Jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan mkaanan: - Pengetahuan

- Sikap - Tindakan


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif, yaitu

untuk menggambarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik tempat jajanan

makanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kelurahan

Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan

Medan Selayang. Dipilihnya Kelurahan ini sebagai lokasi penelitian karena alasan

sebagai berikut:

1. Kelurahan Padang Bulan Selayang I merupakan salah satu kawasan bisnis kuliner

di Kota Medan, terutama di Jalan Dr. Mansur. Di Jalan Dr. Mansur ini banyak

terdapat tempat-tempat makanan jajanan dengan beraneka jenis makanan.

Letaknya yang dekat dengan kampus USU membuat tempat-tempat makanan

jajanan ini ramai dikunjungi banyak orang.

2. Sebagian besar tempat makanan jajanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I

menggunakan Styrofoam sebagai kemasan makanan yang dijual.

3. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan

pemilik tempat-tempat makanan jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai


(50)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada April-Mei 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemilik tempat makanan jajanan

yang menggunakan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kelurahan Padang Bulan

Selayang I Kecamatan Medan Selayang yang berjumlah 23 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi, yaitu seluruh pemilik

tempat makanan yang menggunakan Styrofoam sebagai kemasan makanan di

Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang yang berjumlah 23

orang.

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total

sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini dilakukan bila jumlah populasi relatif

kecil (Sugiyono, 1994).

Teknik ini digunakan oleh peneliti mengingat populasi pemilik tempat

makanan jajanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang


(51)

3.4. Metode Pengambilan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui observasi langsung ke tempat-tempat makanan

jajanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang dan

wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada pemilik tempat-tempat makanan

jajanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Kantor Kelurahan Padang Bulan Selayang I dan

dari literatur-literatur yang berhubungan dan mendukung penelitian.

3.5. Definisi Operasional

Sesuai dengan kerangka penelitian, maka definisi operasional dari variable

adalah sebagai berikut:

1. Tempat makanan jajanan adalah tempat penjualan jenis makanan pengganti

makanan pokok/ utama, seperti bakso, mie ayam, nasi goreng, mie goreng,

siomay, bubur ayam, steak, dan lain-lain.

2. Pemilik tempat makanan jajanan adalah orang yang bertanggung jawab atas

segala kegiatan yang menyangkut usaha penjualan makanan jajanan di tempat

makanan jajanannya.

3. Karakteristik pemilik tempat makanan jajanan adalah gambaran keadaan

responden, yaitu: umur, pendidikan, modal usaha, lama usaha, dan omset per


(52)

4. Umur adalah lamanya waktu hidup responden (tahun) yang dihitung sejak

responden lahir sampai pada saat dilakukan penelitian.

5. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh dan berhasil

diselesaikan oleh responden.

6. Modal Usaha adalah biaya/ uang yang dikeluarkan responden (pemilik tempat

makanan jajanan) sebagai dasar untuk menyelenggarakan usaha penjualan

makanan jajanan setiap bulan (biaya operasional).

7. Lama Usaha adalah waktu berlangsungnya kegiatan penjualan makanan jajanan

(bulan) yang dihitung sejak berdirinya tempat makanan jajanan tersebut sampai

pada saat dilakukan penelitian.

8. Omset per bulan adalah rata-rata hasil penjualan (pendapatan kotor) yang

diperoleh responden dari usaha penjualan makanan jajanan miliknya dalam satu

bulan.

9. Jenis makanan/ minuman yang dijual adalah semua makanan yang tersedia di

tempat penjualan makanan jajanan dan ditawarkan kepada pengunjung yang

selanjutnya diklasifkasikan ke dalam kategori makanan/ minuman bersuhu tinggi

(panas), makanan/ minuman berminyak dan berlemak, serta makanan/ minuman

yang mengandung asam.

10.Jenis makanan yang dikemas dengan Styrofoam adalah semua makanan yang

dikemas dengan wadah jenis Styrofoam yang selanjutnya diklasifkasikan ke

dalam kategori makanan bersuhu tinggi (panas), makanan berminyak dan


(53)

11.Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan

12.Sikap adalah pendapat atau respon yang masih tertutup dari responden tentang

penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan.

13.Tindakan adalah perbuatan nyata responden tentang penggunaan Styrofoam

sebagai kemasan makanan.

3.6. Aspek Pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkatan pengetahuan,

sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan jananan tentang penggunaan Styrofoam

sebagai kemasan makanan adalah skala likert (Sugiyono, 2007). Berdasarkan jumlah

nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu:

1. Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 75% dari seluruh skor

yang ada.

2. Kategori sedang adalah apabila responden mendapat nilai 45-75% dari seluruh

skor yang ada.

3. Kategori buruk adalah apabila responden mendapat nilai < 45% dari seluruh skor

yang ada.

3.6.1. Pengetahuan

Pengetahuan responden diukur berdasarkan jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan berjumlah 10 dengan total skor

20. Adapun ketentuan pemberian skor yaitu: jika responden menjawab ‘a’ diberi skor

= 2, jika menjawab ‘b’ diberi skor = 1, dan jika menjawab ‘c’ diberi skor = 0. Khusus


(54)

1 pilihan maka skore = 1, jika menyebutkan 2 pilihan atau lebih maka skore = 2, dan

jika menjawab ‘b’ maka skore = 0

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden

dikategorikan sebagai berikut :

1. Baik, apabila skor yang diperoleh > 75% dari total skor atau memperoleh skor

lebih dari 15

2. Sedang, apabila skor yang diperoleh 45-75% dari total skor atau memperoleh skor

9 sampai 15

3. Buruk, apabila skor yang diperoleh < 45% dari total skor atau memperoleh skor

kurang dari 9

3.6.2. Sikap

Pengukuran sikap responden dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan dengan alternatif jawaban “setuju” dan “tidak setuju”. Pertanyaan

berjumlah 15 dengan total skor 30.

Adapun ketentuan pemberian skor yaitu: jika responden menjawab setuju

diberi skor = 2 dan jika menjawab tidak setuju diberi skor = 0. Khusus untuk

pertanyaan nomor 2, 5, 8, 12, dan 13, jawaban setuju diberi skor = 0 dan jawaban

tidak setuju diberi nilai = 2

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkatan sikap responden dikategorikan

sebagai berikut :

1. Baik, apabila skor yang diperoleh > 75% dari total skor atau memperoleh skor


(55)

2. Sedang, apabila skor yang diperoleh 45-75% dari total skor atau memperoleh skor

13,5 sampai 22,5

3. Buruk, apabila skor yang diperoleh < 45% dari total skor atau memperoleh skor

kurang dari 13,5

3.6.3. Tindakan

Tindakan responden diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan

yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan berjumlah 15 dengan total skor 30. Adapun

ketentuan pemberian skor adalah sebagai berikut:

a. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1 s/d 11, yaitu:

- Jawaban Ya (a) diberi skor = 0

- Jawaban Tidak (b) diberi skor = 2

b. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 12 s/d 15 yaitu:

- Jawaban Ya (a) diberi skor = 2

- Jawaban Tidak (b) diberi skor = 0

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkatan tindakan responden

dikategorikan sebagai berikut :

1. Baik, apabila skor yang diperoleh > 75% dari total skor atau memperoleh skor

lebih dari 22,5.

2. Sedang, apabila skor yang diperoleh 45-75% dari total skor atau memperoleh skor

13,5 sampai 22,5.

3. Buruk, apabila skor yang diperoleh < 45% dari total skor atau memperoleh skor


(56)

Untuk responden yang menjawab ’b’ atau ’tidak’ pada pertanyaan tindakan no

7 berarti hanya memiliki 11 pertanyaan. Dengan demikian, selanjutnya tingkatan

tindakan responden dikategorikan sebagai berikut:

1. Baik, apabila skor yang diperoleh > 75% dari total skor atau memperoleh skor

lebih dari 16,5.

2. Sedang, apabila skor yang diperoleh 45-75% dari total skor atau memperoleh skor

9,9 sampai 16,5.

3. Buruk, apabila skor yang diperoleh < 45% dari total skor atau memperoleh skor

kurang dari 9,9.

3.7. Analisa Data

Data yang diperoleh dari observasi dan wawancara langsung dengan pemilik

tempat makanan jajanan diolah secara komputerisasi dan dianalisis secara deskriptif

untuk menggambarkan masing-masing variabel penelitian. Kemudian hasil disajikan


(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Padang Bulan Selayang I merupakan salah satu dari enam kelurahan di Kecamatan Medan Selayang. Kelurahan ini memiliki luas wilayah 1,8

km2

Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Padang Bulan Selayang I adalah

sebagai berikut:

atau 7,57% dari seluruh luas kecamatan Medan Selayang. Berdasarkan profil

Kelurahan Padang Bulan Selayang I tahun 2009, jumlah penduduk Kelurahan ini

adalah sebanyak 3.203 Kepala Keluarga atau 12.812 jiwa yang terdiri dari 6.264 jiwa

laki-laki dan 6.548 jiwa perempuan.

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Babura Kecamatan Medan

Sunggal.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Padang Bulan Selayang II

Kecamatan Medan Selayang.

- Sebelah Timur dengan Kelurahan Merdeka dan Padang Bulan Kecamatan

Medan Baru.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan

Sunggal dan Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang.

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil Kelurahan Padang Bulan

Selayang I, 9 hektar atau 90 m2 wilayah Kelurahan Padang Bulan Selayang I

merupakan daerah pertokoan dan perdagangan. Di Kelurahan ini terdapat salah satu


(58)

Mansur yang dekat dengan Kampus USU ini semakin menunjukkan jati dirinya

sebagai pusat bisnis kuliner dan mampu menarik pengunjung ratusan hingga ribuan

pengunjung setiap hari. Terdapat setidaknya 9 rumah makan/ restoran dan 32 tempat

makanan jajanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I. Semua gerai kuliner itu

tampil dengan dekorasi artistik etnik modern.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati meliputi umur, pendidikan, modal

usaha, lama usaha, dan omset per bulan. Hasil disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.1. Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Pemilik Tempat Makanan Jajanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

No. Karakteristik Responden Jumlah (Orang) Persentase (%) Umur (tahun)

1. 26-34 6 26,1

2. 35-43 10 43,5

3. 44-52 4 17,4

4. 53-61 1 4,3

5. 62-70 2 8,7

Jumlah 23 100,0

Pendidikan

1. Tidak tamat SD 0 0,0

2. Tamat SD 1 4,3

3. Tamat SMP 2 8,7

4. Tamat SMA 13 56,5

5. Perguruan Tinggi 7 30,4

Jumlah 23 100,0

Modal Usaha

1. Rp 10.000.000 – Rp 43.000.000 6 26,1

2. Rp 44.000.000 – Rp 77.000.000 3 13,0

3. Rp 78.000.000 – Rp 111.000.000 5 21,7

4. Rp 112.000.000 – Rp 145.000.000 4 17,4

5. Rp 146.000.000 – Rp 180.000.000 5 21,7


(59)

Lanjutan Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pemilik Tempat Makanan Jajanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010

No. Karakteristik Responden Jumlah (Orang) Persentase (%) Lama Usaha (Bulan)

1. 2-20 11 47,8

2. 21-39 5 21,7

3. 40-58 1 4,3

4. 59-77 5 21,7

5. 78-96 1 4,3

Jumlah 23 100,0

Omset Per Bulan

1. Rp 12.000.000 – Rp 79.000.000 9 39,1

2. Rp 80.000.000 – Rp 147.000.000 4 17,4

3. Rp 148.000.000 – Rp 215.000.000 6 26,1

4. Rp 216.000.000 – Rp 283.000.000 2 8,7

5. Rp 284.000.000 – Rp 351.000.000 2 8,7

Jumlah 23 100,0

Berdasarkan tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa responden termuda adalah

umur 26 tahun dan tertua adalah 70 tahun, sedangkan paling banyak responden

terdapat pada kisaran umur 35 – 43 tahun, yaitu sebanyak 10 orang (43,5%). Tingkat

pendidikan sebagian besar responden adalah tamat SMA, yaitu sebanyak 13 orang

(56,5%) dan tingkatan pendidikan terendah responden adalah tamat SD, yaitu

sebanyak 1 orang (4,3%). Tempat makanan jajanan yang menggunakan Styrofoam

sebagai kemasan makanan sebagian besar adalah tempat makanan jajanan dengan

lama usaha 2-20 bulan, yaitu 11 tempat makanan jajanan (47,8%). Penggunaan

Styrofoam sebagai kemasan makanan paling tinggi terdapat pada pemilik tempat jajanan dengan modal usaha Rp 10.000.000 – Rp 43.000.000, yaitu sebanyak 6 orang

(26,1%) responden. Tabel 4.1. di atas juga menunjukkan bahwa penggunaan


(1)

7.

Crosstabs Antara Umur dengan Pengetahuan

Case Processing Summary

23 100,0% 0 ,0% 23 100,0%

Umur kategorik * Kategori Pengetahuan

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Umur kategorik * Kategori Pengetahuan Crosstabulation

2 4 0 6

33,3% 66,7% ,0% 100,0%

3 4 3 10

30,0% 40,0% 30,0% 100,0%

0 2 2 4

,0% 50,0% 50,0% 100,0%

0 0 1 1

,0% ,0% 100,0% 100,0%

0 1 1 2

,0% 50,0% 50,0% 100,0%

5 11 7 23

21,7% 47,8% 30,4% 100,0%

Count

% within Umur kategorik Count

% within Umur kategorik Count

% within Umur kategorik Count

% within Umur kategorik Count

% within Umur kategorik Count

% within Umur kategorik 26-34

35-43

44-52

53-61

62-70 Umur

kategorik

Total

Baik Sedang Buruk

Kategori Pengetahuan

Total


(2)

8.

Crosstabs Antara Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan

Case Processing Summary

23 100,0% 0 ,0% 23 100,0%

Pendidikan * Kategori Pengetahuan

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Pendidikan * Kategori Pengetahuan Crosstabulation

0 1 0 1

,0% 100,0% ,0% 100,0%

0 1 1 2

,0% 50,0% 50,0% 100,0%

2 7 4 13

15,4% 53,8% 30,8% 100,0%

3 2 2 7

42,9% 28,6% 28,6% 100,0%

5 11 7 23

21,7% 47,8% 30,4% 100,0% Count

% within Pendidikan Count

% within Pendidikan Count

% within Pendidikan Count

% within Pendidikan Count

% within Pendidikan Tamat SD

Tamat SMP Tamat SMA Perguruan Tinggi Pendidikan

Total

Baik Sedang Buruk Kategori Pengetahuan

Total


(3)

9.

Crosstabs Antara Lama Usaha dengan Tindakan

Case Processing Summary

23 100,0% 0 ,0% 23 100,0%

Lama Usaha * Kategori Tindakan

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Lama Usaha * Kategori Tindakan Crosstabulation

8 3 11

72,7% 27,3% 100,0%

1 4 5

20,0% 80,0% 100,0%

1 0 1

100,0% ,0% 100,0%

3 2 5

60,0% 40,0% 100,0%

0 1 1

,0% 100,0% 100,0%

13 10 23

56,5% 43,5% 100,0%

Count

% within Lama Usaha Count

% within Lama Usaha Count

% within Lama Usaha Count

% within Lama Usaha Count

% within Lama Usaha Count

% within Lama Usaha 2-20

21-39

40-58

59-77

78-96 Lama

Usaha

Total

Sedang Buruk

Kategori Tindakan

Total


(4)

10.

Crosstabs Antara Pengetahuan dengan Sikap

Case Processing Summary

23 100,0% 0 ,0% 23 100,0%

Kategori Pengetahuan * Kategori Sikap

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Kategori Pengetahuan * Kategori Sikap Crosstabulation

5 0 0 5

100,0% ,0% ,0% 100,0%

8 3 0 11

72,7% 27,3% ,0% 100,0%

2 3 2 7

28,6% 42,9% 28,6% 100,0%

15 6 2 23

65,2% 26,1% 8,7% 100,0%

Count

% within Kategori Pengetahuan Count

% within Kategori Pengetahuan Count

% within Kategori Pengetahuan Count

% within Kategori Pengetahuan Baik

Sedang

Buruk Kategori

Pengetahuan

Total

Baik Sedang Buruk

Kategori Sikap

Total


(5)

11.

Crosstabs Antara Pengetahuan dengan Tindakan

Case Processing Summary

23 100,0% 0 ,0% 23 100,0%

Kategori Pengetahuan * Kategori Tindakan

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Kategori Pengetahuan * Kategori Tindakan Crosstabulation

3 2 5

60,0% 40,0% 100,0%

7 4 11

63,6% 36,4% 100,0%

3 4 7

42,9% 57,1% 100,0%

13 10 23

56,5% 43,5% 100,0%

Count

% within Kategori Pengetahuan Count

% within Kategori Pengetahuan Count

% within Kategori Pengetahuan Count

% within Kategori Pengetahuan Baik

Sedang

Buruk Kategori

Pengetahuan

Total

Sedang Buruk Kategori Tindakan

Total


(6)

12.

Crosstabs Antara Sikap dan Tindakan

Case Processing Summary

23 100,0% 0 ,0% 23 100,0%

Kategori Sikap * Kategori Tindakan

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Kategori Sikap * Kategori Tindakan Crosstabulation

10 5 15

66,7% 33,3% 100,0%

2 4 6

33,3% 66,7% 100,0%

1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

13 10 23

56,5% 43,5% 100,0%

Count

% within Kategori Sikap Count

% within Kategori Sikap Count

% within Kategori Sikap Count

% within Kategori Sikap Baik

Sedang

Buruk Kategori

Sikap

Total

Sedang Buruk

Kategori Tindakan

Total