Hubungan Tekanan Panas dengan Tekanan Darah pada Pekerja Pabrik di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2017 Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
survei analitik dengan rancangan cross sectional, yaitu pengukuran variabel bebas
dan variabel terikat dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian stasiun pengeringan PT. Perkebunan

Nusantara IV Kebun Bah Butong Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun
Provinsi Sumatera Utara, dikarenakan belum pernah ada penelitian mengenai
hubungan tekanan panas dengan tekanan darah pada pekerja di PT. Perkebunan
Nusantara IV Kebun Bah Butong.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan April 2017.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1


Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah 27 orang yang bekerja di stasiun

pengeringan.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi sebanyak 27 orang.

Universitas Sumatera Utara

3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengamatan langsung,
pengukuran tekanan panas dilakukan dengan Area Heatstress Monitor merk
Questemp dan pengukuran tekanan darah dilakukan dengan tensi meter.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder di peroleh dari PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah
Butong yang meliputi profil perusahaan dan gambaran umum perusahaan.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1 Variabel

Variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah tekanan panas di stasiun
pengeringan.
2. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah tekanan darah pada pekerja
di stasiun pengeringan.
3.5.2

Definisi Operasional

1. Tekanan panas (Heat Stress) adalah batasan kemampuan penerimaan panas
yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat
melakukan pekerjaan dan factor lingkungan (temperatur udara, kelembaban,
pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang
digunakan. Tekanan panas diukur dengan alat ukur Area Heatstress Monitor.
2. Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah dari sistem sirkulasi
atau sistem vascular terhadap dinding pembuluh darah. Tekanan darah

Universitas Sumatera Utara

merupakan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik pekerja di

stasiun pengeringan PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Butong yang diukur
dengan menggunakan tensi meter digital OMRON.
3.6 Metode Pengukuran
3.6.1

Tekanan Panas
Tekanan panas diukur dengan alat yang bernama Area Heatstress Monitor

merk Questemp, alat tersebut dioperasikan oleh asisten Laboratorium Teknik Industri
USU. Questemp tidak dapat menunjukkan angka ISBB lingkungan secara langsung.
Questemp hanya dapat menunjukkan angka suhu basah (Wet Bulb) dan suhu radiasi
(Globe). Oleh karena itu, untuk mendapatkan ISBB lingkungan kerja terlebih dahulu
harus mengetahui suhu basah (Wet Bulb) dan suhu radiasi (Globe) di lingkungan kerja
tersebut. Setelah mengetahui angka Wet Bulb dan Globe, barulah dapat dicari suhu
pada lingkungan kerja tersebut atau ISBB. Untuk pekerja di stasiun pengeringan,
pekerja tidak mengalami paparan sinar matahari secara langsung. Untuk itu dapat
dipakai rumus kedua ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (Globe).
Menurut analisa, pekerja di stasiun pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV
Kebun Bah Butong termasuk kedalam kategori jam kerja 75% - 100% dan dalam
beban kerja sedang. Jadi suhu yang diperkenankan oleh Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja adalah tidak lebih dari 28 0C.
Adapun cara pengukurannya :
1. Tombol power ditekan
2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan

Universitas Sumatera Utara

3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola
4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu bola basah
5. Hasil akan keluar kemudian dicatat
6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan
Pengukuran dilakukan di dua titik setiap mesin pengeringan yang ada di
stasiun pengeringan yaitu di depan dan di belakang mesin. Pengukuran dilakukan
pada pukul 07.00 WIB - 20.00 WIB dengan tiga kali pengukuran yaitu pada awal,
pertengahan dan akhir shift kerja, kemudian dari data tersebut diambil rata-ratanya
sehingga didapatkan data suhu pada lingkungan kerja tersebut.
Adapun kategori untuk tekanan panas adalah :
1. Tempat kerja memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu yang tidak
0


melebihi 28,0 C.
2. Tempat kerja tidak memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu yang
0

melebihi 28,0 C.
3.6.2 Tekanan Darah
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tensi meter digital OMRON
dengan satuan mmHg yang diukur oleh tenaga medis. Dimana tekanan darah optimal
orang dewasa menurut WHO-ISH 1999 adalah 120/80 mmHg. Pengukuran tekanan
darah pada tenaga kerja dilakukan pada pukul 07.00 WIB – 20.00 WIB dengan tiga
kali pengukuran yaitu sebelum bekerja, saat waktu istirahat dan 15 menit sesudah
pekerja melakukan pekerjaannya.
Adapun cara pengukurannya adalah:
1. Pasang manset perekat pada lengan

Universitas Sumatera Utara

2. Tekan tombol power
3. Tunggu hingga angka pada monitor stabil

4. Catat hasil pengukuran tekanan darah tersebut.
Adapun kategori untuk tekanan darah adalah:
1. Tekanan darah normal yaitu 120/80 mmHg atau tekanan darah sebelum
pekerja melakukan pekerjaannya.
2. Tekanan darah meningkat yaitu jika tekanan darah pekerja setelah bekerja
melebihi tekanan darah sebelum pekerja melakukan pekerjaannya.
3.7 Metode Analisis Data
Dalam suatu penelitian, analisis data merupakan salah satu langkah yang
penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian
masih mentah dan belum memberikan informasi. Data-data tersebut dianalisis
menggunakan program Statistic Package For The Social Science (SPSS).
Analisis penelitian ini mencakup :
1. Analisa univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variable
variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.
2. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan antara
variabel independen (tekanan panas) dan variabel dependen (tekanan darah)
menggunakan uji Chi Square dengan membandingkan nilai a sebesar 0,05
pada taraf kepercayaan 95%. Jika P value < 0,05 artinya ada hubungan yang
bermakna antara variabel independen (tekanan panas) dengan variabel
dependen (tekanan darah). Jika P value > 0,05 artinya tidak ada hubungan

yang bermakna antara tekanan Panas dengan tekanan darah.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah
Butong
Perkebunan Bah Butong dibuka pada tahun 1917 oleh Nederland Handel
Maskapai (NV.NHM). Pabrik pertama didirikan pada tahun 1927 dan mulai
beroperasi sejak tahun 1931. Secara kelembagaan, tahun 1957 Pemerintah Indonesia
melakukan pengambil alihan perusahaan yang dikelola bangsa asing, termasuk
perusahaan NHM, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 229/UM/57,
Tanggal 10 Agustus 1957 yang diperkuat dengan Undang-Undang Nasionalisasi
Nomor. 86/1958.
Tahun 1961, PPN Baru dan Pusat Perkebunan Negara dilebur menjadi Badan
Pimpinan Umum PPN Daerah Sumatera Utara I-IX melalui U.U. Nomor. 141 Tahun
1961 Sumut III dan Jo PP Nomor 141 Tahun 1961. Tahun 1963 Perkebunan Teh

Sumatera Utara dialihkan menjadi Perusahaan Aneka Tanaman IV ( ANTAN-IV )
melalaui PP Nomor 27 Tahun 1963. Pada tahun 1968 terjadi perubahan menjadi
Perusahaan Negara Perkebunan VIII (PNP VIII) melalui PP Nomor 141 Tahun
1968 Tanggal 13 April 1968.
Perubahan berikutnya mulai tahun 1974

menjadi Persero yaitu PT

Perkebunan VIII ( PTP VIII ) melalui Akta Notaris GHS Lumban Tobing, SH
Nomor 65 Tanggal : 31 April 1974 yang diperkuat SK Menteri Pertanian Nomor

Universitas Sumatera Utara

YA/5/5/23, Tanggal : 07 Januari 1975. Setelah mengalami beberapa kali pergantian
nama perusahaan maka pada tahun 1974 nama perusahaan menjadi perusahaan negara
PT. Perkebunan VIII (PTP VIII) mengusahakan 6 (Enam) Unit Usaha Teh yaitu Unit
Balimbingan, Marjandi, Bah Birung Ulu, Sidamanik, Bah Butong, Toba Sari dan
Sibosur.
Pada tanggal 11 Maret 1996 terjadi restrukturisasi kembali, dimana
Perkebunan Bah Butong masuk dalam lingkup PTP Nusantara IV melalui Akte

Pendirian PTPN IV Nomor. 37 Tanggal 11 Maret 1996 yang mengatur peleburan
PTP VI, VII dan VIII menjadi PT Perkebunan Nusantara IV (PERSERO). Sejak
tahun 1998 s/d 2000 dibangun pabrik baru yang lebih besar dan modern, diresmikan
pada tanggal 20 Januari 2001.
4.1.2 Keadaan Umum Perusahaan
Lokasi Kebun Bah Butong berada di Kecamatan Sidamanik, 26 Km dari Kota
Pematang Siantar dan 155 Km dari Kantor Pusat yang berada di Kota Medan. Luar
Areal HGU = 2.602.95 Ha dengan luas TM = 1.049.95 Ha dengan ketinggian 890
mdpl. Jenis klon tanaman the terdiri dari tanaman klonal (Gambung Grup). Unit
Usaha Sidamanik, Bah Butong dan Toba Sari manajemen PTPN IV mempertahankan
komoditas teh tetap diusahakan dan mulai januari 2012 produksi dari Unit Tobasari
dan Sidamanik diolah di pabrik unit usaha Bah Butong Kec. Sidamanik Kabupaten
Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1 Jumlah Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong
Uraian
2012
2013

2014
2015
2016 2017
Karyawan
Pimpinan

11

Karyawan
Pelaksana

926

Jumlah

937

10

10


10

10

10

889

808

804

786

671

899

818

814

796

681

4.1.3 Visi dan Misi Perusahaan
1. Visi Perusahaan
Menjadi pusat keunggulan perusahaan agro industri pada segmen teh dengan
tata kelola perusahaan yang baik, mampu bersaing baik disektor hulu dan hilir
ditingkat nasional maupun internasional serta berwawasan lingkungan.
2. Misi Perusahaan
1. Menjamin keberlanjutan usaha yang kompettitif.
2. Meningkatkan daya saing produk secara berkesinambungan dengan sistem,
cara dan lingkungan kerja yang mendorong munculnya kreativitas dan inovasi
untuk meningkatkan produksitivitas dan efisien.
3. Meningkatkan laba secara berkesinambungan.
4. Mengelola usaha secara profesional untuk meningkatkan nilai perusahaan
yang mempedomani etika bisnis dan Tata Kelola Perusahaan yang baik
(GCG).
5. Meningkatkan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
6. Melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintah pusat/
daerah.

Universitas Sumatera Utara

4.1.4

Proses Pengolahan Teh Hitam
Proses produksi di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Butong

dimulai dengan mengolah bahan baku sampai menjadi produk, dimana bahan baku
disini adalah pucuk teh dan produk yang dihasilkan adalah teh hitam, tujuan pokok
yang hendak dicapai adalah Outer quality (bentuk luar : bentuk teh yang sesuai
dengan standart). Inner quality (rasa dan aroma).
Sistem pengolahan teh hitam ada dua macam yaitu : sistem ORTODOX dan
sistem CTC. Perkebunan Bah Butong mengolah teh hitam dengan sistem kombinasi
ORTODOX – Rector Vane dengan kapasiats olah : 1.530 Kg teh kering per jam dan
kapasitas tamping daun teh basah ± 100 ton.
Dalam proses pengolahan teh hitam dilakukan beberapa tahapan–tahapan
pengolahan. Proses tersebut di mulai dari :
5. Stasiun Penerimaan Daun Teh basah
6. Stasiun Pelayuan
7. Stasiun Turunan Daun Layu
8. Stasiun Penggulungan
9. Stasiun Fermentasi (reaksi oksidasi enzimatis)
10. Stasiun Pengeringan
11. Stasiun Prasortasi
12. Stasiun Sortasi
13. Stasiun Pengepakan.
1) Stasiun Penerimaan Daun Teh Basah (DTB)
Penerimaan DTB dari Afdeling dilakukan tiga kali sehari. DTB diangkut ke

Universitas Sumatera Utara

ruang pelayuan dan dimasukkan ke WT (Withering Trough) dengan alat angkut
MONORAIL, selanjutnya DTB dibeber/dikirap untuk dilayukan.
Cara analisa mutu pucuk halus kasar sebagai berikut :
1. Ambil pucuk teh segar yang telah dibeber diatas WT, setiap mandoran, setiap
waktu timbang sebanyak 6 (enam) tempat secara diagonal, pertama dari
bagian atas, kedua dari bagian tengah, ketiga dari bagian bawah masingmasing sebanyak 250 gr.
2. Kumpulkan pucuk teh segar dalam keranjang, aduk sampai rata dibagi 4
(empat) bagian. Sampel diambil 2 (dua) bagian secara diagonal.
3. Ambil sampel sebanyak 250 gr. Kemudian pisahkan pucuk teh segar dari
bagian yang getas, yang kasar, gulma dan pucuk lanas/memar.
4. Timbang bagian pucuk yang getas

= a gr

5. Timbang bagian pucuk yang kasar

= b gr

6. Timbang bagian gulma

= c gr

7. Timbang bagian pucuk lanas/memar = d gr
2) Stasiun Pelayuan
Tujuan pelayuan adalah mengurangi kandungan air daun agar konsentrasi
polifenol dari enzim meningkat sehingga cocok untuk oksidasi. Secara fisik daun
menjadi lemas dan mudah dibentuk menggulung. Selain itu pelayuan juga perlu
mengakomodasikan terjadinya perubahan kimia/fisiologis lepas panen mendukung
terbentuknya calon aroma yang berjalan lambat.
Selama pelayuan terjadi perubahan biokimia yang juga merupakan proses
penting, karena berpengaruh pada komposisi kimia dari senyawa yang akan terbentuk

Universitas Sumatera Utara

kemudian dan menentukan karakteristik liquor dan flavor teh jadi. Selam proses
pelayuan, sebagian air pucuk diuapkan secara bartahap, dengan mengalirkan udara
melalui permukaannya, yang dinamakan pelayuan fisik atau pelayuan saja, sedangkan
proses perubahan biokimia dan enzimatik dinamakan pelayuan kimia.
3) Stasiun Turunan Daun Layu
Setelah proses pelayuan, daun teh diangkut menuju stasiun turunan daun layu.
Proses turunan daun layu ini merupakan perantara sebelum daun teh diangkut untuk
proses penggulungan.
4) Stasiun Penggulungan
Penggulungan akan memecah sel sehingga terjadi pertemuan polifenol dan
enzim oksidase, karena itu saat mulai digulung selalu dianggap sebagai awal oksidasi
polifenol. Pada fase ini kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, oksigen dan rentang
waktu harus dikendalikan dengan baik. Kerataan tingkat oksidasi pada bubuk hasil
penggulungan diusahakan melalui sortasi basah yang biasanya dilaksanakan dengan
pengayakan.
Tujuan penggulungan adalah untuk mendapatkan partikel teh yang dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pengolahan selanjutnya, yaitu
fermentasi, pengeringan dan sortasi. Proses penggulungan harus dapat menghasilkan
partikel teh dengan tekstur dan ukuran yang homogen serta bentuk dan penampakan
(appearance) tertentu sesuai permintaan pasar. Tekstur tidak boleh flaky tetapi
mendekati sferik (gelintingan berbentuk bulat dan padat) serta memiliki kekuatan
mekanik yang tinggi, hingga akan mempunyai struktur yang kokoh dan tidak mudah
pecah atau rusak pada perlakuan sortasi pengepakan dan transportasi.

Universitas Sumatera Utara

5) Stasiun Fermentasi (Oksidasi Enzimatis)
Penggunaan istilah fermentasi sebenarnya tidaklah tepat, karena dapat
memberikan pengertian yang salah. Sebenarnya yang terjadi di tahap pengolahan teh
ini bukanlah aktivitas mikroorganisme, melainkan reaksi kimia murni, tepatnya reaksi
oksidasi enzimatik. Tetapi karena sudah menjadi istilah buku di dunia industri teh,
baik di kalangan produsen maupun yang bergerak di bidang tata niaga, maka istilah
fermentasi tetap digunakan. Reaksi kimia yang terjadi selama fermentasi sangat
kompleks dan belum seluruhnya diketahui. Penelitian terhadap reaksi kimia ini masih
terus berlanjut, terutama dengan tersedianya peralatan analitik yang canggih.
Perubahan kimia yang terjadi selama proses fermentasi, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif, jauh lebih berarti dibandingkan dengan perubahan kimia pada
proses pelayuan. Reaksi oksidasi enzimatik polifenol teh yang terjadi selama proses
fermentasi inilah yang membentuk karakter appearance (penampakan), liquor (air
seduhan) dan infused leaf (ampas seduhan). Sebagian besar karakter appearance
seperti flaky, leafy, grainy dan bold terjadi selama proses maserasi, sedangkan
choppy, irregular, mixed dan stalky terjadi selama proses sortasi dan hanya blackish
dan brownish yang terbentuk selama proses fermentasi.
Flavor merupakan salah satu faktor terpenting dalam penentuan mutu teh
jadi. Senyawa utama yang menghasilkan flavor antara lain adalah polifenol, kafein,
dan asam amino, dan untuk aroma adalah terpenoid, alkhol dan senyawa karbonil,
sedangkan klorofil selain berpengaruh terhadap flavor, juga pada appearance.
Ketebalan sebaran bubuk yang difermentasi bervariasi antara 4–10 cm.
Ketebalan sebaran bubuk mempengaruhi kecepatan naiknya suhu bubuk. Semakin
tebal sebaran bubuk, kenaikan suhunya semakin cepat. Oleh karena itu, sebaran

Universitas Sumatera Utara

bubuk yang lebih tebal harus diikuti oleh waktu fermentasi yang lebih pendek. Reaksi
Oksidasi Enzymatis yang terjadi dalam proses fermentasi adalah merupakan reaksi
kimia antara oksigen dengan polifenol teh dengan bantuan enzym yang membentuk
karakter Appearance (penampakan), liquor (air seduhan), dan Infused leaf (ampas
seduhan).

Bubuk I
(menit)
120

Tabel 4.2 Waktu Fermentasi
Bubuk II
Bubuk III
Bubuk IV
(menit)
(menit)
(menit)
130
130
130

Badag
(menit)
130

6) Stasiun Pengeringan
Pengeringan merupakan proses dehidrasi, yaitu penguapan air teh fermen
yang dilakukan dengan bantuan udara. Udara merupakan media yang paling baik dan
murah bagi transfer kalor dari sumber kalor kepartikel teh, karena secara kuantitatif
penggunaan udara dapat dikendalikan secara efektif dan efisien. Pengeringan akan
menghentikan proses oksidasi polifenol teh pada saat dimana senyawa polifenol, hasil
antara oksidasi maupun produk akhir oksidasi berada dalam timbangan tertentu yang
memberikan mutu teh terbaik.
Pada proses pengeringan terjadi difusi air dari dalam sel pucuk ke permukaan
partikel teh untuk kemudian menguap. Tetapi bila temperatur udara-keluar terlalu
tinggi, kecepatan penguapan pada tahap awal proses pengeringan akan menjadi
sangat besar, hingga permukaan teh akan mengering yang akan menghambat difusi
dan penguapan air selanjutnya.
Pada kejadian ini dikenal sebagai case-herdening dan liquor akan menjadi
thin dan harsh. Untuk menghindarkan terjadinya case-herdening, temperature udarao

keluar sebaiknya tidak lebih tinggi dari 52 C, yang dapat menyebabkan terlalu

Universitas Sumatera Utara

cepatnya penghentian oksidasi enzimatik.
Tabel 4.3 Temperatur dan Lama Pengeringan
Mesin
Temperatur Inlet Temperatur
Waktu (menit)
Pengeringan
Ourlet
Two Stage Drier
92-94 °C
50-54 °C
21-22
(TSD)
Fluid Bed Drier
92-94 °C
80-82 °C
18-20
(FBD)

7) Stasiun Prasortasi
Setelah proses pengeringan selesai, bubuk teh dimasukkan ke dalam mesin
prasortasi. Mesin prasortasi ini merupakan mesin perantara sebelum dilakukannya
pemisahan jenis teh pada mesin sortasi.
8) Stasiun Sortasi
Sortasi adalah proses pemisahan jenis teh jadi berdasarkan ukuran partikel,
berat jenis partikel, sehingga sesuai dengan standar yang berlaku. Sortasi pada
dasarnya bertujuan adalah menyeragamkan ukuran, density dan bentuk partikel teh
kering. Menyesuaikan ukuran partikel teh dengan ukuran jenis yang dibuat.
Menghilangkan kotoran/benda asing bukan partikel pucuk teh yang mengganggu
mutunya. Tujuan tersebut dicapai melalui pengayakan (berputar, maju mundur,
getaran), penghembusan, pemotongan, pengerusan, penghilangan tangkai, serat dan
benda asing lainnya.
Sortasi merupakan satu-satunya proses pengolahan teh yang tidak memiliki
ketentuan yang pasti, hingga tidak ada pola kerja yang tetap yang dapat diikuti.
Karena itu dibutuhkan penilaian yang sesame untuk memutuskan apakah ukuran dan
bentuk hasil sortasi sudah cukup rata (even), cukup bersih (clean) dari serat dan
tulang daun, hingga dapat diketahui apakah suatu pekerjaan sortasi perlu diulang atau

Universitas Sumatera Utara

tidak. Untuk mengambil keputusan seperti ini diperlukan kemampuan dan integritas
yang tinggi.
Meskipun telah diadakan sortasi basah, bentuk dan ukuran partikel teh kering
yang dihasilkan oleh mesin pengering, masih heterogen, oleh sebab itu perlu
dilakukan sortasi.
Tujuan dari sortasi adalah untuk mendapatkan ukuran dan warna partikel yang
seragam sesuai dengan standart yang diinginkan oleh konsumen meliputi :
a) Memisah-misahkan teh kering menjadi beberapa grade yang sesuai dengan
standart perdagangan teh.
b) Menyeragamkan bentuk, ukuran dan warna pada masing-masing grade.
c) Membersihkan teh dari serat, tangkai dan bahan-bahan lain (debu, sampah dan
lain-lain).
Metode sortasi yang berlaku disuatu pabrik belum tentu sesuai untuk pabrik
lain. Acuan pelaksanaan sortasi walaupun pengerjaannya tidak harus berurutan, yaitu:
a) Pemisahan berdasarkan ukuran
b) Pemisahan serat dan tulang dari fraksi daun
c) Pemisahan berdasarkan berat
d) Reduksi ukuran partikel teh
9) Stasiun Pengepakan
Pengepakan dilaksanakan dalam peti kayu ataupun kantong kertas lapis, untuk
melindungi mutu teh sesudah pengolahan selama disimpan maupun selama
didistribusikan kepada konsumen. Pengepakan adalah proses pengemasan bubuk jadi
yang telah disortasi kedalam kemasan.
Adapun tujuan pengepakan adalah:

Universitas Sumatera Utara

a) Melindungi produk dari kerusakan
b) Memudahkan transportasi
c) Efisien dalam penyimpanan di gudang
d) Sebagai alat promosi
Pengepakan dilakukan bila stok teh jadi didalam bin mencapai minimal satu
chop yang ditentukan oleh KDP/asisten. Bin adalah tempat penampungan sementara
bubuk yang telah disortasi sebelum bubuk dikemas/di pack. Bin terdiri dari ruangruangan yang bertujuan untuk menyimpan teh jadi sesuai dengan jenisnya masingmasing. Kapasitas bin sekitar 2 ton/ruangan.
Proses pengepakan dilakukan dengan carat eh jadi yang akan di pack
dikeluarkan dari bin untuk dimasukkan kedalam ruangan blender secara bergiliran.
Setelah ruang blender penuh, maka klep pengeruaran dibuka untyuk mengisi hopper
pengisian ke paper sack. Pengangkutan bubuk dari bin menuju blender menggunakan
conveyor.
4.2 Analisis Univariat
4.2.1 Karakteristik Pekerja
Untuk mengetahui identitas pekerja dalam penelitian ini, maka dapat dilihat
dari karakteristik pekerja sebagai berikut :

Karakteristik
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Umur
≤ 50 Tahun
˃ 50 Tahun

Tabel 4.4 Identitas Pekerja
Frekuensi
17
10

Persen (%)

27

62,9
37,1
100,0

17
10

62,9
37,1

Universitas Sumatera Utara

Total
Masa Kerja
≤ 22 Tahun
˃ 22 Tahun
Total
Sumber : Data Penelitian (diolah)

27

100,0

10
17
27

37,1
62,9
100,0

Dari tabel diatas dapat dilihat dari 27 pekerja yang diteliti berjenis kelamin
laik-laki sebanyak 17 orang atau 62,9% dan perempuan sebanyak 10 orang atau
37,1%. Berdasarkan umur dapat dilihat bahwa pekerja mayoritas berada pada
kelompok umur ≤ 50 tahun sebanyak 17 orang atau 62,9% dan untuk kelompok umur
>50 tahun sebanyak 10 orang atau 37,1%. Berdasarkan masa kerja dapat dilihat
bahwa pekerja telah bekerja ≤ 22 tahun sebanyak 10 orang atau 37,1% dan dengan
masa kerja >22 tahun sebanyak 17 orang atau 62,9%.
4.2.2 Tekanan Panas di Stasiun Pengeringan
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Tekanan Panas
Titik Pengukuran
Rata-Rata ISBB (°C)
Mesin FBD 1
Depan
31,0
Belakang
30,1
Mesin FBD 2
Depan
32,6
Belakang
30,8
Mesin FBD 3
Depan
31,2
Belakang
32,9
Mesin FBD 4
Depan
27,6
Belakang
33,0
Mesin TSD 1
Depan
32,3
Belakang
31,2
Mesin TSD 2
Depan
29,0
Belakang
32,3
Mesin TSD 3
Depan
31,1

Universitas Sumatera Utara

Belakang
32,4
Rata-Rata
31,2
Keterangan : FBD : Fluid Bed Drier
TSD : Two Stage Drier
Dari hasil pengukuran diketahui bahwa rata-rata ISBB di stasiun pengeringan
adalah 31,2°C dengan ISBB minimal adalah 27,6°C dan ISBB maksimal adalah
33,0°C.

Berdasarkan

hasil

pengukuran

tekanan

panas

tersebut

kemudian

dikategorikan menjadi dua kategori yaitu tempat kerja memenuhi syarat yaitu tempat
kerja dengan suhu yang tidak melebihi 28°C dan tempat kerja tidak memenuhi syarat
yaitu tempat kerja dengan suhu yang melebihi 28 °C.
Pada masing-masing titik pengukuran terdapat 2 orang pekerja sehingga setiap
2 orang pekerja memiliki tempat kerja dengan tekanan panas yang sama. Namun pada
titik pengukuran terakhir yaitu di belakang mesin TSD 3 hanya ada 1 orang pekerja.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tekanan Panas
Tekanan Panas (ISBB)
Frekuensi
Persentase (%)
Tempat Kerja Memenuhi
2
7,4
Syarat
Tempat Kerja Tidak Memenuhi
25
92,6
Syarat
Total
27
100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa tekanan panas yang disesuaikan
dengan beban kerja dari 27 pekerja dengan tempat kerja yang memenuhi syarat
sebanyak 2 atau 7,4% dan tempat kerja yang tidak memenuhi syarat sebanyak 25 atau
92,6%.
Hal tersebut dikarenakan cuaca lingkungan ketika peneliti melakukan
pengukuran tekanan panas memang dalam keadaan panas. Semakin panas cuaca,
maka akan semakin tinggi pula suhu pada stasiun pengeringan. Hal lainnya

Universitas Sumatera Utara

dikarenakan pada saat produksi, tungku yang digunakan dalam proses pengeringan
membutuhkan suhu yang tinggi, sehingga menambah tekanan panas didalam ruangan
karena tempat kerja tersebut merupakan ruangan terutup.
4.2.3

Tekanan Darah pada Pekerja di Stasiun Pengeringan

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Tekanan Darah pada Pekerja
Tekanan Darah (mmHg)
No
Sebelum
Sesudah
Sistolik
Diastolik
Sistolik
Diastolik
1
110
85
132
90
2
121
62
130
70
3
120
70
160
93
4
105
59
120
70
5
130
90
170
110
6
117
81
135
87
7
95
70
110
85
8
120
72
120
79
9
110
70
129
84
10
110
75
120
75
11
125
75
130
85
12
120
85
134
82
13
112
70
112
76
14
122
80
122
88
15
120
80
137
80
16
112
71
132
85
17
125
80
130
90
18
122
82
135
80
19
118
73
141
94
20
122
80
122
88
21
100
65
125
72
22
147
90
160
95
23
122
85
130
85
24
120
80
130
95
25
120
73
127
73
26
125
72
140
85
27
132
85
135
92
Rata-Rata
118
76
133
85
Dari hasil pengukuran tekanan darah pekerja di stasiun pengeringan diperoleh
perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah melakukan pekerjaannya, dimana
tekanan darah normal sistolik adalah antara 120 – 130 mmHg dan tekanan darah

Universitas Sumatera Utara

diastolik 80-90 mmHg. Pada tabel di atas dapat dilihat rata-rata tekanan darah sistolik
sebelum bekerja sebesar 118 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik sebelum
bekerja sebesar 76 mmHg. Sedangkan rata-rata tekanan darah sistolik setelah bekerja
sebesar 133 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik setelah bekerja sebesar 85
mmHg. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah sebelum dan sesudah
pekerja melakukan pekerjaannya.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Perubahan Tekanan Darah pada Pekerja
No Tekanan Darah
Frekuensi
Persentase (%)
1
Normal
3
11,1
2
Meningkat
24
88,9
Jumlah
27
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebelum dan sesudah terpapar
panas di lingkungan kerja pekerja dengan tekanan darah normal sebanyak 3 orang
atau 11,1% dan yang paling banyak tekanan darah meningkat sebanyak 24 orang
atau 88,9%. Hal ini jelas menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah sebelum
dan sesudah bekerja di lingkungan kerja yang panas.
4.3 Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu antara satu variabel
independen dengan satu variabel dependen maka digunakan analisis statistik
bivariat. Pada penelitian ini analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi Square,
masing-masing

variabel

independen

dan

variabel

dependen

yang

sudah

dikategorikan diuji apakah ada hubungan antara variabel independen yaitu tekanan
panas dengan variabel dependen yaitu tekanan darah. Jika nilai p < 0,05 maka ada
hubungan antara variabel independen (tekanan panas) dengan variabel dependen
(tekanan darah).

Universitas Sumatera Utara

No
1
2

Tabel 4.9 Hubungan Tekanan Panas dengan Tekanan Darah Pekerja
Tekanan Panas
Memenuhi
Tidak
Tekanan
Total
Syarat
Memenuhi
P
Darah
(28°C)
Syarat (>28°C)
f
%
F
%
F
%
Normal
2 66,7
1
33,3
3
100,0
0,009
Meningkat
0
0
24
100
24
100,0
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tekanan panas dengan tekanan darah

pekerja di stasiun pengeringan diperoleh data bahwa ada 2 pekerja dengan tekanan
darah normal pada tempat kerja yang memenuhi syarat (66,7%) dan 1 orang dengan
tekanan darah normal pada tempat kerja yang tidak memenuhi syarat (33,3%).
Sedangkan 24 pekerja mengalami peningkatan tekanan darah pada tempat kerja yang
tidak memenuhi syarat (100%).
Pada hasil uji Chi Square antara tekanan panas dengan tekanan darah dapat
diketahui nilai p = 0,009 dimana p < 0,05 artinya ada hubungan tekanan panas
dengan terjadinya kenaikan tekanan darah pada pekerja di stasiun
pengeringan.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Pekerja
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa karakteristik responden bervariasi mulai
dari umur, jenis kelamin dan masa kerja. Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa
kelompok umur yang terbanyak adalah kelompok umur ≤50 tahun yaitu 17 orang
(62,9%) dan sisanya pada umur >50 tahun yaitu 10 orang (37,1%). Dalam penelitian
Pitaloka tekanan darah akan cenderung tinggi bersama dengan peningkatan usia.
Umumnya sistolik akan meningkat sejalan dengan peningkatan usia, sedangkan
diastolik akan meningkat sampai usia 55 tahun untuk kemudian menurun lagi.
Pada jenis kelamin, pekerja pria lebih banyak dibanding pekerja wanita yaitu
17 orang (62,9%) dimana tekanan darah pekerja pria cenderung lebih tinggi
dibanding dengan tekanan darah pekerja wanita. Namun ada juga beberapa pekerja
wanita yang memiliki tekanan darah tinggi.
Untuk masa kerja yang paling banyak adalah pada masa kerja ≤ 22 tahun
(62,9%). Masa kerja berhubungan dengan aklimatisasi tenaga kerja terhadap tekanan
panas. Menurut Santoso (2004) pekerja baru yang mulai bekerja pada lingkungan
kerja dengan tekanan panas yang tinggi akan mengalami proses aklimatisasi terhadap
intensitas paparan panas yang sebelumnya tidak pernah dialaminya. Proses
aklimatisasi ini biasanya memerlukan waktu 7-10 hari.

Universitas Sumatera Utara

5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Tekanan Panas (ISBB)
Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembapan udara, kecepatan
gerakan dan suhu radiasi. Tekanan panas dalam penelitian ini adalah suhu di stasiun
pengeringan. (Suma’mur, 2009)
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan panas di stasiun pengeringan diketahui
bahwa bahwa rata-rata ISBB di stasiun pengeringan adalah 31,2 °C dengan ISBB
minimal 27,6°C dan ISBB maksimal 33,0°C. Hasil pengukuran tekanan panas
tersebut kemudian dikategorikan menjadi dua kategori yaitu tempat kerja yang
memenuhi syarat dan tempat kerja yang tidak memenuhi syarat yang disesuaikan
berdasarkan beban kerja pekerja di stasiun pengeringan, sehingga didapatkan tempat
kerja di stasiun pengeringan yang memenuhi syarat sebanyak 2 atau 7,4% dan tempat
kerja yang tidak memenuhi syarat sebanyak 25 atau 92,6%.
Dari hasil pengukuran tekanan panas di stasiun pengeringan diperoleh ISBB
terendah 27,6 °C dan ISBB tertinggi 33.0 °C. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja termasuk dalam kategori jam kerja
75%-100% dengan beban kerja sedang, maka ISBB yang diperkenankan sebesar
28°C.
Hasil pengukuran yang dilakukan di stasiun pengeringan didapatkan
mayoritas tempat kerja yang melebihi ISBB yang diperkenankan. Hal tersebut
dikarenakan tungku yang digunakan dalam proses pengeringan membutuhkan suhu
yang tinggi, dan suhu sekitar tempat kerja yang panas sehingga menambah tekanan
panas di dalam ruangan karena tempat kerja tersebut merupakan ruangan tertutup.

Universitas Sumatera Utara

Proses pengeringan membutuhkan suhu yang tinggi dan ini menghasilkan panas yang
berlebih pada tungkunya. Proses pengeringan teh ini harus benar-benar sempurna
agar kadar air didalam teh berkurang sehingga dapat tahan lama disimpan, oleh
karena itu dibutuhkan suhu yang tinggi agar proses pengeringannya sempurna.
Untuk mengatasi lingkungan kerja yang panas pihak perusahaan juga telah
melakukan hal sebagai berikut : pembuatan beberapa ventilasi di ruangan dan
penyediaan air galon. Walaupun hal tersebut sudah dilakukan tetapi dapat dirasakan
bahwa kondisi lingkungan di stasiun pengeringan tersebut masih terasa panas.
5.2.2 Tekanan Darah
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata tekanan darah sistolik
sebelum bekerja sebesar 118 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik sebelum
bekerja sebesar 76 mmHg. Sedangkan rata-rata tekanan darah sistolik setelah bekerja
sebesar 133 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik setelah bekerja sebesar 85
mmHg.
Dari hasil tabel distribusi frekuensi perubahan tekanan darah pekerja di
stasiun pengeringan, dapat dilihat dari 27 pekerja dengan tekanan darah normal
sebanyak 3 orang atau 11,1% dan tekanan darah meningkat sebanyak 24 orang atau
88,9%. Adanya perubahan tekanan darah pekerja di stasiun pengeringan disebabkan
karena tekanan panas saat pekerja bekerja melebihi ISBB yang diperkenankan,
ditambah lagi pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri dikarenakan kurang
nyaman saat bekerja. Sehingga pekerja langsung terpapar panas dari mesin
pengeringan.
Beberapa di antara mereka mengaku sering mengalami pusing, mata
berkunang-kunang, cepat merasa lelah, cepat merasa haus dan tidak nyaman saat

Universitas Sumatera Utara

bekerja. Gejala ini sering dirasakan setelah empat sampai lima jam bekerja. Pihak
perusahaan telah menyediakan air minum galon yang diletakkan di sudut stasiun
pengeringan ini, namun jarang sekali didapati pekerja yang mau meminum air
mineral tersebut sebelum dan sesudah bekerja.
5.3 Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tekanan panas dengan tekanan darah
pekerja di stasiun pengeringan diperoleh data bahwa ada 2 pekerja dengan tekanan
darah normal pada tempat kerja yang memenuhi syarat (66,7%) dan 1 orang dengan
tekanan darah normal pada tempat kerja yang tidak memenuhi syarat (33,3%).
Sedangkan 24 pekerja mengalami peningkatan tekanan darah pada tempat kerja yang
tidak memenuhi syarat (100%). Pada hasil uji Chi Square antara tekanan panas
dengan tekanan darah dapat diketahui nilai p = 0,009 dimana p < 0,05 artinya ada
hubungan tekanan panas dengan terjadinya kenaikan tekanan darah pada pekerja di
stasiun pengeringan.
Hal diatas didukung dengan hasil pengukuran tekanan panas di stasiun
pengeringan yang menunjukkan hasil untuk tekanan panas rata-rata adalah sebesar
31,2°C melebihi NAB menurut PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja yaitu sebesar 28°C dengan
pengaturan waktu kerja 75% kerja dan 25% istirahat, sedangkan untuk hasil
pengukuran tekanan darah menunjukkan perbedaan antara sebelum melakukan
pekerjaan dan sesudah melakukan pekerjaan.
Menurut Santoso (2004) Tenaga kerja yang terpapar panas di lingkungan kerja
akan mengalami heat strain. Heat strain atau tegangan panas merupakan efek yang

Universitas Sumatera Utara

diterima tubuh atas beban iklim kerja tersebut. Salah satu indikator heat strain adalah
tekanan darah. Untuk itu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan yang lebih
serius perlu adanya upaya pengendalian.
Grandjean (1988) juga menyatakan jika suhu lingkungan meningkat, maka
efek fisiologis yang terjadi adalah peningkatan kelelahan, peningkatan denyut
jantung, peningkatan tekanan darah, mengurangi aktivitas organ pencernaan, sedikit
peningkatan suhu inti dan peningkatan tajam suhu shell (suhu kulit akan naik dari
32°C ke 36-37°C), peningkatan aliran darah melalui kulit, dan peningkatan produksi
keringat yang menjadi berlebihan jika suhu kulit mencapai 34°C atau lebih.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong tahun
2017, diperoleh bahwa :
1. Dari hasil pengukuran tekanan panas di stasiun pengeringan, diperoleh
tekanan panas rata-rata di stasiun pengeringan sebesar 31,2°C dengan tempat
kerja yang memenuhi syarat sebanyak 2 atau 7,4% dan tempat kerja yang
tidak memenuhi syarat sebanyak 25 atau 92,6%.
2. Dari hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah bekerja di stasiun
pengeringan dari 27 pekerja dengan tekanan darah normal sebanyak 3 orang
atau 11,1% dan tekanan darah meningkat sebanyak 24 orang atau 88,9%.
3. Terdapat hubungan antara tekanan panas dengan tekanan darah pada pekerja
di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong tahun 2017 (p=0,009).
6.2 Saran
1. Sebaiknya perusahaan menyediakan exhaust fan dalam ruangan untuk
menurunkan tekanan panas di tempat kerja.
2. Sebaiknya pekerja sering mengonsumsi air yang telah disediakan oleh
perusahaan dan istirahat yang cukup.

Universitas Sumatera Utara