Hubungan Tekanan Panas dengan Denyut Nadi pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2015

(1)

HUBUNGAN TEKANAN PANAS DENGAN DENYUT NADI PADA PEKERJA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV

KEBUN BAH BUTONG TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH :

MALTA INDAH APEROS NIM : 111000107

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

HUBUNGAN TEKANAN PANAS DENGAN DENYUT NADI PADA PEKERJA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV

KEBUN BAH BUTONG TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

MALTA INDAH APEROS NIM : 111000107

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN

TEKANAN PANAS DENGAN DENYUT NADI PADA PEKERJA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN BAH BUTONG TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, September 2015 Yang membuat pernyataan,


(4)

(5)

ABSTRAK

Salah satu kondisi lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerjanya adalah paparan panas yang ekstrim. Lingkungan kerja yang panas dapat menyebabkan beban tambahan bagi jantung untuk memompa darah sehingga terjadi peningkatan denyut nadi. PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong merupakan salah satu perusahaan perkebunan dan pengolahan teh. Dalam melakukan kegiatan produksinya di stasiun pengeringan, pekerja langsung berhubungan dengan lingkungan kerja yang memiliki suhu panas yang tinggi yang sumber panasnya berasal dari mesin pengeringan.

Jenis penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah populasi sebanyak 28 orang dengan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total populasi. Untuk mengetahui hubungan antara tekanan panas dengan denyut nadi dilakukan analisis bivariat dengan uji statistik menggunakan Chi Square.

Pengukuran tekanan panas dilakukan dengan mengunakan Questtemp. Hasil pengukuran dari 28 pekerja dengan tekanan panas yang memenuhi syarat sebanyak 5 orang dan tekanan panas yang tidak memenuhi syarat sebanyak 23 orang. Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan metode palpasi yang menggunakan stopwatch dengan hasil pengukuran denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja dari 28 pekerja dengan denyut nadi normal sebanyak 6 orang dan denyut nadi meningkat sebanyak 22 orang. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong tahun 2015.

Disarankan pada pekerja untuk sesering mungkin meminum air untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang selama bekerja, dan pekerja diharapkan menggunakan pakaian kerja dari bahan yang tidak menyebabkan panas.


(6)

ABSTRACT

One of the work environments which cause the health disorder for workers is extreme heat exposure. A heat environment cause the additional load for heart in pumping blood an increases the pulse. PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Plantation, is one of plantation businesses and factory in tea processing. In the drying station, the workers directly exposure by extreme heat work environment from drying machines.

The study was an analytic survey with cross- sectional design. The population were 28 workers, and all of them were used as the samples, using total sampling technique. Bivariate analysis with chi square statistic test used to find out the correlation between heat stress and worker’s pulse.

The measurement of heat stress was conducted by using Questtemp.It were found that 5 workers had heat stress qualify and 23 workers did not. The measurement of worker's pulse was conducted by using palpation method with stopwatch. It were found that before and after work, 6 workers had normal pulse and 22 workers had increase pulse. The result of statistic test showed that there was significant correlation between heat stress and worker's pulse in the workers at PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Plantation, in 2015.

It is recommended that the workers drink plain water as frequently as possible in order to return the lost of body liquid during working. Using the uniform which consist of the materials that are not produce heat is quite recommended.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, dengan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN TEKANAN PANAS DENGAN DENYUT NADI PADA

PEKERJA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN BAH BUTONG TAHUN 2015”, skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak akan terlepas dari peran serta dan dukungan orang-orang terdekat yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes sebagai ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

3. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt., MS selaku dosen pembimbing 1 dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak masukan, arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan banyak masukan, arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan bimbingan, dan arahan serta masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Ibu Eka Lestari M, SKM., M.Kes selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU, khususnya Departemen K3 yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Pihak PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan meluangkan waktu untuk membantu dalam pengerjaan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat tersayang : Citra Chairannisa, Aprilia Rizki Ardila, Retno Galuh Alfia dan Fahrunnisa Hariningrum Harahap yang telah mendukung dan memberikan semangat kepada penulis dari awal kuliah sampai sekarang serta mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

10.Teman-teman stambuk 2011 FKM USU dan Departemen K3, khususnya Jumi, Serly, Anes, Nuansa, Uno, Sisao, Widnas, dan Ika yang telah berjuang bersama-sama selama proses pembelajaran di kampus tercinta. Secara spesial penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada kedua orang tua yang sangat disayangi dan dicintai, ayahanda Erizhal dan ibunda Rosnayati atas segala kasih sayang, doa, pengorbanan, kesabaran dan motivasi yang diberikan dengan segenap cinta yang tulus hingga detik ini. Selanjutnya kepada adik-adik yang penulis sayangi dan cintai Indah Okta Peros dan Erning Ramadhan yang selalu mendokan, mengingatkan, membantu dan menyemangati penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membutuhkan, dan memberikan kontribusi dalam kemajuan Ilmu Kesehatan Masyarakat di Indonesia, Amin.

Medan, September 2015 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

RIWAYAT HIDUP... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang… ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Umum.. ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus. ... 9

1.4 Hipotesis Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan panas……..…… ... 10

2.1.1 Defenisi Tekanan Panas…….……… ... 10

2.1.2 Lingkungan Kerja Panas ... 11

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas………….. . 12

2.1.4 Indikator Tekanan Panas……… . 13

2.1.5 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas………... . 14

2.1.6 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pertukaran Panas…………. . 17

2.1.7 Pengendalian Lingkungan Kerja Panas……….. . 18

2.1.8 Standar Iklim Kerja Panas……….. . 21

2.1.9 Pengukuran Tekanan Panas……… . 22


(11)

2.2.1 Defenisi Denyut Nadi ... 22

2.2.2 Jenis Denyut Nadi ... 23

2.2.3 Nadi Kerja Menurut Tingkat Beban Kerja … ... 23

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Denyut Nadi………. .. 24

2.2.5 Pengukuran Denyut Nadi……….. .. 27

2.3 Hubungan Tekanan Panas dengan Denyut Nadi ... 28

2.4 Kerangka Konsep……. ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……… ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2 Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1 Populasi …… ... 30

3.3.2 Sampel ……. ... 30

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.4.1 Data Primer ... 31

3.4.2 Data Sekunder ... 31

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 31

3.5.1 Variabel……….. ... 31

3.5.2 Defenisi Operasional……….. . 31

3.6 Aspek Pengukuran………. 32

3.6.1 Tekanan Panas……… . 32

3.6.2 Denyut Nadi……… 34

3.7 Teknik Analisis Data………. . 35

3.7.1 Analisis Univariat……….... 35

3.7.2 Analisis Bivariat………. . 35

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 36

4.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya PTPN IV Kebun Bah Butong……. 36

4.1.2 Keadaan Umum Perusahaan………... 37

4.1.3 Visi dan Misi Perusahaan……… 38

4.1.4 Proses Pengolahan Teh Hitam……… 39

4.2 Analisis Univariat………... 48

4.2.1 Karakteristik Pekerja……….. . 48


(12)

4.2.3 Denyut Nadi pada Pekerja di Stasiun Pengeringan……… . 52

4.3 Analisis Bivariat……… 54

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Univariat... 56

5.1.1 Tekanan Panas………... .. 56

5.1.2 Denyut Nadi………... . 57

5.2 Analisis Bivariat……… . 59

BAB IV PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 61

6.2 Saran……… ... 61


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di

Tempat Kerja……… 21

Tabel 2.2 Nadi Kerja Menurut Beban Kerja………. 24

Tabel 2.3 Frekuensi Nadi Menurut Berbagai Usia……….. 24

Tabel 4.1 Jumlah Keryawan PTPN IV Kebun Bah Butong…… 38

Tabel 4.2 Waktu Fermentasi……… 44

Tabel 4.3 Temperatur dan Lama Pengeringan………. 45

Tabel 4.4 Identitas Pekerja……….. 48

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Tekanan Panas Shift 1……… 49

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Tekanan Panas Shift 2……… 50

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tekanan Panas……… 51

Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Denyut Nadi pada Pekerja Shift 1.. 52

Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Denyut Nadi pada Pekerja Shift 2.. 53

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Perubahan Denyut Nadi pada Pekerja……….. 53

Tabel 4.11 Hubungan Tekanan Panas dengan Denyut Nadi Pekerja……….. 54


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep... 29


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Melakukan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 3 Denah Lokasi Stasiun Pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Tekanan Panas di Stasiun Pengeringan PT Perkebunan nusantara IV Kebun Bah Butong

Lampiran 5. Hasil Pengukuran Denyut Nadi pada Pekerja di Stasiun Pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong

Lampiran 6 Master Data


(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Malta Indah Aperos

Tempat Lahir : Sawahlunto Tanggal Lahir : 29 Mei 1993

Suku Bangsa : Minang (Sikumbang)

Agama : Islam

Nama Ayah : Erizhal

Suku Bangsa Ayah : Minang (Patopang)

Nama Ibu : Rosnayati

Suku Bangsa Ibu : Minang (Sikumbang)

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat tahun : SDN 18 Solok/2005 2. SLTP/Tamat tahun : SMP N 1 Solok/2008 3. SLTA/Tamat tahun : SMA N 1 Sawahlunto/2011 4. Lama studi di FKM USU : 2011-2015


(17)

ABSTRAK

Salah satu kondisi lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerjanya adalah paparan panas yang ekstrim. Lingkungan kerja yang panas dapat menyebabkan beban tambahan bagi jantung untuk memompa darah sehingga terjadi peningkatan denyut nadi. PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong merupakan salah satu perusahaan perkebunan dan pengolahan teh. Dalam melakukan kegiatan produksinya di stasiun pengeringan, pekerja langsung berhubungan dengan lingkungan kerja yang memiliki suhu panas yang tinggi yang sumber panasnya berasal dari mesin pengeringan.

Jenis penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah populasi sebanyak 28 orang dengan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total populasi. Untuk mengetahui hubungan antara tekanan panas dengan denyut nadi dilakukan analisis bivariat dengan uji statistik menggunakan Chi Square.

Pengukuran tekanan panas dilakukan dengan mengunakan Questtemp. Hasil pengukuran dari 28 pekerja dengan tekanan panas yang memenuhi syarat sebanyak 5 orang dan tekanan panas yang tidak memenuhi syarat sebanyak 23 orang. Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan metode palpasi yang menggunakan stopwatch dengan hasil pengukuran denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja dari 28 pekerja dengan denyut nadi normal sebanyak 6 orang dan denyut nadi meningkat sebanyak 22 orang. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong tahun 2015.

Disarankan pada pekerja untuk sesering mungkin meminum air untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang selama bekerja, dan pekerja diharapkan menggunakan pakaian kerja dari bahan yang tidak menyebabkan panas.


(18)

ABSTRACT

One of the work environments which cause the health disorder for workers is extreme heat exposure. A heat environment cause the additional load for heart in pumping blood an increases the pulse. PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Plantation, is one of plantation businesses and factory in tea processing. In the drying station, the workers directly exposure by extreme heat work environment from drying machines.

The study was an analytic survey with cross- sectional design. The population were 28 workers, and all of them were used as the samples, using total sampling technique. Bivariate analysis with chi square statistic test used to find out the correlation between heat stress and worker’s pulse.

The measurement of heat stress was conducted by using Questtemp.It were found that 5 workers had heat stress qualify and 23 workers did not. The measurement of worker's pulse was conducted by using palpation method with stopwatch. It were found that before and after work, 6 workers had normal pulse and 22 workers had increase pulse. The result of statistic test showed that there was significant correlation between heat stress and worker's pulse in the workers at PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Plantation, in 2015.

It is recommended that the workers drink plain water as frequently as possible in order to return the lost of body liquid during working. Using the uniform which consist of the materials that are not produce heat is quite recommended.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, guna mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual. Pembangunan ketenagakerjaan ditujukan untuk peningkatan, pembentukan, dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas dan produktif. Kebijakan yang mendorong tercapainya pembangunan ketenagakerjaan adalah perlindungan tenaga kerja. Perlindungan tenaga kerja ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan para pekerja (Heru, 2008).

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 ditetapkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan dan penghidupan yang layak mengandung pengertian bahwa pekerjaan sesungguhnya merupakan suatu hak manusia yang mendasar dan memungkinkan seseorang untuk melakukan aktivitas atau bekerja dalam kondisi yang sehat, selamat bebas dari segala resiko akibat kerja, kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Heru, 2008).

Kesehatan kerja merupakan suatu ilmu kesehatan yang mempunyai tujuan meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik dari segi fisik maupun


(20)

mental dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 86 ayat 2 menyatakan bahwa upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan, penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi (Kurniawidjaja, 2012).

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur hak dan kewajiban setiap warga negara dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Dalam Undang-Undang tersebut juga dinyatakan bahwa upaya kesehatan kerja merupakan salah satu dari upaya kesehatan, yang diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan tenaga kerja (Kurniawidjaja, 2012).

Industrilisasi akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi, penggunaan bahan dan peralatan yang semakin kompleks dan rumit, namun demikian penerapan teknologi yang tinggi dan penggunaan bahan serta peralatan yang beraneka ragam dan kompleks tersebut sering tidak diikuti oleh kesiapan sumber daya manusianya. Keterbatasan manusia sering menjadi faktor penentu terjadinya musibah seperti : kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan timbulnya penyakit akibat kerja. Kondisi-kondisi tersebut ternyata telah banyak mengakibatkan kerugian jiwa dan mental, baik bagi pengusaha, tenaga kerja, pemerintah, dan masyarakat luas. Untuk mencegah dan mengendalikan kerugian-kerugian yang lebih besar, maka


(21)

diperlukan langkah-langkah tindakan yang mendasar dan prinsip yang dimulai dari tahap perencanaan, sedangkan tujuannya adalah agar tenaga kerja mampu mencegah dan mengendalikan berbagai dampak negatif yang timbul akibat proses produksi sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, nyaman, aman, dan produktif (Tarwaka dkk, 2004).

Menurut Suma’mur (2009), di dalam suatu lingkungan kerja, pekerja akan menghadapi tekanan lingkungan. Tekanan lingkungan tersebut dapat berasal dari kimiawi, fisik, biologis, dan psikis. Tekanan lingkungan kerja fisik khususnya lingkungan kerja panas memegang peranan yang sangat penting. Oleh sebab itu, lingkungan kerja harus diciptakan senyaman mungkin supaya didapatkan efisiensi kerja dan meningkatkan derajat kesehatan.

Masalah lingkungan panas lebih sering ditemukan daripada lingkungan dingin. Terpapar oleh lingkungan yang panas selama bekerja merupakan suatu keadaan yang sangat berpotensi menimbulkan bahaya bagi keselamatan dan kesehatan. Peningkatan suhu lingkungan 5,5 °C dari suhu nyaman (24-26 °C) dapat menurunkan produktivitas kerja 30% (Astrand dan Rodahl, 2006).

Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Tekanan panas sendiri dapat berasal dari mesin atau alat produksi, iklim, dan kerja otot manusia. Tekanan panas dapat mempengaruhi salah satu fungsi tubuh manusia, seperti : tekanan darah, kecepatan denyut jantung atau nadi, ketahanan fisik, dan daya konsentrasi (Suma’mur, 2009).


(22)

Iklim kerja yang panas atau tekanan panas dapat menyebabkan beban tambahan bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi. Akibat dari pekerjaan ini, maka frekuensi denyut nadipun akan lebih banyak lagi atau meningkat sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Santoso, 2005).

Hasil penelitian di Amerika menunjukkan terjadi 400 kematian setiap tahun yang diakibatkan oleh tekanan panas (Moreau dan Daater dalam Arief, 2012). Sedangkan di Jepang dari tahun 2001-2003 dilaporkan 483 orang tidak masuk kerja selama lebih dari 4 hari karena penyakit akibat panas. Dari 483 tersebut, 63 orang meninggal (Kamijo dan Nose dalam Arief, 2012).

Tingginya potensi bahaya pada lingkungan kerja panas tersebut perlu diperhatikan dan dikendalikan agar kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja tetap terjaga. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah telah membuat Undang-Undang keselamatan dan kesehatan kerja tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisika di tempat kerja. NAB (Nilai Ambang Batas) adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Biasanya ahli higiene industri menggunakan parameter yang disebut Wet Bulb Globe Thermometer (WBGT) atau Indeks Suhu Bola Basah (ISBB), yaitu penggabungan parameter suhu udara kering, suhu basah bola dan suhu radiasi (Tarwaka dkk, 2004).


(23)

Di Indonesia mengenai kegiatan kerja di industri yang dapat menimbulkan iklim kerja panas, diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 13/MEN/X/2011 yaitu 31,0°C untuk beban kerja ringan, 28,0°C untuk beban kerja sedang dan 25,9°C untuk beban kerja berat dalam waktu kerja 8 jam sehari dengan istirahat 1 jam.

Menurut Siswantara (2006) pekerja di dalam lingkungan kerja panas dapat mengalami tekanan panas. Panas yang dihasilkan selama proses produksi akan menyebar ke seluruh lingkungan kerja, sehingga mengakibatkan suhu udara di lingkungan kerja juga meningkat. Iklim kerja yang panas mempunyai dampak negatif terhadap respon fisiologis pekerja sehingga diperlukan pekerja yang sehat, fit, muda, dan beraklimatisasi untuk bekerja didalam lingkungan kerja yang panas. Asupan air yang cukup dan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai merupakan salah satu bentuk pengendalian, selain itu perlu juga penyesuaian beban kerja dengan ketentuan yang diperkenankan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kalpika Anis (2010) di PT Indo Acidatama Tbk Surakarta, diperoleh nilai Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) 32,6 °C dan nilai rata-rata denyut nadi adalah 81,5 denyut/menit. Terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan perubahan denyut nadi sebelum dan sesudah terpapar panas. Lingkungan kerja yang panas menyebabkan denyut jantung lebih cepat dibandingkan lingkungan kerja yang tidak panas.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Frischa Puspitasari (2011) di PT Tyfountex Indonesia Sukoharjo, diperoleh nilai Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)


(24)

32,79 °C dan rata-rata denyut nadi pekerja adalah 90 denyut/menit. Terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan denyut nadi. Semakin tinggi tekanan panas di lingkungan kerja, semakin cepat pula denyut nadi pekerja. Sebaliknya semakin rendah tekanan panas di tempat kerja, maka semakin lambat denyut nadi pekerja (tekanan panas dan besarnya denyut nadi pekerja berbanding lurus).

PT. Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) Kebun Bah Butong merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada bidang usaha agroindustri. Perusahaan ini berlokasi di Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara, dan pertama kali beroperasi pada tahun 1931. PTPN IV mengusahakan perkebunan dan pengolahan komoditas teh yang mencakup pengolahan areal dan tanaman, kebun bibit dan pemeliharaan tanaman, pengolahan komoditas menjadi bahan baku berbagai industri, pemasaran komoditas yang dihasilkan dan kegiatan pendukung lainnya.

Dalam kegiatan produksinya, pekerja berhubungan langsung dengan lingkungan kerja yang memiliki suhu panas yang tinggi. Melakukan pekerjaan dengan suhu lingkungan yang tinggi akan mempengaruhi hasil kerja, kesehatan pekerja dan gangguan kenyamanan dalam melakukan pekerjaan. Setelah dilakukan pengamatan di bagian pabrik PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, tempat yang memilki iklim kerja yang panas adalah Stasiun Pengeringan.

Pekerja yang bekerja dibagian proses pengeringan sebanyak 28 orang, mereka terpapar panas dalam waktu yang lama yaitu 8 jam dengan dua shift kerja yaitu shift 1


(25)

bekerja dari pukul 06.30 WIB - 14.30 WIB dan shift 2 bekerja dari pukul 14.30 WIB – 22.30 WIB dengan pengaturan jam istirahat yaitu satu jam. Mereka umumnya sudah bekerja selama 5 sampai 35 tahun.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di stasiun pengeringan. Setelah lima menit berada di stasiun pengeringan tersebut, terjadi peningkatan keringat pada peneliti, dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di stasiun pengeringan tersebut cukup tinggi. Kemudian peneliti mengemukakan beberapa pertanyaan kepada pekerja, dan dari pertanyaan tersebut mereka mengaku sering mengalami pusing, mata berkunang-kunang, cepat merasa lelah, cepat merasa haus dan tidak nyaman saat bekerja. Gejala ini sering dirasakan setelah beberapa jam bekerja di stasiun pengeringan.

Lingkungan kerja di stasiun pengeringan yang panas berasal dari mesin pengeringan. Mesin pengeringan yang digunakan di stasiun pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong adalah Two Stage Drier (TSD) dan Fluid Bed Drier (FBD). Jumlah mesin pengeringan yang ada di stasiun pengeringan sebanyak tujuh buah mesin yang berada didalam satu ruangan tertutup dengan beberapa ventilasi dan dua buah pintu yang selalu terbuka dibagian belakang mesin pengeringan. Ditiap mesin pengeringan, pekerja yang bertanggung jawab ada dua orang pekerja. Selama proses pengeringan berlangsung, pekerja berada didepan dan dibelakang mesin pengeringan dan mereka tidak memakai alat pelindung diri apapun, dikarenakan tidak nyaman memakai alat pelindung diri saat bekerja.


(26)

Mesin pengeringan yang ada di stasiun pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong ini memiliki temperatur yang tinggi yaitu : untuk mesin Two Stage Drier (TSD) memiliki temperatur inlet sebesar 92-94 °C dan temperatur ourlet sebesar 50-54 °C dengan lama pengeringan 21-22 menit, sedangkan mesin Fluid Bed Drier (FBD) memiliki temperatur inlet sebesar 92-94 °C dan temperatur ourlet sebesar 80-82 °C dengan lama pengeringan 18-20 menit (Selayang Pandang PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2015).

Pihak perusahaan telah menyediakan air minum galon yang diletakkan di sudut stasiun pengeringan ini, namun pekerja kurang memanfaatkan dan kurang peduli dengan kesehatan mereka. Jarang sekali didapati pekerja yang mau meminum air mineral tersebut sebelum dan sesudah bekerja.

Dari survei awal yang dilakukan dapat disimpulkan pekerja di stasiun pengeringan ini bekerja pada suhu yang tidak nyaman yaitu suhu yang melebihi nilai ambang yang telah ditetapkan. Namun demi keakuratan data, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian mengenai suhu yang terdapat di stasiun pengeringan tersebut. Peneliti juga ingin mengetahui apakah ada Hubungan Tekanan Panas dengan Denyut Nadi pada Pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2015”.


(27)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong tahun 2015.

1.3Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui besarnya tekanan panas di tempat kerja khususnya di stasiun pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong.

2. Untuk mengetahui besarnya denyut nadi pada pekerja di stasiun pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong.

1.4Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2015.


(28)

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini di harapkan akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yaitu :

1. Memberikan informasi kepada tenaga kerja dan perusahaan khususnya pada bagian pabrik di stasiun pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong tentang hubungan tekanan panas terhadap gangguan kesehatan seperti denyut nadi. Dengan begitu, diharapkan pekerja dapat meningkatkan kesehatannya.

2. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk diadakan penelitian selanjutnya, dan dapat menambah pengalaman dalam melaksanakan penelitian bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terutama mengenai tekanan panas yang dapat berhubungan dengan denyut nadi pekerja.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tekanan Panas

2.1.1 Defenisi Tekanan Panas

Menurut Suma’mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor itu dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas.

Tekanan panas (Heat Stress) adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (temperatur udara, kelembaban, pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).

Menurut Santoso (2005), tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia. Menurut Suma’mur (2009) suhu udara dapat diukur dengan termometer biasa (termometer suhu kering). Kelembaban udara diukur dengan menggunakan hygrometer. Adapun suhu dan kelembaban dapat diukur bersama-sama dengan misalnya menggunakan alat pengukur sling psychrometer atau

arsman psychrometer yang juga menunjukkan suhu basah sekaligus. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan suatu termometer yang dibasahi dan ditiupkan udara


(30)

kepadanya, dengan demikian suhu tersebut menunjukkan kelembaban relatif udara. Kecepatan aliran udara yang besar dapat diukur dengan anemometer, sedangkan kecepatan udara yang kecil dengan suatu kata termometer. Suhu radiasi diukur dengan suatu termometer bola (globe thermometer). Panas radiasi adalah energi atau gelombang elektromagnetis yang panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari dan mata tidak peka terhadapnya atau mata tidak dapat melihatnya.

2.1.2 Lingkungan Kerja Panas

Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan, boiler, oven, tungku, pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari dapat mengalami gangguan kesehatan. Selama aktivitas pada lingkungan panas tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Menurut Tarwaka dkk (2004) bahwa suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu pengaturan suhu. Suhu menetap ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan di antara panas yang dihasilkan dari metabolism tubuh dan pertukaran panas di antara tubuh dan lingkungan sekitarnya.

Produksi panas didalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan, gangguan sistem pengaturan panas seperti dalam kondisi demam dan lain-lain. Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas di antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas konveksi, panas radiasi, dan panas penguapan (Tarwaka dkk, 2004).


(31)

Suhu nikmat kerja adalah suhu yang diperlukan seseorang agar dapat bekerja secara nyaman. Suhu nikmat kerja berkisar antara 24-26 °C bagi orang Indonesia. Orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar 29-30 °C dengan kelembaban 85%-95%. Aklimatisasi terhadap panas berarti suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama satu minggu pertama berada di tempat kerja. Setelah satu minggu pertama berada di tempat panas, tenaga kerja mampu bekerja tanpa pengaruh tekanan panas, hal ini tergantung dari aklimatisasi setiap individu yang dilihat dari beban kerja sehingga diperlukan variasi kerja (Suma’mur, 2009).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas

1. Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai oleh pengeluaran keringat yang meningkat, denyut nadi menurun dan suhu tubuh menurun. Proses adaptasi ini biasanya memerlukan waktu 7-10 hari. Aklimatisasi dapat pula menghilang ketika orang yang bersangkutan tidak masuk kerja selama seminggu berturut-turut (Santoso, 2005).

Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Untuk aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan penurunann frekuensi denyut nadi dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukkan keringat. Aklimatisasi ini ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk beberapa waktu misalnya 2 jam. Mengingat pembentukan keringat tergantung pada


(32)

kenaikan suhu dalam tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai sesudah 2 minggu (WHO, 1969).

2. Umur

Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat keluar keringatnya dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas. Studi menemukan bahwa 70% dari seluruh penderita tusukan panas (heat stroke), mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur (WHO, 1969).

3. Jenis Kelamin

Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil (WHO, 1969).

4. Ukuran Tubuh

Adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi fisiologis tubuh terhadap panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dapat mengalami tingkatan tekanan panas yang relatif lebih besar, hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kerja maksimal yang lebih kecil (Siswanto, 2005).

2.1.4 Indikator Tekanan Panas

Indikator tekanan panas menurut Suma’mur (2009) terdiri dari : 1. Suhu Efektif


(33)

Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolism tubuh. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effective Themperature Scale), namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolism tubuh.

2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumus-rumus sebagai berikut :

ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering (untuk bekerja dengan sinar matahari)

ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk pekerjaan tanpa sinar matahari)

3. Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam

Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted 4 Hour Sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan juga menurur tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.


(34)

Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang standar yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap panas.

2.1.5 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas

Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Menurut Tarwaka dkk (2004) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperature udara diluar

comfort zone adalah sebagai berikut : a. Vasodilatasi

b. Denyut jantung meningkat c. Temperature kulit meningkat

d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudina meningkat dan lain-lain

Paparan panas yang terus berlanjut, mengakibatkan gangguan kesehatan. Menurut Graham (1992) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka dkk (2004) mengatakan reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius. Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan penurunan berat badan.

Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Gangguan kesehatan dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian, dan lain-lain.


(35)

b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Kehilangan cairan tubuh < 1,5% gejalanya tidak akan tampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.

c. Heat Rash, yaitu keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Kondisi ini mengaharuskan pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.

d. Heat Cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

e. Heat Syncope atau Fainting, yaitu keadaan yang disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.

f. Heat Exhaustion, yaitu keadaan dimana tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.

g. Heat Stroke, terjadi bila sistem pengaturan tubuh gagal dan temperatur tubuh meningkat sampai tingkat kritis. Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, dan keterjadiannya sulit diprediksi. Heat Stroke adalah keadaan darurat


(36)

medis. Tanda dan gejalanya utama dari gangguan kesehatan ini adalah bingung, perilaku irrasional, hilang kesadaran, sawan, kurang berkeringat, kulit panas dan temperatur tubuh sangat tinggi. Meningkatnya temperatur metabolik akibat kombinasi beban kerja dan beban panas lingkungan, yang keduanya turut memberi pengaruh terhadap heat stroke, juga sangat bervariasi dan sulit memprediksinya.

2.1.6 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pertukaran Panas

Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas menurut Suma’mur (2009) sebagai berikut :

1. Konduksi

Konduksi adalah pertukaran panas antar tubuh dengan benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.

2. Konveksi

Konveksi adalah pertukaran panas dari tubuh dan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran dalm pertukaran panas antar tubuh dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh.


(37)

3. Radiasi

Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memncarkan gelobang panas. Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas lewat mekanisme radiasi.

4. Penguapan

Manusia dapat berkeringat dengan penguapan dipermukaan kulit atau melalui paru-paru tubuh kehilangan panas untuk penguapan. Untuk mempertahankan suhu tubuh maka :

M ± Kond ± Konv ± R-E = 0

M = Panas dari metabolism E = Panas oleh evaporasi Kond = Pertukaran panas secara konduksi

Konv = Pertukaran panas secara konveksi R = Panas radiasi

2.1.7 Pengendalian Lingkungan Kerja Panas

Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor tekanan panas dan mengukur Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian secara benar. Koreksi tersebut juga dimaksudkan untuk menilai efektifitas dari sistem pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut (Tarwaka dkk, 2004) :


(38)

a. Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi b. Mengurangi beban panas radian dengan cara :

1. Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas 2. Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas

3. Penggunaan tameng panas dan alat pelindung diri yang dapat memantulkan panas

c. Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui ventilasi pengenceran atau pendinginan secara mekanis. Cara ini telah terbukti secara drastis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan.

d. Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi buatan dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi tidak boleh 0,2 m/det, sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan udara pada temperatur yang tinggi (> 40°C) dapat berakibat kepada peningkatan tekanan panas.

e. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara :

1. Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari

2. Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan 3. Mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai

ISBB.

Pengendalian diatas ditegaskan kondisi yang harus dipertimbangkan dalam setiap desain atau redesain sistem ventilasi adalah adanya sirkulasi udara pada tempat kerja yang baik, sehingga terjadi pergantian udara dalam ruangan dengan udara segar


(39)

dari luar secara terus-menerus. Faktor pakaian dan pemberian minum harus juga dipertimbangkan dalam mengatasi masalah panas lingkungan.

Menurut Harrianto (2009) pengendalian paparan lingkungan panas sebagai berikut :

1. Pengendalian Administratif

a. Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang penuh.

b. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek tetapi sering dan rotasi pekerja yang memadai.

c. Ruangan dengan penyejuk rasa (AC) perlu disediakan untuk memberikan efek pendingin pada pekerja waktu istirahat.

d. Penyediaan air minum yang cukup. 2. Pengendalian Teknik

a. Mengurangi produksi panas metabolik tubuh.

b. Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan kerja fisik pekerja.

c. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan-permukaan benda yang panas, dengan cara isolasi/penyekat (melapisi permukaan benda-benda yang panas dengan bahan yang memiliki emisi yang rendah seperti aluminium atau cat), perisai (bahan yang dapat memantulkan panas) dan remote control.


(40)

d. Mengurangi bertambahnya panas konveksi, seperti penggunaan kipas angin untuk meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja panas.

e. Mengurangi kelembaban. AC, peralatan penarik kelembaban dan upaya lain untuk mengeleminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembaban di lingkungan tempat kerja.

3. Alat Pelindung Diri

a. Untuk bekerja di tempat kerja yang panas dan lembab, perlu disediakan baju yang tipis dan berwarna terang hingga pengeluaran panas tubuh dengan proses evaporasi keringat menjadi lebih efisien.

b. Kaca mata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan benda-benda yang sangat panas, misalnya cairan logam atau oven yang panas.

2.1.8 Standar Iklim Kerja Panas

Standar iklim kerja panas di Indonesia ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja.

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia Di Tempat Kerja Pengaturan

Waktu Kerja Setiap Jam

ISBB (°C) Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75-100% 31,0 28,0 -

50-75% 31,0 29,0 27,5

25-50% 32,0 30,0 29,0

0-25% 32,0 31,1 30,5

Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011


(41)

Catatan :

1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kilo kalori/jam. 2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang

dari 350 kilo kalori/jam.

3. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 kilo kalori/jam.

2.1.9 Pengukuran Tekanan Panas

Pengukuran ISBB dilakukan dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor, dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi (Tarwaka dkk, 2004).

Cara Kerja :

1. Tombol power ditekan

2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan 3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola

4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah 5. Hasil akan keluar kemudian dicatat

6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan

2.2 Denyut Nadi

2.2.1 Defenisi Denyut Nadi

Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu. Denyut nadi adalah getaran


(42)

didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi yang optimal untuk setiap orang berbeda-beda, tergantung pada saat kapan mengukur denyut nadi (Brahmapurkar, 2012).

Menurut Moeljosoedarma (2008) denyut nadi optimal tenaga kerja tergantung saat kapan mengukur denyut nadi. Jika pengukuran dilakukan setelah bekerja, maka nadi normal pekerja tersebut adalah 90 denyut/menit. Jika denyut nadi melebihi 90 denyut/menit setelah 5 menit melakukan pekerjaannya, maka dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di lingkungan kerja mungkin telah berlebihan dan oleh karenanya perlu dilakukan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja.

2.2.2 Jenis Denyut Nadi

1. Nadi Istirahat, yaitu denyut nadi sebelum bekerja. 2. Nadi sedang bekerja, yaitu denyut nadi selama bekerja.

3. Nadi kerja, yaitu selisih denyut nadi selama kerja dengan denyut nadi sebelum bekerja.

4. Nadi pemulihan, yaitu total angka denyutan dari akhir kerja sampai masa pulih tercapai (Brahmapurkar, 2012).

2.2.3 Nadi Kerja Menurut Tingkat Beban Kerja

Menurut Tarwaka dkk (2004) kategori beban kerja berdasarkan denyut nadi kerja dibagi atas beban kerja sangat ringan, ringan, sedang, berat, sangat berat dan sangat berat sekali.


(43)

Tabel 2.2 Nadi Kerja Menurut Beban Kerja

No Beban Kerja Nadi Kerja (per menit)

1 Sangat ringan Kurang dari 75

2 Ringan 75-100

3 Sedang 100-125

4 Berat 125-150

5 Sangat berat 150-175

6 Sangat berat sekali Lebih dari 175

Sumber : Tarwaka dkk (2004)

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Denyut Nadi

1. Usia

Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan oksigen selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut nadi menetap dan iramanya teratur. Pada orang dewasa efek fisiologis usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Denyut nadi paling cepat ada pada bayi kemudia frekuensi denyut nadi menurun seiring dengan pertambahan usia (Pearce, 1999).

Tabel 2.3 Frekuensi Nadi Menurut Berbagai Usia

No Usia Frekuensi Nadi (per menit)

1 < 1 bulan 90-170

2 < 1 tahun 80-160

3 2 tahun 80-120

4 6 tahun 75-115

5 10 tahun 70-110

6 14 Tahun 65-100

7 >14 tahun 60-100

Sumber : Pearce (1999)

Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan oksigen selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut nadi menetap dan iramanya teratur. Pada orang dewasa efek fisiologis usia dapat berpengaruh pada sistem


(44)

kardiovaskuler. Pada usia yang lebih tua penentuan denyut nadi kurang dapat dipercaya (Pearce, 1999).

2. Jenis Kelamin

Denyut nadi yang tepat dicapai pada kerja maksimum wanita lebih tinggi dari pada laki-laki. Pada laki-laki muda dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi kerja mencapai 128 denyut per menit, sedangkan pada wanita 138 denyut per menit. Pada kerja maksimal pria rata-rata nadi kerja mencapai 154 denyut per menit dan pada wanita 164 denyut per menit (Santoso, 2004).

3. Keadaan Kesehatan

Pada orang yang tidak sehat dapat terjadi perubahan irama atau frekuensi denyut nadi secara tidak teratur. Kondisi seseorang yang baru sembuh dari sakit maka frekuensi nadinya cenderung meningkat (Pearce, 1999).

4. Riwayat Kesehatan

Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi atau hipotensi akan mempengaruhi kerja jantung. Penderita anemia (kurang darah) akan mengalami peningkatan kebutuhan oksigen sehingga Cardiac output meningkat yang mengakibatkan peningkatan denyut nadi (Pearce, 1999).

5. Rokok dan Kafein

Rokok dan kafein juga dapat meningkatkan denyut nadi. Pada suatu studi mengatakan merokok sebelum bekerja menyebabkan denyut nadi meningkat 10 sampai 20 denyut per menit dibandingkan orang yang bekerja tidak didahului dengan


(45)

merokok. Pada kafein secara statistik tidak ada perubahan yang signifikan pada variabel metabolik kardiovaskuler kerja maksimal dan sub maksimal (Santoso, 2005). 6. Intensitas dan Lama Kerja

Berat atau ringannya intensitas kerja berpengaruh terhadap denyut nadi. Lama kerja, waktu istirahat, dan irama kerja yang sesuai dengan kapasitas optimal manusia akan ikut mempengaruhi frekuensi nadi sehingga tidak melampaui batas maksimal. Batas kesanggupan kerja sudah tercapai bila bilangan nadi kerja (rata-rata nadi selama kerja) mencapai angka 30 denyut per menit dan diatas bilangan nadi istirahat. Sedang nadi kerja tersebut tidak terus menerus menanjak dan sehabis kerja pulih kembali pada nadi istirahat sesudah ± 15 menit (Santoso, 2005).

7. Cuaca Kerja

Cuaca kerja baik cuaca kerja panas atau dingin juga akan mempengaruhi sistem sirkulasi dan denyut nadi. Cuaca kerja panas dapat menyebabkan bahan tambahan pada jantung dan sirkulasi darah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat di lingkungan panas, maka darah akan mendapat beban tambahan karena harus membawa oksigen kebagian otot yang sedang bekerja dan membawa panas dari dalam tubuh ke permukaan kulit sehingga menjadi beban tambahan bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi yang mengakibatkan frekuensi denyut nadipun lebih cepat (Santoso, 2005).


(46)

Metode pengukuran denyut nadi menurut Nurmianto (2006) : 1. Metode Palpasi

Metode ini dilakukan terhadap subyek dalam keadaan diam atau istirahat. Perabaan untuk menghitung denyut nadi dapat dilakukan dengan meletakkan ujung jari 3 jari (jari telunjuk, jari tengah dan jari manis) pada pergelangan tangan bagian luar arah ibu jari, atau juga didaerah leher kiri/kanan, dan dibawah sudut dagu. Arah ketiga jari membentuk garis lurus sesuai dengan panjang sumbu tubuh. Perhitungan menggunakan stopwatch.

2. Metode Auskultasi

Metode ini menggunakan stetoskop (alat dengar) untuk mendengarkan denyut jantung. Tinggal menghitung berapa denyut dalam waktu 5 detik, 10 detik, atau dalam 15 detik. Hasil dikalikan dengan 12, 6, dan 4 sesuai lama mendengarkan detikan tersebut. Metode ini baik digunakan bila subyek diam tak bergerak.

3. Electrocardiografi (ECG)

ECG merupakan alat rekam jantung sehingga grafik aktifitas listrik jantung dapat terekam. Dari gambar grafik tersebut dapat dihitung berapa denyut jantung per menit. Alat ini mahal dan tidak praktis dilapangan. ECG tidak bias dipakai untuk subyek yang bergerak dan biasanya dipakai di bangsal perawatan.

4. ECG Nirkabel

ECG nirkabel menggunakan alat sensor yang dipasang di dada, lalu secara telemetri rekaman dapat diterima penerima dan langsung digambar listrik jantungnya.


(47)

Alat ini dapat digunakan pada subyek yang bergerak aktif tanpa mengganggu aktivitas yang dilakukan.

5. Sport Tester

Merupakan alat rekam yang dipasang di dada yang kemudian merekam denyut jantung dan selanjutnya ditampilkan dalam monitor komputer.

6. Pulsemeter

Pulsemeter adalah alat untuk mengukur detak jantung. Pulsemeter akan langsung menunjukka pada satu angka.

2.3 Hubungan Tekanan Panas terhadap Denyut Nadi

Tenaga kerja yang terpapar panas di lingkungan kerja akan mengalami heat strain. Heat strain atau regangan panas merupakan efek yang diterima tubuh atas beban iklim kerja tersebut (Santoso, 2005). Indikator heat strain adalah peningkatan denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh, pengeluaran keringat dan penurunan berat bada (Wignjosoebroto, 2003).

Denyut nadi seseorang akan terus meningkat bila suhu tubuh meningkat kecuali bila pekerja yang bersangkutan telah beraklimatisasi terhadap suhu udara yang tinggi. Denyut nadi maksimum untuk orang dewasa adalah 180-200 denyut per menit dan keadaan ini biasanya hanya dapat berlangsung dalam waktu beberapa menit saja (Santoso, 2005).

Pemaparan panas dapat menyebabkan beban tambahan pada sirkulasi darah, maka darah akan mendapat beban tambahan, karena harus membawa oksigen ke


(48)

bagian otot yang sedang bekerja. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat di lingkungan panas, maka darah akan mendapat beban tambahan karena harus membawa oksigen kebagian otot yang sedang bekerja dan membawa panas dari dalam tubuh ke permukaan kulit sehingga menjadi beban tambahan bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi yang mengakibatkan frekuensi denyut nadipun lebih cepat (Santoso, 2005).

Menurut Tarwaka (2004) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara diluar comfort zone adalah sebagai berikut : a. Vasodilatasi

b. Denyut jantung meningkat c. Temperatur kulit meningkat

d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain.

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut:

Gambar. 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Dependen

Denyut Nadi

Variabel Independen


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei analitik dengan rancangan cross sectional, yaitu suatu penelitian dimana cara pengukuran variabel bebas dan variabel terikat dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di bagian stasiun pengeringan PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara, dikarenakan perusahaan ini sudah melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan belum pernah ada penelitian mengenai hubungan tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret- September 2015.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi


(50)

Populasi dalam penelitian ini adalah 28 orang yang bekerja di stasiun pengeringan.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Total Sampling sebanyak 28 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengamatan langsung, pengukuran tekanan panas dengan Questtemp dan pengukuran denyut nadi dilakukan dengan metode palpasi yang menggunakan stopwatch.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder di peroleh dari PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah butong yang meliputi profil perusahaan, dan gambaran umum perusahaan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel

Variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tekanan panas di stasiun pengeringan.

2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah denyut nadi pada pekerja di stasiun pengeringan.


(51)

3.5.2 Definisi Operasional Variabel

1. Tekanan panas (Heat Stress) adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan dan factor lingkungan (temperatur udara, kelembaban, pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Tekanan panas diukur dengan alat ukur Questtemp.

2. Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu. Denyut nadi adalah getaran didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi diukur dengan metode palpasi yang menggunakan stopwatch.

3.6 Aspek Pengukuran 3.6.1 Tekanan Panas (ISBB)

Pengukuran tekanan panas (ISBB) dilakukan dengan menggunakan

Questtemp. Dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi. Pengukuran tekanan panas dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir shift kerja oleh asisten laboratorium Teknik Industri Universitas Sumatera Utara yang sudah pernah mengoperasikan alat tersebut sebelumnya. Pada waktu pengukuran, alat tersebut ditempatkan sekitar sumber panas dimana pekerja melakukan pekerjaannya.

Questtemp ini tidak dapat menunjukkan angka ISBB lingkungan secara langsung melainkan hanya dapat menunjukkan angka suhu basah (Wet Bulb) dan


(52)

suhu radiasi (Globe). Oleh karena itu, untuk mendapatkan ISBB lingkungan kerja terlebih dahulu harus mengetahui suhu basah (Wet Bulb) dan suhu radiasi (Globe) di lingkungan kerja tersebut. Setelah mengetahui angka Wet Bulb dan Globe, barulah dapat dicari suhu pada lingkungan kerja tersebut atau ISBB.

Untuk pekerja di stasiun pengeringan, pekerja tidak mengalami paparan panas sinar matahari secara langsung, untuk itu dapat dipakai rumus ISBB = 0,7 x suhu basah (Wet Bulb) + 0,3 x suhu radiasi (Globe).

Menurut analisa, pekerja di stasiun pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong termasuk kedalam kategori jam kerja 75% - 100% dan dalam beban kerja sedang. Jadi suhu yang diperkenankan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja adalah tidak lebih dari 280C.

Cara Kerja :

1. Tombol power ditekan

2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan 3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola

4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah 5. Hasil akan keluar kemudian dicatat

6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan

Pengukuran dilakukan di titik dimana pekerja melakukan pekerjaannya. Pengukuran dilakukan di 2 titik setiap mesin pengeringan yang ada di stasiun pengeringan yaitu didepan mesin pengeringan dan dibelakang mesin pengeringan.


(53)

Pengukuran dilakukan pada dua shift kerja yaitu pukul 06.30 WIB - 14.30 WIB dan pukul 14.30 WIB – 22.30 WIB dengan tiga kali pengukuran dalam satu shift kerja yaitu pada awal shift kerja, pertengahan shift kerja dan akhir shift kerja. Kemudian dari data tersebut, diambil rata-ratanya sehingga didapatkan data suhu pada lingkungan kerja tersebut.

Adapun kategori untuk tekanan panas adalah

1. Tempat kerja memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu yang tidak melebihi 28,0 0C.

2. Tempat kerja tidak memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu yang melebihi 28,0 0C.

3.6.2 Denyut Nadi

Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan metode palpasi yang menggunakan

stopwatch yang diukur oleh tenaga medis. Dimana denyut nadi normal pekerja 5 menit setelah bekerja menurut Moeljosoedarmo (2008) adalah tidak melebihi 90 denyut/ menit. Jika denyut nadi pekerja melebihi 90 denyut/menit maka pekerja tersebut bekerja di lingkungan kerja yang memiliki suhu yang tinggi.

Pengukuran denyut nadi pada tenaga kerja dilakukan pada dua shift kerja yaitu pukul 06.30 WIB - 14.30 WIB dan pukul 14.30 WIB – 22.30 WIB dengan dua kali pengukuran dalam satu shift kerja yaitu sebelum dan 5 menit sesudah pekerja melakukan pekerjaannya.


(54)

1. Denyut nadi normal yaitu denyut nadi sesudah pekerja melakukan pekerjannya yang tidak melebihi 90 denyut/menit.

2. Denyut nadi meningkat yaitu denyut nadi sesudah pekerja melakukan pekerjaannya yang melebihi 90 denyut/menit.

Cara Kerja :

1. Pegang pergelangan tangan kanan tenaga kerja.

2. Letakkan tiga jari (jari telunjuk, jari tengah dan jari manis) pada pergelangan tangan kanan tenaga kerja dan cari denyut nadinya.

3. Stopwatch dihidupkan bersamaan dengan dimulainya perhitungan denyut nadi selama 10 detik kemudian dikalikan 6 untuk mendapatkan hasil.

4. Stopwatch dan perhitungan denyut nadi dihentikan setelah 10 detik. 5. Catat hasil pengukuran denyut nadi tersebut.

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam suatu penelitian, analisis data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih mentah dan belum memberikan informasi. Data-data tersebut dianalisis menggunakan program Statistic Package For The Social Science (SPSS) versi 17.

3.7.1 Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Dimana pada umumnya, menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Hal ini sangat dibutuhkan guna


(55)

mendapatkan gambaran awal mengenai keadaan umum responden sehingga tidak akan menimbulkan kerancuan ketika analisis data penelitian dilakukan.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel independen (tekanan panas) dan variabel dependen (denyut nadi) dengan menggunakan uji statistik Chi Square dengan taraf kepercayaan 95%. Jika P value < 0,05 artinya ada hubungan antara variabel independen (tekanan panas) dengan variabel dependen (denyut nadi). Jika P value > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen (tekanan panas) dengan variabel dependen (denyut nadi).


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong

Perkebunan Bah Butong dibuka pada tahun 1917 oleh Nederland Handel Maskapai (NV.NHM). Pabrik pertama didirikan pada tahun 1927 dan mulai beroperasi sejak tahun 1931.

Secara kelembagaan, tahun 1957 Pemerintah Indonesia melakukan pengambil alihan perusahaan yang dikelola bangsa asing, termasuk perusahaan NHM, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 229/UM/57, Tanggal 10 Agustus 1957 yang diperkuat dengan Undang-Undang Nasionalisasi Nomor. 86/1958.

Tahun 1961, PPN Baru dan Pusat Perkebunan Negara dilebur menjadi Badan Pimpinan Umum PPN Daerah Sumatera Utara I-IX melalui U.U. Nomor. 141 Tahun 1961 Sumut III dan Jo PP Nomor 141 Tahun 1961.

Tahun 1963 Perkebunan Teh Sumatera Utara dialihkan menjadi Perusahaan Aneka Tanaman IV ( ANTAN-IV ) melalaui PP Nomor. 27 Tahun 1963.

Tahun 1968 terjadi perubahan menjadi Perusahaan Negara Perkebunan VIII (PNP VIII) melalui PP Nomor 141 Tahun 1968 Tanggal 13 April 1968.


(57)

Perubahan berikutnya mulai tahun 1974 menjadi Persero yaitu PT Perkebunan VIII ( PTP VIII ) melalui Akta Notaris GHS Lumban Tobing

SH Nomor. 65 Tanggal ; 31 April 1974 yang diperkuat SK Menteri Pertanian Nomor. YA/5/5/23, Tanggal : 07 Januari 1975.

Setelah mengalami beberapa kali pergantian nama perusahaan maka pada tahun 1974 nama perusahaan menjadi perusahaan negara PT. Perkebunan VIII (PTP VIII) mengusahakan 6 (Enam) Unit Usaha Teh yaitu Unit Balimbingan, Marjandi, Bah Birung Ulu, Sidamanik, Bah Butong, Toba Sari dan Sibosur.

Pada tanggal 11 Maret 1996 terjadi restrukturisasi kembali, dimana Perkebunan Bah Butong masuk dalam lingkup PTP Nusantara IV melalui Akte Pendirian PTPN IV Nomor. 37 Tanggal 11 Maret 1996 yang mengatur peleburan

PTP VI, VII dan VIII menjadi PT Perkebunan Nusantara IV (PERSERO).

Sejak tahun 1998 s/d 2000 dibangun pabrik baru yang lebih besar dan modern, diresmikan pada tanggal 20 Januari 2001.

4.1.2 Keadaan Umum Perusahaan

Lokasi Kebun Bah Butong berada di Kecamatan Sidamanik, 26 Km dari Kota Pematang Siantar dan 155 Km dari Kantor Pusat yang berada di Kota Medan.

Luar Areal HGU = 2.602.95 Ha dengan luas TM = 1.049.95 Ha dengan ketinggian 890 mdpl. Jenis klon tanaman the terdiri dari tanaman klonal (Gambung Grup).


(58)

Unit Usaha Sidamanik, Bah Butong dan Toba Sari manajemen PTPN IV mempertahankan komoditas teh tetap diusahakan dan mulai januari 2012 produksi dari Unit Tobasari dan Sidamanik diolah di pabrik unit usaha Bah Butong Kec. Sidamanik Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Tabel 4.1 JumlahKaryawan PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong

Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Karyawan Pimpinan

8 8 11 10 10 10

Karyawan Pelaksana

1.032 978 926 889 808 804

Jumlah 1.040 986 937 899 818 814

4.1.3 Visi dan Misi Perusahaan 1. Visi Perusahaan

Menjadi pusat keunggulan perusahaan agro industri pada segmen teh dengan tata kelola perusahaan yang baik, mampu bersaing baik disektor hulu dan hilir ditingkat nasional maupun internasional serta berwawasan lingkungan.

2. Misi Perusahaan

1. Menjamin keberlanjutan usaha yang kompettitif.

2. Meningkatkan daya saing produk secara berkesinambungan dengan sistem, cara dan lingkungan kerja yang mendorong munculnya kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan produksitivitas dan efisien.


(59)

4. Mengelola usaha secara profesional untuk meningkatkan nilai perusahaan yang mempedomani etika bisnis dan Tata Kelola Perusahaan yang baik (GCG). 5. Meningkatkan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

6. Melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintah pusat/ daerah.

4.1.4 Proses Pengolahan Teh Hitam

Proses produksi di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Butong dimulai dengan mengolah bahan baku sampai menjadi produk, dimana bahan baku disini adalah pucuk teh dan produk yang dihasilkan adalah teh hitam, tujuan pokok yang hendak dicapai adalah Outer quality (bentuk luar : bentuk teh yang sesuai dengan standart). Inner quality (rasa dan aroma).

Sistem pengolahan teh hitam ada dua macam yaitu : sistem ORTODOX dan sistem CTC. Perkebunan Bah Butong mengolah teh hitam dengan sistem kombinasi ORTODOX – Rector Vane dengan kapasiats olah : 1.530 Kg teh kering per jam dan kapasitas tamping daun teh basah ± 100 ton.

Dalam proses pengolahan teh hitam dilakukan beberapa tahapan–tahapan pengolahan. Proses tersebut di mulai dari :

- Stasiun Penerimaan Daun Teh basah - Stasiun Pelayuan


(60)

- Stasiun Fermentasi (reaksi oksidasi enzimatis) - Stasiun Pengeringan

- Stasiun Sortasi - Stasiun Pengepakan.


(61)

Flow Chart Pengolahan Teh Hitam (Orthodox)

OPEN TOP ROLLER DAUN TEH BASAH DARI AFDELING

DAUN TEH BASAH DI PABRIK

PELAYUAN PENGGULUNGAN BUBUK I BUBUK II BUBUK III BUBUK IV BADAG

PRESS CUP ROLLER

AYAKAN DIBN

ROTOR VANE 15’ AYAKAN DIBN

ROTOR VANE 15’ AYAKAN DIBN

FERMENTASI (OKSIDASI ENZIMATIS)

AYAKAN DIBN

PENGERINGAN

SORTASI

Lama Pelayuan 16 – 18 Jam

45 Menit 10 Menit 35 Menit 10 Menit 10 Menit 5 Menit 10 Menit 5 Menit


(62)

1. Stasiun Penerimaan Daun Teh Basah (DTB)

Penerimaan DTB dari Afdeling dilakukan tiga kali sehari. DTB diangkut ke ruang pelayuan dan dimasukkan ke WT (Withering Trough) dengan alat angkut MONORAIL, selanjutnya DTB dibeber/dikirap untuk dilayukan.

Cara analisa mutu pucuk halus kasar sebagai berikut :

1. Ambil pucuk teh segar yang telah dibeber diatas WT, setiap mandoran, setiap waktu timbang sebanyak 6 (enam) tempat secara diagonal, pertama dari bagian atas, kedua dari bagian tengah, ketiga dari bagian bawah masing-masing sebanyak 250 gr.

2. Kumpulkan pucuk teh segar dalam keranjang, aduk sampai rata dibagi 4 (empat) bagian. Sampel diambil 2 (dua) bagian secara diagonal.

3. Ambil sampel sebanyak 250 gr. Kemudian pisahkan pucuk teh segar dari bagian yang getas, yang kasar, gulma dan pucuk lanas/memar.

4. Timbang bagian pucuk yang getas = a gram 5. Timbang bagian pucuk yang kasar = b gram

6. Timbang bagian gulma = c gram

7. Timbang bagian pucuk lanas / memar = d gram 8. Cara perhitungan analisis pucuk halus kasar


(63)

10.Cara perhitungan analisis pucuk lanas

2. Stasiun Pelayuan

Tujuan pelayuan adalah mengurangi kandungan air daun agar konsentrasi polifenol dari enzim meningkat sehingga cocok untuk oksidasi. Secara fisik daun menjadi lemas dan mudah dibentuk menggulung. Selain itu pelayuan juga perlu mengakomodasikan terjadinya perubahan kimia/fisiologis lepas panen mendukung terbentuknya calon aroma yang berjalan lambat.

Selama pelayuan terjadi perubahan biokimia yang juga merupakan proses penting, karena berpengaruh pada komposisi kimia dari senyawa yang akan terbentuk kemudian dan menentukan karakteristik liquor dan flavor teh jadi. Selam proses pelayuan, sebagian air pucuk diuapkan secara bartahap, dengan mengalirkan udara melalui permukaannya, yang dinamakan pelayuan fisik atau pelayuan saja, sedangkan proses perubahan biokimia dan enzimatik dinamakan pelayuan kimia.

3. Stasiun Penggulungan

Penggulungan akan memecah sel sehingga terjadi pertemuan polifenol dan enzim oksidase, karena itu saat mulai digulung selalu dianggap sebagai awal oksidasi polifenol. Pada fase ini kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, oksigen dan rentang waktu harus dikendalikan dengan baik. Kerataan tingkat oksidasi pada bubuk hasil


(64)

penggulungan diusahakan melalui sortasi basah yang biasanya dilaksanakan dengan pengayakan.

Tujuan penggulungan adalah untuk mendapatkan partikel teh yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pengolahan selanjutnya, yaitu fermentasi, pengeringan dan sortasi. Proses penggulungan harus dapat menghasilkan partikel teh dengan tekstur dan ukuran yang homogen serta bentuk dan penampakan (appearance) tertentu sesuai permintaan pasar. Tekstur tidak boleh flaky tetapi mendekati sferik (gelintingan berbentuk bulat dan padat) serta memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, hingga akan mempunyai struktur yang kokoh dan tidak mudah pecah atau rusak pada perlakuan sortasi pengepakan dan transportasi.

4. Stasiun Fermentasi (Oksidasi Enzimatis)

Penggunaan istilah fermentasi sebenarnya tidaklah tepat, karena dapat memberikan pengertian yang salah. Sebenarnya yang terjadi di tahap pengolahan teh ini bukanlah aktivitas mikroorganisme, melainkan reaksi kimia murni, tepatnya reaksi oksidasi enzimatik. Tetapi karena sudah menjadi istilah buku di dunia industri teh, baik di kalangan produsen maupun yang bergerak di bidang tata niaga, maka istilah fermentasi tetap digunakan. Reaksi kimia yang terjadi selama fermentasi sangat kompleks dan belum seluruhnya diketahui. Penelitian terhadap reaksi kimia ini masih terus berlanjut, terutama dengan tersedianya peralatan analitik yang canggih.

Perubahan kimia yang terjadi selama proses fermentasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, jauh lebih berarti dibandingkan dengan perubahan kimia pada


(65)

proses pelayuan. Reaksi oksidasi enzimatik polifenol teh yang terjadi selama proses fermentasi inilah yang membentuk karakter appearance (penampakan), liquor (air seduhan) dan infused leaf (ampas seduhan). Sebagian besar karakter appearance

seperti flaky, leafy, grainy dan bold terjadi selama proses maserasi, sedangkan

choppy, irregular, mixed dan stalky terjadi selama proses sortasi dan hanya blackish

dan brownish yang terbentuk selama proses fermentasi.

Flavor merupakan salah satu faktor terpenting dalam penentuan mutu teh jadi. Senyawa utama yang menghasilkan flavor antara lain adalah polifenol, kafein, dan asam amino, dan untuk aroma adalah terpenoid, alkhol dan senyawa karbonil, sedangkan klorofil selain berpengaruh terhadap flavor, juga pada appearance.

Ketebalan sebaran bubuk yang difermentasi bervariasi antara 4–10 cm. Ketebalan sebaran bubuk mempengaruhi kecepatan naiknya suhu bubuk. Semakin tebal sebaran bubuk, kenaikan suhunya semakin cepat. Oleh karena itu, sebaran bubuk yang lebih tebal harus diikuti oleh waktu fermentasi yang lebih pendek.

Reaksi Oksidasi Enzymatis yang terjadi dalam proses fermentasi adalah merupakan reaksi kimia antara oksigen dengan polifenol teh dengan bantuan enzym yang membentuk karakter Appearance (penampakan), liquor (air seduhan), dan Infused leaf (ampas seduhan).

Tabel 4.2 Waktu Fermentasi Bubuk I

(menit)

Bubuk II (menit)

Bubuk III (menit)

Bubuk IV (menit)

Badag (menit)


(66)

5. Stasiun Pengeringan

Pengeringan merupakan proses dehidrasi, yaitu penguapan air teh fermen yang dilakukan dengan bantuan udara. Udara merupakan media yang paling baik dan murah bagi transfer kalor dari sumber kalor kepartikel teh, karena secara kuantitatif penggunaan udara dapat dikendalikan secara efektif dan efisien.

Pengeringan akan menghentikan proses oksidasi polifenol teh pada saat dimana senyawa polifenol, hasil antara oksidasi maupun produk akhir oksidasi berada dalam timbangan tertentu yang memberikan mutu teh terbaik.

Pada proses pengeringan terjadi difusi air dari dalam sel pucuk ke permukaan partikel teh untuk kemudian menguap. Tetapi bila temperatur udara-keluar terlalu tinggi, kecepatan penguapan pada tahap awal proses pengeringan akan menjadi sangat besar, hingga permukaan teh akan mengering yang akan menghambat difusi dan penguapan air selanjutnya.

Pada kejadian ini dikenal sebagai case-herdening dan liquor akan menjadi

thin dan harsh. Untuk menghindarkan terjadinya case-herdening, temperature udara-keluar sebaiknya tidak lebih tinggi dari 52oC, yang dapat menyebabkan terlalu cepatnya penghentian oksidasi enzimatik.

Tabel 4.3 Temperatur dan Lama Pengeringan Mesin

Pengeringan

Temperatur Inlet Temperatur Ourlet

Waktu (menit)

Two Stage Drier (TSD)

92-94 °C 50-54 °C 21-22

Fluid Bed Drier (FBD)


(1)

DNk : Kategori denyut nadi pekerja

1. Normal yaitu denyut nadi sesudah pekerja melakukan pekerjaannya yang ≤ 0 de yut/menit

2. Meningkat yaitu denyut nadi sesudah pekerja melakukan pekerjaannya yang > 90 denyut/menit

ISBBk : Kategori tekanan panas

1. Tempat kerja Me e uhi syarat ≤ 2 °C 2. Tempat Kerja Tidak memenuhi syarat ( > 28°C)


(2)

Output Hasil Penelitian Analisis Univariat

Frequensy Table

Umur Pekerja (tahun)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <= 50 tahun 16 57.1 57.1 57.1

> 50 tahun 12 42.9 42.9 100.0

Total 28 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Wanita 12 42.9 42.9 42.9

Pria 16 57.1 57.1 100.0

Total 28 100.0 100.0

Masa Kerja Pekerja (tahun)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid < = 22 tahun 14 50.0 50.0 50.0

> 22 tahun 14 50.0 50.0 100.0


(3)

Tekanan Panas Shift 1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 28.0 2 7.1 14.3 14.3

29.3 1 3.6 7.1 21.4

31.9 1 3.6 7.1 28.6

32.0 1 3.6 7.1 35.7

32.1 2 7.1 14.3 50.0

32.3 1 3.6 7.1 57.1

32.4 2 7.1 14.3 71.4

32.5 1 3.6 7.1 78.6

32.8 2 7.1 14.3 92.9

33.0 1 3.6 7.1 100.0

Total 14 50.0 100.0

Tekanan Panas Shift 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 28.0 3 10.7 21.4 21.4

31.0 2 7.1 14.3 35.7

31.4 1 3.6 7.1 42.9

31.5 2 7.1 14.3 57.1

31.7 1 3.6 7.1 64.3

31.8 1 3.6 7.1 71.4

32.0 1 3.6 7.1 78.6

32.2 2 7.1 14.3 92.9

32.3 1 3.6 7.1 100.0

Total 14 50.0 100.0

Kategori Tekanan Panas di Stasiun Pengeringan

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tempat Kerja

Memenuhi Syarat 5 17.9 17.9 17.9

Tempat Kerja


(4)

Total 28 100.0 100.0

Denyut Nadi Sebelum Bekerja Shift 1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 78 2 7.1 14.3 14.3

84 7 25.0 50.0 64.3

90 5 17.9 35.7 100.0

Total 14 50.0 100.0

Denyut Nadi Sesudah Bekerja Shift 1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 84 2 14.3 14.3 14.3

90 1 7.1 7.1 21.4

102 4 28.6 28.6 50.0

108 5 35.7 35.7 85.7

114 2 14.3 14.3 100.0

Total 14 100.0 100.0

Denyut Nadi Sebelum Bekerja Shift 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 78 1 7.1 7.1 7.1

84 9 64.3 64.3 71.4

90 4 28.6 28.6 100.0

Total 14 100.0 100.0

Denyut Nadi Sesudah Bekerja Shift 2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 84

90 1 2 7.1 14.3 7.1 14.3 7.1 21.5


(5)

102 6 42.9 42.9 85.7

108 1 7.1 7.1 92.9

114 1 7.1 7.1 100.0

Total 14 100.0 100.0

Kategori Denyut Nadi Pada Pekerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Normal 6 14.3 14.3 14.3

Meningkat 22 85.7 85.7 100.0

Total 28 100.0 100.0

Analisis Bivariat

Kategori Tekanan Panas * Kategori Perubahan Denyut Nadi

Kategori Perubahan

Denyut Nadi Total

Normal Meningkat

Kategori Tekanan Panas

Tempat Kerja Memenuhi Syarat

5 0 5

Tempaat Kerja Tidak Memenuhi Syarat

1 22 23

Total 6 22 28

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 22.319(b) 1 .000

Continuity

Correction(a) 16.999 1 .000

Likelihood Ratio 20.870 1 .000


(6)

Association 21.522 1 .000

N of Valid Cases 28

a Computed only for a 2x2 table

b 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.07.