Tinjauan Sosial Ekonomi Pengemis Penggendong Anak di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini dirasakan masih sangat memprihatinkan.

Banyak masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak atau sepenuhnya untuk
kelangsungan hidupnya ( Ningsih, 2013:5 ). Kehidupan yang layak dan sejahtera memiliki arti
masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa menopang pada kehidupan orang lain.
Namun jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan masalah sosial ( Daeli,
2014:11 ). Masalah sosial dapat semakin berkembang bila tidak ada penanganan dalam masalah
tersebut, seperti munculnya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Seperti yang
kita ketahui PMKS merupakan seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu
hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak
dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar.
Terdapat 26 jenis PMKS di Indonesia antara lain : anak balita terlantar, anak terlantar,
anak nakal, anak jalanan, wanita rawan sosial ekonomi, korban tindak kekerasan, lanjut usia
terlantar, penyandang cacat, tuna susila, gelandangan, bekas warga binaan lembaga
kemasyarakatan, korban penyalahgunaan NAPZA, keluarga fakir miskin, keluarga berumah

tidak layak huni, keluarga bermasalah sosial psikologis, komunitas adat terpencil, korban
bencana sosial, pekerja migrant terlantar, orang dengan HIV/AIDS, keluarga rentan dan
pengemis (disosnaker.pemkomedan.go.id). Salah satu PMKS yang jumlahnya semakin
meningkat ialah pengemis. Indonesia termasuk dalam 5 besar negara yang memiliki jumlah
pengemis terbanyak di dunia dengan jumlah pengemis 15 juta jiwa. Bahkan setiap menjelang
12

Universitas Sumatera Utara

hari raya jumlah pengemis meningkat 100 % (Herudalam Fairuzia,2013:2). Berdasarkan data
dari Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) Kementrian Sosial (dalam Sari, 2015: 3), jumlah
pengemis di Indonesia pada tahun 2011 tercacat 178.293 jiwa sedangkan pada tahun 2012
terdapat 194.908 jiwa. Khususnya provinsi Sumatera Utara jumlah pengemis meningkat jika
dibandingkan menurut dataterakhir yang diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 2011 terdapat 3.440 jiwa sedangkan pada tahun 2012 terdapat sebanyak 3.673 jiwa.
Padahal program-program pemerintah sudah banyak untuk menanggulanginya seperti,
Organisasi Sosial (ORSOS ) yang mempunyai bidang pelayanan menangani pengemis, KUBE (
Kelompok Usaha Bersama) sebagai media pemberdayaan masyarakat, dan lain sebagainya
(Suyanto, 2013: 15 ).Program-program tersebut dibuat sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 6
Tahun 2008 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis yang bertujuan untuk

meningkatkan harkat dan martabat gelandangan pengemis.
Fenomena pengemis sudah menjadi bagian dari kehidupan di kota-kota besar salah
satunya kota Medan. Pada tahun 2011 terdapat 1.681 jiwa meningkat pada tahun 2012 sebanyak
2.500 jiwa (Ismanto, 2016: 20). Mengemis sudah dianggap oleh pengemis sebagai profesi yang
menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan harian seperti makan, minum, beli pakaiaan dan juga
digunakan untuk membeli perabotan rumah tangga. Bagi mereka, caranya mencari nafkah
dengan jalan mengemis lebih mulia daripada maling dan telah tertanam lama dari satu generasi
ke generasi (Maghfur, 2010: 5). Pengemis akan melakukan transformasi nilai di keluarga secara
intens. Sejak kecil anggota keluarga terlibat dalam mencari dan mengelola uang dengan cara
mengemis, sehingga mengemis telah tertanam dalam diri setiap anggota keluarga. Mengemis
terbukti dapat memenuhi kebutuhan dan keperluan keluarga., sehingga mengemis merupakan
jalan panjang bagi pengemis untuk tetap bertahan hidup (Alhumaidy, dalam Maghfur, 2010: 7 ).
13

Universitas Sumatera Utara

Kegiatan mengemis mengalami perkembangan yang cukup pesat, seiring dengan
berkembangnya kreativitas dan ketatnya persaingan antar pengemis. Awalnya, kebanyakan
pengemis adalah orang cacat. Namun kemudian, banyak pengemis yang berpura-pura cacat,
dengan menyembunyikan tangan atau kakinya di balik pakaiannya.Akibatnya banyak orang yang

kehilangan kepercayaan kepada pengemis. Ada beberapa variasi mengemis lainnya, seperti
pengemis yang buta digendong oleh temannya, pengemis ngesot. Hal ini berat dilakukan di jalan
raya, karena mereka terganggu dengan motor-motor yang menyelip di antara mobil. Ada satu
lagi variasi pengemis yaitu pengemis penggendong anak. Pengemis penggendong anak yaitu
orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta belas kasihan orang lain dengan
cara menggendong/membawa anak , biasanya pengemis ini adalah seorang ibu ( Anugerah 2015:
6 ).
Ibu-ibu pengemis yang melakukan hal ini bertujuan untuk menarik simpati mengemis
dengan menggendong anaknya. Pengemis yang menggendong anak dengan tujuan agar dapat
mempengaruhi dan melahirkan perasaan iba bagi orang yang melihat, tak hanya membawa satu
anak pengemis ini bahkan ada yang membawa dua orang anak. Satu digendong dan satunya lagi
digandeng. Anak-anak ini diajak agar orang-orang semakin kasihan melihat mereka padahal
ibunya sangat sehat. Terkadang anak yang digendong menangis entah itu disengaja atau memang
si anak sedang haus dan kelaparan. Adapula anak yang tertidur tentunya untuk menambah rasa
iba orang-orang yang disekelilingnya agar memberikan sedekah. Tak hanya bayi para pengemis
jenis ini rela menggendong anak yang seharusnya bisa berjalan. Kalau biasanya pengemis
menggendong bayi, pengemis ini justru menggendong "bayi raksasa", anaknya yang sudah besar.
Beberapa kota besar di Indonesia, ditemukan bahwa ada sindikat “persewaan” anak untuk
keperluan mengemis. Praktek seperti ini secara finansial sangat menguntungkan para “juragan”
14


Universitas Sumatera Utara

yang mengatur bisnis pengemis. Realitas ini sangat kuat terindikasi adanya suatu sindikat yang
mengatur “penyewaan” anak bagi para pengemis di kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Medan,
Yogyakarta, dan Semarang (Maghfur, 2010:12 ).
Berdasarkan hasil pra survey yang telah dilakukan oleh peneliti selama sebulan ada
beberapa titik-titik lokasi di Kota Medan yang menjadi tempat pengemis penggendong anak
melakukan aksinya. Jika kita lihat pada Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 6 Tahun 2003 Bab
II Pasal 2 Ayat 1 dan 2 menegaskan “ Dilarang melakukan penggelandangan dan pengemisan
berkelompok atau perorangan atau dengan cara apapun dengan mempengaruhi/menimbulkan
belas kasihan orang lain. Dilarang dengan sengaja memperalat orang lain seperti bayi, anak kecil
dan atau mendatangkan seseorang/beberapa orang untuk maksud melakukan pengemisan”.
Tetapi masih ada pengemis penggendong anak yang tidak mengetahui hal ini. Namun bagi
pengemis penggendong anak yang mengetahui hal ini tidak memiliki rasa takut jika ia berurusan
dengan hukum khususnya pengemis yang pernah dirazia oleh Dinas Sosial Kota Medan. Kita
bisa melihat fenomena ini di pasar Sambu Lama Kecamatan jy32Medan Kota. lampu merah
Ramayana Aksara, lampu merah Bidgjen Katamso Kecamatan Medan Maimun, Warung Kopi
Elizabeth yang berada di depan Rumah Sakit Elizabeth Jalan Haji Misbah, Pajak Usu atau yang
sering disebut Pajus, Mesjid Raya Kecamatan Medan Kota, Mesjid Agung Medan Kecamatan

Medan Polonia, Vihara Setiabudidi Jl.Irian Barat yang berdekatan dengan stasiun kereta api,
Jalan Syailendra, Jalan Dokter TD Pardede Kecamatan Medan Baru dan Pinang Baris
Kecamatan Medan Sunggal.
Lokasi-lokasi ini merupakan tempat yang sering didatangi oleh pengemis penggendong
anak. Selain anak, mereka juga membawa baskom yang akan dijadikan sebagai tempat menaruh
uang hasil mereka mengemis.Terkadang anak yang dibawa terlihat nyenyak seharian tidak ada
15

Universitas Sumatera Utara

terdengar suara tangisan atau sekedar bergerak saja. Meski suasana hingar-bingar namun bayi itu
tetap tenang. Selain itu, ada pengemis yang membawa anak yang berbeda di tempat yang beda
pula. Pakaian mereka yang dekil dan wajah yang kusam menimbulkan rasa kasihan orang yang
akhirnya mengulurkan tangan dengan memberikan uang kepada mereka. Berdasarkan uraian
latar belakang tersebut , peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam lagi untuk
mengetahui bagaimana kehidupan sosial ekonomi pengemis penggendong anak yang berada di
kota Medan. Hasil penelitian ini akan dituangkan dalam penelitian yang berjudul “ Tinjauan
Kehidupan Sosial Ekonomi Pengemis Penggendong Anak di Kota Medan”.
1.2


Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini,

yaitu “ Bagaimanakah Kehidupan Sosial Ekonomi Pengemis Penggendong Anak di Kota Medan
?”.
1.3

Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang akan dibuat oleh penulis berfungsi untuk mempertegas dan

menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas. Penelitian kesejahteraan sosial yang
dilakukan oleh peneliti terhadap permasalahan kesejahteraan sosial yaitu tentang tinjauan sosial
ekonomi ibu yang menggendong maupun membawa bayi atau anak dan mengemis di jalanan.
Peneliti hanya meneliti ibu yang menggendong maupun membawa bayi atau anak.
1.4

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi

pengemis penggendong anak di Kota Medan.


16

Universitas Sumatera Utara

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka :
1. Secara akademis, dapat memperkaya referensi dalam rangka pengembangan konsepkonsep, teori-teori penulisan dan ilmu pengetahuan pada umunya dan khususnya Ilmu
Kesejahteraan Sosial, terutama mengenai permasalahan Tinjauan Sosial Ekonomi
Pengemis Penggendong Anak di Kota Medan.
2. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,
pengalaman dan pemahaman terhadap permasalahan yang diteliti. Serta untuk
membentuk pola pikir yang dinamis serta mengetahui kemampuan peneliti dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh.
3. Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pemikiran dan kajian bagi peneliti atau
mahasiswa yang tertarik pada penelitian ini.
1.6

Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut :


BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang
diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

17

Universitas Sumatera Utara

BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini bersikan tipe penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik
pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan
data-data yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta

analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan
penelitian yang dilakukan.

18

Universitas Sumatera Utara