Tinjauan Sosial Ekonomi Pengemis di Kota Binjai

(1)

TINJAUAN SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DI KOTA BINJAI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara OLEH :

ANUGERAH MUBARAK DALIMUNTHE

110902046

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan didepan panitia penguji Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Universitas Sumatera Utara Medan

Nama : Anugerah Mubarak Dalimunthe

Nim : 110902046

Judul : Tinjauan Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai Hari/ Tanggal : ,Agustus 2015

Waktu : Wib s/d Wib

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

TIM PENGUJI

1. Ketua Penguji : ( )

NIP

2. Penguji I : ( )

NIP

3. Penguji II : ( )


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Anugerah Mubarak Dalimunthe

Nim : 110902046

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 112 halaman, 11 tabel serta lampiran)

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan sosial dengan judul “ Tinjauan Sosial Ekonomi Di Kota Binjai”.

Pengemis merupakan sekelompok masyarakat yang memilikin peluang untuk dapat meiliki kehidupan yang layak seperti masyarakat lainnya. Keadaan fisik yang kurang sempurna, faktor usia yang sudah tidak mampu lagi untuk bekerja dan juga karena faktor dorongan yang membuat mereka menjadi seorang pengemis. Faktor fisik yang kurang sempurna menjadikan alasan mereka mengemis dan mereka juga pasrah dengan keadaan menjadikan mereka tidak dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang membelit mereka.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deksriptif dengan metode kualitatif yaitu dengan wawancara kepada 5 informan utama dan 4 informan tambahan. Penelitian ini dilaksanakan dilokasi Tanah Lapang Merdeka, Pasar Kaget dan Jalan Irian Kota Binjai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengemis yang melakukan kegiatan di lokasi Tanah Lapang Merdeka, Pasar Kaget dan Jalan Irian bahwa pengemis beranggapan orang yang akan lewat jalan irian dan pengunjung pasar kaget memiliki jiwa sosial yang tinggi. Pengunjung pasar kaget biasanya berusia remaja dan memiliki jiwa belas kasihan yang tinggi. Setiap harinya pengemis bisa mendapatkan uang lebih dari lima puluh ribu rupiah setiap kali mengemis di lokasi - lokasi tersebut. Jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Apabila kondisi ini kita biarkan terus, maka akan berakibat pada maraknya praktek mengemis dikalangan masyarakat dan menjurus kepada merosotnya mental bangsa indonesia.


(4)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Anugerah Mubarak Dalimunthe Nim :110902046

(This thesis consisted of six chapters, 112 the courtyard 11 as well as lamoiran table)

This thesis submitted to qualify a degree of social welfare entitled “the socioeconomic beggars on city binjai ”.

Beggars are a group of people who have a chance to own a decent life as other community, But the state of physical less than perfect, a factor of old age could no longer to work and also because the impulse that makes them being a beggar . In addition to physical factors less than perfect they also accept with the state of which makes they could not get out of a circle of poverty that surrounded them . Methods used in this research is research deksriptif with the qualitative method to interview to several people who are five main informant and 4 additional informant. research it was implemented in the location of the esplanade independent , markets were shocked and road binjai irian city .

The results of research shows that beggars that commit activities in the location of the esplanade independent , markets were shocked and road irian that beggars assume a person who will pass road irian and visitors shocked the market had a high social . Visitors usually shocked the market was a teenager and had a pity that high . Every day of a beggar can get more money than fifty thousand rupiah every time begging at the location and the location . The number is enough to meet the needs of their lives . If this condition we keep , it will be led to many of the practice of begging in the community and being to mental decline in the indonesian nation .


(5)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk ibu saya yang sangat penulis cintai yaitu Israwani dan juga abang dan kakak saya yang telah menjadi semangat penulis dalam keadaan apapun serta seluruh keluarga yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia membimbing dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini, serta telah bersedia membagi ilmunya kepada penulis


(6)

3. Seluruh dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang telah memberikan ilmu kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam kehidupan sehari-hari

4. Seluruh staff pendidikan dan administrasi FISIP USU terkhusus buat kak Zuraidah dan kak Sri

5. Ibu Rahayu Purwanti,SE selaku koordinator pekerja sosial UPT. Pelayanan Sosial Gelandangan dan Pengemis Binjai yang telah memberi ijin penulis untuk melakukan penelitian di UPT.

6. Seluruh informan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dengan penulis untuk memberikan informasi yang penulis butuhkan

7. Abang saya bernama Abduh Dalimunthe S.sos sudah memberikan pinjam laptopnya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini 8. Kakak saya bernama Rina Melati Dalimunthe S.sos yang sudah banyak

memberi semangat dan mengajari saya dalam membuat skripsi

9. Kepada teman – teman Kessos 011 yang sudah menemani hari – hari saya dalam empat tahun belakangan

10.Buat geng Binjai Ecko, Earli dan juga Farras yang sudah menemani hari- hari jika lagi suntuk dan semoga nantinya disti bisa ikut ngumpul juga 11.Ecko yang sudah wisuda duluan yang telah meninggalkan saya padahal

janji mau wisuda sama

12.Erli dan Farras semoga cepat wisuda. Erli jangan mikirin cwo saja tapi pikirin juga kuliahnya ya


(7)

13.Abstoppen Basketball Team terimakasih kepada teman – teman semua sudah menemani hari – hari saya selama 7 tahun belakangan.

14.Untuk Goeng yang sudah membantu membenarkan table dan juga buang angin sembarangan dari dia yang membuat saya merasa lucu dan menjadi gembira

15.Untuk wari agar cepat dapat punya pacar dan dapat menyelesaikan sarjananya dengan tepat waktu

16.Untuk cinpaw semoga bisa menjadi drg. Yang ahli jangan malpraktek dan juga jangan ngelobi aja kerja

17.Untuk Taza dan Winta semoga kita menjadi abang dan adik yang selalu memberikan arahanyang positif selalu

18.Buat seseorang selama satu tahun sudah menemani hari – hari saya kemarin agar dapat menyelesaikan program sarjananya dengan tepat waktu. Denganmu aku bahagia denganmu semua ceria. Terima kasih karena kamu aku menjadi mengerti apa artinya kehilangan.rip

19.Nia Wahyuni Syahri Harahap semoga cepat menyusul menjadi sarjana sosial dan semoga makin cantik aja dan terimah kasih selama ini sudah memberikan saran yang positif tentang kehidupan

20.Seluruh geng kos Roni, Roni,asa, revor, ecko akhirnya kita semua sudah sidang walaupun si Ecko yang pertama

21.Buat geng Kontrakan wandro,dimas,hongi,Daniel,Gabriel,topanoven selamat atas wisudanya duluan dan yang belum wisuda semoga bisa menyusul dengan tepat waktu


(8)

22.Buat teman satu doping heny,febriany,cindy elvana , heriana dan andri tega kalian meningglakan aku belakangan ya

23.Buat Titok semoga cepat menyusul menjadi sarjana. Jangan malas – malas lagi tok dan jangan pacaran saja kerjamu. Dan sandy semoga kita tetap akrab nantinya walaupun sudah berpisah dari kessos.

24.Buat Dinda Permata Hany terimah kasih sudah menjadi adik stambuk yang baik walaupun kita sering berantem tetapi kita selalu bisa memakluminya dan kembali seperti biasa dan semoga kita berdua bisa menjadi lebih dewasa lagi

25.Buat Balibeys Group semoga selera film kita akan selalu sama terutama buat cindy, pipin yang sudan memberikan saran kepada saya sehingga skripsi ini bisa selesai

26.Untuk meidina ulfa semoga cepat kurus dan biar makin cantik nantinya 27.Untuk GmnI Fisip USU jaya terus dan menang.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun guna perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Agustus 2015


(9)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah...1

1.2. Perumusan Masalah...9

1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian...10

1.3.2. Manfaat Penelitian...10

1.4. Sistematika Penulisan...10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosial Ekonomi...12

2.2. Pengemis 2.2.1. Pengertian Pengemis...16

2.2.2. Sebab – Sebab Terjadinya Pengemis...17

2.3. Kemiskinan 2.3.1. Definisi Kemiskinan...18

2.3.2. Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan...20

2.3.3. Jenis – Jenis Kemiskinan...22


(10)

2.4 Kesejahteraan Sosial...25

2.5 Kerangka Pemikiran...27

2.6 Definisi Konsep………....28

2.7 Ruang Lingkup Pengemis………30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian...31

3.2 Lokasi Penelitian...31

3.3 Subjek Penelitian...31

3.4 Teknik Pengumpulan Data...32

3.5 Teknik Analisis Data...33

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kota Binjai……..………34

4.2 Demografi Kota Binjai……….36

Tabel 4.1……….38

Tabel 4.2……….39

Tabel 4.3……….………40

Tabel 4.4……….………42


(11)

Tabel 4.6………...44

Tabel 4.7 ………45

Tabel 4.8………...46

Tabel 4.9………...47

Tabel 4.10………...………47

Tabel 4.11………...48

4.3 Geografi Kota………...49

4.4. Lokasi Pengemis 4.1 Tanah Lapang Merdeka Binjai………...50

4.2 Pasar Kaget Binjai………....51

4.3 Jalan Irian Binjai………...53

BAB V ANALISA DATA 5.1 Pengemis Cacat………59

5.2 Pengemis Lanjut Usia………...66

5.3 Pengemis Anak……….…………72

5.4 Pegawai Upt.Pelayanan Sosial Gelandangan dan Pengemis Binjai………...80

5.5 Tetangga Pengemis………..87


(12)

5.7 Penjual Pasar Kaget Binjai………98

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan………....101 6.2 Saran………..……….103 Daftar Pustaka

Lampiran


(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Anugerah Mubarak Dalimunthe

Nim : 110902046

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 112 halaman, 11 tabel serta lampiran)

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan sosial dengan judul “ Tinjauan Sosial Ekonomi Di Kota Binjai”.

Pengemis merupakan sekelompok masyarakat yang memilikin peluang untuk dapat meiliki kehidupan yang layak seperti masyarakat lainnya. Keadaan fisik yang kurang sempurna, faktor usia yang sudah tidak mampu lagi untuk bekerja dan juga karena faktor dorongan yang membuat mereka menjadi seorang pengemis. Faktor fisik yang kurang sempurna menjadikan alasan mereka mengemis dan mereka juga pasrah dengan keadaan menjadikan mereka tidak dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang membelit mereka.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deksriptif dengan metode kualitatif yaitu dengan wawancara kepada 5 informan utama dan 4 informan tambahan. Penelitian ini dilaksanakan dilokasi Tanah Lapang Merdeka, Pasar Kaget dan Jalan Irian Kota Binjai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengemis yang melakukan kegiatan di lokasi Tanah Lapang Merdeka, Pasar Kaget dan Jalan Irian bahwa pengemis beranggapan orang yang akan lewat jalan irian dan pengunjung pasar kaget memiliki jiwa sosial yang tinggi. Pengunjung pasar kaget biasanya berusia remaja dan memiliki jiwa belas kasihan yang tinggi. Setiap harinya pengemis bisa mendapatkan uang lebih dari lima puluh ribu rupiah setiap kali mengemis di lokasi - lokasi tersebut. Jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Apabila kondisi ini kita biarkan terus, maka akan berakibat pada maraknya praktek mengemis dikalangan masyarakat dan menjurus kepada merosotnya mental bangsa indonesia.


(14)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Anugerah Mubarak Dalimunthe Nim :110902046

(This thesis consisted of six chapters, 112 the courtyard 11 as well as lamoiran table)

This thesis submitted to qualify a degree of social welfare entitled “the socioeconomic beggars on city binjai ”.

Beggars are a group of people who have a chance to own a decent life as other community, But the state of physical less than perfect, a factor of old age could no longer to work and also because the impulse that makes them being a beggar . In addition to physical factors less than perfect they also accept with the state of which makes they could not get out of a circle of poverty that surrounded them . Methods used in this research is research deksriptif with the qualitative method to interview to several people who are five main informant and 4 additional informant. research it was implemented in the location of the esplanade independent , markets were shocked and road binjai irian city .

The results of research shows that beggars that commit activities in the location of the esplanade independent , markets were shocked and road irian that beggars assume a person who will pass road irian and visitors shocked the market had a high social . Visitors usually shocked the market was a teenager and had a pity that high . Every day of a beggar can get more money than fifty thousand rupiah every time begging at the location and the location . The number is enough to meet the needs of their lives . If this condition we keep , it will be led to many of the practice of begging in the community and being to mental decline in the indonesian nation .


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Terdapat berbagai masalah sosial yang timbul didalam masyarakat Indonesia, salah satunya adalah semakin bertambahnya fenomena pengemis. Pengemis merupakan seseorang yang mencari pendapatan dengan cara meminta -minta di jalanan atau tempat umum lainnya, fenomena pengemis itu sendiri tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan terjadi juga dinegara diseluruh belahan dunia.

Pengemis di Indonesia pertama kali lahir di Kerajaan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Pakubuwono X, dimana para penguasa pada masa itu memang sangat dermawan serta gemar membagikan sedekah untuk kaum yang tidak punya, terutama menjelang hari Jumat khususnya pada hari Kamis Sore. Hari Kamis tersebut, Raja Pakubuwono keluar dari istananya untuk melihat keadaan rakyatnya dari istana menuju Mesjid Agung. Sepanjang perjalanan rakyatnya sudah menunggu sang raja untuk meminta belas – kasihan, pada saat itu sang raja tidak menyia – nyiakan kesempatan untuk bersedekah. Kegiatan yang dilakukan sang raja merupakan warisan yang dilakukan oleh pendahulunya yang juga seorang penguasa kerajaan. Kegiatan yang dilakukan setiap hari Kamis tersebut berlangsung secara terus – menerus dan dalam bahasa Jawa kamis dibaca kemis, maka lahirlah sebutan untuk orang yang mengharapkan berkah di hari kemis. Istilah ngemis yaitu untuk kata


(16)

ganti sebutan pengharap berkah di hari kemis dan orang yang melakukannya disebut dengan pengemis (pengharap berkah pada hari kemis) (Dimas, 2013: 4).

Kehidupan pengemis yang berbaur dengan masyarakat menghilangkan kesan bahwa pengemis bukan merupakan masalah sosial. Akan tetapi pada suatu waktu mereka pergi dari masyarakat sekitar mereka tinggal dan menjalani profesi mereka sebagai pengemis, hal ini yang menjadikan kesan pengemis bukan merupakan suatu masalah sosial. Umumnya tidak ada manusia yang ingin menjadi pengemis. Setiap manusia selalu ingin memperoleh kehidupan yang layak. Perubahan yang terjadi didalam kehidupan menyudutkan segelintir masyarakat ini untuk dihadapkan kepada kegiatan mengemis ini.

Kemiskinan merupakan faktor masalah yang paling sering ditemui yang menyebakan seseorang memilih untuk bekerja mencari pendapatan dengan mengemis dengan ditambah lagi tidak adanya skiil atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang lain. Kemiskinan sendiri merupakan masalah yang telah menjadi permasalahan global dimana masalah ini timbul dan mulai dibicarakan pasca perang duni kedua yang membawa munculnya negara – negara baru merdeka yang sering disebut negara ketiga. Kondisi negara – negara baru ini sebagian besar hancur akibat penjajahan dan perang, sampai saat ini umumnya kemiskinan yang terjadi didunia terdapat di negara dunia ketiga atau miskin yang selalu ditandai dengan angka kelahiran yang tinggi, sumber daya manusia yang rendah serta pendapatan nasional yang rendah (Nasution, 1996 :29).

Kemiskinan yang terus berkembang pesat di negara dunia ketiga, keadaan ini dapat dilihat dari begitu banyaknya bermunculan pengemis dan sangat berkembang pesatnya pengemis. Sebagai masalah sosial keberadaan pengemis


(17)

kurang diperhatikan masyarakat maupun pemerintah. Masalah ini seharusnya menjadi tanggung jawab kita sebagai warga Negara Indonesia bersama pemerintah sebagai pemimpin negara yang mempunyai tugas utama untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Negara bukan hanya sebagai unsur pemerintahan saja yang bertanggung jawab tetapi seluruh unsur masyarakat, termasuk lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan dan organisasi sosial masyarakat lainnya.

Undang – Undang Dasar 1945 pasal 34 mengatur tentang perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada fakir miskin, pasal tersebut berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara”. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat manusia, negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan umum yang layak dan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang – undang. Rumusan pasal tersebut dapat dipahami bahwa setiap orang dalam masyarakat harus menjunjung hukum yang berlaku. Hubungannya dengan dunia kerja setiap orang yang menjadi warga negara berhak untuk memilih jenis pekerjaan yang disukainya. Menjadi perhatian bahwa pola hidup produktif untuk bekerja tidak menjadi sesuatu yang sebenarnya diarahkan oleh negara. Implementasinya diterapkan oleh wilayah perkotaan seperti Binjai yang mengedepankan terwujudnya kota yang bersih, aman dan rapi. Jelas bahwa keberadaan pengemis yang biasanya mengais untuk mempertahankan hidup dari belas kasihan orang lain yang berada di persimpangan Jalan Irian, Tanah Lapang dan Pasar Kaget Binjai adalah tidak sejalan dengan prinsip kota. Masyarakat kota juga patut


(18)

mendukung program pemerintah kota yaitu dengan tidak membiasakan diri memberikan sebagian uangnya kepada pengemis yang beroperasi tempat – tempat tersebut.

Pemerintah Sumatera Utara sendiri telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Adapun usaha pemerintah dalam menanggulangi pengemis di Sumatera Utara meliputi berbagai usaha penanggulangan meliputi usaha- usaha preventif, responsif, rehabilitatif yang bertujuan agar tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh yang diakibatkan olehnya di dalam masyarakat dan memasyarakatkan kembali pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri, serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan dan penghidupan yang layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.

Usaha preventif yang dilakukan pemerintah sumatera Utara yaitu usaha yang dilakukan secara sistematis yang meliputi penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan kerja, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah terjadinya pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya. Meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan didalam masyarakat yang dapat mengganngu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya. Pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitir dan telah ditransmigrasikan ke


(19)

daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat. Usaha responsif yang dilakukan oleh pemerintah Sumatera Utara yaitu usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat. Usaha rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah Sumatera Utara yaitu usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian pendidikan dan pelatihan kerja, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian pada gelandangan dan pengemis kembali memiliki kemampuan untuk hidup lebih layak sesuai dengan martabgat manusia sebagai warganegara Republik Indonesia.

Hakekatnya pengemis juga manusia biasa seperti kita yang memliki banyak potensi untuk melakukan pekerjaan – pekerjaan yang layak untuk mereka lakukan. Rasa malas dan pasrah dalam kehidupan menyebabkan pengemis tidak mampu untuk bersaing dengan masyarakat lainnya. Pengemis kebanyakan orang – orang desa yang melakukan urbanisasi. Banyak dari mereka yang merupakan orang desa yang ingin sukses di kota tanpa memiliki kemampuan ataupun modal yang kuat. Sebagai contoh, ada seseorang dari kampung yang ingin mengadu nasib di kota berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Tiba di kota orang tersebut mencoba dan berusaha meskipun hanya dengan modal nekad untuk bertahan hidup dikota karena mental yang belum terlatih dan tidak adanya jaminan tempat tinggal membuat seorang tersebut tidak bisa berbuat apa – apa dikota. Putus asalah orang tersebut dan dibalik keputusasaan membuat orang


(20)

tersebut menjadi pribadi yang malas, malas berfikir dan tidak tahu lagi mau berbuat apa sehingga jalan satu – satunya adalah dengan meminta – minta (Dimas, 2013:8).

Kesulitan ekonomi memaksa mereka melakukan apa saja untuk mempertahankan hidup, sementara itu kebutuhan – kebutuhan pokok sekarang sangat tinggi harganya. Pengemis berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan mengemis di jalanan. Pengemis yang sangat erat hubungannya dengan ekonomi dapat dilihat dari sudut subjektif kondisional yaitu pengemis yang pada dasarnya berhubungan dengan karakter mereka sendiri seperti malas bekerja, sifat pasrah pada nasib, acuh tak acuh dalam kehidupan dan lain – lain yang secara langsung merupakan faktor pendorong hidup mereka kepada kehidupan mengemis. Masalah pengemis ini dapat didekati dari sudut objektif yang merupakan faktor – faktor ekstern yang mempengaruhi kehidupan seseorang sehingga terpaksa hidup mengemis. Faktor – faktor tersebut antara lain : geografi, ekologi, ekonomi, sosial dan budaya (Soedjono, 1973 : 15).

Indonesia sendiri banyak terdapat berbagai jenis pengemis yaitu pengemis anak, pengemis cacat fisik, pengemis lanjut usia dan pengemis penggendong anak. Pengemis anak yaitu orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta belas kasihan orang lain yang berusia tidak lebih dari delapan belas tahun. Pengemis cacat fisik yaitu orang orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta – minta belas kasihan orang lain. Mereka ini mengalami kekurangan fisik seperti cacat kaki, tidak bisa melihat. Pengemis penggendong anak yaitu orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta – minta


(21)

belas kasihan orang lain dengan cara menggendong anak bayi dan balita biasanya pengemis ini adalah seseorang ibu.

Meningkatnya jumlah pengemis di Kota Binjai seperti di Persimpangan Lampu Merah Tanah Lapang Binjai, Pasar Kaget Binjai dan Persimpangan Jalan Irian Binjai. Seperti halnya di Pasar Kaget Binjai selain membeli makanan dan minuman untuk dibawa pulang langsung ke rumah para pengunjung juga sering untuk makan dan minum ditempat. Kebiasaan mereka selain menikmati makanan dan minuman juga menghabiskan waktu untuk berbincang dengan keluarga ataupun teman mereka. Hal inilah sebagai salah satu kesempatan yang dijadikan para pengemis untuk mengharapkan belas kasihan daripada pengunjung.

Pengemis merupakan fenomena sosial tersendiri. Fenomena inilah yang mendorong penulis untuk meneliti bagaimana sebenarnya kehidupan sosial ekonomi pengemis - pengemis tersebut yang sering melakukan aksinya di Tanah Lapang Binjai, Pasar Kaget Binjai dan Jalan Irian Kota Binjai sehingga mereka mampu bertahan dalam kehidupannya sehari – hari sebagai pengemis yang hanya mengharap belas kasihan dari orang lain.

Soedjono Soekanto mengemukakan bahwa status sosial ekonomi merupakan suatu kedudukan yang diatur seseorang pada posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat, yang disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pembawa status (Soekanto, 1986:115). Untuk melihat apakah seseorang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi, sedang, atau rendah didasarkan pada banyak tidaknya bentuk penghargaan masyarakat padanya. Semakin tinggi tingkat status sosial ekonomi seseorang, maka semakin banyak bentuk penghargaan masyarakat yang diterimanya dan sebaliknya semakin


(22)

rendah tingkat status sosial ekonomi seseorang, maka semakin sedikit pula bentuk penghargaan dari masyarakat yang diterimanya. Bentuk penghargaan yang diterima dalam masyarakat dipengaruhi oleh pekerjaan, tingkat pendidikan, serta jumlah pendapatan yang diterima seseorang.

Populasi Pengemis secara nasional terlihat naik turun menurut Pusat data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial lima tahun terakhir tahun 2007 berjumlah 61.090 dan pada tahun 2011 berjumlah 194.908 ada kenaikan 17% penyebab banyaknya pengemis dikota besar, bukan korban dari tidak adanya lapangan pekerjaan, tetapi juga dari faktor tidak adanya keinginan untuk berusaha dan ketidak memilikinya keterampilan, dan pada kenyataannya banyak kita lihat yang justru masih mampu untuk berusaha. berusaha dalam arti apa saja yang pentingbisamakan(http://rehsos.kemsos.go.id/modelus.phpname=meus&files&id4 yang diakses pada tanggal 25 februari 2015 pukul 14.00 WIB). Waspada online yang terbit pada 2 april 2014 yang diakses pada 26 februari 2015 pukul 17.00 WIB yang berjudul “ Gepeng, Anjal 95.791 orang di SUMUT’ mengemukakan bahwa Jumlah pengemis di Sumatera Utara menurut data Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 menyebutkan, populasi pengemis 3.440 orang pengemis. Sesuai data tahun 2013 yang diperoleh dari Dinas Sosial Sumatera Utara menunjukkan jumlah pengemis mencapai 4.823.

Kota Binjai sendiri memiliki jumlah pengemis di tahun 2012 adalah 41 orang yaitu dari Kecamatan Binjai Timur sebanyak 20 orang, di Kecamatan Binjai Kota 1 orang di Kecamatan Binjai Barat 14 orang dan Kecamatan Binjai Selatan sebanyak 6 orang. Sementara itu menurut data yang diperoleh dari dinas sosial dan tenaga kerja Kota Binjai jumlah pengemis dikota Binjai pada tahun 2014


(23)

sebanyak 20 orang yang terdiri dari Kecamatan Binjai Timur sebanyak 10 orang,

Kecamatan Binjai Selatan 6 orang, Binjai Kota 3 orang dan Binjai Barat 1 orang. Data tersebut didapat oleh dinas sosial dan tenga kerja Kota Binjai bekerja sama

dengan seluruh kepala lingkungan yang ada di kota Binjai (Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Binjai : 2015).

Salah seorang pegawai Dinas Sosial Dan Tenga Kerja Kota Binjai juga berpendapat bahwa semakin maraknya jumlah pengemis di Kota Binjai karena banyaknya pengemis yang sengaja berdatangan dari kota lain seperti Kabupaten Langkat, Kota Medan maupun Kabupaten Deli Serdang, dan biasanya terlihat banyaknya pengemis yang selalu berada di Kecamatan Binjai Kota dikarenakan seluruh pengemis berkumpul di tempat – tempat keramaian yang terletak di Kecamatan Binjai Kota. Menurut data yang penulis peroleh dari Dinas Sosial Dan Tenaga kerja Kota Binjai jumlah pengemis di Kota Binjai tidak mengelami perubahan yang signifikan jumlahnya. Data di atas juga dapat disimpulkan bahwa di Kota Binjai sendiri jumlah pengemis mengalami penurunan.

Berdasarkan uraian latar belakang yang diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “ Tinjauan Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai ”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka hal – hal yang ingin diketahui dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan “ Bagaimana Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai ?”


(24)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bacaan bagi setiap orang atau lembaga yang tertarik dalam penanggulangan masalah pengemis khususnya Pengemis Di Kota Binjai.

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan teori – teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumupulan data dan teknik analisis data.


(25)

BAB IV : DESKRPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang di teliti.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari penelitian serta analisis data tersebut.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran – saran penulis atas penelitian yang telah dilaksanakan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosial Ekonomi

Pengertian sosial ekonomi sering dibahas secara terpisah. Pengertian sosial dalam dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Kata sosial berasal dari kata “socius” yang artinya teman. Dalam hal ini arti teman bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman sekelas, teman sekampung dan sebagainya, yang dimaksud teman disini adalah mereka yang ada disekitar kita yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi (Wahyuni, 1986 : 60).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat, sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia sering disebut makhluk sosial yang artinya bahwa manusia itu tidak dapat hidup dengan wajar tanpa adanya orang lain disekitarnya. Hal ini dapat kita lihat dari pernyataan Soedjono Soekanto “ Dalam menghadapi sekelilingnya, manusia harus hidup berkawan dengan manusia – manusia lain dan pergaulannya tadi akan mendatangkan kepuasan baginya, bila manusia hidup sendiri misalnya dikurung dalam ruangan tertutup sehingga tidak mendengar suara orang lain, maka jiwanya aka rusak” (Soekanto, 1989: 48).

Kata Ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu “Oikos” yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Secara garis besar ekonomi adalah cara mengatur rumah tangga. Dengan kata lain, pengertian ekonomi adalah semua yang menyangkut hal – hal yang berhubungan dengan


(27)

kehidupan rumah tangga, tentu saja yang dimaksud dan dalam perkembangannnya kata rumah tangga bukan hanya sekedar merujuk pada satu keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak – anak melainkan juga rumah tangga bangsa, negara dan dunia. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara untuk memuhi kebutuhan sehari – hari. Dapat disimpulkan bahwa ekonomi berkaitan dengan proses pemenuhan keperluan hidup manusia sehari – hari (Putong, 2005 : 9).

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai denga seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh sipembawa status. Tingkat sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya, pendidikan, umur dan jenis kelamin sedangkan tingkat ekonomi seperti pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan investasi.

Berdasarkan pengertian di atas, maka disimpulkan bahwa sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan lain – lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan. Hal ini disesuaikan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kedudukan sosial ekonomi menurut Melly G.Tan adalah pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat tersebut dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi renda, sedang dan tinggi (Koentjaraningrat, 2005 :35).


(28)

Adapun beberapa kedudukan tersebut yaitu :

1. Golongan masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu masyarakat yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup minimal mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain.

2. Golongan masyarakat yang berpenghasilan sedang, yaitu pendapatan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak dapat menabung. 3. Golongan masyarakat yang berpenghasilan tinggi, yaitu selain dapat

memenuhi kebutuhan pokok, juga sebagian dari pendapatan itu dapat ditabungkan dan digunakan untuk kebutuhan yang lain.

Mengukur kondisi riil sosial ekonomi seseorang atau sekelompok rumah tangga, dapat dilihat dari kebutuhan hidup manusia secara menyeluruh. Dalam laporan PBB I berjudul Report on International Definition and Measurement of Standart and Level Living, badan dunia tersebut menetapkan 12 jenis komponen yang harus digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan kebutuhan manusia, meliputi :

1. Kesehatan

2. Makanan dan gizi

3. Kondisi Pekerjaan

4. Situasi kesempatan kerja

5. Konsumsi dan tata hubungan aggregative


(29)

7. Sandang

8. Rekreasi dan hiburan

9. Jaminan sosial

10. Kebebasan manusia (Siagian, 2012 : 74).

2.2 Pengemis

2.2.1 Pengertian Pengemis

Berdasarkan peraturan pemerintah No. 31 tahun 1980 pengemis dapat didefinisikan sebagai orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta – minta ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapakan belas kasihan orang lain (http://www.depsos.go.id diakses pada tanggal 26 februari 2015 pukul 17.00 WIB). Pengemis didalam menjalani kegiatannya selalu mengharap belas kasihan orang lain. Mereka mampu melakukan apa saja untuk menarik simpati dari masyarakat agar mau memberikan belas kasihan berupa uang ataupun hal lainnya. Pengemis sendiri tidak jarang kita melihat bahwa untuk mendapatkan belas kasihan mereka memasang wajah kasihan dan tidak jarang ada sampai yang memaksa agar kita memberikan belas kasihan kepadanya. Pengemis cacat fisik, penggendong anak dan pengemis anak yang sering kita melihat berita di media kabar bahwa ada juga sindikat yang mengorganisir para pengemis anak.

Pengemis ini menggunakan berbagai cara dalam beraksi sehingga terkadang masyarakat umum merasa terganggu. Pengemis ini tidak menghiraukan itu semua untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain. Kegiatan mengemis ini dijadikan sebagai lahan untuk mendapat belas kasihan untuk memenuhi


(30)

kebutuhan hidup mereka. Kriteria yang dapat diberikan mengenai pengemis adalah :

1. Anak – anak dan orang dewasa (laki – laki dan perempuan).

2. Meminta – minta di rumah – rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan, pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya.

3. Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan seperti berpura – pura sakit, merintih dan kadang – kadang mendoakan dengan bacaan – bacaan ayat suci.

4. Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada umumnya.

2.2.2. Sebab Terjadinya Pengemis

Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya pengemis adalah rasa malas, kesulitan ekonomi, kurang keterampilan, tidak dapatnya mengembangan diri, dan sangat bergantung kepada orang lain. Kemiskinan menyudutkan mereka untuk melakukan pekerjaan mengemis. Pekerjaan memang tidak bisa ditunggu datangnya, tetapi pekerjaan itu harus dicari dan diciptakan. Mencari dan menciptakan pekerjaan hanya bisa dilakukan oleh orang – orang yang rajin dan kreatif. Orang – orang yang malas mencari dan menciptakan pekerjaan merupakan hal yang langka. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya pegemis dapat disimpulkan karena adanya kemiskinan, rasa malas, kurangnya keterampilan, kesulitan ekonomi dan bergantung pada orang lain.


(31)

2.3 Kemiskinan

2.3.1 Definisi Kemiskinan

Secara ilmiah definisi diartikan sebagai batasan arti. Rumusan definisi membantu kesulitan yang dihadapi dalam merumuskan pengertian yang komprehensif dan sempurna tentang suatu konsep, yang dalam ini adalah kemiskinan. Rumusan definisi kemiskinan oleh berbagai pihak tentu dibatasi oleh aspek mana yang ditekankan pembuat definisi kemiskinannya. Cara seperti ini tidak akan menghasilkan makna kemiskinan secara generalis tetapi lebih faktual karena biasanya penekanan dan pemilihan aspek kajian yang dilakukan dipengaruhi oleh fakta, pengalaman, sejarah maupun latar belakang pihak yang merumuskan definisi tersebut maupun lokasi yang dikaji ( Siagian, 2012 : 24 ).

Ada beberapa definisi kemiskinan dibawah ini, antara lain :

1. World bank mendifinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik dan sosial sebagai akibat tidak tercapainya kehidupan yang layak karena penghasilannya tidak mencapai 1,00 dolar AS perhari (Siagian, 2012: 25).

2. Jika ditinjau dari standart kebutuhan hidup layak atau pemenuhan kebutuhan pokok, maka kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan – kebutuhan dasar yang disebabkan kekurangan barang – barang dan pelayanan – pelayanan yang dibutuhkan dalam upaya memenuhi standart hidup yang layak (Siagian, 2012: 25).


(32)

3. Jika ditinjau dari pendapatan, maka kemiskinan adalah kondisi kurangnya pendapatan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (Siagian, 2012: 25).

4. Jika ditinjau dari penguasaan sumber – sumber, kemiskinan merupakan keterlataran yang disebabkan oleh penyebaran yang tidak merata dari sumber – sumber, termasuk didalamnya pendapatan (Sjahrir, dalam Siagian, 2012 : 26).

5. Kemiskinan merupakan kondisi yang dialami manusia saat mana jumlah rupiah yang dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori perkapita (Esmara, dalam Siagian, 2012: 27).

2.3.2. Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan

Secara umum faktor – faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar yaitu faktor internal dan fakor eksternal (Siagian, 2012: 114).

Ada beberapa faktor penyebab kemiskinan antara lain :

1. Faktor internal, dalam hal ini berasal dari dalam diri invidu yang mengalami kemiskinan itu yang secara subtansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, yang meliputi :

a. Fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit – sakitan.

b. Intelektual, seperti kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi.

c. Mental emosional atau temperamental seperti malas, mudah menyerah dan putus asa.


(33)

d. Spritual, seperti tidak jujur, penipu, serakah dan tidak disiplin. e. Sosial psikologis, seperti kurang motivasi, kurang percaya diri,

kurang relasi dan kurang mencari dukungan.

f. Keterampilan, seperti tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.

g. Asset, seperti tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.

2. Faktor eksternal, yakni bersumber dari luar diri invidu atau keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, meliputi :

a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.

b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat memenuhi kebutuhan hidup.

c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurangnya terlindungi usaha – usaha sektor informal.

d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.

e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.

f. Sistem mobilisasi denga pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal, seperti zakat.

g. Budaya yang kurang mendukung kemajuna dan kesejahteraan. h. Pembangunan yang berorientasi fisik dan material.


(34)

2.3.3 Jenis – Jenis Kemiskinan

Salah satu upaya untuk mengidentifikasi kemiskinan adalah dengan mengetahui berbagai jenis kemiskinan, apabila meninjau kemiskinan itu dari aspek atau sudut pandang tertentu maka akan di temukan jenis kemiskinan itu secara berpasangan. Dengan demikian kemiskinan yang secara nyata dialami seseorang atau sekelompok secara pasti dapat dikategorikan kedalam salah satu jenis dari pasangan itu dan memang hanya salah satu dari dua jenis kemiskinan itu. Dengan kata lain, jenis kemiskinan dalam satu pasangan bersifat ekslusif (Siagian, 2012 : 46).

Ada beberapa jenis kemiskinan antara lain :

1. Kemiskinan Absolut

Yaitu suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga orang tersebut memiliki taraf kehidupan yang rendah, dianggap tidak layak serta tidak sesuai dengan harkat martabat sebagai manusia.

2. Kemiskinan Relatif

Yaitu kemiskinan berdasarkan bagaimana kita memandang dan mengkajinya.

3. Kemiskinan Massa

Yaitu kemiskinan yang dialami secara massal penduduk dalam suatu lingkungan wilayah.


(35)

Yaitu kondisi wilayah yang diidentifikasi sebagai wilayah yang menghadapi masalah kemiskinan secara umum berbeda dengan kondisi wilayah yang diidentifikasi tidak menghadapi masalah kemiskinan massa. 5. Kemiskinan Alamiah

Yaitu kemiskinan yang ditemukan jika kajian tentang kemiskina itu didasarkan atas faktor – faktor penyebab kemiskinan itu terjadi.

6. Kemiskinan Kultural

Yaitu kemiskinan yang terjadi karena faktor budaya. 7. Kemiskinan Terinvolusi

Yaitu kemiskinan yang terkait dengan masalah mental yang sudah sedemikian parah, sehingga sulit dirancang intervensi sosial yang bagaimana dapat mengatasi kemiskinan tersebut.

8. Kemiskinan Struktural

Yaitu kemiskinan yang ditemukan jika kemiskinan dikaji dari segi faktor – faktor penyebab kemiskinan itu sendiri.

9. Kemiskinan Situasional

Yaitu kondisi kehidupan masyarakat yang tidak layak yang disebabkan oleh situasi yang ada.

10.Kemiskinan Buatan

Yaitu kemiskinan yang terjadi karena kelembagaan – kelembagaan yang ada mengakibatkan anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai saran ekonomi dan fasilitas- fasilitas secara merata.


(36)

2.3.4. Gejala – Gejala Kemiskinan

Upaya memahami kemiskinan lebih sering dilakukan dengan cara atau pendekatan lain, seperti melalui gejala- gejala kemiskinan. Salah satu cara dan langkah pemahaman kemiskinan adalah melalui penelusuran gejala – gejala kemiskinan (Siagian, 2012 : 16).

Ada beberapa gejala - gejala kemiskinan antara lain :

1. Kondisi Kepemilikan Faktor Produksi.

Kemiskinan tidak datang serta – merta. Demikian halnya dengan pendapatan, juga tidak datang semerta – merta.semuanya melalui saluran, sumber dan prosestertentu. Dengan demikian, salah satu pendekatan untuk mengetahui kemiskinan adalah mengetahui pekerjaan atau mata pencaharian, apa alat produksi yang digunakan dan bekerja dalam upaya mendapatkan pencaharian itu. Pemahaman akan berbagai hal tersebut merupakan jalan bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok tersebut miskin atau tidak.

2. Angka Ketergantungan Penduduk

secara teoritis memang dikenal banyak sumber pendapatan, seperti hasil usaha atau keuntungan, upah, bunga tabungandan lain – lain. Namun bagi mayoritas masyarakat, ada suatu kalimat yang berlaku secara umum, orang hanya akan meiliki pendapatan jika bekerja. Namun pada kenyataannya angka ketergantungan pada masyarakat atau keluarga sangat tinggi.


(37)

3. Kekerungan Gizi

Laporan dari berbagai institusi seperti dinas kesehatan maupu rumah sakit sering menggambarkan status masyarakat. Berbagai kesimpulan diperoleh dari laporan tersebut, antara lain adalah wilayah rawan gizi. Informasi ini merupaka gejala sangat miskinnya sesorang atau kelompok. Masalahnya berbagai unsur terdapat dalam kebutuhan pokok dimana kebutuhan fisik merupakan kebutuhan yang paling utama.

4. Pendidikan Yang Rendah

Era modern sekarang ini, pendidikan dianggap sebagai suatu yang penting. Pendidikan bahkan telah sebagai indikator utama kedudukan dalam masyarakat. Oleh karena itu wajar jika setiap orang berupaya meraih tingkat pendidikan bahkan tidak sekedar pendidikan melainkan pendidikan yang tinggi. Hal ini terjadi karena pendidikan dianggap sebagai alat memenagkan persaingan yang makin hari makin ketat.

2.4 Kesejahteraan Sosial

Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, mendifinisikan bahwa kesejateraan sosial sebagai suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai upaya, program dan kegiatan yang disebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik yang dilaksanakan pemerintah, lsm maupun masyarakat. UU No.11 tahun 2009 bagian II pasal 25 juga menjelaskan secara tegas, tugas serta tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial yang meliputi :


(38)

1. Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

2. Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

3. Melaksanakan rehabilitasi, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

4. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial.

5. Mendorong dan memfasilitasi masyarakt serta dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya.

6. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia dibidang kesejahteraan sosial.

7. Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial.

8. Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan

9. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial.

10.Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan keejahteraan sosial.

11.Mengembangkan jaringan kerja dan kordinasi lintas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional. 12.Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional. 13.Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kesetiakawanan sosial.


(39)

14.Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.

2.5 Kerangka Pemikiran

Pengemis merupakan masalah sosial yang sulit untuk diatasi. karena permasalahan pengemis merupakan permasalahan sosial yang kompleks dan klasik. Berbagai aspek didalam kehidupan dapat menjadi indikator penyebab terjadinya pengemis. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis salah satu faktor yang paling sering muncul diakibatkan oleh masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan mengakibatkan seseorang menjadi sulit dalam memenuhi kebutuhan pokoknya yang mencakup pendidikan, konsumsi, kesehatan, perumahan dan dana sosial, ditambah tidak adanya skill dan keterampilan yang dikuasai mengakibatkan seseorang tidak mampu untuk bekerja dan memperoleh pendapatan untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal ini mengakibatkan seseorang memilih untuk bekerja sebagai pengemis.

Pengemis merupakan sekelompok masyarakat yang memiliki peluang untuk dapat memiliki kehidupan yang layak seperti masyarakat lainnya. Akan tetapi, kepribadian yang terdapat pada diri pengemis seperti malas dan mudah putus asa menjadi ciri khas dari diri mereka. Mereka tidak menyadari bahwa potensi yang terdapat didalam diri mereka serta tidak mampu untuk menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Padahal, bila mereka mau untuk berusaha menghilangkan rasa malas dan mudah putus asa didalam diri mereka maka mereka akan mampu untuk menjalankan fungsi sosialnya didalam masyarakat.


(40)

Bagan Alur Pemikiran

Pengemis

Ekonomi: 1. Pendapatan 2. Pengeluaran

a. Pendidikan b. Konsumsi c. Kesehatan d. Perumahan e. Dana Sosial f. Tabungan Sosial:

1. Interaksi dengan sesama anggota keluarga

2. Interaksi dengan sesama pengemis 3. Interaksi dengan


(41)

2.6. Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang dipakai oleh para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang dikaji. Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep – konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep – konsep yang diteliti. Secara sederhana defenisi disini diartikan sebagai “batasan arti”. Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti. Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011 : 138).

Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Pengemis adalah orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta – minta ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapakan belas kasihan orang lain.

2. Sosial ekonomi adalah suatu kondisi atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu yang ditentukan oleh faktor pemenuhan seperti pendidikan, konsumsi, kesehatan serta perumahan, dana sosial dan tabungan didukung oleh pendapatan yang layak.


(42)

2.7. Ruang Lingkup Pengemis

Adapun yang menjadi ruang lingkup pengemis dalam penelitian ini mencakup :

1. Pengemis cacat, yaitu orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta – minta di tempat umum dengan berbagai cara untuk mendapatkan belas – kasihan orang lain karena memiliki keterbatasan baik secara fisik dan mental.

2. Pengemis lanjut usia, orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta – minta di tempat umum dengan berbagai cara untuk mendapatkan belas kasihan orang lain yang berusia 55 hingga tutup usia. 3. Pengemis anak, yaitu orang – orang yang mendapat penghasilan dengan

meminta – minta di tempat umum dengan berbagai cara untuk mendapatkan belas kasihan orang lain yang berusia antara 4 – 17 tahun.

Penelitian ini akan melihat kondisi sosial ekonomi dari kedua jenis pengemis yang ditetapkan dalam penelitian ini. Kondisi sosial pengemis yang dimaksud adalah :

a. Interaksi dengan sesama anggota keluarga b. Interkasi dengan sesama pengemis


(43)

Sedangkan kondisi ekonomi pengemis yang dimaksud adalah :

1. Pendapatan 2. Pengeluaran

a. Pendidikan b. Konsumsi c. Kesehatan d. Perumahan e. Dana Sosial f. Tabungan


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain – lain secara holistik, dengan cara mendeskripsikannya dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006:6).

Penelitian ini agar terjamin validitasnya, maka pemilihan metode penelitian harus didasarkan pada realitas yang menjadi obyek. Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka penelitian yang menggunakan deskriptif yaitu penelitian yang sekedar hanya untuk menggambarkan atau melukiskan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti, tanpa mempersoalkan hubungan antar variabel. Menurut (Faisal, 2008:20) tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta sebab – sebab dari suatu gejala tertentu. Penelitian ini memusatkan perhatian pada masalah – masalah yang terjadi pada saat penelitian sedang dilakukan yaitu mengenai Tinjauan Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai.


(45)

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Binjai, wilayah Kota Binjai yang dimaksud adalah wilayah atau tempat dimana pengemis sering ditemukan. Dalam penelitian ini ditetapkan bahwa tempat penelitiannya adalah dikawasan Tanah Lapang Merdeka Binjai, Pasar Kaget Binjai dan Jalan Irian. Alasan peneliti melakukan penelitian dilokasi tersebut karena lokasi tersebut merupakan tempat yang cukup strategis bagi pengemis untuk mencari uang.

3.3. Subjek Penelitian

Penelitian ini tidak menggunakan populasi dan sampel tetapi menggunakan subjek penelitian. Istilah subjek penelitian merujuk pada individu atau kelompok yang dijadikan unit usaha atau satuan kasus yang diteliti. Penulis dalam penelitian ini menggunakan pengemis sebagai informan utama yang merupakan sumber keterangan yang penting dan informan kunci sebagai pelengkap dari informan utama yang sama – sama tidak dibatasi jumlahnya.

Penulis dalam penelitian ini, penulis menggunakan informan utama dan informan tambahan yaitu sebagai berikut :

1.Informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini yaitu pengemis yang beraktifitas di kawasan Tanah Lapang Merdeka Binjai, Pasar Kaget Binjai dan Jalan Irian.

2.Informan tambahan yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Adapun yang menjadi informan tambahan dalam penelitian ini adalah pegawai UPT. Pelayanan sosial


(46)

gelandangan dan pengemis Binjai, tetangga pengemis, pengunjung Pasar Kaget Binjai dan penjual makanan Pasar Kaget Binjai .

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, jurnal, majalah surat kabar dan berbagai tulisan atau media informasi yang menyangkut masalah yang diteliti.

2. Studi lapangan, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan peneliti turun ke lokasi penelitian untuk mencarifakta – fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu dengan melakukan : a. Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti

untuk mendapatkan gambaran tentang objek penelitian yaitu dengan cara mengumpulkan data dengan melihat, mendengarkan dan mencatat kejadian sasaran penelitian.

b. Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara tatap muka atau berhadapan langsung dengan informan.

Penelitian ini dilakukan dengan cara langsung turun ke lapangan, untuk mengumpulkan data dengan cara mengadakan percakapan tanya jawab secara lisan kepada responden dan pihak yang mendukung. Instrument yang digunakan adalah pedoman wawancara semi struktur. Peneliti melakukan wawancara dengan menanyakan sederetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu –


(47)

persatu diperdalam untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap dan mendalam.

3.5 Teknik Analisis Data

Setelah mendapatkan data, selanjutnya dilakukan analisis data untuk memahami dan mendalami permasalahan yang ada serta selanjutnya menjawab pertanyaan penelitian. Menurut Moleong, analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data (Moleong, 2006: 13).

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan perkasus dari data – data yang telah dikumpulkan. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dilakukan pengamatan peserta yang menjadi subjek penelitian. Hasil pengematan ini dituangkan dalam sebuah catatan lapangan sebagai salah satu sumber data. Hal – hal yang akan digali dari wawancara tujuannya adalah untuk mengetahui detail – detail kehidupan, pengalaman dan perasaan subjek serta kehidupan keluarga mereka. Setiap informasi yang telah dikumpulkan dalam catatan lapangan baik data utama dari hasil wawancara ataupun data penunjang lainnya dilakukan analisa data, yang pada akhirnya dapat menghasilkan suatu analisa data yang baik dan dapat mengungkapkan permasalahan dari penelitian ini.


(48)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kota Binjai

Berdasarkan penuturan para orang tua yang dianggap mengetahui asal mula terbentuknya Binjai, yang saat ini menjadi kota Binjai, dahulunya adalah sebuah kampung kecil yang terletak di tepi sungai Bingai. Binjai sebanarnya adalah nama suatu pohon besar, rindang, tumbuh dengan kokoh di tepi sungai Bingai yang bermuara di Sungai Wampu. Pada tahun 1823 Gubenur Inggris yang berkedudukan di Pulau Penang telah mengutus John Anderson untuk pergi ke pesisir Sumatera timur dan dari catatannya di sebutkan sebuah kampung yang bernama Ba Bingai (menurut buku Mission to The Eastcoast of sumatera-Edinbung 1826). Sebenarnya sejak tahun 1822, Binjai telah di jadikan bandar/pelabuhan dimana hasil pertanian lada yang diekspor adalah berasal dari perkebunan lada di sekitar ketapangai (pungai) atau Kelurahan Kebun Lada/Damai.

Perkembangan zaman terus berjalan, pada tahun 1864 Daerah Deli telah dicoba ditanami tembakau oleh pioner Belanda bernama J.Nienkyis dan 1866 didirikan Deli Maatschappiy. Usaha unutuk menguasai Tanah Deli oleh orang Belanda tidak terkucuali dengan menggunakan politik pecah belah melalui pengangkatan datuk-datuk. Usaha ini diketahui oleh Datuk Kocik, Datuk Jalil dan Suling barat yang tidak mau berkerja sama dengan Belanda bahkan melakukan perlawanan. Bersamaan dengan itu Datuk Sunggal tidak menyetujui pemberian konsensi tanah kepada perusahaan Rotterdenmy oleh Sultan Deli karena tanpa persetujuan. Di bawah kepemimpinan Datuk Sunggal bersama rakyatnya di


(49)

Timbang Langkat (Binjai) dibuat Benteng pertahanan untuk menghadapi Belanda. Atas tindakan datuk Sunggal ini Belanda merasa terhina dan memerintahkan kapten koops untuk menumpas para datuk yang menentang Belanda. Pada tanggal 17 Mei 1872 terjadilah pertempuran yang sengit antara Datuk/masyarakat dengan Belanda. Peristiwa perlawanan ini lah yang menjadi tonggak sejarah dan di tetapkan sebagai hari kota Binjai. Perjuangan para Datuk/rakyat terus berkobar dan pada akhirnya pada 24 Oktober 1872 Datuk Kocik, Datuk Jalil dan Suling barat dapat ditangkap Belanda dan kemudian pada tahun 1873 di buang ke Cilacap. Pada tahun 1917 oleh pemerintah Belanda dikeluarkan Instelling Ordonantie No.12 dimana Binjai di jadikan Gemente dengan luas 267 Ha.

Pada tahun 1942-1945 Binjai di bawah pemerintahan Jepang dengan kepala pemerintahannya adalah Kagujawa dengan sebutan guserbu dan tahun 1944 /1945 pemerintahan kota di pimpin oleh ketua Dewan Eksekutif J.Runnanbi dengan anggota Dr.RM Djulham, Natangsa Sembiring dan Tan Hong Poh. Pada tahun 1945 (saat revolusi) sebagai kepala pemerintahan Binjai adalah RM.Ibnu dan pada 29 Oktober 1945 T.Amir Hamzah diangkat menjadi residen Langkat oleh komite nasional dan pada masa pendudukan Belanda tahun 1947 Binjai berada di bawah asisten residen J.Bunger dan RM.Ibnu sebagai wakil wali kota Binjai pada tahun 1948 -1950 pemerintahan kota Binjai di pegang oleh ASC More. Tahun 1950-1956 Binjai menjadi kota Abministratif kabupaten Langkat dan sebagai wali kota adalah OK Salamuddin kemudian T. Ubaidullah tahun 1953-1956. Berdasar kan undang-undang Daruat No.9 Tahun 1956 kota Binjai menjadi otonom dengan wali kota pertama SS.Parumuhan.


(50)

Dalam perkembangannya kota Binjai sebagai salah satu daerah tingkat II di Propinsi Sumatera Utara telah membenahi dirinya dengan melakukan pemekaran wilayahnya. Semenjak ditetapkan peraturan pemerintah No.10 Tahun 1986 wilayah kota daerah kota Binjai telah di perluas menjadi 90,23 Km dengan 5 wilayah kecamatan yang terdiri dari 11 desa dan 11 kelurahan. Setelah diadakan pemecahan desa dan kelurahan pada tahun 1993, maka jumlah desa menjadi 17 dan kelurahan 20. Perubahan ini berdasarkan keputusan gubenur sumatra utara No.140-1395 /SK/1993 tanggal 3 Juni 1993 tentang pembentukan 6 desa persiapan dan kelurahan persiapan di kota Binjai. Berdasarkan SK gubenur sumatera utara No.146-2624/SK/1996 tanggal 7 Agustus 1996,17 desa menjadi kelurahan. (Situs Resmi Kota Binjai. www.binjaikota.go.id. Diakses pada tanggal 19 Maret 2015. Pukul 08.00 WIB).

4.2 Demografi Kota Binjai

Kota Binjai merupakan kota multi etnis, dihuni oleh suku Jawa, suku Karo, suku Tionghoa, suku Melayu, dan beberapa suku lainnya. Kemajemukan etnis ini menjadikan Binjai kaya akan kebudayaan yang beragam. Jumlah penduduk kota Binjai sampai pada bulan April 2014 adalah 248.456 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.506 jiwa/km persegi. Berikut selengkapnya mengenai data demografi di Kota Binjai:

1. Kependudukan

Penduduk Kota Binjai pada tahun 2014 berjumlah 248.456 jiwa yang terdiri dari 124.173 laki-laki dan 124.283 perempuan dengan kepadatan penduduk


(51)

2.754 jiwa/km 2 dan rata-rata 4,32 jiwa per Rumah Tangga. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Binjai Utara sebanyak 71.051 jiwa sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Binjai Kota yaitu sebanyak 30.473 jiwa. Kecamatan yang paling padat penduduknya terdapat di kecamatan Binjai Kota dengan kepadatan 7.396 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan yang jarang penduduknya adalah Binjai Selatan dengan kepadatan 1.631 jiwa/km2.

Jumlah Rumah Tangga yang paling banyak terdapat di Kecamatan Binjai Utara yaitu 16.580 rumah tangga, dan rumah tangga yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Binjai Kota yaitu 7.133 rumah tangga. Penduduk Kota Binjai didominasi oleh penduduk berusia 5-9 tahun sejumlah 23.789 jiwa yang terdiri dari 12.355 laki-laki dan 11.434 perempuan. Sedangkan jumlah paling sedikit adalah penduduk berusia 60-64 tahun berjumlah 5.473 orang terdiri dari 2.637 laki-laki dan 2.836 perempuan.

Secara umum penduduk perempuan di Kota Binjai lebih banyak dari penduduk laki-laki dengan sex ratio sangat kecil tahun 2014 yakni nilainya di bawah 100. Dalam 100 jumlah penduduk perempuan terdapat 99,91 penduduk laki-laki.


(52)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

No Rentang usia (tahun)

Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014

Laki-laki

Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki

perempuan

1 0 – 14 30,939 31,683 36,907 34,645 36,635 34,370

2 15 – 54 86,600 86,755 75,184 78,258 76,032 77,075

3 55+ 10,103 11,045 10,906 12,254 11,506 12,838

Jumlah penduduk

127,642 129,483 122,997 125,157 124,173 124,283

Sumber: Binjai Dalam Angka 2013 dan 2014, BPS Kota Binjai

Catatan: (1) Data tahun 2012, terjadi selisih 20 jiwa antara jumlah detail dengan jumlah akumulasi di BPS BDA 2013, maka peneliti mengikuti jumlah detail data, (2) Terjadi selisih 2000 jiwa data tahun 2013.

Komposisi penduduk menurut agama berdasarkan Susenas tahun 2014, penduduk Kota Binjai mayoritas beragama Islam yakni 85.45%. Kemudian disusul penduduk beragama Kristen/Katolik sebesar 8.72%, penduduk beragama Budha sebesar 5.48%, penduduk beragama Hindu sebesar 0,28% dan penduduk beragama Konghucu/Aliran Kepercayaan sebesar 0,08%. Agama Islam menjadi mayoritas dapat dipahami karena berdasarkan komposisi penduduk menurut etnis, jumlah terbesar penduduknya yaitu beretnis Jawa kemudian etnis Melayu,


(53)

Mandailing, Minang dan Aceh, etnis-etnis ini dalam sejarahnya memang merupakan etnis dengan sejarah perkembangan agama Islam yang kuat.

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 Islam Kristen/Katolik Hindu Budha Konghucu/Aliran Kepercayaan - - - - - - - - - - 201,070 29,332 1485 16989 19

Jumlah Penduduk 248,154 248,456 248,895

Sumber: Database Kota Binjai Tahun 2014 (Bappeda Kota Binjai) Susenas 2013 (BPS)

Catatan: Data BPS Binjai yang tersedia untuk perbandingan agama adalah data SUSENAS 2012. Maka data 2 tahun sebelum yakni tahun 2012 dan 2013 diambil dari persentase agama dikalikan jumlah penduduk kemudian dikali 100 %. Sedangkan tahun 2014 data diperoleh dari Laporan Akhir Database Kota Binjai Tahun 2014 oleh Bappeda Kota Binjai.

Kota Binjai terdapat jumlah penduduk dengan 10 etnis terbesar, data diperoleh dengan mengkonversi presentase etnis "Laporan Akhir Database Kota Binjai Tahun 2014" dengan jumlah penduduk kota Binjai dari data BPS, yang ditampilkan pada tabel berikut.


(54)

Etnis terbesar di Kota Binjai adalah Etnis Jawa yakni 92,545 % yang kemudian ikuti secara berurut adalah Melayu, Mandailing, Karo, Tionghoa, Batak Toba, Minang, Batak Simalungun, Banten dan Aceh. Hal ini ditunjukan dari hasil Susenas tahun 2014 yakni sebesar 39,80%. Kemudian disusul etnis Melayu 12.55 %, etnis Mandailing 9.33%, etnis Karo 9,05%, etnis Tionghoa 7,03%, etnis Batak Toba 6,70%, etnis Minang 6,28%, etnis Batak Simalungun 5,57%, etnis Banten 1,88% dan etnis Aceh 1,81%. Banyaknya etnis Jawa di Binjai tidak terlepas dari

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk 10 Etnis Terbesar

No Nama Etnis 2012 2013 2014 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jawa Melayu Karo Batak Simalungun Batak Toba Mandailing Minang Aceh Tioghoa Banten 98,769 31,132 22,466 13,832 16,637 23,141 15,583 4,501 17,441 4,653 98,889 31,170 22,493 13,848 16,658 23,169 15,602 4,506 17,462 4,659 92,545 29,170 21,050 12,960 15,589 21,683 14,601 4,217 16,342 4,360 Total 248,154 248,456 232,517


(55)

sejarah kuli kontak yang diterapkan semasa penjajahan Belanda di Sumatera Utara untuk membuka dan membangun wilayah perkebunan.

Mata pencarian penduduk terbesar di Kota Binjai adalah di sektor perdagangan dengan besaran lebih 27 persen kemudian diikuti sektor jasa dan industri. Menurut data statistik tingkat partisipasi angkatan kerja terus meningkat dalam periode 2009-2011 dari 63,4% menjadi 67,85% di tahun 2014. Sementara presentase penduduk usia kerja yang bekerja mencapai 61,93% pada tahun 2014. Sedangkan tingkat pengangguran di Kota Binjai dalam tiga tahun terakhir (2012 -2014) mengalami penurunan. Hal ini dikarena semakin terbukanya kesempatan kerja di Kota Binjai. Pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan terbesar ada pada tingkatan SMA/SMK/MA.


(56)

Sumber: Database Kota Binjai Tahun 2014 (Bappeda Kota Binjai) Susenas 2013 Catatan: 1. Data di BPS Kota Binjai hanya terdapat 4 spesifikasi mata pencaharian dan dalam presentase. Data diatas merupakan presentase dikalikan jumlah penduduk umur diatas 15 tahun berdasarkan jenis kelamin.

Mengenai jumlah pengangguran di Kota Binjai, akan diklasifikasikan menurut jumlah pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan yang ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Bidang pekerjaan 2012 2013 2014 1

2 3 4 5

Pertanian Industri Perdagangan Jasa

Lainnya

22.329 33.087 58.448 37.092 43.355

16,601 27,550 55,877 37,881 38,693

13.007 33.716 48.125 48.355 34.248


(57)

Tabel 4.5

Jumlah Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pengangguran Jumlah

2012 2013 2014 tidak tamat SD

SD / Mi SMP / MTs

SMA / SMK / MA Diploma / Universitas

- 9 32 1,175 759

6 32 70 1,521 593

1 11 32 945 130 2. Infrastruktur

Infrastruktur dalam hal ini meliputi prasarana fisik yang meliputi rumah ibadah, sekolah, saranan kesehatan, serta sarana jalan. Jumlah rumah ibadah di Kota Binjai dalam tiga tahun terakhir (2012-2014) tidak mengalami perubahan yang mencolok dari segi jumlahnya secara keseluruhan. Penambahan yang cukup besar hanya terjadi di penambahan jumlah langgar yang di tahun 2009 berjumlah 120 menjadi 144 di tahun 2013 dan 2014, yang ditampilkan pada tabel berikut:


(58)

Tabel 4.6

Jumlah Tempat Ibadah

No. Tempat Ibadah 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 6 Masjid Gereja Pura Vihara Langgar Mushola 146 39 3 14 120 65 152 39 3 13 144 60 152 39 3 13 144 60

Sumber:Data Base Kota Binjai Tahun 2014, Bappeda Kota Binjai.

Jumlah Total Sekolah yang ada dikota Binjai ada sebanyak 241 buah yang terdiri dari 154 Sekolah Dasar, 37 Buah Sekolah Menengah Pertama, 9 Buah Sekolah Madrasah Setingkat SMP dan 31 buah Sekolah Menengah Umum serta 10 buah Sekolah Madrasah setingkat SMU.


(59)

Tabel 4.7

Jumlah Sekolah Perkecamatan di Kota Binjai Kecamatan SD SMP Madrasah

Tsanawiyah

SMU Madrasah Aliyah

Total

Binjai Utara Binjai Selatan Binjai Timur Binjai Barat Binjai Kota 45 31 31 21 26 16 6 3 3 9 5 1 - 1 2 12 12 1 - 6 7 1 - - 2 85 51 35 25 45 Jumlah 154 37 9 31 10 241

Sumber: Binjai Dalam Angka 2014, BPS Kota Binjai.

Kota Binjai telah memiliki fasilitas kesehatan yang memadai. Sarana kesehatan yang ada di Kota Binjai selama rentang tahun 2012-2014 tidak mengalami banyak perubahan kecuali adanya penambahan apotek dan praktik bidan. Apotek dari 35 buah menjadi 42 buah dan praktik bidan yang semula berjumlah 109 menjadi 140 praktik bidan di tahun 2014.


(60)

Tabel 4.8

Jumlah Prasarana Kesehatan

No. Sarana 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Rumah Sakit Umum Daerah Rumah Sakit Swasta

Apotek Puskesmas Puskesmas Pembantu Polindes/Poskeskel Posyandu Poliklinik Praktik Bidan 2 8 35 8 18 37 244 52 109 2 8 35 8 18 37 244 52 109 2 8 42 8 18 37 244 39 140

Sumber: Binjai Dalam Angka 2013 dan 2014, BPS Kota Binjai

Sarana jalan yang terdapat di Kota Binjai pada tahun 2014 terdiri jalan Negara sepanjang 12.000 km, jalan provinsi 14.840 km dan jalan kota 355.605 km. Perubahan panjang jalan hanya terjadi pada jalan kota yang pada tahun 2012 sepanjang 334.988 km, tahun 2013 sepanjang 335.088 km dan di tahun 2014 menjadi 355.605 km. Kondisi jalan Negara dan provinsi telah diaspal keseluruhan dan dalam kondisi baik. Sementara kondisi jalan kota sepanjang 308,950 km di aspal selebihnya berupa jalan tanah, kerikil dan lainnya. Sementara jalan kota


(61)

yang dalam kondisi baik sepanjang 239,612 km, selebihnya kondisi sedang, rusak, rusak berat. sedang untuk infrastruktur dasrah lainnya tidak ada perubahan dalam rentang waktu tiga tahun.

Tabel 4.9 Sarana jalan

No. Variabel 2012 2013 2014

1 2 3

Panjang jalan provinsi Panjang jalan kabupaten Panjang jalan negara

14840 334988 12000 14.840 km 335.088 km 12.000 Km 14.840 km 355.605 km 12.000 Km Sumber: Binjai Dalam Angka 2013 dan 2014, BPS Kota Binjai.

Tabel 4.10

Infrastruktur Lainnya

No Nama infrastruktur 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 Bandara Pelabuhan Hotel Terminal Stasiun 0 0 7 1 1 0 0 7 1 1 0 0 7 1 1 Sumber: Binjai Dalam Angka 2013 dan 2014, BPS Kota Binjai.

Laju pertumbuhan penduduk yang tercatat adalah dalam dua interval tahunan, pertama dalam interval 10 tahun dan interval satu tahun (2000-2009, 2000-2010 dan 2010-214). Pada perhitungan dengan dua model interval tahunan


(62)

tesebut, menghasilkan nilai laju pertumbuhan dengan kecendrungan menurun. Kesadaran masyarakat kota Binjai untuk melaksanakan program pengendalian kelahiran atau berkeluarga berencana dapat dikatakan cukup berhasil.

Tabel 4.11

Laju Pertambahan Penduduk No. Laju Pertumbuhan

Penduduk

Tahun 2009- 2010

Tahun 2011- 2012

Tahun 2013- 2014

1 Persentase 1.20 0.97 0.86

Sumber: Binjai Dalam Angka 2013 dan 2014, BPS Kota Binjai.

4.3 Geografi Kota Binjai

Kota Binjai sebagai salah satu kota di Propinsi Sumatera Utara yang hanya berjarak ± 22 Km dari Kota Medan ( ± 30 menit perjalan ), bahkan batas terluar Kota Binjai dengan batas terluar Kota Medan hanya berjarak ± 8 Km. Kota Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, serta berada pada Jalur Trasportasi Utama yang menghubungkan Propinsi Sumatera Utara dengan Propinsi Nangroe Aceh Darurralam (NAD) serta ke Objek Wisata Bukit Lawang Kabupaten Langkat.

Secara geografi Kota Binjai berada pada 3'31'40" - 3'40'2" Lintang Utara dan 98'27'3" - 98'32'32" Bujur Timur dan terletak 28 m diatas permukaan laut. Wilayah Kota Binjai seluas 90,23 km2, terletak 28 M diatas permukaan laut dan dikelilingi oleh Kab.Deli Serdang, Batas area disebelah Utara adalah Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dan Kecamatan Hamparan Perak Kab.Deli Serdang, di


(1)

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Pengemis yang melakukan kegiatan mengemis dilokasi Tanah Lapang, Pasar Kaget dan Jalan Irian adalah manusia yang masih berusia produktif untuk mengerjakan pekerjaan yang dilakukan sebagian besar orang lain. Keadaan fisik yang kurang sempurna membuat pengemis cacat hanya bisa pasrah akan keadaan fisik yang dia alami semenjak dia lahir dan faktor fisik yang kurang sempurna dan tidak adanya modal yang menyebabkan pengemis lanjut usia banyak bermunculan di Kota Binjai. Apabila pengemis lanjut usia masih mau berusaha dan dipinjamkan modal untuk mengejarkan pekerjaan lain maka mereka sanggup untuk mengejarkan pekerjaan yang kebanyakan orang lain kerjakan karena mereka masih mempunyai fisik yang bisa mengejarkan pekerjaan dan masih adanya cukup tenaga dari pengemis lanjut usia. Pengemis anak hanya sekali – sekali bermunculan di Kota Binjai, mereka bermunculan apabila ingin membantu orang tuanya untuk mengemis.

Selain faktor keadaan fisik yang kurang sempurna dan pasrah, faktor ekonomi yang kurang mampu juga menyebabkan mereka tidak mampu bersaing dengan masyarakat lainnya sehingga mereka masuk ke dalam dunia mengemis. Selain itu faktor latar belakang pendidikan juga mempengaruhi mereka menjadi seorang pengemis. Tanah Lapang, Pasar Kaget dan Jalan Irian adalah beberapa tempat yang strategis bagi pengemis untuk melakukan kegiatan mengemis karena para pengunjung banyak berbelanja makanan,minuman ataupun berbelanja


(2)

kebutuhan pokok ditempat – tempat tersebut. Seperti di Pasar Kaget sendiri kebanyakan pengunjung adalah anak muda yang masih berusia remaja. Pengemis yang melakukan kegiatan mengemisnya di Pasar Kaget Binjai memiliki anggapan bahwa para remaja masih memiliki jiwa sosial yang tinggi dan para pengunjung yang berusia remaja tersebut biasanya menghamburkan uangnya untuk membeli makanan dan minuman yang disajikan para pemilik warung.

Tanah Lapang, Pasar Kaget dan Jalan Irian bukan hanya tempat tersebut saja yang pengemis jadikan tempat untuk mengemis tetapi tempat – tempat seperti lampu merah,depan supermarket dan jalan – jalan protokol Kota Binjai yang menjadi lahan untuk mendapatkan penghasilan dari belas kasihan pengunjung dengan cara mengemis. Pengemis yang melakukan kegiatannya yang berharap belas kasihan orang lain terkadang rela berbuat apa saja untuk menarik simpati para pengunjung denga sedikit memaksa yaitu dengan cara menarik – narik celana ataupun pakaian dari pengunjung dan menangis – nangis didepan pengunjung agar pengunjung memberikan mereka belas kasihan.

Setiap harinya para pengemis mendapatkan penghasilan yang cukup lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarganya. Pendapatan mereka cukup besar mengingat bukan hanya Tanah Lapang, Pasar Kaget dan Jalan Irian saja yang mereka kunjungi untuk mengemis tetapi ada juga tempat – tempat lain yang mereka jadikan objek sasaran sebagai tempat mengemis. Penghasilan yang cukup besar menjadikan mereka semakin malas dan pasrah pada keadaan diri mereka karena dengan hanya dengan mengemis mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka beserta keluarga mereka dan para pengemis


(3)

mereka. Seperti halnya pengemis lanjut usia,sebenarnya mereka secara fisik masih mampu untuk bekerja,seperti berjualan,menjahit ataupun pekerjaan lainnya sesuai dengan kemampuan mereka akan tetapi rasa malas dan pasrah akan keadaaan yang membuat mereka menjadi seorang pengemis.

5.2. Saran

Penanggulangan masalah pengemis yang berada dikawasan Tanah Lapang, Pasar Kaget dan Jalan Irian Kota Binjai harus dilakukan dengan serius agar terciptanya tatanan kota yang rapi yang bebas dari pengemis. Dalam hal ini bukan hanya pemerintah saja yang bertanggung jawab atas masalah pengemis akan tetapi kita sebagai warga Negara Indonesia maupun lembaga swadaya masyarakat bertanggung jawab atas masalah sosial ini. Masalah pengemis ini dalam penaggulangannya harus adanya kordinasi yang baik antara pemerintah maupun masyarakat agar masalah pengemis dapat teratasi dengan baik.

Pemerintah Kota Binjai yang menjadi sorotan dalam masalah penanggulangan pengemis merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas masalah pengemis yang ada di Kota Binjai. Pemerintah dapat memulai menangani masalah pengemis ini mulai dari daerah – daerah yang berpotensi pariwisata seperti kawasan Tanah Lapang, Pasar Kaget dan Jalan Irian Kota Binjai hal tersebut sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap masalah sosial yang ada didalam masyarakat dan juga sebagai merealisasikan maksud dari Undang – Undang Dasar 1945 pasal 34 yang mengatur tentang perlindungan terhadap fakir miskin.


(4)

Pemerintah juga seharusnya berupaya memberikan program – program yang pas bagi para pengemis seperti memberikan pelatihan – pelatihan keterampilan yang sesuai dengan para pengemis misalnya untuk pengemis cacat dan juga yang sesuai untuk pengemis lanjut usia karena faktor usia yang menjadikan alasan para pengemis untuk melakukan aksinya sebagai pengemis. Pemerintah seharusnya membedakan apa – apa saja yang menjadi kebutuhan para pengemis sesuai dengan faktor penyebab yang menjadikan mereka sebagai pengemis agar para pengemis bisa mempunyai kehidupan yang lebih layak dan kehidupan yang lebih mandiri. Dinas sosial dan UPT. Pelayanan Sosial Gelandangan dan Pengemis Binjai sebagai institusi yang memfokuskan diri pada masalah pengemis seharusnya bersikap serius dalam menanggulangi masalah pengemis yang ada di Kota Binjai dengan memberikan pelatihan yang khusus bagi para pengemis sesuai dengan kebutuhannya masing – masing.

Pengunjung dikawasan Tanah Lapang,Pasar Kaget dan Jalan Irian yang dianggap pengemis sebagai ladang rejeki bagi mereka seharusnya sudah bijak dalam melihat fenomena pengemis yang ada dikawasan tersebut. Seharusnya para pengunjung bukan memberikan ikan kepada pengemis melainkan memberikan

pancing agar para pengemis bisa berkehidupan yang layak secara mandiri “Help


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Dimas. 2013. Pengemis Undercover. Jakarta: Titik Media Publisher.

Faisal, Sanapiah. 2008. Format Format Penelitian Sosial. Jakarta:Rajawali Pers.

Huraerah, Abu. 2007. Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: PT.Nuansa.

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

M.K. Abdullah. EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Jakarta: Sandro Jaya.

Moleong,Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Nasution, Zulkarnaen. 1996. Komunikasi Pembangunan. Jakarta: PT. Raja Findo Persada.

Rukmianto, Isbandi. 2004. Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial. Jakarta: Fisip UI Press.

Siagian, Matias. 2012. Kemiskinan Dan Solusi. Medan:PT.Grasindo Monoratama.

Siagian, Matias. Metode Penelitian Sosial. Medan: PT. Grasindo Monoratama.

Soekanto, Soedjono. 1989. Teori Sosiologi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soekanto, Soedjono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali

Soedjono. 1973. Patologi Sosial Gelandangan, Penyalahgunaan Narkotika. Bandung: Alumni Bandung.

Putong, Iskandar. 2005. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Mitra Wacana Media.


(6)

Sumber Lain :

Undang - Undang No.4 Tahun 1979 Tentang Anak.

Undang – Undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

Perda Sumatera Utara No. 4 Tahun 2008 Tentang Penanggulangan Gelandangan Dan Pengemis.

Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Binjai 2015.

Sumber Online :

(http://www.depsos.go.id diakses pada tanggal 26 februari 2015 pukul 17.00 WIB).

(http://www.wikipedia.com diakses pada tanggal 26 februari 2015 pukul 17.00 WIB).

(http://rehsos.kemsos.go.id/modelus.php?name=meus&file&sid=1496yangdiakses pada tanggal 25 februari 2015 pukul 14.00 WIB).