Tinjauan Sosial Ekonomi Pengemis di Kota Binjai

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Terdapat berbagai masalah sosial yang timbul didalam masyarakat Indonesia, salah satunya adalah semakin bertambahnya fenomena pengemis. Pengemis merupakan seseorang yang mencari pendapatan dengan cara meminta -minta di jalanan atau tempat umum lainnya, fenomena pengemis itu sendiri tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan terjadi juga dinegara diseluruh belahan dunia.

Pengemis di Indonesia pertama kali lahir di Kerajaan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Pakubuwono X, dimana para penguasa pada masa itu memang sangat dermawan serta gemar membagikan sedekah untuk kaum yang tidak punya, terutama menjelang hari Jumat khususnya pada hari Kamis Sore. Hari Kamis tersebut, Raja Pakubuwono keluar dari istananya untuk melihat keadaan rakyatnya dari istana menuju Mesjid Agung. Sepanjang perjalanan rakyatnya sudah menunggu sang raja untuk meminta belas – kasihan, pada saat itu sang raja tidak menyia – nyiakan kesempatan untuk bersedekah. Kegiatan yang dilakukan sang raja merupakan warisan yang dilakukan oleh pendahulunya yang juga seorang penguasa kerajaan. Kegiatan yang dilakukan setiap hari Kamis tersebut berlangsung secara terus – menerus dan dalam bahasa Jawa kamis dibaca kemis, maka lahirlah sebutan untuk orang yang mengharapkan berkah di hari kemis. Istilah ngemis yaitu untuk kata


(2)

ganti sebutan pengharap berkah di hari kemis dan orang yang melakukannya disebut dengan pengemis (pengharap berkah pada hari kemis) (Dimas, 2013: 4).

Kehidupan pengemis yang berbaur dengan masyarakat menghilangkan kesan bahwa pengemis bukan merupakan masalah sosial. Akan tetapi pada suatu waktu mereka pergi dari masyarakat sekitar mereka tinggal dan menjalani profesi mereka sebagai pengemis, hal ini yang menjadikan kesan pengemis bukan merupakan suatu masalah sosial. Umumnya tidak ada manusia yang ingin menjadi pengemis. Setiap manusia selalu ingin memperoleh kehidupan yang layak. Perubahan yang terjadi didalam kehidupan menyudutkan segelintir masyarakat ini untuk dihadapkan kepada kegiatan mengemis ini.

Kemiskinan merupakan faktor masalah yang paling sering ditemui yang menyebakan seseorang memilih untuk bekerja mencari pendapatan dengan mengemis dengan ditambah lagi tidak adanya skiil atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang lain. Kemiskinan sendiri merupakan masalah yang telah menjadi permasalahan global dimana masalah ini timbul dan mulai dibicarakan pasca perang duni kedua yang membawa munculnya negara – negara baru merdeka yang sering disebut negara ketiga. Kondisi negara – negara baru ini sebagian besar hancur akibat penjajahan dan perang, sampai saat ini umumnya kemiskinan yang terjadi didunia terdapat di negara dunia ketiga atau miskin yang selalu ditandai dengan angka kelahiran yang tinggi, sumber daya manusia yang rendah serta pendapatan nasional yang rendah (Nasution, 1996 :29).

Kemiskinan yang terus berkembang pesat di negara dunia ketiga, keadaan ini dapat dilihat dari begitu banyaknya bermunculan pengemis dan sangat berkembang pesatnya pengemis. Sebagai masalah sosial keberadaan pengemis


(3)

kurang diperhatikan masyarakat maupun pemerintah. Masalah ini seharusnya menjadi tanggung jawab kita sebagai warga Negara Indonesia bersama pemerintah sebagai pemimpin negara yang mempunyai tugas utama untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Negara bukan hanya sebagai unsur pemerintahan saja yang bertanggung jawab tetapi seluruh unsur masyarakat, termasuk lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan dan organisasi sosial masyarakat lainnya.

Undang – Undang Dasar 1945 pasal 34 mengatur tentang perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada fakir miskin, pasal tersebut berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara”. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat manusia, negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan umum yang layak dan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang – undang. Rumusan pasal tersebut dapat dipahami bahwa setiap orang dalam masyarakat harus menjunjung hukum yang berlaku. Hubungannya dengan dunia kerja setiap orang yang menjadi warga negara berhak untuk memilih jenis pekerjaan yang disukainya. Menjadi perhatian bahwa pola hidup produktif untuk bekerja tidak menjadi sesuatu yang sebenarnya diarahkan oleh negara. Implementasinya diterapkan oleh wilayah perkotaan seperti Binjai yang mengedepankan terwujudnya kota yang bersih, aman dan rapi. Jelas bahwa keberadaan pengemis yang biasanya mengais untuk mempertahankan hidup dari belas kasihan orang lain yang berada di persimpangan Jalan Irian, Tanah Lapang dan Pasar Kaget Binjai adalah tidak sejalan dengan prinsip kota. Masyarakat kota juga patut


(4)

mendukung program pemerintah kota yaitu dengan tidak membiasakan diri memberikan sebagian uangnya kepada pengemis yang beroperasi tempat – tempat tersebut.

Pemerintah Sumatera Utara sendiri telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Adapun usaha pemerintah dalam menanggulangi pengemis di Sumatera Utara meliputi berbagai usaha penanggulangan meliputi usaha- usaha preventif, responsif, rehabilitatif yang bertujuan agar tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh yang diakibatkan olehnya di dalam masyarakat dan memasyarakatkan kembali pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri, serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan dan penghidupan yang layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.

Usaha preventif yang dilakukan pemerintah sumatera Utara yaitu usaha yang dilakukan secara sistematis yang meliputi penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan kerja, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah terjadinya pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya. Meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan didalam masyarakat yang dapat mengganngu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya. Pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitir dan telah ditransmigrasikan ke


(5)

daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat. Usaha responsif yang dilakukan oleh pemerintah Sumatera Utara yaitu usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat. Usaha rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah Sumatera Utara yaitu usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian pendidikan dan pelatihan kerja, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian pada gelandangan dan pengemis kembali memiliki kemampuan untuk hidup lebih layak sesuai dengan martabgat manusia sebagai warganegara Republik Indonesia.

Hakekatnya pengemis juga manusia biasa seperti kita yang memliki banyak potensi untuk melakukan pekerjaan – pekerjaan yang layak untuk mereka lakukan. Rasa malas dan pasrah dalam kehidupan menyebabkan pengemis tidak mampu untuk bersaing dengan masyarakat lainnya. Pengemis kebanyakan orang – orang desa yang melakukan urbanisasi. Banyak dari mereka yang merupakan orang desa yang ingin sukses di kota tanpa memiliki kemampuan ataupun modal yang kuat. Sebagai contoh, ada seseorang dari kampung yang ingin mengadu nasib di kota berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Tiba di kota orang tersebut mencoba dan berusaha meskipun hanya dengan modal nekad untuk bertahan hidup dikota karena mental yang belum terlatih dan tidak adanya jaminan tempat tinggal membuat seorang tersebut tidak bisa berbuat apa – apa dikota. Putus asalah orang tersebut dan dibalik keputusasaan membuat orang


(6)

tersebut menjadi pribadi yang malas, malas berfikir dan tidak tahu lagi mau berbuat apa sehingga jalan satu – satunya adalah dengan meminta – minta (Dimas, 2013:8).

Kesulitan ekonomi memaksa mereka melakukan apa saja untuk mempertahankan hidup, sementara itu kebutuhan – kebutuhan pokok sekarang sangat tinggi harganya. Pengemis berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan mengemis di jalanan. Pengemis yang sangat erat hubungannya dengan ekonomi dapat dilihat dari sudut subjektif kondisional yaitu pengemis yang pada dasarnya berhubungan dengan karakter mereka sendiri seperti malas bekerja, sifat pasrah pada nasib, acuh tak acuh dalam kehidupan dan lain – lain yang secara langsung merupakan faktor pendorong hidup mereka kepada kehidupan mengemis. Masalah pengemis ini dapat didekati dari sudut objektif yang merupakan faktor – faktor ekstern yang mempengaruhi kehidupan seseorang sehingga terpaksa hidup mengemis. Faktor – faktor tersebut antara lain : geografi, ekologi, ekonomi, sosial dan budaya (Soedjono, 1973 : 15).

Indonesia sendiri banyak terdapat berbagai jenis pengemis yaitu pengemis anak, pengemis cacat fisik, pengemis lanjut usia dan pengemis penggendong anak. Pengemis anak yaitu orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta belas kasihan orang lain yang berusia tidak lebih dari delapan belas tahun. Pengemis cacat fisik yaitu orang orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta – minta belas kasihan orang lain. Mereka ini mengalami kekurangan fisik seperti cacat kaki, tidak bisa melihat. Pengemis penggendong anak yaitu orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta – minta


(7)

belas kasihan orang lain dengan cara menggendong anak bayi dan balita biasanya pengemis ini adalah seseorang ibu.

Meningkatnya jumlah pengemis di Kota Binjai seperti di Persimpangan Lampu Merah Tanah Lapang Binjai, Pasar Kaget Binjai dan Persimpangan Jalan Irian Binjai. Seperti halnya di Pasar Kaget Binjai selain membeli makanan dan minuman untuk dibawa pulang langsung ke rumah para pengunjung juga sering untuk makan dan minum ditempat. Kebiasaan mereka selain menikmati makanan dan minuman juga menghabiskan waktu untuk berbincang dengan keluarga ataupun teman mereka. Hal inilah sebagai salah satu kesempatan yang dijadikan para pengemis untuk mengharapkan belas kasihan daripada pengunjung.

Pengemis merupakan fenomena sosial tersendiri. Fenomena inilah yang mendorong penulis untuk meneliti bagaimana sebenarnya kehidupan sosial ekonomi pengemis - pengemis tersebut yang sering melakukan aksinya di Tanah Lapang Binjai, Pasar Kaget Binjai dan Jalan Irian Kota Binjai sehingga mereka mampu bertahan dalam kehidupannya sehari – hari sebagai pengemis yang hanya mengharap belas kasihan dari orang lain.

Soedjono Soekanto mengemukakan bahwa status sosial ekonomi merupakan suatu kedudukan yang diatur seseorang pada posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat, yang disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pembawa status (Soekanto, 1986:115). Untuk melihat apakah seseorang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi, sedang, atau rendah didasarkan pada banyak tidaknya bentuk penghargaan masyarakat padanya. Semakin tinggi tingkat status sosial ekonomi seseorang, maka semakin banyak bentuk penghargaan masyarakat yang diterimanya dan sebaliknya semakin


(8)

rendah tingkat status sosial ekonomi seseorang, maka semakin sedikit pula bentuk penghargaan dari masyarakat yang diterimanya. Bentuk penghargaan yang diterima dalam masyarakat dipengaruhi oleh pekerjaan, tingkat pendidikan, serta jumlah pendapatan yang diterima seseorang.

Populasi Pengemis secara nasional terlihat naik turun menurut Pusat data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial lima tahun terakhir tahun 2007 berjumlah 61.090 dan pada tahun 2011 berjumlah 194.908 ada kenaikan 17% penyebab banyaknya pengemis dikota besar, bukan korban dari tidak adanya lapangan pekerjaan, tetapi juga dari faktor tidak adanya keinginan untuk berusaha dan ketidak memilikinya keterampilan, dan pada kenyataannya banyak kita lihat yang justru masih mampu untuk berusaha. berusaha dalam arti apa saja yang pentingbisamakan(http://rehsos.kemsos.go.id/modelus.phpname=meus&files&id4 yang diakses pada tanggal 25 februari 2015 pukul 14.00 WIB). Waspada online yang terbit pada 2 april 2014 yang diakses pada 26 februari 2015 pukul 17.00 WIB yang berjudul “ Gepeng, Anjal 95.791 orang di SUMUT’ mengemukakan bahwa Jumlah pengemis di Sumatera Utara menurut data Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 menyebutkan, populasi pengemis 3.440 orang pengemis. Sesuai data tahun 2013 yang diperoleh dari Dinas Sosial Sumatera Utara menunjukkan jumlah pengemis mencapai 4.823.

Kota Binjai sendiri memiliki jumlah pengemis di tahun 2012 adalah 41 orang yaitu dari Kecamatan Binjai Timur sebanyak 20 orang, di Kecamatan Binjai Kota 1 orang di Kecamatan Binjai Barat 14 orang dan Kecamatan Binjai Selatan sebanyak 6 orang. Sementara itu menurut data yang diperoleh dari dinas sosial dan tenaga kerja Kota Binjai jumlah pengemis dikota Binjai pada tahun 2014


(9)

sebanyak 20 orang yang terdiri dari Kecamatan Binjai Timur sebanyak 10 orang,

Kecamatan Binjai Selatan 6 orang, Binjai Kota 3 orang dan Binjai Barat 1 orang. Data tersebut didapat oleh dinas sosial dan tenga kerja Kota Binjai bekerja sama

dengan seluruh kepala lingkungan yang ada di kota Binjai (Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Binjai : 2015).

Salah seorang pegawai Dinas Sosial Dan Tenga Kerja Kota Binjai juga berpendapat bahwa semakin maraknya jumlah pengemis di Kota Binjai karena banyaknya pengemis yang sengaja berdatangan dari kota lain seperti Kabupaten Langkat, Kota Medan maupun Kabupaten Deli Serdang, dan biasanya terlihat banyaknya pengemis yang selalu berada di Kecamatan Binjai Kota dikarenakan seluruh pengemis berkumpul di tempat – tempat keramaian yang terletak di Kecamatan Binjai Kota. Menurut data yang penulis peroleh dari Dinas Sosial Dan Tenaga kerja Kota Binjai jumlah pengemis di Kota Binjai tidak mengelami perubahan yang signifikan jumlahnya. Data di atas juga dapat disimpulkan bahwa di Kota Binjai sendiri jumlah pengemis mengalami penurunan.

Berdasarkan uraian latar belakang yang diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “ Tinjauan Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai ”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka hal – hal yang ingin diketahui dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan “ Bagaimana Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai ?”


(10)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bacaan bagi setiap orang atau lembaga yang tertarik dalam penanggulangan masalah pengemis khususnya Pengemis Di Kota Binjai.

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan teori – teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumupulan data dan teknik analisis data.


(11)

BAB IV : DESKRPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang di teliti.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari penelitian serta analisis data tersebut.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran – saran penulis atas penelitian yang telah dilaksanakan.


(1)

tersebut menjadi pribadi yang malas, malas berfikir dan tidak tahu lagi mau berbuat apa sehingga jalan satu – satunya adalah dengan meminta – minta (Dimas, 2013:8).

Kesulitan ekonomi memaksa mereka melakukan apa saja untuk mempertahankan hidup, sementara itu kebutuhan – kebutuhan pokok sekarang sangat tinggi harganya. Pengemis berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan mengemis di jalanan. Pengemis yang sangat erat hubungannya dengan ekonomi dapat dilihat dari sudut subjektif kondisional yaitu pengemis yang pada dasarnya berhubungan dengan karakter mereka sendiri seperti malas bekerja, sifat pasrah pada nasib, acuh tak acuh dalam kehidupan dan lain – lain yang secara langsung merupakan faktor pendorong hidup mereka kepada kehidupan mengemis. Masalah pengemis ini dapat didekati dari sudut objektif yang merupakan faktor – faktor ekstern yang mempengaruhi kehidupan seseorang sehingga terpaksa hidup mengemis. Faktor – faktor tersebut antara lain : geografi, ekologi, ekonomi, sosial dan budaya (Soedjono, 1973 : 15).

Indonesia sendiri banyak terdapat berbagai jenis pengemis yaitu pengemis anak, pengemis cacat fisik, pengemis lanjut usia dan pengemis penggendong anak. Pengemis anak yaitu orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta belas kasihan orang lain yang berusia tidak lebih dari delapan belas tahun. Pengemis cacat fisik yaitu orang orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta – minta belas kasihan orang lain. Mereka ini mengalami kekurangan fisik seperti cacat kaki, tidak bisa melihat. Pengemis penggendong anak yaitu orang – orang yang mendapat penghasilan dengan meminta – minta


(2)

belas kasihan orang lain dengan cara menggendong anak bayi dan balita biasanya pengemis ini adalah seseorang ibu.

Meningkatnya jumlah pengemis di Kota Binjai seperti di Persimpangan Lampu Merah Tanah Lapang Binjai, Pasar Kaget Binjai dan Persimpangan Jalan Irian Binjai. Seperti halnya di Pasar Kaget Binjai selain membeli makanan dan minuman untuk dibawa pulang langsung ke rumah para pengunjung juga sering untuk makan dan minum ditempat. Kebiasaan mereka selain menikmati makanan dan minuman juga menghabiskan waktu untuk berbincang dengan keluarga ataupun teman mereka. Hal inilah sebagai salah satu kesempatan yang dijadikan para pengemis untuk mengharapkan belas kasihan daripada pengunjung.

Pengemis merupakan fenomena sosial tersendiri. Fenomena inilah yang mendorong penulis untuk meneliti bagaimana sebenarnya kehidupan sosial ekonomi pengemis - pengemis tersebut yang sering melakukan aksinya di Tanah Lapang Binjai, Pasar Kaget Binjai dan Jalan Irian Kota Binjai sehingga mereka mampu bertahan dalam kehidupannya sehari – hari sebagai pengemis yang hanya mengharap belas kasihan dari orang lain.

Soedjono Soekanto mengemukakan bahwa status sosial ekonomi merupakan suatu kedudukan yang diatur seseorang pada posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat, yang disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pembawa status (Soekanto, 1986:115). Untuk melihat apakah seseorang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi, sedang, atau rendah didasarkan pada banyak tidaknya bentuk penghargaan masyarakat padanya. Semakin tinggi tingkat status sosial ekonomi seseorang, maka semakin banyak bentuk penghargaan masyarakat yang diterimanya dan sebaliknya semakin


(3)

rendah tingkat status sosial ekonomi seseorang, maka semakin sedikit pula bentuk penghargaan dari masyarakat yang diterimanya. Bentuk penghargaan yang diterima dalam masyarakat dipengaruhi oleh pekerjaan, tingkat pendidikan, serta jumlah pendapatan yang diterima seseorang.

Populasi Pengemis secara nasional terlihat naik turun menurut Pusat data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial lima tahun terakhir tahun 2007 berjumlah 61.090 dan pada tahun 2011 berjumlah 194.908 ada kenaikan 17% penyebab banyaknya pengemis dikota besar, bukan korban dari tidak adanya lapangan pekerjaan, tetapi juga dari faktor tidak adanya keinginan untuk berusaha dan ketidak memilikinya keterampilan, dan pada kenyataannya banyak kita lihat yang justru masih mampu untuk berusaha. berusaha dalam arti apa saja yang pentingbisamakan(http://rehsos.kemsos.go.id/modelus.phpname=meus&files&id4 yang diakses pada tanggal 25 februari 2015 pukul 14.00 WIB). Waspada online yang terbit pada 2 april 2014 yang diakses pada 26 februari 2015 pukul 17.00 WIB yang berjudul “ Gepeng, Anjal 95.791 orang di SUMUT’ mengemukakan bahwa Jumlah pengemis di Sumatera Utara menurut data Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 menyebutkan, populasi pengemis 3.440 orang pengemis. Sesuai data tahun 2013 yang diperoleh dari Dinas Sosial Sumatera Utara menunjukkan jumlah pengemis mencapai 4.823.

Kota Binjai sendiri memiliki jumlah pengemis di tahun 2012 adalah 41 orang yaitu dari Kecamatan Binjai Timur sebanyak 20 orang, di Kecamatan Binjai Kota 1 orang di Kecamatan Binjai Barat 14 orang dan Kecamatan Binjai Selatan sebanyak 6 orang. Sementara itu menurut data yang diperoleh dari dinas sosial dan tenaga kerja Kota Binjai jumlah pengemis dikota Binjai pada tahun 2014


(4)

sebanyak 20 orang yang terdiri dari Kecamatan Binjai Timur sebanyak 10 orang,

Kecamatan Binjai Selatan 6 orang, Binjai Kota 3 orang dan Binjai Barat 1 orang. Data tersebut didapat oleh dinas sosial dan tenga kerja Kota Binjai bekerja sama

dengan seluruh kepala lingkungan yang ada di kota Binjai (Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Binjai : 2015).

Salah seorang pegawai Dinas Sosial Dan Tenga Kerja Kota Binjai juga berpendapat bahwa semakin maraknya jumlah pengemis di Kota Binjai karena banyaknya pengemis yang sengaja berdatangan dari kota lain seperti Kabupaten Langkat, Kota Medan maupun Kabupaten Deli Serdang, dan biasanya terlihat banyaknya pengemis yang selalu berada di Kecamatan Binjai Kota dikarenakan seluruh pengemis berkumpul di tempat – tempat keramaian yang terletak di Kecamatan Binjai Kota. Menurut data yang penulis peroleh dari Dinas Sosial Dan Tenaga kerja Kota Binjai jumlah pengemis di Kota Binjai tidak mengelami perubahan yang signifikan jumlahnya. Data di atas juga dapat disimpulkan bahwa di Kota Binjai sendiri jumlah pengemis mengalami penurunan.

Berdasarkan uraian latar belakang yang diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “ Tinjauan Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai ”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka hal – hal yang ingin diketahui dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan “ Bagaimana Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai ?”


(5)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Binjai.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bacaan bagi setiap orang atau lembaga yang tertarik dalam penanggulangan masalah pengemis khususnya Pengemis Di Kota Binjai.

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan teori – teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumupulan data dan teknik analisis data.


(6)

BAB IV : DESKRPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang di teliti.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari penelitian serta analisis data tersebut.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran – saran penulis atas penelitian yang telah dilaksanakan.