Ekspresi Interleukin-5 pada Polip Hidung

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polip hidung merupakan penyakit yang sering ditemui di praktek telinga
hidung tenggorok (THT) dimana patogenesisnya masih belum jelas (Wu,
et al., 2009). Prevalensi polip hidung tidak diketahui secara pasti karena
banyak studi epidemiologi yang hasilnya sangat bervariasi tergantung
pada pemilihan populasi penelitian serta metode diagnostik yang
digunakan. Prevalensi polip hidung diperkirakan sekitar 1-4% dari populasi
umum (Gevaert, Cauwenberge & Bachert, 2004). Di Amerika Serikat dan
Eropa, prevalensi polip 2,1-4,3% (Fokkens, Lund & Mullol, 2007).
Prevalensi polip hidung di Swedia sekitar 2,7% dengan laki-laki lebih
dominan 2,2:1 (Johansson, et al., 2003). Prevalensi polip hidung dari
seluruh orang dewasa Thailand sekitar 1-4%. Polip hidung pada anak
sangat jarang dijumpai. Insiden polip hidung pada anak dibawah usia 16
tahun 0,1-0,2% (Pearlman, et al., 2010). Indrawati (2012) di RS DR.
Sardjito Yogyakarta melaporkan 24 penderita polip dimana tipe yang
terbanyak adalah tipe II sekitar 58,3%. Munir (2008) melakukan penelitian
polip di RSUP H. Adam Malik Medan periode Maret 2004 sampai Februari
2005 mendapatkan 26 kasus polip baru terdiri dari 17 pria dan 9 wanita.
Dewi (2011) meneliti di rumah sakit yang sama mendapat penderita polip

sebanyak 43 orang yang terdiri dari 22 pria dan 21 wanita. Sembiring
(2014) melakukan penelitian di RSUP.H.Adam Malik selama 1,5 tahun dan
mendapatkan 30 kasus baru polip hidung.
Polip hidung adalah penyakit inflamasi kronis di saluran nafas atas
dimana secara patologi dijumpai edema ekstraseluler. Infiltrasi sel-sel
inflamasi pada polip hidung terdiri dari sel mast, eosinofil, limfosit, dan sel
plasma, dimana yang sering dominan adalah eosinofil (Hsu, et al., 2007).
Menurut Hellquist ada empat tipe histopatologi polip hidung yaitu
Edematous Eosinophilic Polyp (Allergic Polyp), Chronic Inflammatory

1
Universitas Sumatera Utara

2

Polyp (Fibroinflammatory Polyp), Polyp with Hyperplasia of Seromucinous
Gland, dan Polyp with Stromal Atypia (Hellquist, 1996).
Polip hidung merupakan penyakit yang sulit ditangani. Hal ini
dikarenakan sangat mengganggu kehidupan pasien sehari-hari. Berbagai
cara telah dilakukan untuk mengeradikasi penyakit ini namun angka

kekambuhannya masih tinggi antara 10%-40%. Mekanisme yang pasti
terjadinya polip masih belum diketahui. Adanya infeksi, inflamasi, dan
berbagai masalah mekanik lain menyebabkan meningkatnya tekanan
cairan interstisial dianggap sebagai patogenesis polip. Beberapa sitokin
dan kemokin berperan dalam patogenesis polip hidung antara lain:
interleukin-4,5,8, dan 13, transforming growth factor (TGF-β), tumor
necrosis factor α, RANTES dan eotoxin (Hsu, et al., 2007).
Interleukin-5 (IL-5) ditemukan meningkat bermakna pada jaringan polip
hidung dibandingkan pada mukosa hidung normal maupun penderita
sinusitis. Hal ini mengindikasikan adanya peran penting IL-5 dalam
patofisiologi polip hidung (Peric, et al., 2011). Peran IL-5 dibuktikan
dengan terapi terhadap eosinofil yang mengilfiltrasi polip hidung dengan
cara netralisasi dengan anti IL-5 monoclonal antibody (mAB) yang
menyebabkan apoptosis eosinofil dan berkurangnya eosinofil di jaringan
pada penelitian in vitro (Bachert, et al., 2005). Eosinofil umumnya
ditemukan pada jaringan epitel dan subepitel polip. Banyaknya eosinofil
pada polip hidung dikarenakan meningkatnya migrasi eosinofil kedalam
jaringan dan meningkatnya usia hidup eosinofil atau kombinasi kedua hal
tersebut. Eosinofil berperan dalam proses rusaknya jaringan, inflamasi
dan terbentuknya polip hidung (Gevaert, Cauwenberge & Bachert, 2004).

Dari limfosit, sumber terbesar IL-5 adalah T Helper. Dari myeloid,
produsen IL-5 yang utama adalah sel mast dan eosinofil (Jόkύti, 2008).
IL-5 berperan dalam diferensiasi dan maturasi eosinofil dalam sumsum
tulang, migrasi ke jaringan dan mencegah apoptosis eosinofil. IL-5
meningkatkan

adhesi

eosinofil

ke

endotelium

sehingga

akan

meningkatkan akumulasi eosinofil. Peradangan merupakan prinsip utama
patogenesis pembentukan dan pertumbuhan polip. Eosinofil pada polip


Universitas Sumatera Utara

3

diatur oleh sel T yang teraktivasi (Gevaert, Cauwenberge & Bachert, 2004;
Bachert, et al., 2005).
Polip hidung merupakan penyakit yang sering ditemui di Departemen
THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan namun penyebabnya masih belum
diketahui secara pasti dan sampai sekarang masih merupakan masalah
kesehatan karena sering kambuh walaupun telah diusahakan berbagai
macam pengobatan bahkan di operasi. Eosinofil terdapat pada semua tipe
histopatologi polip hidung dan dominan pada tipe polip alergi serta sangat
erat kaitannya dengan IL-5. Berdasarkan pertimbangan ini membuat
penulis

berkeinginan

untuk


meneliti

ekspresi

IL-5

berdasarkan

histopatologi polip hidung menurut klasifikasi Hellquist tahun 1996 pada
jaringan polip hidung di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan
masalah penelitian adalah bagaimana ekspresi IL-5 pada jaringan polip
hidung di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan mengetahui ekspresi IL-5 pada jaringan polip
hidung di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui


distribusi

frekuensi

penderita

polip

hidung

penderita

polip

hidung

berdasarkan jenis kelamin
2. Mengetahui


distribusi

frekuensi

berdasarkan umur
3. Mengetahui distribusi frekuensi polip hidung berdasarkan
stadium.
4. Distribusi

frekuensi

penderita

polip

hidung

berdasarkan

histopatologi.


Universitas Sumatera Utara

4

5. Mengetahui

distribusi

frekuensi

penderita

polip

hidung

berdasarkan ekspresi IL-5.
6. Mengetahui distribusi frekuensi ekspresi IL-5 berdasarkan
histopatologi.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Dengan diketahuinya ekspresi IL-5 tinggi pada penderita polip
hidung maka dapat direkomendasikan pemberian anti IL-5 sebagai
salah satu tatalaksana penyakit polip.
2. Sebagai rujukan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan
ekspresi IL-5 pada polip hidung.

Universitas Sumatera Utara