Pengaruh Metilprednisolon Oral terhadap ekspresi Interleukin-5 pada Polip Hidung

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Polip hidung merupakan penyakit inflamasi yang berat pada saluran
nafas atas dengan berbagai faktor predisposisi dan jalur patogenesis yang
saling berkaitan (Wardani, 2011). Prevalensi polip hidung secara pasti
sulit ditentukan karena beberapa penelitian epidemiologi menggunakan
metode diagnostik yang berbeda sehingga hasilnya berbeda (Bachert &
Cauwenberge, 2003). Prevalensi polip hidung diperkirakan sekitar 1-4%
dari populasi umum (Aouad & Chiu, 2011). Insiden polip meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Insiden tertinggi pada usia 40-60 tahun
(Pearlman, et al., 2010). Walaupun polip hidung tidak mengancam jiwa
tetapi mempengaruhi kualitas hidup dan memberi efek negatif pada
saluran nafas ( Mullol & Allobid, 2011). Inflamasi kronis, kecenderungan
untuk kambuh, gejala hidung yang mengganggu, kurangnya pengobatan
yang memuaskan menunjukkan bahwa penyakit ini tetap menjadi masalah
kesehatan yang serius di seluruh dunia, sehingga berakibat terganggunya
sosial ekonomi (Duda, 2015).
Secara histopatologi, polip hidung ditandai oleh kerusakan epitel,
penebalan membran basal, edema stroma dengan deposit albumin,

pembentukan pseudokista, disertai dengan infiltrasi sel-sel inflamasi
terutama terdiri dari eosinofil, tetapi ada juga sel mast, makrofag, limfosit
dan netrofil. Eosinofil adalah sel radang yang dominan dijumpai pada polip
hidung dan dianggap bertanggung jawab terhadap proses inflamasi.
Mekanisme yang mendasari aktivasi, perekrutan dan kelangsungan hidup
eosinofil melibatkan interaksi yang kompleks dari beberapa sel inflamasi
dan melalui berbagai jalur. Peningkatan sintesis dan ekspresi dipengaruhi
oleh sitokin (IL-1, IL-3, IL-5, IL-6, IόNα) dan kemokin (IL-8, eotaksin,
RANTES) memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup dan
aktivasi eosinofil (Duda, 2015)

1
Universitas Sumatera Utara

2

IL-5 sangat berpengaruh terhadap maturasi dan diferensiasi eosinofil
serta berperan dalam penempatan, aktivasi bahkan degranulasi eosinofil
(Konig, et al., 2016). IL-5 meningkatkan adhesi eosinofil ke endotelium
sehingga akan meningkatkan akumulasi eosinofil. IL-5 juga menginhibisi

apoptosis eosinofil. Diantara semua sitokin, IL-5 mempunyai hubungan
yang paling baik dengan eosinophil cationic protein (ECP) (Gevaert,
Cauwenberge & Bachert, 2004; Bachert, et al., 2005).
Konsentrasi IL-5 dan ECP ditemukan lebih tinggi secara bermakna
pada sekret hidung pasien atopi dengan polip hidung daripada pasien
polip yang non atopi. Peric et al (2011) juga menemukan bahwa polip
hidung atopi memiliki sel radang eosinofil lebih tinggi secara bermakna
daripada polip non atopi dan rhinitis alergi. Ekspresi IL-5 pada polip
hidung lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan pada mukosa
hidung normal. Rui et al (2002) di Cina melaporkan ekspresi IL-5 pada
polip hidung meningkat bermakna dibandingkan dengan ekspresi IL-5
pada mukosa konka yang normal.
Polip hidung merupakan manifestasi proses inflamasi sehingga
kortikosteroid merupakan terapi pilihan yang efektif untuk menurunkan
inflamasi mukosa (Woodworth, et al., 2004; Kirtsreekul, Wongsritrang &
Ruttanaphol,

2012).

Kortikosteroid


bekerja

dengan

mengurangi

konsentrasi mediator inflamasi dan sel-sel inflamasi dengan cara
menginhibisi proliferasi sel dan menginduksi apoptosis. Kortikosteroid
menghambat

pelepasan

mediator

vasoaktif

sehingga

mengurangi


vasodilatasi, ekstravasasi cairan dan deposit mediator. Kortikosteroid
mengurangi reaksi inflamasi dengan mengurangi pengikatan sel-sel
inflamasi dan juga menghambat proliferasi fibroblast dan sintesa matrix
protein ekstraselular. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya sitokin
dan sel-sel inflamasi. Sel T sangat sensitif terhadap kortikosteroid.
Kortikosteroid dapat juga mengurangi pelepasan mediator seperti
histamine, prostanoids dan leukotrien. Hal ini menyebabkan berkurangnya
jumlah sel-sel inflamasi di mukosa. Kortikosteroid juga menormalkan

Universitas Sumatera Utara

3

jumlah sel yang mengalami influx bahkan mempengaruhi produksi IgE dan
dapat mempengaruhi retensi protein plasma (Bachert, et al., 2005).
Guideline tatalaksana rinosinusitis kronik

dengan


polip hidung

PERHATI-KL (2007) menjelaskan bahwa polip hidung stadium 1
ditatalaksana medikamentosa, stadium 2 ditatalaksana medikamentosa
dilanjutkan operasi dan untuk stadium 3 ditatalaksana dengan tindakan
pembedahan. Alobid et al (2006) melaporkan pemberian prednison
selama 2 minggu efektif memperbaiki kualitas hidup penderita polip
hidung. Ukuran polip, gejala hidung tersumbat dan gangguan penghidu
terkoreksi secara bermakna. Cochrane Database of Systematic Reviews
(2010) melaporkan penggunaan prednison oral terhadap 166 pasien
menunjukkan pengurangan ukuran polip disertai perbaikan gejala hidung
dan

kualitas

hidup

penderita

yang


bermakna.

Kowalski

(2011)

melaporkan, penggunaan prednisolon selama 2 minggu menunjukkan
pengurangan ukuran polip yang bermakna. Hisaria (2006) menggunakan
prednisolon 50mg/hari selama 2 minggu tanpa tappering off. Van zele
(2010) menggunakan metilprednisolon 32 mg/hari dan di tappering off
selama 20 hari. Penelitian tersebut melaporkan penurunan ukuran polip
secara

bermakna dan

memperbaiki gejala

hidung.


Rasp

(2000)

menggunakan metilprednisolon 64 mg yang di tappering off sampai 10 mg
selama 11 hari. Tuncer (2003) melaporkan penggunaan metilprednisolon
1mg/kgbb/ hari yang ditappering off ¼ dosis selama 16 hari. Woodworth
et al (2004) melaporkan penurunan level sitokin IL-5 pada polip hidung
setelah terapi dengan prednison oral 60 mg yang diturunkan dosisnya
sampai 20mg selama 21 hari. Rudack et al (1999) melaporkan level
protein IL-5 signifikan menurun setelah diterapi dengan prednisolon.
Adapun steroid oral yang sering digunakan pada terapi polip hidung
antara lain: Metilprednisolon, Dexametason dan Prednisone (PERHATI-KL
2007). Dexametason memiliki bioavibilitas sistemik tertinggi (76%) dari
semua jenis kortikosteroid oral (Sastre & Mosges, 2012). Hal ini berarti
potensi timbulnya efek samping penggunaan obat akan lebih tinggi.
Kowalski (2011) melaporkan bahwa penggunaan metilprednisolon efektif

Universitas Sumatera Utara


4

mengurangi ukuran polip hidung. Penggunaan kortikosteroid oral tidak
boleh lebih dari 3 minggu (Fergusson & Orlandi, 2006). Penelitian
sebelumnya

di

RSUP.

H.

Adam

Malik

Medan

menggunaan


Metilprednisolon oral selama 20 hari. Tidak ada efek samping yang timbul
pada penderita yang menjadi sampel penelitian tersebut (Sembiring,
2014). Pemberian Metilprednisolon harus dengan dosis yang diturunkan
secara bertahap. Dosis diturunkan menjadi setengahnya setiap 5 hari
(Bachert, et al., 2005).
Berdasarkan

pertimbangan

diatas

maka

peneliti

menggunakan

Metilprednisolon oral selama 20 hari dengan dosis yang diturunkan secara
bertahap.
1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan
masalah penelitian adalah bagaimana pengaruh metilprednisolon oral
terhadap ekspresi IL-5 pada polip hidung.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui pengaruh metilprednisolon oral terhadap ekspresi IL-5
pada polip hidung.
1.3.2 Tujuan khusus
1.

Mengetahui perubahan stadium polip hidung (menurut Lund and
Mackay) dinilai dari skor total polip hidung sebelum dan setelah
terapi metilprednisolon oral.

2.

Mengetahui perubahan ekspresi IL-5 pada polip hidung sebelum dan
setelah terapi metilprednisolon oral.

Universitas Sumatera Utara


5

1.4 Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan penjelasan tentang perubahan ekspresi IL-5 akibat
pengaruh metilprednisolon oral.
2. Sebagai rujukan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan
metilprednisolon oral sebagai antiinflamasi pada polip hidung.

Universitas Sumatera Utara