Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017

BAB II
TIJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Luka Tusuk Jarum
Menurut Direktorat Pengawas Kerja (2005), petugas di rumah sakit

utamanya yang sering bersentuhan langsung dengan pasien seperti dokter,
perawat, dan dokter gigi memiliki resiko tinggi terhadap paparan penyakit melalui
benda yang digunakannya untuk mengobati pasien seperti jarum suntik, pisau
bedah, gunting, pecahan ampul obat, dan lain – lainnya. Dimana alat yang
dimaksud telah terkontaminasi serum atau darah pasien dengan penyakit tertentu
(utamanya penyakit dengan kausa virus)sehingga penyakit dapat terjangkit kepada
petugas tersebut. Sedangkan menurut RSUD Dr. PringadiKota Medan luka tusuk
jarum merupakan kecelakaan kerja yang menimpa petugas medis diakibatkan oleh
benda-benda yang memiliki sudut tajam atau runcing yang menusuk, memotong,
melukai kulit seperti jarum suntik, jarum jahit bedah, pisau, skalpel, gunting atau
benang kawat.
Menurut Hermana (2006) sebagaian besar luka disebabkan oleh benda
tajam di rumah sakit terjadi pada ruangan kamar operasi dan sebagian besar

dikarenakan oleh pisau dan jarum karena kedua benda ini paling sering
digunakan. The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
alat yang meningkatkan risiko terjadinya luka tusuk seperti alat dengan jarum
cekung pada ujungnya seperti drain, troikart atau jarum infus sekali pakai yang

8
Universitas Sumatera Utara

9

telah digunakan harus dibuang, spuit yang terkontaminasi setelah digunakan, dan
jarum infus bersayap (wingneedle).

2.2

Perawat
Menurut Persatuan Perawat NasPional Indonesia (PPNI) perawat adalah

seorang yang telah menempuh serta lulus pendidikan formal dalam bidang
keperawatan yang program pendidikanya telah disahkan oleh Pemerintah

Republik Indonesia (Praptianingsih, 2007).
Dalam praktik keperawatan fungsi perawat terdiri dari tiga fungsi yaitu
fungsi independen, interdependen, dan dependen : (Praptianingsih, 2007)
1.

Fungsi independen, dalam fungsi ini tindakan perawat tidak memerlukan
perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan. Contoh tindakan perawat dalam menjalankan fungsi
independen adalah.

a.

Pengkajian seluruh sejarah kesehatan pasien/keluarga dan menguji secara
fisik untuk menentukan status kesehatan.

b.

Mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin dilakukan untuk
memelihara atau memperbaiki kesehatan.


c.

Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari, mendorong pasien
untuk berperilaku wajar.

2. Fungsi interdependen, tindakan perawat berdasar pada kerjasama dengan tim
perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama
tenaga kesehatan lain berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien.

Universitas Sumatera Utara

10

Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang
dokter.
3. Fungsi dependen, dalam fungsi ini perawat bertindak membantu dokter dalam
memberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan
pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter
dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat,
melakukan suntikan.

2.2.1

Perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS)
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki melalui
pendidikan keperawatan (Undang-Undang Kesehatan No 23, 1992). Seorang
perawat dikatakan profesional jika pengetahuan, dan keterampilan keperawatan
profesional serta memiliki sikap profesional sesuai dengan kode etik. Asuhan
keperawatan perioperatif merupakan komponen universal dari keperawatan yang
bertindak sebagai kerangka konseptual untuk keperawatan perioperatif. Istilah
perioperatif menggambarkan pengalaman pasien sebelum, selama dan segera
setelah proses pembedahan. Seorang perawat yang memiliki spesialisasi dalam
perawatan kamar bedah bertanggung jawab untuk mengkaji, merencanakan dan
mengimplementasikan (mendelegasikan), dan mengevaluasi perawatan selama
pase pre operatif, intra operatif, dan post operatif (Rochrock, 2000).
Perawat kamar bedah dalam melakukan praktek keperawatan harus
senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan. Adapun peran


Universitas Sumatera Utara

11

perawat kamar bedah sama dengan perawat lain di unit lain. Menurut konsersium
ilmu kesehatan tahun 1989 perawat memiliki peran sebagai pemberi asuhan
keperawatan (care giver), advokasi Client, pendidik (Edukator), Koordinator,
Collaborator, konsultan, Change agent (agen dari perubahan), dan sebagai peneliti
(Hidayat, 2004).
Perawat kamar bedah juga menjalankan fungsi perawat sebagaimana
fungsi perawat di unit lain. Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan
sesuai dengan perannya fungsi tersebut. Dapat berubah disesuaikan dengan
keadaannya dalam menjalankan perannya. Hidayat (2004) menjelaskan bahwa
fungsi perawat sebagai berikut :
1.

Fungsi Independen, merupakan fungsi mandiri dan tidak bergantung dengan
orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan secara sendiri dengan
keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis

(kebutuhan oksigenasi, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi,
kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan keamanan dan kenyamanan,
pemenuhan kebutuhan cinta-mencitai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan
aktualisasi diri.

2.

Fungsi Dependen, merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan pesan
atau instruksi dari perawat lain, Sehingga sebagai pelimpahan tugas yang
diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialisasi kepada
perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

Universitas Sumatera Utara

12

3.

Fungsi Interdependen, fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang
sifatnya ketergantungan diantara tim satu dengan tim yang lainnya. Fungsi

ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim
dalam memberikan pelayanan seperti asuhan keperawatan dengan penyakit
kompleks atau asuhan keperawatan di kamar bedah keadaan ini tidak dapat
diatasi dengan tim perawat saja melainkan dokter ataupun lainnya.
Kamar operasi atau kamar bedah yang lebih dikenal dengan OK.

Singkatan dari Bahasa Belanda Operatin Kamar (OK), yaitu suatu unit kerja yang
terorgansir, sangat kompleks dan terintegrasi merupakan fasilitas untuk
melaksanakan kegiatan operasi di rumah sakit. Sebuah kamar operasi merupakan
ruang paling istimewa di rumah sakit, pengelolaannya bisa dikatakan paling
khusus dibandingkan dengan ruangan lain pada umumnya. Di tempat ini
dilakukan segala tindakan invasif terhadap tubuh manusia untuk menjamin
tindakan operasi berjalan dengan lancar dan meminimalisir faktor-faktor
pengganggu maka perlu pengendalian di kamar operasi untuk meningkatkan
kualitas pengelolaan kamar operasi, kerjasama yang baik sangat diperlukan antara
personelnya, baik dokter, perawat, maupun personel operasi yang lain.
Menurut Depkes (1993) Instalasi Bedah Sentral (IBS) atau kamar operasi
merupakan salah satu jenis pelayanan unit khusus yang tersedia untuk pasien yang
memerlukan tindakan pembedahan baik elektif maupun akut, yang membutuhkan
keadaan steril. Secara umum lingkungan kamar operasi atau IBS dibagi menjadi 3

(tiga), yaitu :

Universitas Sumatera Utara

13

1.

Area bebas (unrestrected area), pada area ini petugas dan pasien tidak perlu
menggunakan pakaian khusus kamar operasi.

2. Area semi ketat (semi restrected area), pada area ini petugas wajib
mengenakan pakaian khusus kamar yang terdiri atas topi, masker, baju dan
celana operasi.
3. Area terbatas (restricted area), pada area ini petugas wajib mengenakan
pakaian khusus kamar operasi lengkap dan melaksanakan prosedur aseptik.
Menurut Depkes (1993), tenaga perawat di ruang kamar operasi dibagi
menjadi beberapa bagian, yaitu :
2


Perawat instrumen (scrub nurse), perawat profesional yang diberikan
wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan atau mengatur alat pembedahan
selama tindakan pembedahan berlangsung. Uraian tugas seorang perawat
instrumen ialah :

A. Sebelum pembedahan :
1.

Melakukan kunjungan pasien yang akan dibedah minimal sehari sebelum
pembedahan untuk memberikan penjelasan.

2.

Menyiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai meliputi :
a. Kebersihan ruang operasi dan peralatan.
b. Meja mayo/instrumen.
c. Meja operasi lengkap.
d. Lampu operasi.
e. Mesin anestesi lengkap.
f. Suction pump.


Universitas Sumatera Utara

14

g. Gas medis.
3.

Menyiapkan set instrumen steril sesuai jenis pembedahan.

4.

Menyiapkan bahan desinfektan dan bahan lain sesuai keperluan pembedahan.

5.

Menyiapkan sarung tangan dan alat tenun steril.

B. Saat pembedahan :
1.


Memperingatkan "tim steril" jika terjadi penyimpangan prosedur aseptik.

2.

Membantu mengenakan pakaian steril dan sarung tangan untuk ahli bedah
dan assisten.

3.

Menata instrumen steril di meja mayo sesuai urutan prosedur pembedahan.

4.

Memberikan bahan desinfektan kepada operator untuk desinfektan daerah
kulit yang akan disayat.

5.

Memberikan laken steril untuk prosedur drapping.

6.

Memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai urutan prosedur dan
kebutuhan tindakan pembedahan secara tepat dan benar.

7.

Memberikan kain steril kepada operator, dan mengambil kain kasa yang telah
digunakan dengan memakai alat.

8.

Menyiapkan benang jahitan sesuai kebutuhan dalam keadaan siap pakai.

9.

Mempertahankan instrumen selama pembedahan dalam keadaan tersusun
secara sistematis untuk memudahkan bekerja.

10. Membersihkan

instrumen

dari

darah

dalam

pembedahan

untuk

memperatankan sterilitas alat dan meja mayo.
11. Menghitung kain kasa, jarum, dan instrumen.

Universitas Sumatera Utara

15

12. Memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kain kasa dan jarum kepada
ahli bedah sebelum luka ditutup lapis demi lapis.
13. Menyiapkan cairan untuk mencuci luka.
14. Membersihkan kulit sekitar luka setelah luka dijahit.
15. Menutup luka dengan kain kasas streril.
16. Menyiapkan bahan pemeriksaan laboratorium/patologi.
C. Setelah pembedahan :
1.

Memfiksasi drain, dan Catheter.

2.

Membersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit pada daerah yang
dipasang elektrode.

3.

Menggantikan alat tenun, baju pasien, dan penutup serta memindahkan pasien
dari meja opeasi ke kereta dorong.

4.

Memeriksa dan menghitung semua instrumen dan menghitung sebelum
dikeluarkan dari kamar operasi.

5.

Memeriksa ulang catatan dan dokumentasi pembedahan dalam keadaan
lengkap.

6.

Membersihkan instrumen bekas pakai dengan cara:
a.

Pembersihan awal.

b.

Merendam dengan cairan desinfektan yang mengandung deterjen.

c.

Menyikat sela-sela engsel instrumen.

d.

Membilas dengan air mengalir.

e.

Mengeringkan.

Universitas Sumatera Utara

16

f.

Membungkus instrumen sesuai jenis, macam, bahan, kegunaan dan
ukuran.

g.

Memasang pita autoclaved dan membuat label nama alat-alat (set) pada
tiap bungkusan instrumen dan selanjutnya siap untuk disterilkan sesuai
prosedur yang berlaku.

h.

Membesihkan kamar operasi setelah tindakan pembedahan selesai agar
siap pakai.

3

Perawat sirkuler (circulating nurse), perawat profesional yang diberi
wewenang dan tanggung jawab membantu kelancaran pelaksanaan tindakan
pembedahan. Adapun uraian tugas perawat sirkuler, ialah :

A. Sebelum pembedahan:
1.

Menerima pasien yang akan dibedah.

2.

Memeriksa dengan menggunakan formulir check list meliputi:

a.

Kelengkapan donkumen medis antara lain :
1.

Izin operasi.

2.

Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir.

3.

Hasil pemeriksaan radiologi dan foro rontgen.

4.

Hasil pemeriksaan ahli anestesi (pra visit anesteri).

5.

Hasil konsultasi ahli lain sesuai kebutuhan.

b.

Kelengkapan obat-obatan, cairan, alat kesehatan.

c.

Persediaan darah (bila diperlukan).

Universitas Sumatera Utara

17

3.

Memeriksa persiapan fisik.

4.

Melakukan serah terima pasien dan perlengkapan sesuai isian check list,
dengan perawat ruang rawat.

5.

Memberikan penjelasan ulang kepada pasien sebatas kewenangan tentang:

a.

Tindakan pembedahan yang akan dilakukan.

b.

Tim bedah yang akan menolong.

c.

Fasilitas yang ada didalam kamar bedah antara lain : lampu operasi dan mesin
pembiusan.

d.

Tahap-tahap anestesi

B. Saat pembedahan :
1.

Mengatur posisi pasien sesuai jenis pembedahan dan bekerja sama dengan
petugas anestesi.

2.

Membuka set steril dengan memperhatikan tenik aseptik.

3.

Mengingatkan tim bedah jika mengetahui adanya penyimpangan penerapan
tenik aseptik.

4.

Mengikatkan tali pakaian steril tim bedah.

5.

Membantu, mengukur dan mencatat kehilangan darah dan cairan, dengan cara
mengetahui jumlah produksi urine, jumlah perdarahan, dan jumlah cairan
yang hilang.
a. Cara menghitung perdarahan:
1. Berat kain kasa kering harus diketahui sebelum dipakai.
2. Timbang kain kasa basah.

Universitas Sumatera Utara

18

3. Selisih berat kain kasa basah dengan kain kasa kering adalah jumlah
perdarahan.
b. Cara menghitung pengeluaran jumlah cairan, jumlah cairan dalam botol
suction yang berasal dari pasien diukur dengan membaca skala angkaangka dalam botol suction.
c. Cara mengetahui jumlah produksi urine, jumlah produlsi urine didalam
urine bag diukur dan dicatat setiap jam atau secara periodik (normal 1 : 2
cc/kg berat badan per jam).
6.

Mencatat jumlah cairan yang hilang dengan cara menjumlahkan pendarahan
yang berasal dari kasa, suction, urine dikurangi dengan pemakaian cairan
untuk pencucian luka selama pembedahan.

7.

Melaporkan hasil pemantauan dan pencatatan kepada ahli anestesi.

8.

Menghubungi petugas penunjang medis (petugas radiologi, petugas
laboraiorium) bila diperlukan selama pembedahan.

9.

Mengumpulkan dan menyiapkan bahan pemeriksaan.

10. Menghitung dan mencatat pemakaian kain kasa, bekerja sama dengan
perawat instrument.
11. Mengukur dan mencatat tanda vital.
12. Mengambil instrumen yang jatuh dengan menggunakan alat dan memisahkan
dari instrumen yang steril.
13. Memeriksa kelengkapan instrumen dan kain kasa, bersama perawat instrumen
agar (tidak tertinggal dalarn tubuh pasien sebelum luka operasi di tutup).
14. Merawat bayi untuk kasus section caesari.

Universitas Sumatera Utara

19

C. Setelah pembedahan :
1.

Membersihkan dan merapikan pasien yang sudah selesai dilakukan
pembedahan.

2.

Memindahkan pasien dari meja operasi ke kereta dorong yang telah
disediakan.

3.

4.

Mengukur dan mencatat tanda vital :
a.

Pernafasan.

b.

Tekanan drah.

c.

Suhu dan nadi.

Mengukur tingkat kesadaran, dengan cara memanggil nama pasien,
memberikan stimulus, dan memeriksa reaksi pupil.

5.

Meneliti, menghitung dan mencatat obat-obatan serta cairan yang diberikan
kepada pasien.

6.

7.

Memeriksa kelengkapan dokumen medik antara lain:
a.

Laporan pembedahan.

b.

Laporan anestesi.

c.

Pengisian formulir patologi anatomi (PA)

Mendokumentasikan tindakan keperawatan selama pembedahaan antara lain :
a.

Identitas pasien meliputi : nama pasien, umur pasien, nomor rekam
medik, nama tim bedah, waktu dan lama pembedahan, jenis pembedahan,
jenis kasus (bersih, bersih tercemar, tercemar, atau kotor), tempar
tindakan, dan urutan jadwal tindakan pembedahan.

b.

Masalah yang timbul selama pembedahan.

Universitas Sumatera Utara

20

8.

c.

Tindakan yang dilakukan.

d.

Hasil evaluasi.

Melakukan serah terima dengan perawat ruang rawat petugas ruang rawat
tentang :
1. Kelengkapan dokumen medik, instruksi pasca bedah.
2. Keadaan umum pasien.
3. Obat-obatan dan resep baru.

9.

Membantu perawat instrumen, membersihkan dan menyusun instrumen yang
telah digunakan kemudian alat tersebut disterilkan.

10. Membersihkan slang dan botol suction dari sisa jaringan serta cairan operasi.
11. Mensterilkan slang suction yang di pakai langsung ke pasien.
12. Membantu membersihkan kamar bedah setelah tindakan pembedahan selesai.
3.

Perawat anestesi, perawat yang diberi wewenang dan tanggung jawab dalam
membantu terselenggaranya pelaksaan tindakan bius di kamar operasi.
Adapun uraian tugas seorang perawat anestesi, ialah :

A. Sebelum pembedahan :
1.

Melakukan kunjungan pra anestesi untuk menilai status fisik pasien sebatas
wewenang dan tanggung jawabnya.

2.

Menerima pasien di ruangan penerimaan kamar operasi.

3.

Menyiapkan alat dan mesin anestesi dan kelengkapan formulir anestesi.

4.

Menilai kembali fungsi dan keadaan mesin anestesi dan alat monitoring.

5.

Menyiapkan kelengkapan meja operasi, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

21

a. Pengikat meja operasi.
b. Standar tangan.
c. Kunci meja operasi.
d. Boog kepala.
e. Standar infus.
6.

Menyiapkan botol suction.

7.

Mengatur posisi meja operasi sesuai tindakan operasi.

8.

Memasang infus/transfusi darah jika diperlukan.

9.

Memberikan premedikasi sesuai program dokter anestesi.

10. Mengukur tanda vital dan menilai kembali kondisi fisik pasien.
11. Menjaga keamanan pasien dari bahaya jatuh dan aspirasi.
12. Memindahkan pasien ke meja operasi dan memasang sabuk pengaman.
13. Menyiapkan obat-obat bius dan membantu ahli anestesi dalam proses
pembiusan.
B. Saat pembedahan :
1.

Membebaskan jalan nafas, dengan cara mempertahankan posisi kepala tetap
extensi, menghisap lendir, mempertahankan posisi endotacheal tube.

2.

Memenuhi keseimbangan O2 dan CO2 dengan cara memantau flowmeter pada
mesin pembiusan.

3.

Mempertahankan keseimbangan cairan dengan cara mengukur dan memantau
cairan tubuh yang hilang selama pembedahan, antara lain:
a. Cairan lambung.
b. Cairan rongga tubuh.

Universitas Sumatera Utara

22

c. Urine.
d. Pendarahan.
4.

Mengukur tanda vital.

5.

Memberi obat-obat sesuai program pengobatan.

6.

Melaporkan hasil pemantauan kepada dokter ahli anestesi/bedah.

7.

Menjaga keamanan pasien dari bahaya jatuh.

8.

Menilai hilangnya efek obat anestesi pada pasien.

9.

Melakukan resusitasi pada henti jantung.

C. Setelah pembedahan :
1.

Mempertahan jalan nafas pasien.

2.

Memantau tanda-tanda vital untuk mengetahui sirkulasi, pernafasan dan
keseimbangan cairan.

3.

Memantau tingkat kesadaran dan reflek pasien.

4.

Memantau dan mencatat tentang perkembangan pasien perioperatif.

5.

Menilai respon pasien terhadap obat anestesi.

6.

Memindahkan pasien ke ruangan rawatbila kondisi pasien stabil dan
mendapatkan izin dokter ahli anestesi.

7.

Membersihkan alat-alat anaestesi seperti semula agar siap pakai.

2.2.2

Perawat Ruangan Intensive Care Unit (ICU)
Intensive care unit (ICU) merupakan suatu area yang sangat spesifik dan

canggih di rumah sakit dimana desain, staf, lokasi, perlengkapan dan peralatan,
didedikasikan untuk mengelola pasien dengan penyakit kritis, luka dan komplikasi
yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam

Universitas Sumatera Utara

23

kehidupan. Ruang ICU menyediakan pelayanan keahlian dan fasilitas khusus yang
berfungsi untuk mendukung tanda-tanda vital dan menggunakan staf kesehatan
yang telah berpengalaman mengatasi permasalahan tersebut (Depkes, 2006).
Ruang ICU memberikan pelayanan berupa diagnosa dan penatalaksanaan spesifik
penyakit akut yang mengancam nyawa dan berpotensi menimbulkan kematian
dalam beberapa menit ataupun beberapa hari. Memberikan bantuan untuk fungsi
vital

tubuh,

pemenuhan

kebutuhan

dasar,

pemantauan

fungsi

vital,

penatalaksanaan komplikasi dan memberikan bantuan psikologis pada pasien
yang bergantung pada orang lain ataupun mesin (Depkes, 2006). Staf yang ada di
ICU terdiri dari multidisiplin tim yang berdedikasi, bermotivasi tinggi, siap
bekerja di bawah tekanan dalam jangka waktu yang lama. Staf yang bekerja di
ICU merupakan salah satu komponen yang sangat penting. Mereka harus mampu
bekerja dalam tim dan memiliki kualitas. Tim di ICU terdiri dari intensivist,
dokter jaga, perawat, ahli gizi, ahli terapi pernafasan, ahli fisioterapi,teknisi, ahli
program computer, farmasi, pekerja sosial, arsitek, staf pendukung lainnya seperti
petugas kebersihan dan penjaga keamanan.
Seorang perawat ICU adalah seorang yang memenuhi standar kompetensi
berikut :
1.

Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis anastesiologi melalui
program pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh perhimpunan profesi
yang terkait.

2.

Menunjang kualitas pelayanan ICU dan menggunakan sumber daya ICU
secara efesien.

Universitas Sumatera Utara

24

3.

Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU.

4.

Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24
jam/hari, 7 hari/minggu.

5.

Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain :
a. Sampel darah arteri.
b. Memasang dan mempertahankan jalan napas termasuk intubasi trakeal,
trakeostomi perkutan dan ventilasi mekanis.
c. Mengambil kateter intravaskuler untk monitoring invasive maupun terapi
invasif misalnya; peralatan monitoring, termasuk : Kateter vena sentral
(CVP)
d. Resusitasi jantung paru.
e. Pipa torakostomi.

6.

Melaksanakan dua peran utama :

a.

Pengelolaan pasien, seorang petugas medis intensif mampu mengelola pasien
sakit kritis dalam kondisi seperti :
1. Hemodinamik tidak stabil.
2. Gangguan atau gagal napas, dengan atau tanpa memerlukan tunjangan
ventilasi mekanis.
3. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi intracranial.
4. Gangguan atau gagal ginjal akut.
5. Gangguan endokrin dan/ atau metabolic akut yang mengancam nyawa.
6. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi

Universitas Sumatera Utara

25

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010

tentang pedoman pelayanan

ICU mengatur

mengenai prosedur medik, antara lain : pemasangan CVP, intubasi dan
perawatannya, ekstubasi, balance cairan, penilaian kematian batang otak, indikasi
penggunaan dan penghentian ventilator mekanik, serta penggunaan ventilator
mekanik. Sedangkan mengenai alat-alat medis yang digunakan pada ruang ICU
ialah : Syringe pump, Infusion pump, Suction, dan Defibrilator.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang pedoman pelayanan ICU melakukan
pendidikan dan pelatihan kepada petugas medis dan non-medismengenai hal-hal
yang terkait dengan ICU seperti :
1. Pelatihan pemantauan (monitoring).
2. Pelatihan ventilasi mekanis.
3. Pelatihan terapi cairan, elektrolit, dan asam-basa
4. Pelatihan penatalaksanaan infeksi, dan
5. Pelatihan manejemen ICU.
Jenis – Jenis Alat Kesehatan

2.3

Pada umumnya jenis benda tajam yang biasa digunakan di rumah sakit
adalah:
1.

Peralatan Bedah

A. Pisau Bedah (scalpel)
Pisau bedah merupakan peralatan terbaik untuk memotong jaringan, mata
pisau yang tajam memungkinkan untuk memisahkan jaringan dengan trauma

Universitas Sumatera Utara

26

sekecil mungkin terhadap jaringan sekitarnya. Bentuk mata pisau sangat
bervariasi di mana bentuk mempunyai kegunaannya tersendiri, Scalpel harus
dipegang sedemikian rupa sehingga mudah dikendalikan dan pada saat yang
sama, dapat digerakkan dengan leluasa. Tangkai scalpel dipegang membentuk
sudut 30-40 derajat antara ibu jari dan jari ketiga dan keempat, sedangkan
jari telunjuk diletakkan di punggung pisau sebagai kendali.

Gambar 2.1 Jenis-jenis scalpel (kiri), dan Cara Memegang scalpel(kanan).
B. Gunting
Berdasar fungsinya gunting dibagi 3 (tiga), yaitu : gunting operasi, gunting
benang (untuk memotong benang dan untuk mengambil benang), dan gunting
pembalut.
1.

Gunting operasi merupakan alat untuk memotong jaringan, berdasarkan
ujungnya (tumpul-tumpul, tajam-tajam, dan tajam tumpul), berdasarkan
bentuknya (lurus dan bengkok), dan berdasarkan tepi ketajamannya (rata
dan bergerigi). Gunting operasi tidak boleh digunakan untuk memotong
benang meskipun

Universitas Sumatera Utara

27

pemotongan dilakukan pada bagian distal gunting, model gunting operasi
bermacam-macam jenisnya, tetapi yang paling disukai adalah mayo,
metzenbaum, dan sustrunk. Model metzenbaum lebih tipis dan hanya
digunakan untuk operasi jaringan padat, gunting operasi disamping untuk
menggunting jaringan juga dapat untuk preparasi tumpul.
2.

Gunting benangbiasanya pendek, lebih berat, bladenya mempunyai sisi
ketajaman yang bergerigi. Fungsinya untuk memotong benang (katun,
sutera, nilon, dan stainless steel), gunting untuk mengambil benang
operasi biasanya lebih ringan, tajam, ujungnya tipis, dan di dekat ujung
gunting dari salah satu blade (di bagian ketajaman) terdapat lekukan ke
dalam yang berfungsi untuk mengangkat benang operasi

3.

Gunting pembalut memilikiblade yang lebih pendek mempunyai ujung
tumpul, sedangkan blade yang lain lebih panjang karena di bagian
ujungnya diperlengkapi dengan suatu kepingan bulat pipih dan terletak
mendatar. Bagian ujung yang mendatar apabila disisipkan ke dalam
pembalut tidak akan membahayakan karena tidak akan melukai kulit.

4.

Gunting untuk Kegunaan secara Umum
Gunting dengan dua ujung yang tumpul biasanya digunakan sebagai
gunting benang. Gunting dengan salah satu atau kedua ujungnya runcing
digunakan untuk membagi jaringan dengan mendorong ujungnya yang
runcing di bawah jaringan. Gunting dengan ujung yang runcing tidak
digunakan di dalam rongga karena dapat melubangi organ atau pembuluh
darah.

Universitas Sumatera Utara

28

Gambar 2.2 Jenis-jenis Gunting Berdasarkan Ujungnya (tumpul-tumpul,
tajam-tajam, dan tajam tumpul), dan Berdasarkan Bentuknya
(lurus-bengkok).
C. Pinset
1. Hemostatic forceps, Klem hemostatik merupakan alat yang digunakan
untuk menjepit pembuluh darah yang terpotong, dilengkapi box lock
mempunyai alur transversal pada sisi dalam tips (batang penjepit). Alur
tranversal ada yang hanya sebagian dariujung sampai tengah, dan dari
ujung sampai distal tips, berdasarkan bentuk batangnya hemostatik forceps
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : lurus dan bengkok. Berdasarkan pola alur
hemostatik forceps dibagi menjadi 5 (lima), yaitu :
a.

Rochester-pean(alur transversal dari ujung sampai pangkal) untuk
menjepit pembuluh darah besar dan jaringan.

Universitas Sumatera Utara

29

b.

Ochsner (alur seperti rochester-pean forceps tetapi ujungnya bergigi),
fungsi gigi untuk mencegah terjadinya slip ketika digunakan untuk
menjepit pembuluh darah besar dan jaringan.

c.

Carmalt (alur memanjang dari pangkal sampai mendekati ujung,
tetapi di bagian ujungnya beralur transversal). Alur transversal di
ujung berfungsi untuk memudahkan melepas forceps setelah
digunakan.

d.

Kelly (alur transversal dari tengah sampai ujung distal) untuk menjepit
pembuluh darah kecil.

e.

Mosquito (alur transversal dari pangkal sampai ujung distal) untuk
menjepit pembuluh darah kecil.

2. Pinset Jaringan (tissue forceps)
Tissue forceps merupakan alat yang berfungsi untuk memegang jaringan
pada waktu operasi dan waktu menjahit tepi luka, juga untuk memegang
jarum jahit waktu menjahit tepi luka. Berdasar bentuk ujungnya pinset
dibagi 2 (dua), yaitu :
a. Pinset anatomis (ujung tidak bergigi) merupakan pinset yang berfungsi
untuk memegang jaringan atau organ dalam, dan organ berlumen.
b. Pinset chirurgis atau pinset bedah (ujung bergigi) merupakan pinset
yang terutama berfungsi untuk memegang kulit dan jaringan lain,
kecuali organ dalam dan organ berlumen.

Universitas Sumatera Utara

30

3. Pinset Anatomis (thumb forceps)
Pinset anatomis terdiri dari dua bilah logam yang bersatu pada salah satu
ujungnya dan digunakan untuk mengangkat jaringan atau memegang
jaringan di antara permukaan yang berhadapan. Pada permukaannya
terdapat gerigi (teeth) pinset dapat memegang jaringan tanpa tergelincir
dan tanpa menggunakan tekanan yang berlebihan pinset dipegang di antara
ibu jari, jari tengah dan jari telunjuk.
4. Klem Pemegang
Peralatan

ini

dibentuk terutama

untuk memegang jaringan dan

memungkinkan untuk melakukan traksi. Permukaan yang berhadapan dari
setiap kepala klem bervariasi tergantung dari tujuan yang spesifik.
Semuanya mempunyai lubang untuk jari dan sistem pengunci.

Gambar 2.3 Jenis-jenis pinset

Universitas Sumatera Utara

31

2.

Pemegang Jarum (needle holder)
Semua alat pemegang jarum mempunyai kepala yang lebar dengan berbagai
macam bentuk gerigi pada kepalanya, bentuknya menyerupai hemostatik
forceps tetapi tips pemegang jarum lebih pendek, lebih berat dan mempunyai
alur dengan pola menyilang, namun kebanyakan pemegang jarum mempunyai
pola alur memanjang, hal ini dimaksudkan untuk membantu memperkuat
dalam menjepit jarum. Macam needle holder antara lain mayo-heegar
(panjang), Metzembaum (panjang), dan Derf-needle holder (pendek).

Gambar 2.4 Pemegang Jarum Mayo-heegar(panjang) needle holder, dan
Derf-needle holder(pendek).

3.

Towel clamp
Towel clamp merupakan forceps yang berfungsi untuk menjepit duk/drapes
dan handuk pada kulit pasien supaya posisi drapes dan handuk tidak bergeser,
dalam menjepitkan klem pada kulit sebaiknya diusahakan agar kulit yang
dijepit sesedikit mungkin. Klem ditempatkan pada ke 4(empat) sudut drapes

Universitas Sumatera Utara

32

dengan posisi tengkurap (bagian yang cekung ditempelkan kulit/drapes), dan
membentuk sudut 45° (derajat) dengan jaringan yang akan diiris. Ada 2 (dua)
macam towel clips, yaitu : plain backhaus towel clamps, dan backhaus towel
clamps with ball stop.

Gambar 2.5 Plain backhaus towel clamps, dan Backhaus towel clamps with
ball stop.

4.

Jarum Suntik (Injection needle)
1.

Hypodermic needle (jarum suntik umum), dihubungkan dengan syringe
(semprit) yang digunakan untuk penyuntikkan.

2.

Spinal needle (jarum LP/ jarum suntik spinal), jarum suntik yang
digunakan untuk Lumble Punctie, yang di dalam jarumnya terdapat jarum
yang lainnya.

3.

Wing needle (jarum suntik bersayap), jarum suntik yang berbentuk kupukupu berfungsi sebagai vena tambahan dalam pemberian obat, terbuat
dari bahan logam yang dapat mengakibatkan terjadinya trombosis. Jenisjenis wing needle, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

33

a. Scalp Vein Needle (JMS).
b. Butterfly Infusion Set (Abbott).
c. Surflo Winged Infusion Set.
d. IV Infusion Set (Atom).
e. Venofix.
f. AVF Set (Arterial Venal Fistula Set), jenis jarum suntik yang
berbentuk sayap dengan ukuran jarum yang lebih besar digunakan
sebagai penyambung ke alat tranfusion yang masuk ke alat pencuci
darah.
4.

Syringe
Alat yang dihubungkan dengan suntik yang digunakan untuk menyuntik.
Secara umum syringe dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1.

Bagian Syringe, bagian-bagian pada syringe yaitu :

silinder berkala

(barrel), tutup (tempat menempelnya jarum pada ujungnya), dan piston
dengan pegangan (plunger).
2.

Bahan Syringe, terbuat dari bahan-bahan seperti : gelas semuanya, gelas
dan metal (bagian silinder terbuat dari gelas, dan lainnya terbuat dari
bahan metal), plastik semuanya (umumnya disposable), dan metal
semuanya (misalnya Glyserine spuit).

Menurut bentuk ujungnya (tip) dari tutup alat syringe dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis, yaitu :
1. Luer Cone (Luer Tip = Slip Tip).
2. Luer Lock (Luer Lock Tip).

Universitas Sumatera Utara

34

3. Record Cone (Record Tip = Slip Tip).

Berdasarkan penggunaannya syringe dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
1.

Penggunaan syringe secara umum, yang digunakan untuk melakukan
tindakan injeksi dengan cara meyuntikkan bermacam-macam obat
melalui kulit, contohnya RECORD Syringe,dan Disposable Syringe With
Needle.

2.

Penggunaan syringe khusus, digunakan dengan cara yang khusus seperti
menyemprotkan cairan (obat) ke dalam anus, telinga, dan sebagainya
atau dengan cara melakukan penyuntikkan. Jenis – jenis alat syringe yang
digunakan secara khusus, yaitu :
1.

Glycerine Syringe, dapat terbuat dari bahan gelas dan plastik yang
digunakan untuk menyemprotkan lavement/clysna melalui anus.

2.

Water Syringe, dapat terbuat dari bahan metal, dan pada bagian
silinder terbuat dari bahan gelas dan logam yang digunakan untuk
menyemprotkan air ke dalam lubang gigi agar bersih pada waktu di
tambal.

3.

Ear Syringe, dapat terbuat dari bahan logam secara keseluruhannya
ear syringe yang dilengkapi dengan value connection disebut dengan
self filling ear syringe.

4.

Wound and Bladder Syringe, dapat terbuat dari bahan metal secara
keseluruhannya, dan gelas dan metal (tipe janet), digunakan untuk
membersihkan luka-luka yang bernanah, borok (ulcers), dan dapat

Universitas Sumatera Utara

35

digunakan juga untuk menyemprot kandungan kemih dengan
menggunakan bantuan catheter.
5.

Tubercoline Syringe.

6.

Insuline Syringe, dapat terbuat dari bahan kaca dan mental, dan
plastik.

5.

Tempat Alat Suntik (syringe container), digunakan untuk menyimpan alatalat suntik yang terbuat dari bahan logam Stainless Steel (SS).

6.

Jarum Jahit (suturing needles)
Jarum jahit yang baik mempunyai sifat cukup kuat, kaku, tidak mudah
bengkok tetapi cukup fleksibel (jaum mampu membengkok atau akan
menjadi bengkok dahulu sebelum patah), cukup tajam untuk menembus
jaringan, bersih, terbuat dari stainlaess staeel yang tahan terhadap korosif, dan
permukaannya halus. Berdasar lubang atau mata jarum, jarum jahit dibedakan
menjadi 3 (tiga), yaitu :
1.

Jarum dengan lubang atau mata jarum tertutup (lubang jarum berbentuk
bulat, bujur atau segiempat).

2.

Lubang jarum french (pada ujung jarum terdapat celah dari bagian sisi
dalam lubang).

3.

Lubang jarum swaged mempunyai kemampuan untuk memprotek ujung
benang jahit sedemikian rupa sehingga dapat mencegah lepasnya benang
selama digunakan untuk menjahit.

Batang jarum jahit ada yang berukuran besar, dan panjang. Sedangkan batang
jarum ada yang berbentuk bulat, oval, datar, sudut (segitiga atau ribbed),

Universitas Sumatera Utara

36

batang jarum bentuk bulat atau oval biasanya mempunyai diameter lebih
besar di bagian lubang atau mata jarumnya yang kemudian diameter tersebut
semakin mengecil di bagian ujung (lancipnya)dan batang jarum datar atau
segitiga dapat memotong jaringan atau mengiris jaringan. Bentuk jarum juga
ada yang lurus, bengkok atau lengkung dengan sudut kelengkungan ¼, , ½,
lingkaran, dan ½ lengkung. Jarum yang lengkung akan memudahkan dalam
menjahit jaringan dalam atau yang tebal (terutama jarum lengkung ½, atau
lingkaran), sedangkan jarum lurus atau ½

lengkung biasanya digunakan

untuk menjahit jaringan superficial terutama kulit. Untuk memudahkan dalam
menggunakan jarum jahit umumnya jarum dijepit dengan needle holder di
bagian tengah jarum, dan tidak berdekatan dengan lubang atau ujung jarum.
Ujung jarum sebaiknya tidak dipegang dengan needle holder atau tangan
yang bersarung tangan. Ujung jarum umumnya diklasifikasikan menjadi 2
(dua), seperti :
1.

Taper (untuk menjahit jaringan lunak, organ berlumen dalam rongga
dada dan rongga abdomen, pembuluh darah, tendo, syaraf).

2.

Tumpul (jarang digunakan kecuali untuk menjahit hepar dan ginjal),
segitiga, cutting (mempunyai tepi tajam, biasanya digunakan untuk
menjahit jaringan padat, kulit, fascia).

Universitas Sumatera Utara

37

Gambar 2.6 Jarum dan Benang Jahit.

Gambar 2.7 Jenis – Jenis Jarum Jahit

Gambar 2.8

7.

Cara Memasang Jarum dan Benang Jahit
Menggunakan Pemegang Jarum.

Dengan

Catheter, dapat terbuat dari bahan logam, kaca, karet atau plastik. Berbentuk
pipa yang digunakan dengan cara dimasukkan ke dalam rongga tubuh yang
berfungsi sebagai tempat saluran. Catheter dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

Universitas Sumatera Utara

38

1.

Intra Vena Catheter (IV Catheter), merupaka jenis alat yang dimasukkan
ke dalam pembuluh darah vena (sebagai perpanjang vena) untuk proses
pengobatan yang lebih dari 48 jam. Jenis-jenis alat IV Catheter, yaitu :
ABBOCATH-T, Surflo IV Catheter (Terumo), dan Intra Venous Cannula
(JMS), catheter dapat terbuat dari bahan seperti Teflon (FEP =
Fluorinated Ethyiene-Propylene), Plastik PRC (Poly Vinyl Chloride), dan
TFE (Tetra Flour-Ethylene).

2.

Non Intra Vena Catheter, merupakan jenis alat yang digunakan sebagai
saluran dengan cara (umumnya) dimasukkan kedalam lubang-lubang
yang terdapat pada tubuh. Jenis- jenis alat non intra vena catheter, yaitu :
1. Nelaton Catheter yang terbuat dari bahan palstik dan karet (latex)
yang berfungsi sebagai tempat saluran urine.
2. Ballon Catheter (Foley Catheter) yang terbuat dari bahan karet
(latex) yang dilapisi dengan silicone pada bagian dan terluar dari
ballon catheter. Sebagai tempat saluran urine yang memiliki sistem
tertutup sehingga terbebas dari udara dan polusi, menggunakan jarum
suntik sebagai alat bantuan dalam melakukan proses pemasangan.
3. Oxygen Catheter berwarna hijau sehingga dapat dibedakan dengan
jenis catheter lainnya dilengkapi juga dengan masker (face mask) dan
kantung udara, berfungsi untuk mengalirkan gas oksigen kedalam
lubang hidung.

Universitas Sumatera Utara

39

4. Feeding Tube, digunakan untuk memasukkan cairan makanan
melalui mulut atau hidung terutama pada penderita dengan keadaan
coma.
5. Doudenal Tube jenis alat yang berupa slang dapat terbuat dari bahan
karet (latex) dan plastik, terdapat beberapa lubang di ujung slang
yang berguna untuk pemberian obat-obatan.
6. Rectal Tube jenis alat yang salah satu bagian ujung alat dimasukkan
ke dalam anus, dan bagian ujung lainnya pada alat tersebut
dihubungkan dengan alat Glycerine Syringe.
7. Phlegm Sucter jenis alat penyedot lendir atau cairan amniotik dari
trachea pada bayi yang baru lahir.
8. Male Incontinence Sheath jenis alat yang digunakan dengan cara
memasukkan ke alat vital dan bagian ujung alat tersebut dihubungkan
dengan urine bag.
8.

Alat Laboratorium
Alat laboratorium salah satunya ialah blood lancet berfungsi untuk
mengambil sampel darah yang digunakan untuk pemeriksaan di laboratorium
dengan jalan menusuk ujung jari dengan alat tersebut.

2.4

Potensi Bahaya dan Risiko Paparan Penyakit Akibat Kerja
Menurut La Dou (1994) yang dikutip oleh Hermana (2006) bahwasannya

banyak tenaga medis yang terpajan oleh bloodborne pathogens melalui mata,
mulut, kulit, atau membran mukosa yang kontak dengan cairan tubuh yang
berpotensi menimbulkan infeksi yang serius atau fatal. Pajanan dapat terjadi

Universitas Sumatera Utara

40

selama melakukan kegiatan pembedahan melalui jaringan dan instrumen tajam
lain dalam menangani luka, melalui luka kulit dan saat melakukan pembersihan
tumpahan material.
Tabel 2.1 Keadaan yang berpotensi menimbulkan pajanan terhadap tenaga
medis (perawat, dokter, dan dokter gigi)
Jenis Kegiatan

Keadaan Pajanan
Kontak dengan darah dan
Penanganan pasien.
cairan tubuh lainnya.
Kecelakaan menimpa
diri
Pengunaan jarum.
sendiri, terjadinya luka tusuk
jarum.
Container
rusak
sehingga
Penanganan vial, tempat darah dan cairan
terjadi kontak dengan darah
tubuh lainnya
dan cairan tubuh lainnya.
Mengumpulkan spesimen
cairan tubuh lainnya

darah

dan

Terjadinya
kecelakaan
sehingga
mengakibatkan
kontak dengan darah dan

tubuh lainnya yang infeksius
akibat
tumpahan
dan
penanganan peralatan rutin
cairan.
Luka tersayat akibat sudut kaca
Menyiapkan sampel darah dan cairan
preparat(object glass), terjadi
tubuh lainnya
pajanan tanpa kontak kulit.
Terjadi luka tusuk yang
menimpa diri sendiri sehingga
Melakukan pemeriksaan darah atau
terkena
cairan
darah,
cairan tubuh lainnya
kontaminasi droplet melalui
udara.
Terjadi luka sayat atau terjepit
Penanganan pisau bedah dan handpieces
yang disebabkan oleh peralatan
setalah digunakan
yang terkontaminasi
Sumber : La Dou (1994)

Universitas Sumatera Utara

41

Perawat yang terkena luka tusuk jarum suntik dapat terpajan patogen darah
yang menimbulkan infeksi, perawat mengalami insiden luka tusuk jarum suntik
tertinggi diantara petugas rumah sakit lainnya. Patogen darah yang dapat
menimbulkan infeksi meliputi virus Hepatitis B (HBV), virus Hepatitis C (HCV),
Human immunodefisiensi virus (HIV), dan lebih dari 20 jenis patogen darah
lainnya. Risiko terjangkit infeksi HBV 30%, HCV 10%, dan HIV 0,3% (ICN,
2000).
Menurut Wilburn (2004) dalam Naphole (2009) infeksi Hepatitis B
merupakan risiko okupasional yang paling sering terjadi pada perawat, tingkat
risiko seorang perawat terinfeksi Hepatitis B di tempat kerja berhubungan dengan
tingkat kontak darah dan status e-Antigen Hepatitis B (HBeAg) darah tersebut.
Sebagaimana diketahui CDC mencatat bahwa perawat yang terkena luka tusuk
jarum suntik dan terkontaminasi darah dengan HBsAg positif dan HBeAg negatif
mempunyai risiko hepatitis klinis 1% hingga 6% dengan serokonversi 23% hingga
37% sedangkan kontaminasi darah dengan HBsAg negatif dan HBeAg positif
mempunyai risiko hepatitis klinis 22% hingga 33% dengan serokonversi 37%
hingga 62%. Konteks luka tusuk jarum suntik risiko penularan HBV diperkirakan
60 kali lebih besar jika carrier berstatus HBeAg positif dibandingkan carrier
dengan HBeAg negatif. Penularan HBV mempunyai risiko 10 kali lebih besar dari
penularan HIV.
Insiden serokonversi anti virus Hepatitis C pasca pajanan terhadap sumber
penularan virus Hepatitis C (HCV) positif adalah 1,8%. Exposure Prevention
Information Network (EPINet) pada tahun 2003 menginformasikan bahwa terjadi

Universitas Sumatera Utara

42

laju konversi 0,85% pada luka tusuk jarum suntik terkontaminasi oleh HCV,
penularan HCV jarang sekali terjadi pada selaput lendir yang terpajan darah dan
juga belum pernah terdokumentasi pada pajanan kulit yang tidak intak terhadap
darah. Gejala klinis terinfeksi HCV tidak segera terjadi pasca luka tusuk jarum
suntik atau Needlestick Injury (NSI). Penelitian CDC menunjukkan bahwa
diperlukan waktu bertahun-tahun sampai Hepatitis C menggejala pada seseorang,
oleh karena itu sesudah 10-20 tahun atau lebih penyakit ini baru terdiagnosis.
Sebanyak 80% dari perawat yang terinfeksi HCV melalui luka tusuk jarum suntik
atau NSI berkembang menjadi hepatitis kronik berisiko terhadap sirosis hati dan
kanker hati sehingga memungkinkan untuk pencangkokan hati (CDC, 2001).
Risiko terjangkit HIV pada luka tusuk jarum suntik terpajan darah HIV positif
tidak besar, Beltrami memperkirakan risiko penularan HIV pasca pajanan melalui
luka di kulit akibat terpajan darah HIV positif sekitar 0,3%. The Health Protection
Agency (HPA) di Inggris pada tahun 1993 melaporkan 5 kasus infeksi HIV pasca
pajanan okupasi di sarana pelayanan kesehatan (Naphole, 2009).

2.5

Pencegahan Luka Tusuk Jarum
Benda tajam sangat berisiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga

meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah misalnya
penularan infeksi HBV, HCV, dan HIV di sarana kesehatan. Penularan penyakit
infeksi tersebut sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah, yaitu
tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya (Depkes, 2003).
Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah saat perawat
berusaha

memasukkan

kembali

jarum

suntik

bekas

pakai

ke

dalam

Universitas Sumatera Utara

43

tutupnya(Recapping). Oleh karena itu, sangat tidak dianjurkan untuk melakukan
penutupan kembali jarum suntik tersebut, melainkan langsung saja di buang ke
tempat penampungan sementara tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian
tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan, atau ditutup kembali. Jika jarum
terpaksa ditutup kembali (recapping), gunakan cara penutupan jarum dengan
menggunakan metode satu tangan untuk mencegah jari tertusuk jarum (Depkes,
2003). Sebelum dibawa ketempat pembuangan akhir atau tempat pemusnahan
makan diperlukan suatu wadah penampungan sementara yang bersifat kedap air
atau tidak mudah bocor serta kedap tusukan. Wadah penampungan jarum suntik
bekas pakai harus ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi dengan limbah benda
tajam, dan setelah ditutup tidak dapat dibuka kembali sehingga ini tidak tumpah
(Depkes, 2003).

Gambar 2.9 Cara melakukan recapping jarum suntik dengan satu tangan
Sumber : Depkes (2010).

Universitas Sumatera Utara

44

2.6

Faktor – Faktor Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam
Lainnya
Menurut CDC (2004) faktor yang berkonstribusi dalam menyebabkan luka

tusuk jarum, yaitu :
1. Jenis alat suntik meliputi (jarum hipodermik, jarum jahit, winged steel needles
(butterfly), pisau bedah, jarum phledotomi, dan catheter).
2. Cara kerja seperti : menutup kembali suntik dengan tutupnya menggunakan
dua tangan, pada saat melakukan penyuntikan, teknik pengoperan alat yang
salah, dan pada saat pembuangan benda tajam.
3. Peralatan yang tidak sempurna.
4. Kurangnya jumlah petugas kesehatan.
5. Pelatihan/Training yang minim.
6. kurang waspada terhadap hazard jarum suntik.
Ng (2007) menyatakan bahwa minimnya pengetahuan petugas kesehatan
mengenai penyakit yang ditimbulkan oleh patogen dari cairan tubuh atau darah,
dan kewaspadaan universal merupakan faktor penentu terjadinya needlestick
injury. Hasil penelitian Ismail (2009) menyatakan bahwa faktor yang mendasari
terjadinya luka tusuk jarum ialah pengetahuan petugas kesehatan terhadap luka
tusuk jarum suntik, prosedur kerja, pemberlakuan kewaspadaan universal, dan
kepatuhan

pelaksanaan

kewaspadaan

universal.Menurut

Forley

(2003)

menegaskan bahwa alat suntik yang lebih aman bersama-sama dengan
pengetahuan petugas kesehatan serta pengendalian cara kerja dapat mengurangi
terjadinya luka tusuk jarum suntik hingga 90%.

Universitas Sumatera Utara

45

2.6.1

Pengetahuan
Menurut Endsley (1995) dalam Hermana (2006) minimnya pengetahuan

mengenai tempat kerja berdampak pada kewaspadaan petugas kesehatan.
Penyebab dari minimnya pengetahuan seorang petugas kesehatan dikarenakan
kurangnya pengalaman, orientasi yang tidak adekuat, pelatihan awal yang tidak
baik atau pelatihan penyegaran yang kurang, serta pemahaman petugas kesehatan
dalam menjalani tugas. Menurut Ng (2007) pengetahuan merupakan kemampuan
seorang perawat dalam mengevaluasi suatu kejadian yang tidak dikehendaki, oleh
karena itu perawat yang memiliki pengetahuan yang tinggi tidak mengalami risiko
luka tusuk jarum sebaliknya perawat yang memiliki pengetahuan yang minim
rentan terhadap kejadian luka tusuk jarum.
2.6.2

Standar Kerja

Standar kerja adalah suatu perangkat intruksi atau langkah kegiatan yang
dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien, merupakan tata cara atau
tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima
seseorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan
tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat
diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes, 2005b). Dalam melakukan tugas
menyuntik atau pengambilan darah perawat mengahadapi risiko luka tusuk jarum
dan berdampak pada penyakit infeksi, oleh karena itu perawat dan petugas
kesehatan lainnya memerlukan jaminan keselamatan kerja. CDC mengeluarkan
panduan kewaspadaan universal pada tahun 1985, selanjutnya dikembangkan dan
diterapkan oleh pihak rumah sakit dalam bentuk prosedur kerja sebagai acuan

Universitas Sumatera Utara

46

dalam mencegah luka tusuk jarum dan dampak infeksi pada perawat dan petugas
kesehatan lainnya (Intan, 2013). Tujuan umum Standar Prosedur Operasional
adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperwatan untuk mencapai tujuan
yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku. Tujuan Khusus Standar
Prosedur Operasional adalah (Depkes, 2005b) :

1.

Menjaga konsistensi tingkat penampilan kerja atau kinerja.

2.

Meminimalkan kegagalan, kesalahan dan kelalaian.Merupakan parameter
untuk menilai mutu kinerja dan pelayanan.

3.

Memastikan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif.

4.

Menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait.

5.

Mengarahkan pendokumentasian yang adequat dan akurat.
Fungsi Standar Prosedur Operasional adalah (Depkes, 2005b):

1.

Memperkuat tugas petugas atau tim.

2.

Sebagai dasar hukum dan etik bila terjadi penyimpangan.

3.

Mengetahui hambatan.

4.

Mengarahkan untuk disiplin dalam kerja.

5.

Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

2.6.3

Keterampilan
Keterampilan yang tinggi mencerminkan adanaya koordinasi yang efisien

anatar pikiran, fungsi alat indra dan otot-otot tubuh, meskipun perawat memiliki
keterampilan yang baik kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan masih tetap ada.

Universitas Sumatera Utara

47

Oleh karena itu upaya keselamatan harus tetap di laksanakan secara
berkesinsambungan (Hermana, 2006).
2.6.4

Pelatihan/Training
Pelatihan merupakan elemen penting dalam program pengendalian bahaya

yang merupakan bagian dari program keselamatan dan kesehatan kerja yang
dilakukan secara komprehensif di tempat kerja. pelatihan secara signifikasn
(99,9%) dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan dalam menangani kecelakaan.
Perawat yang tidak mengikuti pelatihan mempunyai risiko luka tusuk jarum yang
lebih tinggi dibanding perawat yang mengikuti pelatihan (Ismail et all, 2009).
2.6.5

Kewaspadaan Universal
Kewaspadaan universal merupakan bagian dari upaya pengendalian

infeksi di sarana pelayanan kesehatan, penerapan kewaspadaan universal
didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat berpontensial
menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan
(Depkes, 2010).Prinsip utama kewaspadaan universal ialah menjaga hiegine
sanitasi individu, hiegine sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip
tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok, yaitu :
1.

Cuci tangan guna mencegah infeksi silang.

2.

Pemakaian alat pelindung diri (APD) di antaranya pemakaian sarung tangan
yang berguna dalam mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius
yang lain.

3.

Pengelolaam alat kesehatan bekas pakai.

4.

Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah terjadinya perlukaan.

Universitas Sumatera Utara

48

5.

Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan. (Depkes, 2010)

2.6.5.1 Cuci Tangan
Mikroorganisme pada kulit dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua)
kelompok, yaitu : flora residen dan flora transien. Flora residen merupakan
mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan tidak mudah
dihilangkan dengan gesekan mekanis, sedangkan flora transien atau flora
kontaminasi

merupakan mikroorganisme

yang jenisnya

tergantung dari

lingkungan tempat kerja, mikroorganisme ini dapat dengan mudah dihilangkan
dari permukaan dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan menggunakan
sabun atau deterjen oleh karena itu, cuci tangan merupakan cara pencegahan
infeksi yang sangat pent

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita tumor ovarium di RSUD Dr.Pirngadi kota Medan pada tahun 2013

4 86 62

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stres Kerja Pada Perawat ICU di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat Tahun 2015

15 83 93

Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017

2 10 21

Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017

0 1 2

Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017

0 4 7

Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017 Chapter III VI

1 2 62

Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017

4 30 4

Faktor–Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Luka Tusuk Jarum Suntik atau Benda Tajam Lainnya Pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pringadi Kota Medan Tahun 2017

0 1 34

47 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN LUKA TUSUK JARUM SUNTIK PADA PERAWAT DI RSU BETHESDA GMIM

0 4 13

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CIDERA JARUM SUNTIK DAN BENDA TAJAM PADA PERAWAT DI RSUD LEWOLEBA Armanto Abas

0 0 16