Analisis Pelaksanaan Rujukan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Pada Puskesmas Susoh Dan Puskesmas Blangpidie Di Kabupaten Aceh Barat Daya

9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puskesmas
Dalam

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

75/M.KES/SK/2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, pengertian Puskesmas

adalah Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan
nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Penyelenggaraan Pusat Kesehatan
Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan
kualitas

pelayanan

dalam

rangka

meningkatkan

derajat

masyarakat

serta


menyukseskan program jaminan sosial nasional.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya di sebut Puskesmas sebagai
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarrakat
dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitigginya di wilayah kerjanya (Permenkes, 2014).
Prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi :
1. Paradigma sehat,
2. Pertanggungjawaban wilayah,
3. Kemandirian masyarakat,
4. Pemerataan, Teknologi tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan.

9

10

Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan
kedudukan puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di
Indonesia. Ini disebabkan karena peranan dan kedudukan puskesmas di Indonesia
adalah amat unik. Sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan di Indonesia, maka
puskesmas kecuali bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan

masayarakat,

juga

bertanggung

jawab

dalam

menyelenggarakan

pelayanan

kedokteran (Azwar,2010).

2.2. Puskesmas di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan, dijelaskan tentang pelayanan kesehatan di FKTP yaitu pelayanan promotif
dan preventif yang diberikan meliputi :

1. Penyuluhan kesehatan perorangan.
2. Penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan prilaku hidup bersih
dan sehat
3. Imunisasi Dasar.
4. Baccile Calment Guerin (BCG), Difteri Pertunis Tetanus dan Hepatitis-B, polio,
dan campak
5. Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vaksin dan tubektomi
bekerjasama dengan lembaga yang membindangi keluarga berencana.
6. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi
risiko penyakitan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

11

Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelayanan skrining kesehatan jenis
penyakit, dan waktu pelayanan skrining kesehatan diatur dengan Peraturan
Menteri.
7. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh
pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Sedangkan pelayanan kuratif dan rehabilitative yang diberikan meliputi :
1. Pemeriksaan, pengobatan dam konsultasi medis

2. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif.
3. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
4. Tranfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
5. Pemeriksaan penunjang diagnostic laboratotium tigkat pertama
6. Rawat inap tingkat pertama seseuai indikasi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer, puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dalam era BPJS diberikan
wewenang kesehatan layanan primer mencakup 155 macam diagnosis penyakit
dengan alur klinis yang sudah disusun organisasi profesi terkait. Keadaan ini
memberikan makna bahwa puskesmas sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)
tingkat pertama wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 155 jenis diagnosis
penyakit dan tidak boleh dirujuk ke PPK 2 atau PPK 3 kecuali kondisi gawat darurat.

12

2.3. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Pada tanggal 28 Oktober 2011 telah disahkan Undang-Undang baru tentang
Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) yang dibagi menjadi; 1). Undang-Undang
BPJS 1 yang diasumsikan akan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 dengan

tujuan penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat indonesia,
termasuk

menampung

pengalihan

Jamkesmas,Askes,Jaminan

Pemeliharaan

Kesehatan PT.Jamsostek dan PT.Asabri ; 2). Undang-Undang BPJS diasumsikan
mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 dengan tujuan pengelolaan jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang
merupakan transformasi dari PT.Jamsostek. Dengan disahkannya Undang-Undang
tentang BPJS.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di
Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh
penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi sehingga mereka dapat

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Perlindungan ini diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah
(Kementerian Kesehatan,2014).

13

Unsur-unsur penyelenggaraan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
meliputi :
BPJS Kesehatan

Bayar Iuran Penangganan Keluhan

Perjanjian Pembayaran Klaim
Regulator

Peserta JKN

Menerima Pelayanan

Fasilitas Kesehatan


Mencari Pelayanan
Gambar 2.1. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
Sumber : Permenkes No.28 Tahun 2014
Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah salah cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. SJSN
diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta atau anggota keluarganya.
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip:
a. kegotong-royongan,
b. nirlaba,
c. keterbukaan,
d. kehati-hatian,

14

e. akuntabilitas,

f. portabilitas,
g. kepesertaan bersifat wajib,
h. dan amanat
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS yang dimaksud
adalah :
a. Perusahaan Perseroan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK).
b. Perusahaan Perseroan Dana tabungan dan asuransi Pegawai Negeri (TASPEN)
c. Perusahaan Perseroan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indobesia
(ASABRI).
d. Perusaahaan Perseron Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).
2.3.1. Kapitasi dalam Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 Penggunaan
Dana Kapitasi JKN Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya
Operasioanal pada FKTP Milik Pemerintah Daerah, dana kapitasi JKN pada FKTP
dimanfaatkan seluruhnya untuk biaya jasa pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya
60% dari penerimaan dana kapitasi dan untuk dukungan biaya operasional pelayanan
kesehatan selisih dari kapitasi yang diterima dengan jasa pelayanan yang ditetapkan.
Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, dana kapitasi adalah besaran pembayaran

15

per-bulan yang dibayar dimuka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang
terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang
diberikan.
Pembayaran bagi PPK dengan sistem kapitasi adalah pembayaran yang
dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada anggota lembaga tersebut, yaitu dnegan membayar di muka
sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Di
dasari atas jumlah tertanggung (orang yang dijamin atau anggota) baik anggota itu
dalam keadaan sakit atau dalam keadaan sehat yang besarnya ditetapkan dan
umumnya dibayarkan dimuka tanpa memperhitungkan jumlah konsultasi atau
pemakaian di PPK tersebut.
Untuk menentukan angka kapitasi perlu diketahui dua hal pokok yang harus
diperhatikan dalam menentukan kapitasi, yaitu prediksi angka utilisasi (penggunaan
pelayanan kesehatan) dan penetapan biaya satuan. Besaran angka kapitasi ini sangat
dipengaruhi oleh angka utiliasi pelayanan kesehatan dan jenis paket asuransi
kesehatan yang ditawarkan serta biaya satuan pelayanan.

Jenis-Jenis Kapitasi adalah sebagai berikut :
a. Penuh atau total : rawat jalan sampai rawat inap
b. Sebagian : rawat jalan saja, rawat inap saja, hanya jasa pelayanan tanpa obat, dll
c. Risk adjusment capitation : berbasis umur, risiko sakit, geografi.
Langkah-langkah perhitungan kapitasi sebagai berikut :
a. Menetapkan jenis-jenis pelayanan yang akan dicakup dalam pembayaran kapitasi.

16

b. Menghitung rate utilisasi (angka pemanfaatan) yang biasanya dihitung per 1000
jiwa.
c. Mendapatkan rata-rata biaya per pelayanan yang dicakup dalam kontak kapitasi.
d. Menghitung biaya perkapita perbulan untuk tiap pelayanan.
e. Menjumlahkan biaya perkapita perbulan untuk seluruh pelayanan guna
mendapatkan besaran biaya kapitasi.

2.4. Konsep Sistem Rujukan dan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
2.4.1. Definisi Rujukan dan Konsep Sistem Rujukan
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan Indonesia adalah seperti yang
telah dirumuskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001
tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan,sistem rujukan
ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawabtimbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah
kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit
yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti unit-unit yang setingkat
kemampuannya.
Dalam Undang-Undang SJSJN dan Undang-Undang BPJS menerapkan sistem
palayanan kesehatan dengan pola rujukan berjengjang dan terstruktur yang disebut
juga regionalisasi sistem rujukan dengan harapan peserta akan memperoleh pelayanan
kesehatan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan medisnya, Dokter

17

Puskesmas diberi wewenang membuat surat rujukan bagi peserta JKN yang
memerlukan penangganan lebih lanjut kefasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
Dalam Undang-Undang SJSN menyebutkan regionalisasi sistem rujukan
adalah pengaturan sistem rujukan dengan penetapan batas wilayah admistrasi daerah
berdasarkan kemampuan pelayanan medis, penunjang dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang terstruktur sesuai dengan kemapuan,kecuali dalam kondisi emergensi
(Kementerian Kesehatan, 2012).
Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk
bertingkat, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana
dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri namun berada disuatu sistem dan saling
berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan
medis ditingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ditingkat
lanjutan, demikian seterusnya.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 pasal 51 tentang Praktik
Kedokteran “Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
Secara lengkap Notoatmodjo (2012) mendefinisikan sistem rujukan sebagai
suatu penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan perhimpunan
tanggungjawab timbal baik terhadap satu khasus penyakit secara vartikal atau
harizontal, sederhananya sistem rujukan mengatur dari mana dan harus kemana
seseorang dengan ganguan kesehatan tertentu memaksakan keadaan sakitnya. Bagan
sistem rujukan dapat dilihat gambar berikut :

18

Jenis Rujukan
Penderita
Masalah medisrujukan medis
Masalah Kesehatan

Pengetahuan
Bahan pemeriksaan
Teknologi

Masalah KesmasRujukan Kesehatan

Sarana
Operasional

Gambar 2.2. Sistem Rujukan
Sumber : Notoatmodjo (2012)
Skema Rujukan Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Gambar 2.3. Rujukan Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Sumber : Notoatmodjo (2012)

19

Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat
bertentang yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan keetiga,dimana
dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri namun berada di suatu sistem dan saling
berhubungan, apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan
medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggu jawabnya tersebut ketingkat
pelayanan diatasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung
terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan
segara tertangani dengan tepat. Sebuah penelitian yang meneliti tentang rujukan
masyarakat menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan
proses rujukanya itu tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait,
keterbatasan sarana, tidak ada dukungan peraturan (Notoatmodjo, 2012).
2.4.2. Tujuan Umum Sistem Rujukan
Tujuan umum sistem rujukan adalah meningkatkan mutu, cakupan dan
efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu. Tujuan umum rujukan untuk
memberikan petunjuk kepada petugas puskesmas tentang pelaksanaan rujukan medis.
Tujuan khusus sistem rujukan adalah meningkatkan kemampuan puskesmas
dan peningkatannya dalam rangka menangani rujukan kasus berisiko tinggi dan
gawat darurat dan menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di
wilayah kerja puskesmas (Notoadmodjo, 2012).
2.4.3. Tata Laksana Rujukan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 001 Tahun 2012 Tentang
Sistem Rujukan Pelayanan Perorangan, dijelaskan :

20

1. Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.
2. Rujukan secara vertikal adalah rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda.
3. Rujukan horizontal, sebagaimana dalam pasal 7 ayat 3 dilakukan apabila perujuk
tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dengan pasien
karena keterbatasan failitas, peralatan atau ketenagaan sifatnya sementara atau
menetap.
4. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ketingkatan lebih
tinggi. Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (4), dilakukan apabila
5. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialis.
6. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatatasan fasilitas, perlataan atau ketenagaan.
Di dalam pelaksanaan suatu program harus adanya suatu penilaian dari
program yang dilaksanakan, apakah program yang sedang dilaksanakan berjalan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak dalam arti apakah dalam
melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan terjadi penyimpangan sehingga dapat
mempengaruhi penyelesaian masalah atau tujuan yang telah dirumuskan, dan apakah
dalam melaksananakan kegiatan tersebut tidak diperlukan penyesuaian sedemikian
rupa sehingga maslaah dapat diatasi dan tujuan dapat dicapai. Dalam hal ini untuk
menilai pelaksanaan sistem rujukan, maka sebagai dasar kajian tersebut dikemukakan
beberapa teori tentang evaluasi.

21

2.5. Pengertian Evaluasi atau Penilaian
Berdasarkan pendapat Martenelli (2001) dalam penelitiannya, yang mengutip
pendapat Prayitno (2000), menjelaskan bahwa evaluasi adalah prosedur dalam
penilaian

pelaksanaan

hasil

atau

dampak

secara

sistematik

dengan

membandingkannya dengan standar dan dengan mengikuti kriteria atau metode atau
tujuan tertentu guna menilai dan mengambil keputusan selanjutnya. Evaluasi
merupakan

bagian

dari

sistem

manajemen

yaitu

perencanaan,

organisasi,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui
bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta
hasilnya. Sedangkan menurut istilah “evaluasi merupakan kegiatan terencana untuk
mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya
dibangdingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka
pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan.
Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar
ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran, dan sebagainya), pengukuran
bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai itu
mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada
ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya dan
penilaian bersifat kualitatif.
Jika ditinjau dari sudut administrasi, peranan penilaian amatlah penting.
Peranan penilaian tersebut paling tidak adalah sebagai pembantu dalam pengambilan

22

keputusan. Karena pentingnya pekerjaan penilaian, maka setiap administrator
program haruslah dapat pula memahami pekerjaan penilaian tersebut (Azwar, 2010 ).
2.5.1. Batasan Penilaian
Menurut Azwar (2010), Batasan penilaian banyak macamnya, beberapa di
antaranya yang dianggap cukup penting adalah :
1. Penilaian adalah suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman yang dimiliki
untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan dan perencanaan suatu program
melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan yang tersedia guna
penerapan selanjutnya (The Word Health Organization).
2. Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan
dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (The
American Public Association).
3. Penilaian adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan
hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan,
dilanjutkan dengan pengmabilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang
dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program (The Internasional
Clearing House on Adolescent Fertility Control For Population Option).
4. Penilaian

adalah

pengukuran

terhadap

akibat

yang ditimbulkan

dari

dilaksanakannya suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Riecken).
Menurut Azwar (2010), jika diperhatikan keempat pengertian diatas, segera
terlihat bahwa ada dua pendapat tentang penilaian tersebut, yakni :

23

1. Penilaian hanya dilakukan pada tahap akir program
Pendapat yang seperti ini dapat dilihat dalam batasan yang dirumuskan oleh
Ricken.Disini dikemukakan bahwa penilaian tersebut dilakukan terhadap akibat yang
ditimbulkan oleh suatu program, yang pada dasarnya hanya dapat dilakukan jika
suatu program telah selesai dilaksanakan.
2. Penilaian dapat dilakukan pada setiap tahap program
Pendapat seperti ini secara tegas dikemukakan dari The Internasional
Clearing House on Adolescent Fertility Control For Population Option) dan secara
samar-samar ditemukakan pula pada batasan yang dirumuskan oleh The Word Health
Organization dan American Public Health Association. Pada pendapat terakir ini
disebutkan bahwa penilaian tidak hanya dilakukan pada tahap akir program, tetapi
juga dapat dilakukan pada waktu program sedang berjalan dan atau sebelum program
tersebut dilaksanakan.
Kedua pendapat diatas tidak terlalu perlu dipertentangkan asal saja selalu
diingat bahwa antara perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian selalu terdapat
hubungan yang amat erat. Penilaian, demikian Marry Arnold mengemukakan adalah
cermindari pelaksanaan suatu program, yang peranannya amat besar dalam
perencanaan program tersebut selanjutnya (Azwar, 2010).
2.5.2. Jenis Penilaian
Menurut Azwar (2010), secara umum evaluasi dapat dibedakan atas 2 jenis,
yaitu:

24

1. Penilaian pada tahap awal program (formative evaluation) adalah penilaian yang
dilakukan pada saat merencanakan suatu program. Tujuan uatama adalah untuk
meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan
masalah yang ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah tersebut.
2. Penilaian pada tahap pelaksanaan program (promotive evaluation) yaitu penilaian
yang dilakukan disini adalah pada saat program sedang dilaksanakan. Tujuan
utamanya adalah untuk mengukur apakah program yang sedang berjalan telah
sesuai dengan rencana atau tidak, atau terjadi pennyimpangan yang dapat
merugikan pencapain program tersebut.
3. Penilaian pada tahap akir program (summative evaluation) penilaian yang
dilakukan disini adalah pada saat program telah selesai dilaksanakan. Tujuan
utamanya secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni untuk mengukur
keluaran (output) serta untuk mengukur dampak (inpact) yang dihasilkan.
Peranan dan arti dari ketiga macam penilaian ini sama pentingnya. Dengan
dilaksanakannya penilaian, akan dapat menghindari terjadinya sesuatu yang sia-sia,
yang dalam bidang adminitrasi terpenting adalah mencegah terjadinya penghamburan
sumber, tata cara dan kesanggupan (dana, tenaga, sarana dan metode) yang
keadaannya memang amat terbatas sekali.
2.5.3. Ruang Lingkup Penilaian
Sesuai dengan luasnya pengertian kesehatan, maka ruang lingkup penilaian
yakni hal-hal yang akan dinilai dari suatu program amat luas. Dalam buku Azwar
(2010), beberapa pakar memberikan pedoman penilaian sebagai berikut :

25

1. Deniston menyebutkan bahwa hal-hal yang dapat dinilai dari suatu program
kesehatan kedalam emapat macam yakni : Kelayakan program, kecukupan
program, efektifitas program, efisiensi.
2. Milton R. Roemer membedakan ruang lingkup penilaian suatu program kesehatan
atas enam macam : status kesehatan yang dihasilkan, kualitas pelayanan yang
diselenggrakan, kuantitas pelayanan yang dihasilkan, sikap masyarakat terhadap
program kesehatan, sumberdaya yang tersedia, dan biaya yang dipergunakan
3. Blum, sama hal nya dengan Roemer, Blum juga membedakan ruang lingkup
penilaian atas enam macam yakni : pelaksanaan program, pemenuhan kriteria yang
telah ditetpkan, efektifitas program, efesiensi program, keabsahan hasil yang
dicapai oleh program, dan skistem yang digunakan untuk melaksanakan program.
Berdasarkan pendapat Azwar (2010), menyimpulkan pendapat para ahli dapat
disimpulkanuntuk kepentingan praktis, ruang lingkup penilaian tersebut secara
sederhana dibedakan atas empat kelompok saja,yakni:
a. Penilaian terhadap masukan (Input)
Adalah sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya
suatu sistem. Sub elemen tersebut dikenal dengan 6 M yakni ; manusia (man), uang
(money), sarana (material), metode (methode), pasar (market), serta mesin (machine)
untuk organisasi yang mencari keuntungan, sedangkan organisasi yang tidak mencari
keuntungan dikenal dengan 4 M yaitu ; man, money,materia dan methode.

26

b. Penilaian terhadap proses (process)
Adalah

suatu

kegiatan

yang

berfungsi

untuk

mengubah

masukan

menghasilkan keluaran (output) yang direncanakan. Dalam praktek sehari-hari,untuk
memudahkan pelaksanaan biasanya menggunakan fungsi dari manajemen yaitu ;
planning, organizing, actuating, evaluation.
c. Penilaian terhadap keluaran (output)
Keluaran adalah hal yang dihasilkan dari suatu proses atau kumpulan bagian
atau elemen yang dihasilkan dari berlangusngnya proses dalam sistem.
d. Penilaian terhadap dampak (impact)
Dampak adalah yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu
lamanya.
Keempat ruang lingkup yang seperti ini, secara sederhana dapat digambarkan
dalam bagan berikut ini :
Program Kesehatan

Input
(Masukan)

Proses

Output
(Luaran)

Penilaian Program
Kesehatan
Gambar 2.4. Sistem Kesehatan
Sumber: Azwar (2010)

Dampak

27

2.6. Landasan Teori
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer, puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dalam era BPJS diberikan
wewenang kesehatan layanan primer mencakup 155 macam diagnosis penyakit
dengan alur klinis yang sudah disusun organisasi profesi terkait. Hal ini memberikan
makna bahwa puskesmas sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat
pertama wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 155 jenis diagnosis
penyakit dan tidak boleh dirujuk ke PPK 2 atau PPK 3 kecuali kondisi gawat darurat.
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan Indonesia adalah seperti yang
telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No.001 tahun 2012 ialah suatu
sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawabtimbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang
lebih mampu atau secara horizontal dalam arti unit-unit yang setingkat
kemampuannya .
Berdasarkan Permenkes No 75 taun 2014 tentang Puskesmas , puskesmas
sebagai salah satu jenis fasilitas tingkat pertama memiliki peranan penting dalam
sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan.
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
ada 2 macam rujukan yang dikenal, yaitu : rujukan upaya kesehatan perorangan, yaitu
cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila

28

suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka
puskesmas tersebut wajib merujuknya kesarana pelayanan lebih mampu (baik
horizontal maupun vertikal) dan rujukan upaya kesehatan masyarakat, yaitu cakupan
rujukan pelayanan kesehatan masyarakat misalnya, KLB, pencemaran lingkungan
dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masayarakat juga dilakukan apabila satu
puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan
pengembangan, padahal upaya kesehatan puskesmas tidak mampu menanggulangi
masalah kesehata masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuk kedinkes
kabupaten atau kota.
Di dalam pelaksanaan suatu program atau suatu sistem harus adanya suatu
penilaian atau evaluasi dari program yang dilaksanakan, apakah program yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak dalam
arti apakah dalam melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan terjadi penyimpangan
sehingga dapat mempengaruhi penyelesaian masalah atau tujuan yang telah
dirumuskan dan apakah dalam melaksananakan kegiatan tersebut tidak diperlukan
penyesuaian sedemikian rupa sehingga maslaah dapat diatasi dan tujuan dapat
dicapai. Untuk menilai pelaksanaan rujukan peserta JKN pada Puskesmas Susoh dan
Puskesmas Blangpidie, maka sebagai dasar kajian tersebut dikemukakan teori tentang
evaluasi.
Menurut Azwar (2010), untuk kepentingan praktis, ruang lingkup penilaian
tersebut secara sederhana dibedakan atas empat kelompok saja, yakni:

29

a. Penilaian terhadap masukan (Input)
b. Penilaian terhadap proses (process).
c. Penilaian terhadap keluaran (output)
d. Penilaian terhadap dampak (impact)

2.7. Kerangka Pikir
Dari landasan teori yang telah dipaparkan diatas, maka penelitian ini fokus pada
analisis pelaksanaan rujukan pserta JKN pada Puskesmas Susoh dan Puskesmas
Blangpidie. Maka secara ringkas disusun alur fokus penelitian (kerangka konsep)
sebagai berikut :

Input
a. Petugas / Tenaga
Pelaksana
b. Sarana/Prasarana
c. Prosedur
Pelaksanaan
Rujukan

Proses
a. Proses
pengambilan
keputusan dalam
pelaksanaan
Rujukan.
b. Proses pelaksanaan
rujukan dari
tingkat pertama ke
tingkat lanjutan
peserta JKN.

Output
Kesesuaian
pelaksanaan
rujukan tingkat
pertama peserta
JKN

Gambar 2.5. Kerangka Konseptual Penelitian