Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penemuan kurare oleh Harold Griffith dan Enid Johnson pada tahun 1942 merupakan
tonggak bersejarah dalam perkembangan ilmu anestesi. Kurare telah memfasilitasi intubasi dan
menyediakan relaksasi otot selama pembedahan. Hal ini merupakan kabar gembira bagi dokter
anestesi di seluruh dunia. Untuk pertama kali, prosedur operasi dapat dilakukan tanpa
membutuhkan tingkat sedasi yang relatif dalam untuk menghasilkan relaksasi otot yang baik. Hal
ini tentunya mengurangi penggunaan obat-obat anestesi yang sebelumnya diberikan dalam dosis
besar dan berdampak pada depresi sistem pernafasan dan kardiovaskular. Beberapa tahun
kemudian, tahun 1949, Bovert berhasil mensintesis succinyl choline, dan mempublikasikan
penggunaannya secara luas pada tahun 1951.1
Selama beberapa dekade succinylcholine telah menjadi obat standar yang dipakai untuk
memfasilitasi intubasi trakea selama induksi sekuensial cepat (rapid sequence induction). Mula
kerja yang cepat, relaksasi otot yang baik, durasi kerja yang ultra singkat membuat penggunaan
nya sulit tergantikan dalam praktis klinis.1
Succinyl choline pernah menjadi obat pelumpuh otot utama pada induksi sekuensial
cepat, akan tetapi obat ini dikontra indikasikan pada beberapa keadaan klinis seperti luka bakar
berat, cedera berat lebih dari 48 jam, cedera medulla spinalis, dan riwayat hipertermia maligna.2,3

Succinylcholine tetap menjadi pilihan utama pada intubasi trakea karena secara konsisten
menyediakan relaksasi otot yang baik dalam waktu 60 – 90 detik.1
Akan tetapi akhir-akhir ini, penggunaan succinylcholine mulai ditinggalkan, efek
samping yang ditimbulkan menuntut penemuan pelumpuh otot-saraf lain yang lebih aman dan
ideal. Pada akhirnya pelumpuh otot non depolarisasi seperti vecuronium, atracurium, dan
rocuronium dianggap ideal untuk menggantikan succinylcholine walaupun tidak ada satu pun
dari golongan ini yang menyamai karakteristik succinylcholine.1

Universitas Sumatera Utara

Ketika succinylcholine menjadi kontraindikasi, penggunaan pelumpuh otot saraf
nondepolarisasi menjadi rasional. Akan tetapi mula kerja dan potensi dari obat ini tidak sebaik
succinylcholine. Mula kerja pelumpuh otot-saraf nondepolarisasi dapat dipercepat dengan
pemberian dosis priming sebelum dosis penuh intubasi, dengan menggunakan dosis yang tinggi
dari setiap obat pelumpuh otot-saraf, atau dengan menggunakan kombinasi pelumpuh otot-saraf.4
Intubasi trakea cepat diperlukan oleh pasien-pasien dengan resiko aspirasi, walaupun
ketika bukan dalam keadaan emergensi.5 Kecepatan mula kerja dari pelumpuh otot-saraf
diperlukan untuk dengan cepat mengamankan jalan nafas pada pasien emergensi dan pasien
dengan resiko aspirasi yang tinggi.4


Mula kerja suatu pelumpuh otot-saraf berbanding terbalik dengan potensinya. ED 95
yang besar menandakan obat mempunyai potensi yang rendah, tetapi semakin tinggi nilai nya
akan memberikan mula kerja obat yang cepat, demikian sebaliknya.4
Semakin poten suatu obat (cisatracurium) maka semakin lambat mula kerjanya, dosis
yang dibutuhkan semakin kecil untuk mendapatkan efek dan semakin kurang poten suatu obat
(rocuronium) maka semakin cepat mula kerjanya, dosis yang dibutuhkan lebih besar untuk
mendapatkan efek.4
Beberapa peneliti merekomendasikan pemberian dosis kecil subparalisis sekitar 20 %
dari ED 95 atau 10 % dari dosis intubasi, diberikan 2- 4 menit sebelum dosis kedua yang lebih
besar. Prosedur ini akan mempercepat mula kerja pelumpuh otot non depolarisasi 30-60 detik,
dimana intubasi dapat dilakukan 90 detik setelah dosis kedua. Adapun kondisi intubasi yang
terjadi setelah priming tidak menyamai pemberian succinylcholine. Priming juga membawa
resiko aspirasi dan kesulitan menelan serta gangguan visus dengan derjat penghambatan yang
dapat mengganggu kenyamanan pasien, adapun hal ini dapat terjadi pada pasien sakit kritis dan
geriatrik.4,6
Pelumpuh otot dalam dosis besar direkomendasikan ketika intubasi harus dilaksanakan
dalam waktu kurang dari 90 detik. Dosis yang lebih besar ini berhubungan dengan pemanjangan
durasi kerja dan meningkatkan resiko efek samping kardiovaskular. Meningkatkan dosis

Universitas Sumatera Utara


rocuronium 0.6 mg/kg (2 x ED 95) menjadi 1.2 mg/kg ( 4x ED 95) akan memperpendek mula
kerja dari 89 detik menjadi 55 detik tetapi secara signifikan memperpanjang durasi kerja dari 37
menit menjadi 73 menit.4 Meningkatkan dosis atracurium juga mempunyai dampak terhadap
pelepasan histamine dan akan mempengaruhi hemodinamik dan sistem kardiovaskular. 4,7
Selain permasalahan diatas, intubasi sekuensial cepat dan resistensi terhadap pelumpuh
otot adalah keadaan klinis yang menyebabkan tidak tercapai nya keadaan relaksasi otot yang
cukup pada saat intubasi endotrakea.8,9
Hal ini disebabkan karena tidak terpenuhinya waktu untuk mendapatkan efek maksimal
dari obat. Kerja pelumpuh otot yang tidak adekuat akan menyebabkan kegagalan pita suara untuk
terbuka sempurna, kegagalan intubasi endotrakea, dan kondisi intubasi yang sulit dan tidak
nyaman bagi operator intubasi. Pada akhirnya hal-hal diatas akan menyebabkan cedera laring,
morbiditas pada pita suara dan serak paska operasi. 10,11,12
Beberapa pasien menunjukkan resistensi terhadap pelumpuh otot non depolarisasi, hal ini
dapat disebabkan obat-obatan atau penyakit. Pada kasus seperti ini magnesium dapat menjadi
solusi. Pasien yang akan menjalani kraniotomi sering mendapat asam valproat sebelum tindakan
operasi untuk mengontrol kejang. Asam valproat akan menurunkan potensi klinis rocuronium
dan akan meningkatkan kebutuhan dosis, magnesium sulfat dapat mengurangi kebutuhan akan
hal ini.13
Anak-anak dengan cerebral palsy menunjukkan resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi, dengan pemberian magnesium sulphate, kebutuhan rocuronium dapat dikurangi dan
efek analgesia dari magnesium sulphate menunjukkan berkurangnya konsumsi opioid pasca
operasi.14
Rocuronium dapat digunakan sebagai alternatif pada kasus-kasus dimana succinylcholine
dikontraindikasikan. Mula kerja rocuronium, yaitu mulai pemberian sampai supresi 95 %
kedutan pertama lebih cepat dengan penggunaan dosis yang tinggi dan hal ini semakin
dipersingkat lagi dengan pemberian pretreatment MgSO4.15
Peningkatan dosis rocuronium memiliki dampak pada pemanjangan durasi kerja dan
rocuronium ternyata memiliki ceiling efek. Penambahan dosis obat tidak selalu memberikan
jaminan mula kerja yang lebih cepat. Terlebih lagi pemanjangan durasi kerja pelumpuh otot tidak
diharapkan pada setiap pembedahan. 8,16,17

Universitas Sumatera Utara

Magnesium digunakan secara luas dalam kedokteran peri operatif, mulai dari pengobatan
aritmia pada pasien-pasien jantung sampai obat untuk mengontrol tekanan darah dan
mengendalikan kejang pada pasien-pasien dengan pre eklampsia berat dan eklampsia.17
Magnesium sulphate memberikan keuntungan ketika digunakan pada prosedur intubasi
oleh karena efek potensiasi dengan obat-obat pelumpuh otot non depolarisasi. 17-20
Magnesium bekerja sebagai antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate yang memiliki efek

pada transmisi saraf otot. Pemberian magnesium juga dapat mempercepat mula kerja pelumpuh
otot, mekanisme ini didasarkan pada menurun nya pelepasan acethylcholine presinaps dengan
menurunkan konduksi saluran kalsium yang bergantung tegangan. 17, 21,22
Pemberian magnesium sulphate sebagai adjuvan perioperatif akan menurunkan
kebutuhan akan pelumpuh otot non depolarisasi.13
Kim dan kawan kawan menginvestigasi, apakah pemberian magnesium sulphate dengan
priming rocuronium mempersingkat mula kerja pelumpuh otot. Sembilan puluh pasien yang
dijadwalkan anestesi umum, dialokasikan pada empat grup secara random. Grup kontrol
mendapat 0.6 mg/kg rocuronium, pasien pada grup priming mendapat 0.06 mg/Kg rocuronium 3
menit sebelum dosis utama 0.54 mg/kg. Pasien pada grup magnesium mendapat 50 mg/Kg
magnesium sulphate sebelum rocuronium, sedangkan pada grup magnesium dan priming
diberikan keduanya baik priming rocuronium dan magnesium. Intubasi endotracheal dilakukan
40 detik setelah injeksi rocuronium. Pada penelitian ini luaran primer yang hendak dinilai adalah
mula kerja pelumpuh otot, durasi kerja pelumpuh otot dan kondisi intubasi endotrakea. Grup
magnesium dan priming menunjukkan mula kerja yang paling singkat 56 detik (mempersingkat
63 % dibandingkan kontrol) dengan standar deviasi 16, magnesium (94 detik), priming (125
detik), kontrol (150 detik) dan kondisi intubasi yang paling baik. Intubasi trakea sukses
dilakukan pada detik 60 pada semua subjek penelitian. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada
durasi kerja. Durasi kerja pelumpuh otot memanjang 27 % pada grup magnesium dan 30 % pada
grup magnesium dan priming. Magnesium menurunkan kebutuhan rocuronium yang diperlukan

untuk memelihara relaksasi otot selama pembedahan. Hal ini menyebabkan tidak bermaknanya
pemanjangan durasi kerja pelumpuh otot pada akhir operasi.23
Hasil yang didapat pada penelitian (magnesium sulphate + priming) ini jika dibandingan
dengan rocuronium akan membutuhkan peningkatan dosis rocuronium hingga 1.6 mg/kg bb

Universitas Sumatera Utara

untuk mencapai kecepatan mula kerja yang sama dengan efek pemanjangan hingga 2.5 x dari
pemberian rocuronium 0.8 mg/kg bb.23
Mula kerja obat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti obat-obat anestesi yang
digunakan, indeks massa tubuh, peralatan monitoring yang digunakan untuk menstimulasi saraf,
dan definisi operasional peneliti mengenai mula kerja.23
Pada penelitian Kim dan kawan-kawan ini penggunaan dosis 50 – 60 mg/kg bb tidak
berhubungan dengan komplikasi serius. Efek samping yang dilaporkan meliputi rasa panas dan
sensasi terbakar pada 35 % grup magnesium dan 26 % grup magnesium dan priming. Tidak
dijumpai efek samping seperti kesulitan bernafas atau aspirasi isi lambung pada subjek yang
mendapat dosis priming.23
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kombinasi magnesium sulphate dan priming
rocuronium mempercepat mula kerja dan meningkatkan kondisi intubasi, dibandingkan dengan
grup magnesium sulphate, grup priming, dan grup kontrol.23

Czarnetzki dan kawan-kawan membandingkan pemberian magnesium sulphate 60 mg/kg
sebagai pretreatment dan mengamati mula kerja dan durasi kerja rocuronium. Magnesium
sulphate diberikan 15 menit sebelum induksi anestesia. Pasien yang mendapat magnesium
menunjukkan mula kerja yang lebih singkat 77 SD 18 detik, dibandingkan placebo 120 SD 24
detik (p

Dokumen yang terkait

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

4 105 105

Perbandingan Efek Klonidin 2mg/Kg Intravena dan Lidokain 2% 1.5 mg/Kg Intravena untuk Mencegah Kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO) selama Tindakan Intubasi Endotrakheal

2 72 111

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROPOFOL 0,5 Mg/KG/BB DENGAN LIDOCAIN 2 Mg/KG/BB DALAM MENCEGAH KEJADIAN SPASME LARING PASCA EKSTUBASI.

0 0 14

EFEK ANALGF,SIA KETAMIN 0,1 mg Kg BB INTRAVENA TERHADAP NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 47

Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

0 0 17

Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

0 0 2

Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

0 1 23

Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

0 1 5

Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

0 0 12

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

1 0 11