Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Obat-obat pelumpuh otot-saraf

Mekanisme kerja obat-obat pelumpuh otot-saraf adalah menghambat transmisi impuls saraf di
sambungan otot-saraf. Obat-obat ini dapat diklasifikasikan menjadi pelumpuh otot-saraf
depolarisasi (menyerupai kerja acethyl choline) dan non-depolarisasi. Obat pelumpuh otot-saraf
non-depolarisasi terdiri atas golongan benzylisoquinolinium dan aminosteroid.7
Obat-obat pelumpuh otot non-depolarisasi dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi
kerja, yaitu31 :
1. Obat pelumpuh otot kerja panjang (long acting)
2. Obat pelumpuh otot kerja sedang (intermediate acting)
3. Obat pelumpuh otot kerja singkat (short acting)
Obat-obat pelumpuh otot-saraf non-depolarisasi akan berikatan dengan reseptor acethyl choline
nikotinik tanpa menyebabkan aktivasi terhadap kanal-kanal reseptor ion. Obat ini akan
berkompetisi dengan acethyl choline di subunit alpha dari reseptor acethyl choline nikotinik
paska sambungan otot-saraf tanpa menyebabkan perubahan konfigurasi pada reseptor-reseptor
ini. Pada dosis yang tinggi, dapat menghambat kanal reseptor ion dan juga bekerja pada reseptor

acethyl choline nikotinik pra sambungan otot-saraf, tetapi mekanisme kerja pada paska
sambungan saraf lebih utama.7

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Struktur Reseptor Acethyl Choline Nikotinik6
Transmisi sambungan otot-saraf akan mengalami kegagalan jika 80–90 % dari reseptor
berhasil dihambat sedangkan bila penghambatan hanya 70 % tidak menunjukkan penghambatan
sambungan otot-saraf.7 Penghambatan otot-saraf non depolarisasi mempunyai karakteristik
terhadap respon otot rangka yang dibangkitkan oleh stimulasi listrik menggunakan stimulator
saraf perifer,7 diantaranya :
1. Penurunan respon kedutan terhadap stimulus tunggal,
2. Menghilangnya respon selama stimulus berkesinambungan,
3. Rasio TOF < 0.7,
4. Potensiasi paska tetanik,
5. Potensiasi terhadap obat pelumpuh non depolarisasi yang lain,
6. Dapat diantagonis dengan anticholinesterase.
Magnesium meningkatkan penghambatan sambungan otot-saraf yang dihasilkan obatobat pelumpuh otot non depolarisasi.32 Interaksi antara magnesium dan vecuronium lebih
menonjol dibandingakan interaksi magnesium dengan obat pelumpuh otot yang lain. Mekanisme
yang dispekulasi kan terjadi pada interaksi ini adalah penurunan pelepasan acethyl choline pra

sambungan saraf otot dan penurunan sensitivitas (stabilisasi dari membran paska sambungan
otot-saraf terhadap asetil choline.7
2.2

Potensi pelumpuh otot-saraf nondepolarisasi

Universitas Sumatera Utara

Potensi obat pada umumnya diekspresikan sebagai hubungan antara dosis dan respon. Dosis obat
pelumpuh otot yang diperlukan untuk menghasilkan efek 50 %, 90 %, dan 95 % depresi dari
ketinggian kedutan pada umumnya diekspresikan sebagai ED 50, ED 90, ED 95, dan merupakan
ukuran potensi obat. Setiap obat pelumpuh otot-saraf memiliki potensi yang berbeda-beda.7
Atracurium memiliki ED 50 (0,12 mg/kg), ED 90 (0.18 mg/kg) , dan ED 95 (0.21
mg/kg).4 Kecepatan mula kerja dari pelumpuh otot diperlukan untuk dengan cepat mengamankan
jalan nafas pada pasien emergensi dan pasien dengan resiko aspirasi yang tinggi. Hal ini
dipengaruhi beberapa faktor diantaranya laju penghantaran obat ke sambungan otot-saraf,
afinitas reseptor, bersihan plasma, dan mekanisme penghambatan otot-saraf (depolarisasi atau
nondepolarisasi). Mula kerja berbanding terbalik dengan potensi obat pelumpuh otot-saraf. ED
95 yang tinggi memiliki potensi yang rendah tetapi dapat memberikan mula kerja yang cepat,
demikian sebaliknya.4

Atracurium sedikit berbeda dengan obat pelumpuh otot nondepolarisasi lain, ED 50 dan
ED 95 diekspresikan sebagai potensi molar (microM/kg).4 Semakin poten suatu obat
(cisatracurium) maka semakin lambat mula kerjanya dan semakin kurang poten suatu obat
(rocuronium) maka semakin cepat mula kerjanya.4
Bevan berpendapat bahwa semakin cepat bersihan dari plasma maka semakin cepat mula
kerja, succinylcholine yang memiliki mula kerja yang cepat berhubungan dengan metabolisme
dan bersihan plasma yang cepat pula.4
Mula kerja dari obat pelumpuh otot-saraf lebih cepat bekerja pada otot-otot yang
berhubungan dengan intubasi seperti adduktor laring, diafragma, dan masseter daripada otot-otot
yang pada umumnya di monitor (adductor policis). Oleh karenanya efek pelumpuh otot-saraf
akan lebih cepat, lebih cepat pulih pada otot-otot ini.4
Adapun aliran darah ke otot lebih penting dibandingkan dengan potensi intrinsik obat
dalam menentukan mula dan berakhirnya kerja dari suatu pelumpuh otot-saraf. Semakin besar
aliran darah (per gram otot) pada diafragma dan laring akan menyebabkan semakin banyaknya
konsentrasi plasma obat di otot .4

Universitas Sumatera Utara

Mula kerja pelumpuh otot terjadi 1-2 menit lebih awal pada laring dibandingkan pada
adductor policis setelah pemberian obat-obat pelumpuh otot-saraf non-depolarisasi. Pola

penghambatan baik itu mula kerja, kedalaman, dan kecepatan pemulihan di otot orbicularis oculi
menyamai laring. Dengan memonitoring mula kerja obat pelumpuh otot pada otot orbicularis
oculi, kita dapat memprediksi kondisi intubasi.4
Mula kerja dari penghambatan yang maksimal di laring berkaitan dengan saat dimana
adductor pollicis menunjukkan bukti pelemahan. Lebih lanjut lagi kembalinya respon ibu jari
menunjukkan otot efferent untuk menjaga refleks jalan nafas protektif sudah kembali intak
seperti sedia kala.4
Succinylcholine tetap menjadi pilihan utama pada intubasi tracheal cepat karena secara
konsisten menyediakan relaksasi otot dalam waktu 60 – 90 detik. Ketika succinylcholine menjadi
kontraindikasi, mula kerja pelumpuh otot-saraf nondepolarisasi dapat dipercepat dengan
pemberian dosis priming sebelum dosis penuh intubasi atau dengan menggunakan dosis yang
tinggi dari setiap obat pelumpuh otot-saraf, atau dengan menggunakan kombinasi pelumpuh ototsaraf.4
Teknik priming adalah pemberian dosis awal subparalisis pelumpuh otot-saraf non
depolarisasi yang bertujuan untuk menduduki reseptor acethyl choline, dimana hal ini akan
mempersingkat waktu yang dibutuhkan dosis berikutnya untuk dapat menduduki resptor acethyl
choline yang tersisa dan memberikan efek relaksasi yang lebih baik.4,6,23 Kombinasi teknik
priming dan pretreatment magnesium sulphate inhibisi transmisi merupakan suatu sinergisme
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memblok transmisi saraf menjadi lebih cepat.
Sejak penemuan rocuronium, penggunaan dosis priming menurun. Beberapa peneliti
merekomendasikan pemberian dosis kecil subparalisis sekitar 20 % dari ED 95 atau 10 % dari

dosis intubasi, diberikan 2- 4 menit sebelum dosis kedua yang lebih besar. Prosedur ini akan
mempercepat mula kerja pelumpuh otot non depolarisasi 30-60 detik, dimana intubasi dapat
dilakukan 90 detik setelah dosis kedua. Adapun kondisi intubasi yang terjadi setelah priming
tidak menyamai pemberian succynyl choline. Priming juga membawa resiko aspirasi dan
kesulitan menelan dan gangguan visus dengan derjat penghambatan yang dapat mengganggu

Universitas Sumatera Utara

kenyamanan pasien. Apabila hal ini dikeluhkan pasien obat-obat induksi atau sedasi harus segera
diberikan. Akan tetapi efek samping ini hanya terjadi pada pasien-pasien sakit kritis dan
geriatrik. Dosis priming biasanya tidak menyebabkan paralisis yang signifikan, dimana paralisis
terjadi bila 75 % sampai 80 % reseptor reseptor acethyl choline dihambat.6
Pelumpuh otot dalam dosis besar direkomendasikan ketika intubasi harus dilaksanakan
dalam waktu kurang dari 90 detik. Dosis yang lebih besar ini berhubungan dengan durasi kerja
dan meningkatkan resiko efek samping kardiovaskular. Meningkatkan dosis rocuronium 0.6
mg/kg (2 x ED 95) menjadi 1.2 mg/kg ( 4x ED 95) akan memperpendek mula kerja

dari

89 detik menjadi 55 detik tetapi secara signifikan memperpanjang durasi kerja dari 37 menit

menjadi 73 menit.4,6
2.3

Farmakologi Atracurium

Atracurium

merupakan

obat

pelumpuh

otot-saraf

non-depolarisasi

dari

golongan


benzylisoquinolinium bisquaternary. Pada ED95, 0.2 mg/kg bb atracurium memiliki mula kerja 35 menit dan durasi kerja 20-35 menit.31,33

Gambar 2.3.1 Rumus Bangun Atracurium 6
Tempat kerja atracurium seperti halnya obat-obat pelumpuh otot-saraf non- depolarisasi yang
lain adalah reseptor kolinergik prasinaps dan paskasinaps.7
Atracurium juga menyebabkan penghambatan otot-saraf secara langsung dengan
mempengaruhi aliran ion yang melalui kanal reseptor-reseptor kolinergik nikotinik. Diperkirakan
82 % atracurium terikat dengan plasma protein terutama albumin.
Atracurium didesain untuk didegradasi spontan in vivo (eliminasi Hoffman) pada
temperatur tubuh dan pH normal.34

Universitas Sumatera Utara

Garam iodide besylate ditambahkan umtuk membuat atracurium lebih larut dalam air,
dan mengatur pH larutan diantara 3.25 – 3.65 untuk meminimalkan degradasi in vitro spontan.
Oleh karena sediaan komersial yang memiliki pH yang rendah, atracurium sebaiknya tidak
dicampur dengan obat-obat yang bersifat alkali. Pemaparan atracurium terhadap larutan alkali
sebelum masuk ke sirkulasi secara teori akan mengakibatkan kerusakan dini pada obat. Potensi
atracurium yang disimpan di temperatur ruangan akan menurun sekitar 5 % setiap 30 hari.7

Bersihan
Atracurium mengalami degradasi spontan non enzimatis pada temperatur tubuh dan pH
normal yang dikenal sebagai eliminasi Hoffman. Selanjutnya secara simultan atracurium akan
dihidrolisis oleh plasma esterase yang non spesifik.Laudanosine merupakan metabolit utama dari
kedua jalur metabolism. Metabolit ini bersifat tidak aktif pada sambungan otot-saraf, tetapi pada
konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat pada hewan coba.35
Eliminasi Hoffman merepresentasi elimasi dengan mekanisme kimiawi, disisi lain
hidrolisis ester merupakan mekanisme biologis. Kedua rute metabolism ini tidak tergantung pada
fungsi hati dan ginjal, begitu juga dengan aktivitas cholinesterase plasma.7
Durasi kerja atracurium tidak berbeda diantara pasien normal dan pasien-pasien dengan
penurunan fungsi ginjal dan hati serta pasien dengan cholinesterase plasma yang atipikal.7
Tidak terjadinya pemanjangan kerja atracurium pada pasien-pasien dengan cholinesterase
atipikal menunjukkan ketergantungan hidrolisis ester pada plasma esterase yang non spesifik
yang tidak berkaitan dengan cholinesterase plasma.
Eliminasi Hoffman dan hidrolisis ester juga merupakan jawaban terhadap sedikitnya
kumulatif dari efek obat dengan pengulangan dosis atau infus berkesinambungan.35
Laudanosine
Laudanosine merupakan metabolite utama dari kedua jalur metabolism atracurium.
Dengan eliminasi Hoffman menghasilkan 2 molekul laudanosine dan hidrolis ester menghasilkan
1 molekul laudanosine setiap 1 molekul atracuriun yang dimetabolisme. Konsentrasi plasma

puncak laudanosien pada manusia terjadi 2 menit setelah pemberian iv cepat atracurium dan
menetap lebih kurang 75 % dari level puncak sekitar 15 menit.7,35 Laudanosine bergantung pada
bersihan hati, sekitar 70 % dieksresi melalui empedu dan sisanya melalui urine.7
Sirrhosis hepar pada manusia tidak mempengaruhi bersihan laudanosine, dimana ekskresi
metabolit ini akan terganggu pada pasien dengan obstruksi saluran empedu. Konsentrasi plasma

Universitas Sumatera Utara

dari laudanosin setelah dosis tunggal atracurium 0.5 mg/kg iv akan meningkat pada pasien
dengan gagal ginjal dibandingkan dengan pasien normal. Laudanosine tidak akan menyebabkan
aktivitas kejang pada pasien yang di bius karena atracurium mennyebabkan kelumpuhan pada
otot disisi lain sedasi hipnotik akan mendepresi susunan saraf pusat.7
Perubahan asam basa
Meskipun eliminasi Hoffman bergantung pada pH (dipercepat pada keadaan alkalosis dan
diperlambat pada keadaan asidosis) akan tetapi perlu perubahan pH yang cukup besar untuk
dapat mempengaruhi eliminasi Hoffman. Perubahann pH akan mempengaruhi laju hidrolisis
ester yang berlawanan arah dengan laju eliminasi Hoffman. Oleh karena nya eliminasi Hoffman
yang lambat akan dilawan dengan meningkatnya laju hidrolisis ester.7
Efek Kardiovaskular
Tekanan darah sistemik dan perubahan frekuensi jantung tidak mengikuti pemberian iv

cepat atracurium pada dosis 2 X ED

95

setelah pemberian fentanyl, isofulurane, dan N2O.7

Selama pemberian N2O dan fentanyl, pemberian iv cepat 3 x ED

95

atracurium akan

meingkatkan frekuensi jantung 8.3 % dan menurunkan tekanan rerata arteri 21.5 %.33
Perubahan pada sistem sirkulasi ini bersifat sementara, terjadi pada 60-90 detik setelah
pemberian atracurium dan akan segera menghilang dalam waktu 5 menit. Wajah dan bagian dada
yang memerah (flushing) pada beberapa pasien disebabkan pelepasan histamine sebagai
mekanisme perubahan sirkulasi yang berhubungan dengan pemberian cepat atracurium dosis
tinggi. Peningkatan konsentrasi histamine plasma sementara dan parallel terhadap perubahan
frekuensi jantung dan tekanan darah sistemik terjadi ketika atracurium 0.6 mg/kg iv diberikan
secara cepat. Sebaliknya dosis atracurium yang sama diberikan dalam waktu 30 – 75 detik, atau

secara cepat tetapi didahului pemberian antagonis reseptor Histamin 1 dan 2 tidak menyebabkan
perubahan sirkulasi meskipun didapatkan peningkatan konsentrasi histamine yang sama dengan
pemberian dosis yang sama tanpa pretreatment.7
Meskipun memiliki kemampuan melepaskan histamine, pemberian atracurium tidak
mempengaruhi tekanan intrakranial pada pasien-pasien dengan tumor intracranial. Pelepasan
histamine yang dibangkitakan oleh atracurium tidak terjadi pada pemberian berulang dalam
jangka pendek, hal ini dikarenakan cadangan histamine tidak tergantikan dalam beberap hari.
Oleh karenanya penurunan tekanan darah sistemik minimal terjadi pada pengulangan dosis yang
sama.7

Universitas Sumatera Utara

2.4

Pernanan Magnesium Dalam Klinis

Magnesium merupakan kation terbanyak ke-empat di dalam tubuh manusia, dan kation
terbanyak kedua di intraselluler setelah potassium. Magnesium mempunyai peranan penting
sebagai ko-faktor pada lebih dari 300 reaksi enzimatik termasuk metabolisme energi dan sintesis
asam nukleat. Magnesium memiliki efek antagonis kalsium dan juga terlibat dalam beberapa
proses seperti: pengikat reseptor hormon, jalur masuk kanal kalsium, aliran ion transmembran
dan regulasi adenylate cyclase, kontraksi otot, aktivitas neuron, pengaturan tonus vasomotor,
eksitabilitas jantung, dan pelepasan neurotransmitter. 36,37
Magnesium (Mg) merupakan ion bervalensi dua, seperti halnya kalsium. Magnesium
mempunyai berat atom 24.312. Tubuh manusia mengandung 1 mol (24 gram) magnesium.
Magnesium merupakan garam mineral ke-empat terbanyak setelah phosphor, kalsium, dan
kalium, kation keempat terbanyak setelah sodium, potassium, dan kalsium, dan kation
intrasellular terbanyak kedua setelah kalsium.37
Pada manusia, kurang dari 1 % dari total magnesium ditemukan di serum dan sel darah
merah (ekstraselluler). Magnesium terdistribusi di tulang (53%), kompartemen intraselluler otot
(27%), dan jaringan lunak (19%). Hanya ¼ dari magnesium di tulang dan otot yang dapat
dipertukarkan.37
Sembilan puluh persen dari magnesium intraselluler terikat pada matriks organik.
Magnesium serum hanya berkisar 0.3% dari total magnesium tubuh, dimana magnesium terdiri
atas magnesium terionisasi (62%), magnesium yang terikat protein (33%) terutama albumin, dan
magnesium yang membentuk kompleks dengan anion seperti sitrat dan phosphate (5%).37
Nilai normal magnesium dalam plasma adalah 0.7–1.1 mmol/L (1.4 - 2.2 mEq/L). Jika
kadar magnesium dalam plasmas mencapai 4 – 5 mmol/L, gejala-gejala toksik seperti hilangnya
refleks tendon dan pusing dapat muncul. Pada konsentrasi > 6 mmol/L henti nafas dapat terjadi
dan diikuti henti jantung bila (> 8 mmol/L).13
2.4.1

Peranan magnesium dalam fisiologi sel

Magnesium akan mengintervensi aktivasi membran Ca ATPase dan Na-K ATP ase yang terlibat
dalam pertukaran ion transmembran selama fase depolarisasi dan repolarisasi. Magnesium
berperan dalam stabilisasi membrane sel dan organella intrasitoplasma.37
Magnesium juga berperan dalam regulasi berbagai jenis saluran ion. Magnesium
merupakan antagonis kompetitif yang menyebabkan menurunnya aliran kalsium dari retikulum

Universitas Sumatera Utara

sarkoplasma dengan menghambat saluran-saluran yang bergantung aktivasi kalsium. Magnesium
bebas intraselluler juga berperan dalam reaksi phosforilasi dan aktivator berbagai reaksi
enzimatik yang membutuhkan ATP.37
2.4.2

Transmisi saraf otot

Akson yang mempersarafi serat otot rangka akan kehilangan selubung myelin dan terbagi
menjadi beberapa ujung terminal. Ujung –ujung terminal ini mengandung vesikel – vesikel kecil
yang jernih yang mengandung asetil choline yang merupakan neurotransmitter pada sambungan
otot-saraf. Bagian membrane otot saraf yang mengalami penebalan dan terdepresi kedalam
disebut motor end plate. Ruang antara saraf dan bagian otot yang menebal dinamakan celah
sinaps. Keseluruhan bagian ini dinamakan smbungan saraf otot atau sambungan myoneural.38
Tahap –Tahapan transmisi
Impuls yang sampai ke ujung neuron meningkatkan permeabilitas membrane terhadap
ion kalsium. Ion kalsium yang masuk akan mencetuskan eksositosis dari vesikel–vesikel yang
mengandung acethyl choline. Acethyl choline akan berikatan pada reseptor asetilkoline nikotinik
yang berada di puncak motor end plate. Ikatan dengan acethyl choline akan meningkatkan
konduktansi membran terhadap ion natrium dan kalium, sebagai hasilnya akan terjadi influks
dari natrium dan mencetuskan depolarisasi. Acethyl choline kemudian didegradasi oleh
asetilcholine esterase.38
Paket-paket dari acethyl choline yang dilepaskan dari membran sel saraf akan
menghasilkan depolarisasi. Besar dari paket-paket yang dibebaskan ini bervariasi sejalan dengan
konsentrasi kalsium dan berbanding terbalik dengan konsentrasi magnesium di celah sinaps.
Kalsium dan magnesium mempunyai efek yang berlawanan pada otot. Hipomagnesemia akan
menstimulasi kontraksi, sedangkan hipokalsemia akan menginduksi relaksasi. Hipomagnesemia
menyebabkan pelepasan pasif dan cepat dari kalsium reticulum sarkoplasma sebagai akibat dari
terbukanya saluran kalsium, dimana konsentrasi magnesium yang tinggi akan menghambat
proses ini.37

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4.2.1 Siklus pembentukan acethyl choline dan penyimpanan nya di dalam vesikelvesikel.38
Transmisi di sambungan saraf otot dipengaruhi oleh efek pada pre sinaps dan
pascasinaps, magnesium akan berkompetisi untuk memblokade jalur masuk ion kalsium (bekerja
seperti penghambat saluran kalsium) di akhir saraf presinaps. Akibatnya pelepasan asetil choline
akan menurun dengan konsentrasi magnesium yang tinggi dan mempengaruhi transmisi
sambungan saraf otot.13,37

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4.2.2 Mekanisme transmisi di celah sinaps 38
2.4.3

Magnesium dan transmisi saraf otot

Magnesium menurunkan efek asetil choline pada reseptor pascasinaps dan menunjukkan
peningkatan ambang batas untuk eksitasi sel saraf.

Hipomagnesemia akan menyebabkan

hipereksitabilitas, sedangkan hipermagnesemia menyebabkan kelemahan otot-saraf. Kelebihan
konsentrasi serum magnesium akan menghasilkan penghambatan progresif pelepasan
katekolamin dari akhir saraf adrenergik, medulla adrenal, dan serat simpatis pascaganglion.37
2.4.4

Magnesium dan intubasi trakea

Intubasi trakea pasien dengan hipertensi akan mengakibatkan peningkatan tekanan arteri
sistemik, tekanan arteri pulmonal, dan tekanan baji kapiler paru, Hal ini akan menyebabkan
peningkatan resiko hipertensi dan perdarahan intraserebral.

Magnesium sulphate dapat

menumpulkan respon hipertensi pada saat intubasi trakea. Pemberian premedikasi magnesium
sulphate 40 mg/kg 5 menit sebelum intubasi menunjukkan tidak dijumpai nya peningkatan darah
sistolik yang bermakna. Akantetapi dengan dosis ini magnesium menyebabkan takikardi.36,39
Pada penelitian lain menggunakan dosis magnesium sulphate 30 mg/kg dan alfentanil 7.5

Universitas Sumatera Utara

mcg/kg, takikardi dan penurunan tekanan darah lebih terkontrol. Magnesium juga akan
menghambat pelepasan katekolamine dari medulla adrenal. 36
2.4.5

Magnesium dan pelumpuh otot

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menemukan efek ion kalsium dan magnesium pada
sambungan saraf otot. Penelitian menunjukkan magnesium berkompetisi dengan ion kalsium di
pre sambungan sinaps.37 Magnesium akan mempengaruhi pelumpuh otot saraf melalui beberapa
mekanisme diantaranya :
1. Menurunkan pelepasan acethyl choline di sambungan pra sinaps melalui inhibisi saluran
kalsium yan tergantung dengan tegangan (voltage dependent).23
2. Menurunkan sensitivitas endplate dari acethyl choline.
3. Melemahkan eksitabilitas serat-serat otot rangka melalui perubahan ambang listrik pada
membrane sel otot.23
Konsentrasi magnesium yang tinggi di sambungan saraf otot akan menyebabkan lebih
sedikit ion kalsium berikatan dengan vesikel-vesikel yang mengandung acethyl choline sehingga
menurunkan pelepasan acethyl choline di celah sinaps. Magnesium juga berkompetisi dengan ion
kalsium untuk tempat aktivasi nya pada myosin ATP ase yang diperlukan untuk proses eksitasi
dan kontraksi otot rangka.25
Magnesium dan kalsium bersifat antagonis satu sama lain. Konsentrasi magnesium yang
tinggi akan menghambat pelepasan acethyl choline dan konsentrasi kalsium yang tinggi akan
meningkatkan pelepasan acethyl choline dari terminal saraf pre sinaps. Ion magnesium juga
memiliki efek penghambatan pada aksi potensial post sinaps dan menyebabkan penurunan
perangsangan/eksitabilitas membran serat-serat otot, walaupun efek ini relatif sedikit
dibandingkan penghambatan pelepasan acethyl choline pre sinaps.36,37
Ada beberapa variasi saluran kalsium yang telah diketahui (saluran N-, L-, P-),
dinamakan setelah ligands spesifik yang mengikatnya. Saluran P merupakan saluran yang yang
paling banyak mendapat perhatian.36
Penggunaan magnesium sulfate mempunyai implikasi untuk bidang anestesi, terutama
ketika diberikan bersama obat pelumpuh otot. Zhang dan Kwan meneliti efek magnesium
sulphate menyebabkan penghambatan sambungan saraf otot pada elektromiogram dan
mechanomiogram pada babi.36

Universitas Sumatera Utara

Magnesium juga bersifat potensiasi terhadap pelumpuh otot non depolarisasi. Setelah
dosis magnesium sulphate 40 mg/kg, ED 50 dari vecuronium menurun 25 %, mula kerja
dipercepat, dan durasi kerja menjadi dua kali lipat.20 Efek pelumpuh otot menjadi lebih panjang
pada pemberian vecuronium dengan magnesium sulphate.36
Lebih singkatnya mula kerja obat pelumpuh otot telah digunakan secara klinis untuk
menghasilkan kondisi intubasi yang lebih cepat. Konsep priming untuk menghasilkan mula kerja
lebih cepat dapat dilakukan dengan memberikan 20 – 30 % ED 95 % 4 – 6 menit sebelum dosis
penuh ED 95 %.4,6,36
2.4.6

Magnesium dan Sistem Saraf Pusat

Magnesium memainkan peranan penting pada konduksi sistem saraf pusat, dimana magnesium
menunjukkan sifat antagonis terhadap reseptor NMDA. Akhir-akhir ini ditemukan peranan
antagonis reseptor NMDA terhadap proteksi sistem saraf pusat dari kerusakan iskemik.36
Penelitian akhir-akhir ini menunjukan peranan antagonis reseptor NMDA seperti
magnesium dan ketamin dalam manajemen nyeri paska operasi. Antagonis reseptor NMDA akan
menghambat induksi dan menstabilkan sensitisasi sentral setelah stimuli nociceptif.36
2.5

Toksisitas magnesium

Toksisitas magnesium sangat jarang terjadi kecuali ada kondisi yang menyertainya, seperti gagal
ginjal yang menggangu eksresi magnesium. Gejala meliputi depresi sistem saraf pusat, paralisis
otot rangka, koma, dan bahkan kematian. Pada saat magnesium plasma meningkat diatas 4
Meq/L, reflex tendon dalam akan menurun dan kemudian akan menghilang ketika konsentrasi
mencapai 10 Meq/L. Pada level ini depresi dan paralisis otot pernafasan dapat terjadi.
Konsentrasi magnesium diatas 12 Meq/L akan berakibat fatal.40,41

Universitas Sumatera Utara

Konsentrasi Mg
mg/dl

mEq/L

mmol/L

Manifestasi

< 1.2

12

>10

>5

Complete Heart block
Henti jantung
Apnu
Lumpuh
Koma

Tabel 2.5 Kadar magnesium plasma dan manifestasi klinis.41
Antidotum untuk keracunan magnesium adalah kalsium gluconat (10 ml larutan 10 %)
yang diberikan dalam 10 menit bolus perlahan. Pasien membutuhkan monitoring EKG selama
dan setelah pemberian untuk menilai potensi terjadinya aritmia. Resusitasi dan dukungan ventilor
mekanik harus tersedia selama dan setelah pemberian magnesium sulphate dan kalsium
glukonat.40
2.6

Monitoring blok saraf - otot

Penggunaan stimulasi saraf sebagai indikator intensitas blok saraf - otot pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1941 oleh Harvey dan Masland. Pada tahun 1958, Christie dan
Churchill - Davidson memperkenalkan alat pertama yang digunakan untuk memprediksi
intensitas blok saraf - otot pada praktik klinis.42

Universitas Sumatera Utara

Stimulasi saraf motorik perifer dengan impuls listrik menghasilkan respon otot rangka.
Kekuatan dan intensitas dari respon ini bergantung pada jumlah serat otot yang teraktivasi.
Dengan intensitas stimulasi yang cukup, maka semua serat otot yang dipersarafi akan
berkontraksi dan mencapai level maksimum. Pada penggunaan klinis dikenal sebagai stimulus
supramaksimal, yaitu stimulus listik 15-20 % diatas level maksimum.42
2.6.1

Unit saraf - otot

Persiapan dan penempatan elektroda mempunyai pengaruh dalam pemantauan blok saraf - otot.
Sebelum menempatkan elektroda, kulit harus dibersihkan terlebih dahulu dengan

larutan

alkohol. Elektroda harus ditempatkan secara tepat pada saraf motorik perifer yang akan
distimulasi. Ketika menggunakan elektroda EKG jarak antara dua elektroda harus < 6 cm.
Sebagai tambahan, direkomendasikan untuk menjaga suhu kulit
≥ 32 derajat celcius untuk
mencegah bias karena hipotermia.42
Pemilihan tempat pemantauan dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, tempat harus
mudah diakses. Kedua, stimulasi langsung terhadap otot harus dihindarkan, dan ketiga,
pemilihan unit otot - saraf yang dapat dipantau secara kuantitatif. Unit saraf otot yang paling
sering dipilih adalah otot pollicis adductor dan nervus ulnaris. Ketika pemantauan accelerografi
kuantitatif akan digunakan, probe dapat diletakkan pada ujung ibu jari. Untuk mendapatkan hasil
yang akurat, keempat jari lain harus difiksasi.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6.1 Monitoring pelumpuh otot saraf dengan acceleromiografi.42
Apabila pasien dalam posisi telungkup, saraf tibialis posterior dan otot flexor hallucis
brevis dapat menjadi alternatif. Pilihan lain adalah nervus fasialis untuk menilai kontraksi otot
orbicularis occuli dan otot corrugators supercilii. Intensitas aliran listrik juga berbeda untuk
setiap unit otot saraf yang digunakan.42
Grup otot yang berbeda akan menunjukkan respon yang berbeda dalam onset, offset, dan
efek puncak dari pelumpuh otot saraf. Adapun memantau satu unit saraf otot hanya

akan

memberikan informasi yang terbatas. Penelitian menunjukkan bahwa kondisi intubasi yang
optimal dan paralisis otot diafragma dan dinding perut dapat diprediksi oleh pemantauan nervus
fasialis dan otot corrugators supercilii, sedangkan nervus ulnaris dan adductor pollicis
merupakan pilihan yang baik untuk mengetahui pemulihan otot faring.42,43
2.6.2

Pola stimulasi

Secara klinis pola stimulasi yang digunakan adalah stimulasi kedutan tunggal (single twitch
stimulation), stimulasi train of four (TOF), stimulasi tetanik, post-tetanic count stimulation
(PTC), dan double-burst stimulation (DBS).42,44,45

Universitas Sumatera Utara

Single twitch (kedutan tunggal) merupakan pemberian stimulus supramaksimal kepada
saraf dengan frekuensi antara 0.1 – 1 Hz. Pemilihan frekuensi > 0.15 Hz akan menyebabkan
penurunan respon kontrasksi otot. Dalam praktis nya pola ini memberikan informasi yang
terbatas. Adapun pola ini memainkan peranan penting dalam menginvestigasi mula kerja dari
pelumpuh otot saraf. 42,44,45
Train of four diperkenalkan pada tahun 1970 oleh Ali dan kawan-kawan.42,45

Gambar 2.6.2 Pola stimulasi dan respon Train of Four
Berbeda dengan stimulasi kedutan tunggal, TOF memberikan penilaian yang lebih nyata
dari blok saraf - otot. Stimulasi ini memiliki pola yang terdiri dari 4 kedutan pada frekuensi 2 Hz,
dengan interval bebas stimulasi 10 detik diantara stimulasi TOF untuk menghindarkan fade
selama penilaian.42
Menghilangnya (fading) dari respon TOF menunjukkan adanya penghambatan oleh obat
pelumpuh otot di reseptor acethyl choline. Relakasasi pembedahan didefinisikan sebagai rasio
TOF 15 – 25 % selama pembedahan. Selama relaksasi yang dalam lebih dari 1 keduan TOF akan
mengilang.46
Penghitungan TOF akan mendeskripsikan jumlah dari respon yang teridentifikasi selama
stimulasi TOF. Pada keadaan tanpa penghambatan saraf - otot keempat respon mempunyai
amplitude yang sama. Kehilangan dari respon ke empat menandakan blockade 75-80 % .
Hilangnya respon ketiga, kedua, dan pertama, menandakan blok 85 %, 90 %, dan 98 – 100 %
secara berurutan. Blok saraf - otot yang cukup untuk prosedur pembedahan dapat diasumsikan
sampai munculnya kembali respon kedua sampai keempat. Rasio Train of Four didapatkan

Universitas Sumatera Utara

dengan membagi amplitude (tinggi) dari respon keempat dengan amplitudo dari respon pertama.
Hal ini untuk menilai pemulihan saraf otot selama pemberian pelumpuh saraf - otot. Rasio TOF
0.7 merepresentasikan pemulihan diafragma yang adekuat. Adapun untuk memastikan
kembalinya fungsi otot faring yang adekuat membutuhkan rasio TOF > 0.9. 42,44,45,46
Dibawah ini merupakan hubungan antara depresi kedutan pertama dan respon train of
four.45
Hubungan antara reseptor yang diduduki , T1, T4, T4/T1 selama blok pelumpuh
otot non depolarisasi
Presentasi

T1

T4

T4/T1

penghambatan

(% normal)

(% normal)

(% normal)

100

-

-

-

95

-

-

-

0

-

Hilang T1

10

-

Hilang T2

20

-

Hilang T3

80

25

0

Hilang T4

-

80-90

55-65

0.6-0.7

-

95

70

0.7-0.75

75

100

75-100

0.75-1

-

100

-

0.9-1

50

100

-

-

30

-

-

-

90

Tabel. 2.6.2 Hubungan antara reseptor yang diduduki, T1, T4, T4/T1 T1 selama blok pelumpuh
otot non depolarisasi
Stimulasi tetanik adalah pola stimulasi frekuensi tinggi (50-200) Hz yang biasanya
diaplikasikan selama 5 detik. Respon otot yang didapatkan adalah kontraksi tunggal, kuat, dan
menetap ketika tidak dalam pengaruh blok saraf - otot. Pada kasus pemulihan saraf otot yang
tidak komplit, efek fade dapat dilihat selama stimulasi. Penelitian terbaru menunjukkan
sensitivitas stimulasi tetanik untuk mendeteksi kurarisasi residual anya sekitar 70 % dengan
spesifisitas hanya 50 %.

Universitas Sumatera Utara

Post tetanic count (PTC) mengizinkan evaluasi taktil dan visual terhadap blok pelumpuh
otot yang tidak respon dengan stimulasi TOF. Selama stimulasi PTC, stimulasi 50 Hz
diaplikasikan selama 5 detik diikuti stimulus tunggal supramaksimal dengan frekuensi 1 Hz
setelah interval 3 detik. PTC akan menghasilkan respon stimulus tunggal yang mengikuti
stimulasi tetanik dan idealnya harus 0 jika blok saraf otot yang dalam diperlukan. Jika 5 – 7
respon mulai terdeteksi, kembali ke respon TOF.
Double-burst stimulation diperkenalkan untuk penggunaan klinis pada tahun 1989 oleh
Engback dan kawan-kawan. Teknik ini memberikan evaluasi taktil terhadap penghambatan saraf
- otot yang minor dibandingkan evaluasi rasio TOF. Dua stimuli burst dengan frekuensi 50 Hz
dengan interval 750 ms diaplikasikan, dimana satu burst terdiri dari 2- 3 impuls. Menghilangnya
impuls kedua dari seri impuls kemudian dibandingkan dengan impuls yang pertama berkorelasi
dengan pemulihan pelumpuh otot yang tidak komplit dan dapat dibandingkan dengan TOF <
0.6.45,46
2.7

Acceleromiograph

Acceleromyografi merupakan salah satu teknik pemantauan kuantitatif yang popular saat ini,
karena murah dan mudah digunakan. Accelerometri atau acceleromiografi akan mengukur
percepatan dari bagian tubuh seperti ibu jari, dimana otot pollicis adductor melekat. Setelah
penempatan elektroda pada saraf yang menjadi target stimulasi, elemen piezo-electric
ditempatkan diatas otot yang diinervasi oleh saraf tersebut. Acceleromiografi akan menilai
percepatan isotonic dari otot yang distimulasi. Dasar dari metode ini adalah hukum kedua
newton bahwa gaya adalah massa dikali percepatan. Jika massa dianggap konstan, maka gaya
dari kontraksi otot dapat dihitung jika dpercepatan dinilai. Pergerakan dari organ akhir seperti
ibu jari, akan menghasilkan tegangan dalam elemen piezo elektrik yang berkorelasi dengan
percepatan otot.42,47
Selain di ibu jari, acceleromiografi juga dapat digunakan di otot mata seperti otot
supercilli corrugators, namun penggunaan nya memiliki keterbatasan. Secara umum akurasi
acceleromiografi rendah ketika pergerakan yang dihasilkan ber amplitudo lemah. Meskipun
demikian AMG merupakan perangkat yang paling akurat dan paling banyak digunakan untuk
menilai blok saraf – otot.47
Acceleromiografi telah menunjukkan korelasi yang baik akan tetapi dapat dipengaruhi
artefak, pergerakan pasien, dan respon kedutan yang tidak stabil. Adapun, fiksasi jari-jari dan

Universitas Sumatera Utara

lengan atas direkomendasikan ketika menggunakan ibu jari.42 Perangkat komersial
acceleromiogarafi yang tersedia adalah TOF-watch yang didistribusikan perusahaan Phillips di
amerika serikat. Akan tetapi penggunannya terbatas pada otot pollicis adductor saja, dan tidak
bisa digunakan di diafragma maupun laring.47
Waktu yang paling penting dalam menerapkan pemantauan otot-saraf adalah pada akhir
pembedahan dan anestesi, sebelum pasien dibangunkan. Kebanyakan klinisi akan menggunakan
stimulator saraf untuk mengkonfirmasikan pemulihan yang sempurna dari transmisi saraf otot.
Hal ini dikarenakan sangat sulit untuk melakukan evaluasi klinis seperti mengangkat kepala,
menjabat tangan, maupun mengangkat kaki pada pasien yang baru pulih dari keadaan anestesi.
Stimulator saraf akan banyak membantu pada situasi dimana evaluasi klinis tidak
memungkinkan. Rasio train-of-four > 0.9 pada otot pollicis adductor perlu diperoleh untuk
mendapatkan proteksi jalan nafas yang adekuat setelah anestesi untuk mencegah atelektasis
paska operasi dan pneumonia.47

Aplikasi klinis lain dari monitoring ini adalah untuk menilai mula kerja pelumpuh otot
dan menilai kondisi intubasi yang adekuat. Mula kerja laten dari obat adalah waktu yang
dibutuhkan mulai dari injeksi sampai dijumpainya efek yang dapat diukur. Mula kerja
didefiniskan sebagai waktu yang dibutuhkan sampai efek puncak. Pengukuran mula kerja
bervariasi tergantung pada unit saraf otot yang distimulasi. Onset di laring, diafragma, dan pita
suara lebih cepat dibandingkan mula kerja pada otot pollicis adductor. Pemantauan otot
orbicularis occuli lebih berguna selama menilai mula kerja pelumpuh otot untuk RSI. Trakea
sebaiknya di intubasi 30 -90 detik setelah respon TOF menghilang.45
Indikasi pemantauan pelumpuh otot-saraf 45
Pemantauan pelumpuh otot-saraf sebaiknya dilakukan pada semua pasien yang mendapat
obat pelumpuh otot saraf. Akantetapi ada beberapa kondisi yang menyebakan perubahan
farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat –obat pelumpuh otot diantaranya :
1. Penyakit ginjal kronik,
2. Penyakit hati, insufisiensi hati,
3. Penyakit neuromuskular seperti miastenia gravis, miopati, dan lesi motor neuron atas
dan bawah,

Universitas Sumatera Utara

4. Pasien dengan penyakit paru berat,
5. Obsesitas untuk memastikan kembalinya fungsi otot rangka,
6. Pelumpuh otot-saraf yang diberikan berkesinambungan,
7. Pasien yang mendapat pelumpuh otot kerja panjang,
8. Pasien yang menjalani bedah mayor yang berdurasi panjang.
Keterbatasan pemantauan pelumpuh otot-saraf 45
1. Respon pelumpuh otot dapat normal, meskipun reseptor acethyl choline sepenuhnya
diduduki pelumpuh otot. T4:T1 rasio 1 meskipun ketika 40 -50 % reseptor telah
diduduki,
2. Variabilitas individual akan memberikan respon yang berbeda, beberapa pasien
menunjukkan kelemahan pada rasio TOF 0.8 – 0.9,
3. Nilai cut-off untuk pemulihan yag adekuat tidak menggaransi fungsi ventilasi atau
proteksi jalan nafas yang baik,
4. Peningkatan impedance kulit yang diakibatkan oleh hipotermia akan membatasi
interpretasi yang diperlukan untuk membangkitkan respon.

Universitas Sumatera Utara

2.8

Kerangka Teori

Pretreatment
Magnesium Sulphate

Priming
10 % dosis intubasi
Pelumpuh otot-saraf non depolarisasi

Menginhibisi saluran kalsium
voltage dependent

Menurunkan pelepasan
acethyl choline

Menduduki reseptor
acethyl choline
lebih awal

Menurunkan sensitivitas
motor endplate

Inhibisi depolarisasi
paska sinaps

Menutup sebagian saluran
natrium paska sinaps

Inhibisi depolarisasi saraf
paska sinaps

Potensiasi
Obat pelumpuh otot-saraf
Non - depolarisasi

Mempercepat mula kerja
pelumpuh otot saraf

Kemudahan
intubasi

Universitas Sumatera Utara

2.9

Kerangka Konsep

Kontrol
Atracurium 0.5 mg/kg

Priming Atracurium 0.05 mg/kg
+
Atracurium 0.45 mg/kg

Mula Kerja
( lag time & onset time )
Kemudahan
Laringoskopi & Intubasi

Pretreatment Magnesium 30 mg/kg
+
Atracurium 0.5 mg/kg

Variabel Tergantung

t

t

Variabel Bebas

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

4 105 105

Perbandingan Efek Klonidin 2mg/Kg Intravena dan Lidokain 2% 1.5 mg/Kg Intravena untuk Mencegah Kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO) selama Tindakan Intubasi Endotrakheal

2 72 111

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROPOFOL 0,5 Mg/KG/BB DENGAN LIDOCAIN 2 Mg/KG/BB DALAM MENCEGAH KEJADIAN SPASME LARING PASCA EKSTUBASI.

0 0 14

EFEK ANALGF,SIA KETAMIN 0,1 mg Kg BB INTRAVENA TERHADAP NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 47

Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

0 0 17

Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

0 0 2

Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

0 0 10

Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

0 1 5

Perbandingan Priming Atracurium 0.05 mg Kg BB Intravena Dengan Pretreatment Magnesium Sulphate 30 mg Kg BB Intravena Terhadap Mula Kerja Atracurium Dan Kemudahan Intubasi

0 0 12

Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

1 0 11