ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Uang merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan, karena uang
merupakan salah satu sendi dalam kehidupan manusia. Mulai dari anak-anak
sampai orang tua mereka membutuhkan uang dalam kegiatan mereka baik itu
bersifat konsumtif mislanya membeli keperluan sehari-hari maupun untuk
kebutuhan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan
membeli surat-surat berharga atau obligasi dengan harapan harga jual dari surat
berharga dan obligasi yang dimiliki lebih tinggi dari harga beli.
Dalam perekonomian suatu negara atau wilayah uang sangat mempunyai
peranan yang sangat penting khususnya dalam bidang perekonomian. Bagi
perekonomian uang seperti darah yang mengalir dalam tubuh manusia ketika
terhambat maka fungsi organ tubuh tidak akan berjalan sebagai mana mestinya
dan manusia akan menjadi sakit karenanya. Sama halnya dengan uang posisinya
harus selalu berputar dalam suatu roda perekonomian apabila terhambat maka
perekonomian akan menjadi sakit. Oleh karena itu untuk menjalankan fungsi uang
sebagaimana mestinya diperlukan suatu kebijakan oleh otoritas moneter.
Salah seorang pemikir besar yang menyumbangkan pemikirannya dalam
teori moneter adalah Keynes yang berpandangan tentang uang sebagai alat
penyimpan nilai. Pandangan ini menyebabkan perlunya analisis tentang pasar

uang dengan penawaran uang. Pasar uang, memberikan gambaran tentang
perkembangan kelangkaan uang. Perkembangan tingkat kelangkaan uang
ditunjukkan dari perkembangan tingkat harga yang terbentuk melalui mekanisme
1

pasar, sedangkan harga dari uang adalah tingkat bunga. Jika tingkat bunga
semakin tinggi, maka uang semakin mahal, berarti uang semakin langka, begitu
juga sebaliknya.
Dari teori ini dapat dilihat suatu hubungan antara sektor moneter dengan
sektor riil. Tingkat bunga yang terbentuk disektor moneter (pasar uang) akan
mempengaruhi perilaku disektor riil, khususnya investasi. Sebagai contoh, bila
tingkat bunga makin tinggi, permintaan investasi akan menurun, yang juga akan
menurunkan tingkat output keseimbangan. Jadi keseimbangan di pasar uang
berkaitan dengan pasar barang dan jasa.
Pada saat output nasional bertambah banyak, maka permintaan akan uang
untuk kebutuhan transaksi juga akan meningkat. Masyarakat cenderung untuk
menjaga nilai beli dari uang yang dipegangnya, agar uang yang dipegang cukup
memadai untuk menyelesaikan transaksi-transaksi yang dilakukannya.
Jumlah uang beredar di Sulawesi Selatan selama 2001-2010
memperlihatkan fenomena yang terus berkembang baik itu uang beredar dalam

arti sempit (M1) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral, maupun uang beredar
dalam arti luas (M2) yang merupakan penjumlahan M1 dengan uang kuasi. Hal ini
dapat dilihat pada Grafik 1.1.

Grafik 1.1
Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Sulawesi Selatan Tahun 2001-2020
(Dalam Milyar Rupiah)

2

Sumber : Data diolah
Terlihat jelas dari grafik 1.1. bahwa permintaan uang di Sulawesi Selatan
terus meningkat terutama di tahun 2006, untuk uang kuasi sendiri peningkatannya
cukup pesat sekitar 20,83% yaitu dari Rp. 16,63 trilyun menjadi Rp. 19,65 trilyun.
Kenaikan angka tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat likuiditas cukup untuk
memenuhi kebutuhan perekonomian di wilayah Sulawesi Selatan. Berdasarkan
data yang di tampilkan oleh Bank Indonesia kenaikan permintaan uang tersebut
diakibatkan oleh meningkatnya jumlah jaringan kantor bank yang melayani
kebutuhan masyarakat yaitu dari 579 kantor bank menjadi 590 kantor bank.
Di tahun berikutnya hanya terjadi sedikit saja perbedaan, dimana

permintaan uang cenderung meningkat yang disebabkan oleh ekspektasi dari
masyarakat terhadap inflasi yang tinggi terutama untuk bahan-bahan pokok baru.
Demikian pula di tahun-tahun berikutnya yang terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan teori yang ada, JUB sangat mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi.

Dimana

pertumbuhan

peningkatan

ekonomi

dan

jumlah
sebaliknya

uang


beredar

pertumbuhan

akan

mendorong

ekonomi

dapat
3

mempengaruhi JUB sebab peningkatan pendapatan akan mendorong peningkatan
permintaan uang.
Grafik 1.2
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2010

Sumber : Data diolah

Pada Grafik 1.2 dapat dilihat pertumbuhan ekonomi Sulawesi-Selatan
pada Tahun 2001-2010 mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun hal ini
disebabkan karena tingkat konsumsi masyarakat juga tiap tahunnya mengalami
peningkatan. Bukan hanya itu penggunaan akan uang yang dimiliki masyarakat
juga sudah mulai bervariasi bukan hanya untuk bertransaksi, tapi juga untuk
investasi, tabungan dan belanja modal lainnya. Perilaku ini secara langsung
berpengaruh pada tingkat pendapatan Provinsi Selawesi Selatan. Sehingga,
berdasarkan sumber data yang didapat Jumlah Uang Beredar dan Pendapatan
dapat di katakan signifikan karena pertumbuhannya saling beriringan ke atas.

4

Selain tingkat pendapatan, tingkat suku bunga juga sangat berpengaruh
terhadap permintaan uang. Suku bunga merupakan salah satu faktor yang paling
penting dalam perekonomian suatu wilayah karena sangat berpengaruh terhadap
kesehatan perekonomian. Hal ini tidak hanya mempengaruhi keinginan konsumen
untuk membelanjakan ataupun menabungkan uangnya tetapi juga mempengaruhi
dunia usaha dalam mengambil keputusan. Oleh kerena itu tingkat suku bunga
mempunyai pengaruh yang sangat luas, baik pada sektor moneter maupun juga
pada sektor riil.

Suku bunga sangat erat kaitannya dengan tingkat laju inflasi, karena
tingkat inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap
barang dan jasa yang mencerminkan para pelaku pasar dan masyarakat. Salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi
terhadap laju inflasi dimasa yang akan datang. Ekspektasi laju infasi yang tinggi
akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya
menjadi aset riil seperti, tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya.
Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah akan memberikan
insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada
sektor-sektor produktif.
Berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diketahui bahwa pendapatan regional (PDRB), tingkat suku bunga, dan laju
inflasi memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perilaku permintaan uang
masyarakat. Dengan demikian, penulis mencoba melihat besarnya pengaruh
keempat variabel tersebut terhadap permintaan uang, dengan mengemukakan
5

judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang
(Deman For Money) di Sulawesi Selatan Periode 2001-2010”.
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat mengemukakan
pokok permasalahan yaitu apakah pendapatan regional (PDRB), tingkat suku
bunga, dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang di Sulawesi
Selatan periode 2001-2010 ?.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur dan menganalisis
pengaruh pendapatan nasional (PDRB), suku bunga, dan infasi terhadap
permintaan uang di Sulawesi Selatan periode 2001-2010.

1.3.2 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
a. Supaya dapat memberi manfaat bagi pengambilan kebijakan yang terkait
perilaku permintaan uang masyarakat.
b. Sebagai bahan referensi bagi mereka yang berminat meneliti masalah
yang terkait dengan penelitian ini.


6

c. Sebagai bahan informasi dan sumber ilmu pengetahuan bagi mahasiswa
khususnya tentang analisa permintaan uang di Sulawesi Selatan.

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
7

2.1 Konsep dan Pengertian
Bank Indonesia membedakan jumlah uang beredar kedalam dua bagaian
yaitu JUB dalam arti sempit dan JUB dalam arti luas. JUB dalam arti sempit (M 1),
yaitu kewajiban sistem moneter yang terdiri dari uang kartal dan uang giral. Uang
kartal adalah uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh
Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah
Republik Indonesia sedangkan Munurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992,
defenisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan
sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek,
giro, atau telegrafic transfer.
JUB dalam arti luas (M2), yaitu kewajiaban sistem moneter yang terdiri

dari M1 dan uang kuasi. Uang kuasi adalah aset yang dapat digunakan secara
cepat. Uang kuasi terdiri dari deposito, tabungan dan simpanan valas milik swasta
domestik.
Dari kedua defenisi JUB yang dikemukakan oleh Bank Indonesia
tersebut diatas, terlihat bahwa komponen M1 merupakan komponen yang paling
likuid, karena proses penciptaannya menjadi uang kas begitu cepat dan tidak
mengalami perubahan atau kerugian nilai. Sedangkan M2 mempunyai tingkat
likuiditas yang paling rendah, karena proses pencariannya memerlukan jangka
waktu tertentu .
Dalam bidang ekonomi mengartikan jumlah uang beredar (JUB) adalah
uang yang beredar ditangan masyarakat. Defenisi ini terus berkembang dari waktu
8

ke waktu seiring dengan perkembangan perekonomian disuatu negara. Konteks
perekonomian negara maju cara perhitungannya dapat berbeda dengan negara
sedang berkembang. Umumnya cakupan defenisi JUB di negara maju lebih luas
dan kompleks dibanding di negara sedang berkembang.
Secara umum dua defenisi JUB yang banyak digunakan yaitu :
pendekatan transaksi yang memandang JUB adalah jumlah uang yang dibutuhkan
untuk keperluan transakasi. Pendekatan ini banyak digunakan untuk menghitung

JUB dalam arti sempit yang dikenal sebagai M 1. Definisi lain didasarkan pada
pendekatan likuiditas yang memandang JUB adalah jumlah uang untuk kebutuhan
transaksi di tambah uang kuasi. Pendekatan ini digunakan untuk menghitung
jumlah uang beredar dalam arti luas yang dikenal sebagai M2.
Jumlah uang beredar juga didefenisikan oleh beberapa orang yang
mengatakan bahwa JUB merupakan tagihan masyarakat terhadapa sektor
perbankan dan terbatas pada jumlah antara uang kartal dan uang giral ( Anton :
1991). Pengertian JUB lainnya adalah semua uang giral (demand deposit), tagihan
pada bank umum, seluruh uang kertas dan uang logam (currency) yang dipegang
oleh masyarakat yang ada diluar bank umum dan bank sentral ( Manullang :
1983).
Selain M1 dan M2 juga ada yang disebut dengan M0 atau yang biasa
disebut dengan uang inti, uang primer, reserve money, high power money, atau
monetary base yang merupakan kewajiban dari otoritas moneter yang terdiri dari

9

uang kertas dan uang logam yang berada diluar Bank Indonesia, serta simpanan
Giro Bank Umum dan sektor sasta domestik (penduduk) pada Bank Indonesia.
2.2 Teori Permintaan Uang.

Pada umunya pandangan teori permintaan uang dibagi menjadi 3 (tiga),
yaitu teori-teori yang didasarkan pada ; (1) pandangan klasik, (2) teori permintaan
uang Keynes, dan (3) teori kuantitas modern.
Pendekatan teori klasik oleh para ekonom beraliran klasik yang
beranggapan bahwa permintaan uang murni didasarkan pada kebutuhan untuk
melakukan transaksi (transaction view of money demand). Dari teori ini
melahirkan kesimpulan bahwa permintaan uang untuk kebutuhan transaksi sangat
tergantung pada tingkat pendapatan.
Dan kemudian oleh John Maynard Keynes domodifikasi dengan
mengatakan bahwa terdapat biaya yang ditanggung oleh masyarakat dalam
memegang uang. Biaya yang dimaksud dapat berupa biaya langsung (direct cost)
dan biaya tidak langsung (undirect cost).
Dijelaskan didalamnya bahwa biaya langsung dari memegang uang
adalah pembayaran dengan nominal atau persentase tertentu dari nilai durable
deposits yang dimiliki oleh seseorang sedangkan biaya tidak langsung merupakan
opportunity cost dari memegang uang. Opportunity cost itu sendiri adalah biaya
yang timbul dari berbagai alternatif pengalokasian aset, atau dengan kata lain
terdapat potensi kehilangan pendapatan bunga jika seseorang menetapkan salah

10

satu bentuk kekeyaan (Asset). Fakta diatas yang kemudian mendasari pandangan
Keynes bahwa semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah permintaan
uang.
Pendekatan yang ketiga adalah modern quantity theory of money yang
dipopulerkan oleh Milton Friedmen. Teori kuantitas modern menggabungkan
antara pandangan klasik (Calssical view) dengan pandangan Keynes (Keynes’s
view) dari permintaan uang.
Ketiga pendekatan di atas akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai
berikut :
2.2.1 Teori Kuantitas Sederhana (The Simple Quantity Theory)
Teori

kuantitas

sederhana

beranggapan

bahwa

motivasi

utama

masyarakat dalam memegang uang yaitu untuk keperluan transaksi. Teori ini
didasarkan pada equation of exchange, identitas yang menghubungkan antara
pengeluaran agregat dengan persediaan uang (Jansen : 2002).
Fisher berpendapat bahwa permintaan uang akan timbul dari penggunaan
uang dalam proses transaksi, dimana setiap perekonomian ketika sesuai tahap
pertumbuhannya akan memiliki sistem kelembagaan tersendiri yang menentukan
sifat proses transaksi tersebut. Sistem ini mencakup beberapa faktor misalnya
tingkat dari sektor-sektor ekonomi, keredit perdagangan, perbaikan dalam
komunikasi, dan sistem jaringan perbankan.

11

Seperti yang dijelaskan di atas besar kecilnya perputaran uang transaksi
ditentukan dari proses transaksi yang berlaku di masyarakat. Faktor kelembagaan,
utamanya mekanisme pembayaran yang digunakan (tunai atau cek) akan
mengalami perubahan secraa gradual dalam jangka panjang, sedangakan dalam
jangka pendek kebutuhan akan uang relatif terhadap volume transaksi bisa
dianggap konstan. Demikian pula volume transaksi relatif terhadap output
masyarakat bisa dianggap mempunyai proporsi yang konstan dalam jangka
pendek.
2.2.2 Teori Cambridge (Marshall-Piou)
Teori Cambridge befokus pada fungsi uang sebagai alat tukar umum.
Oleh karena itu, teori-teori klasik ini melihat permintaan uang dari masyarakat
sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan transaksi.
Ketika Fisher mengatakan permintaan uang semata-mata merupakan
proporsi konstan dari volume transaksi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
kelembagaan yang konstan. Cambridge justru berpendepat faktor-faktor perilaku
(pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan antara permintaan uang
seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Atau dengan kata lain,
Fisher memandang velocity uang konstan sedangakan Cambridge tidak.
Menurut teori Cambridge, permintaan uang selain dipengaruhi oleh
volume transaksi dan faktor-faktor kelembagaan, juga dipengaruhi oleh bunga,
dan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi yang akan datang. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan uang seseorang dengan demikian juga akan
12

mempengaruhi permintaan uang masyarakat secara keseluruhan. Kemudian Pigou
melakukan

berbagai

penyederhanaan

dimana

variabel-variabel

yang

mempengaruhi permintaan uang dalam jangaka pendek dianggap konstan.
Teori

Cambridge

menganggap

bahwa

permintaan

uang

adalah

proporsional dengan tingkat pendapatan nasional (ceteris paribus). Dalam hal ini
dia tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti tingkat suku bunga
dan ekspektasi berubah walaupun dalam jangka pendek.
2.2.3 Teori Uang dari Keynes
Ketika ekonomi klasik cenderung menekankan penggunaan uang dalam
melakukan transaksi, Keynes mengidentifikasikan tiga motif memegang uang
yaitu : motif bertransaksi, motif berjaga-jaga, dan motif berspekulasi. Seperti
ekonom klasik, Keynes memandang memegang uang untuk transaksi proporsional
dengan pendapatan.
Keynes juga sependapat dengan pemikiran Cambridge, dimana orang
memegang uang untuk melancarkan proses transaksi yang dilakukan, dan
permintaan uang masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan
nasional, semakin besar tingkat transaksi, maka semain besar pula jumlah uang
yang diminta masyarakat untuk transaksi.
Selain itu, Keynes juga berpendapat bahwa permintaan uang untuk
transaksi ini pun bukan merupakan suatu proporsi yang konstan, tapi juga
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Hanya saja faktor bunga dalam
permintaan uang untuk transaksi ini tidak terlalu ditekankan, salah satu sebabnya
adalah karena dia ingin menekankan permintaan uang untuk tujuan lain, yaitu
13

tujuan spekulasi. Motif memegang uang untuk tujuan spekulasi terutama
ditujukan untuk mendapatkan keuntungan.
Keynes membatasi keadaan dimana pemilik kekayaan bisa memilih
memegang kekayaanya dalam bentuk tunai atau obligasi. Uang tunai dianggap
tidak

memberikan

penghasilan,

sedang

obligasi

dianggap

memberikan

penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periodenya.

2.2.4 Teori Transaksi dari Permintaan Uang
Teori permintaan uang yang menekankan peran uang sebagai media
pertukaran disebut teori transaksi (transaction theories). Teori ini menyatakan
bahwa uang adalah aset yang didominasi dan menekankan bahwa orang
memegang uang tidak seperti aset-aset lainnya, tapi untuk melakukan pembelian.
Teori ini menjelaskan mengapa orang memegang uang dalam arti sempit (M 1),
seperti mata uang dan rekening cek, sebagai lawan dari memegang aset yang
mendominasinya, seperti rekening tabungan dan Treasury bills.
Teori dari transaksi permintaan uang bermacam-macam, bergantung
bagaimana orang memodelkan proses menghasilkan uang untuk melakukan
transaksi. Seluruh teori ini mengasumsikan bahwa uang mempunyai biaya dari
menerima tingkat pengambilan yang rendah dan manfaat yang membuat transaksi
lebih aman. Orang-orang memutuskan berapa banyak uang yang akan dipegang
dalam men-trade-off-kan biaya dan manfaat ini.
Pengembangan lebih lanjut dari teori transaksi dari permintaan uang
adalah model menejemen kas Baumol-Tobin (the inventory approach to money

14

demand), teori portofolio dari permintaan uang dari James Tobin (the portfolio
approach to money demand) dan teori kuantitas modern dari Friedman.

2.2.5 Model Manajemen Kas Baumol-Tobin
Seperti teori kuantitas dan teori Cambridge, model ini juga menekankan
pentingnya penggunaan uang untuk keperluan transaksi. Teori model ini juga
memandang adanya direct dan inderect cost (biaya langsung dan biaya tidak
langsung) memegang uang untuk tujuan transaksi dan bagaimana perubahan
kedua biaya ini akan mempengaruhi permintaan uang (Jansen : 2002). Biaya
langsung yaitu biaya perjalanan atau biaya mentransfer aset non moneter menjadi
aset moneter sedangkan biaya tidak langsung yaitu jumlah bunga yang hilang.
Baumol dan Tobin mencapai kesimpulan yang serupa mengenai
permintaan uang untuk transaksi. Baumol melihat bahwa kebutuhan akan uang
untuk transaksi pada hakekatnya adalah sama dengan kebutuhan stok uang yang
akan dipegang dengan pertimbangan biaya dengan memilih jumlah dan pola
waktu untuk stok yang tepat agar biaya yang membebaninya minimal.
Model Baumol-Tobin menganalisa biaya dan manfaat dari memegang
uang. Manfaatnya adalah kenyamanan; orang memegang uang agar mereka tidak
perlu lagi ke bank setiap kali ingin membeli sesuatu. Biaya kenyamanan ini
adalah hilangnya bunga yang akan mereka terima jika uang tersebut mereka
simpan di bank.
Model ini bertitik tolak dari anggapan bahwa seseorang menerima
pendapatan tertentu secara reguler setiap waktu, dan untuk penyederhanaan orang

15

tersebut selalu membelanjakan sejumlah tertentu (tetap) setiap harinya. Dengan
kata lain kebutuhuan uang tunai setiap per satuan waktu adalah konstan. Pemilik
pendapatan tersebut juga dapat memilih memegang hasil pendapatannya dalam
bentuk uang tunai atau obligasi.
Uang tunai dianggap tidak menghasilkan apapun, tapi dipegang karena
bisa digunakan untuk transaksi. Sedangkan obligasi menghasilkan tingkat bunga,
tapi bila ingin digunakan untuk transaksi harus terlebih dahulu ditukarkan
kedalam bentuk uang tunai. Selanjutnya dianggap bahwa setiap kali menjual
obligasi, ada biaya (tetap) yang dibebankan. Karena uang tunai tidak
menghasilkan apapun, maka orang akan cenderung memegang pendapatan
totalnya sebanyak mungkin dalam bentuk obligasi. Keputusan ini dilakukan
dengan mempertimbangkan biaya yang paling menguntungkan. Biaya yang paling
menguntungkan ini adalah dengan memilih nilai/jumlah obligasi yang akan dijual
dengan tujuan memenuhi kebutuhan uang tunai untuk transaksi dalam jangka
waktu tertentu yang akan menimbulkan biaya total dari pemegangan stok.

2.2.6 Teori Portofolio dari Permintaan Uang
Teori portofolio menekankan peran uang sebagai penyimpan nilai.
Menurut teori ini, orang-orang memegang uang sebagai aset portofolio mereka.
Teori portofolio memperdiksi bahwa permintaan uang seharusnya tergantung pada
resiko dan hasil yang diberikan oleh uang dan oleh berbagai aset selain uang.

16

Selain itu, permintaan uang seharusnya bergantung pada kekayaan total, karena
kekayaan mengukur besarnya portofolio yang dialokasikan diantara uang dan aset
alternatif. Fungsi permintaan uang dalam teori portofolio mengasumsikan
permintaan uang bergantung pada pengembalian saham riil, pengembalian
obligasi riil yang diharapkan, tingkat inflasi yang diharapkan, dan kekayaan riil.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, kenaikan dalam pengembalian
saham riil dan pengembalian obligasi riil yang diharapakan menurunkan
permintaan uang, kerena uang menjadi kurang menarik. Kenaikan dalam
kekayaan riil meningkatkan permintaan uang, karena kekayaan yang lebih tinggi
berarti portofolio yang lebih besar.
Teori portofolio bermanfaat untuk mempelajari permintaan uang
bergantung pada ukuran uang manakah yang kita gunakan. Ukuran uang yang
paling sempit (M1) adalah aset yang didominasi (dominated assets); sebagai
penyimpan nilai, uang eksis sepanjang aset-aset lain dalam kondisi lebih baik.
Jadi, tidak optimal bagi orang-orang untuk memegang uang sebagai bagian dari
portofolio mereka, dan teori portofolio tidak dapat menjelaskan permintaan
terhadap bentuk uang yang didominasi ini. Ukuran uang yang lebih luas
mencakup banyak aset yang mendominasi mata uang dan rekening cek, sehingga
pendekatan portofolio terhadap permintaan uang merupakan teori yang baik untuk
menjelaskan permintaan terhadap M2 atau M3 (Mankiw : 2000).
2.2.7 Teori Kuantitas Modern dari Friedman
Teori kuantitas modern dari permintaan uang di bangun berdasarkan teori
kuantitas uang dengan menekankan kekhasan kepemilikan uang sebagai media

17

pertukaran. Kekhasan ini karena memandang permintaan uang mirip permintaan
akan suatu barang yang dipengaruhi oleh tiga hal yaitu; total kekayaan yang
merupakan kendala anggaran (budget constraint) dalam perilaku konsumen, harga
dari masing-masing bentuk kekayaan, serta selera dan preferensi (taste and
preference) pemilik kekayaan (Jansen : 2002).
Teori kuantitas modern menekankan permintaan uang dari keuntungan
dari proses subtitusi antar bentuk kekayaan seperti uang, obigasi, saham, surat
berharga, dan bentuk kekayaan yang lain baik manusiawi maupun nonmanusiawi.
Permintaan uang terhadap bentuk kekayaan di atas sangat dipengaruhi oleh hasil
(return) yang akan diterima oleh pemilik kekayaan di masa yang akan datang.
Dalam teori permintaan uangnya, Friedman menganggap bahwa pemilik
kekayaan memutuskan aktiva-aktiva apa yang akan dipegang atas dasar
perbandingan manfaat, selera dan jumlah kekayaanya. Pengertian kekayaan dari
Friedman tidak hanya berbentuk uang atau bisa diubah atau dijual menjadi uang,
tetapi juga termasuk nilai dari aliran penghasilan ditahun-tahun mendatang dari
tenaga kerjanya. Kekayaan tidak lain adalah nalai sekarang dari aliran penghasilan
yang diharapakan dari aktiva-aktiva yang dipegang. Pengertian kedua yang
penting adalah “manfaat”. Manfaat (returns) dari setiap bentuk aktiva merupakan
faktor pertimbangan untuk memutuskan berapa jumlah dari masing-masing
bantuk aktiva yang akan dipegang tersebut.
Dalam melakukan perumusan fungsi permintaan uang (permintaan total
uang, Friedman tidak menganal pembagian motif memegang uang seperti
Keynes), Friedman melakukan beberapa penyederhanaan. Ia menganggap pemilik

18

kekayaan bisa memilih lima bentuk kekayaan untuk dipegang, yaitu: uang tunai,
obligasi, saham atau equities, barang-barang fisik bukan manusia, dan kekayaan
manusiawi / human capital.

2.3 Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regiona Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
pertumbuhan ekonomi satu wilayah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi. PDRB adalah jumlah nilai
tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan
PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar
hitungannya. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat
pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunkana untuk
mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Produk Domistik
Regional Bruto (PDRB) dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) oleh masingmasing wilayah. BPS menghitung PDRB berdasarkan 3 (tiga) pendekatan yaitu :
 Pendekatan Produksi (Pruduction Approach) yaitu PDRB merupakan
jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai

19

unit produksi dalam suatu wilayah / region pada suatu jangka waktu
tertentu, biasanya setahun.
 Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu PDRB merupakan
jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut di
dalam proses produksi di suatu wilayah pada jangka waktu tertentu
(setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa
tanah, bunga modal dan keuntungan.
 Pendapatan Pengeluaran (Expenditure Approach) yaitu PDRB merupakan
jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga
swasta yang tidak mencari untung, perubahan stok dan ekspor neto di
suatu wilayah pada suatu periode (biasanya setahun). Ekspor neto disini
adalah ekspor dikurangi impor.
Kuantitas uang dalam perekonomian sangat erat kaitannya dengan
jumlah mata uang yang diperlukan dalam transakasi. Dalam penulisan skripsi ini,
karena jumlah transaksi sulit diukur, maka jumlah transaksi diganti dengan output
total dari perekonomian suatu wilayah atau daerah (PDRB). Transaksi dan output
sangat berkaitan, karena semakin banyak perekonomian berproduksi, semakin
banyak barang yang dibeli dan dijual. Namun demikian menurut Mankiw (2000)
keduanya tidak sama. Ketika seseorang menjual mobil bekas untuk orang lain,
misalnya, mereka melakukan transaksi dengan menggunakan uang, meskipun
mobil bekas bukan bagian dari output sekarang.

2.4 Suku Bunga
20

Menurut Keynes (1936) suku bunga merupakan harga dari penggunaan
uang. Sedangkan menurut Hubbard (1997), bunga adalah biaya yang harus
dibayar atas pinjaman yang diterima dan imbalan atas investasinya. Suku bunga
mempengaruhi keputusan individu terhadap pilahan membelanjakan uang lebih
banyak atau menabung (Laksomono : 2001).
Para ekonom membagi tingkat suku bunga atas dua yaitu, tingkat bunga
nominal (nominal interest rate) dan tingkat bunga riil (real interest rate). Para
ekonom menyebutkan tingkat bunga yang dibayar bank sebagai tingkat bunga
nominal dan kenaikan dalam daya beli Anda dengan tingkat bunga riil. Tingkat
bunga nominal biasa juga disebut biaya peluang (opportunity cost) dari
memegang uang: biaya yang timbul karena Anda lebih memilih suka memegang
uang ketimbang obligasi.
Dapat juga di katakan bahwa tingkat bunga riil adalah perbedaan di
antara tingkat bunga nominal dan tingkat inflasi. Kalau diatur kembali persamaan
ini, dapat dilihat bahwa tingkat bunga nominal adalah jumlah tingkat bunga riil
dan tingkat inflasi.
Menurut Fisher (Fisher Equation). Hal ini menunjukkan tingkat bunga
bisa berubah karena dua alasan : karena tingkat bunga riil berubah atau karena
tingkat inflasi berubah. Menurut persamaan Fisher di atas, kenaikan 1 persen
dalam tingkat inflasi sebaliknya menyebabkan kenaikan 1 persen dalam tingkat
bunga nominal. Hubungan satu-untuk-satu antara tingkat inflasi dan tingkat bunga
nominal disebut efek Fisher (Fisher Effect) (Mankiw : 2003).

21

2.5 Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya hargaharga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme
pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu
konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak
lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu
peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang
dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk
melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga
berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah
inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang
kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk
mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah IHK (Indeks
Harga Konsumen) dan PDB/PDRB.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan,
sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada
di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat
antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi
apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau
tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu,

22

bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang
domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal
(dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation
targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh
Bank Indonesia.

2.6 Hubungan antara Pendapatan Deposito dan Inflasi Terhadap Permintaan
Uang Di Sulawesi Selatan
2.6.1 Pengaruh Pendapatan Regional Terhadap Permintaan Uang Di
Sulawesi Selatan
Pada dasarnya pendapatan mencerminkan seberapa besar tingkat
konsumsi seseorang. Biasanya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka
keinginannya untuk mengkonsumsi satu atau beberapa jenis barang juga akan
semakin ikut meningkat.
Faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan uang dalam suatu
wilayah antara lain pendapatan, nilai tukar, dan tingkat suku bunga
(Boediono:1985). Pendapatan dan permintaan uang sangat berhubungan erat serta
mempunyai sifat yang positif dan signifikan. Yang artinya ketika pendapatan
mengalami kenaikan, maka permintaan akan uang juga akan mengalami
peningkatan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya permintaan untuk
konsumsi di kalangan masyarakkat.
Sama halnya yang dikemukakan oleh para ekonom klasik dalam teori
permintaan uang yang beranggapan bahwa permintaan uang murni didasarkan
23

untuk memenuhi kebutuhan dalam transaksi. Anggapan ini memberikan
kesimpulan bahwa permintaan uang untuk kebutuhan transaksi sangat tergantung
pada tingkat pendapatan.
2.6.2 Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito Terhadap Permintaan Uang
Di Sulawesi Selatan 2001-2010
Pada umunya orang-orang yang mempunyai pendapatan yang berlebih
akan memasukkan uang pada pihak perbankan dalam bentuk deposito. Alasan
tersebut dikarenakan adanya pendapatan yang akan diterima dari uang tersebut
yaitu berupa bunga.
Bunga merupakan salah satu varibel moneter yang selalu diamati oleh
para pelaku ekonomi. Tinggi rendahnya suku bunga yang ditawarkan suatu pihak
perbankan, maka akan mempengaruhi sifat para pelaku ekonomi. Sebagai salah
satu contohnya kitika suku bunga mengalami kenaikan, orang-orang akan lebih
memilih menyimpan uangnya di bank dibandingkan untuk menggunakannya
sebagai konsumsi dan begitu pula sebaliknya. Akan ada yang dikorbankan
seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari yang mereka miliki.
Menurut Keynes faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan uang
dengan motif spekulasi adalah besarnya suku bunga, dividen surat-surat berharga,
ataupun capital gain. Karena ketika seseorang memilih memegang uang, maka
mereka akan mendapatkan oppurtunity cost dari memegang uang atau dengan kata
lain terdapat potensi kehilangan pendapatan bunga jika seseorang menetapkan
salah satu bentuk kekayaan (asset).

24

Dalam hubungannya dengan permintaan uang, suku bunga berpengaruh
negatif. Hal ini dikarenakan ketika suku bunga meningkat, jumlah dari uang tunai
yang dipegang untuk transaksi akan akan turun, karena orang akan lebih memilih
saving untuk mendapatkan pendapatan bunga.
2.6.3 Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Permintaan Uang Di Sulawesi
Selatan 2001-2010
Dalam perekonomian inflasi merupakan sesuatu yang harus selalu
dipantau dan diwaspadai oleh semua pelaku ekonomi terutama Bank Indonesia.
Besarnya kontribusi Inflasi dalam perekonomian menjadikannnya salah satu pilar
dari pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Kenaikan dari angka inflasi akan
manjadikan perekonomian berada dalam posisi yang geniting apabila tidak
ditopang dengan output atau pendatan dari wilayah tersebut.
Kaitan antara inflasi dan permintaan uang mempunyai hubungan yang
sangat erat. Seseorang akan menjadi inflasi sebagai motif spekulasi dari
permintaan uang. Ketika seseorang memprediksikan angka inflasi akan
mengalami kenaikan maka permintaan uangnya pun juga akan ikut naik. Hal ini di
sebabkan kerena akan meningkatnya jumlah harga kebutuhan sehari-hari di
pasaran.
Seperti yang dikatakan oleh Friedman dalam teori permintaan uangnya
yaitu kecepatan permintaan dan peredaran uang di masyarakat tergantung dari
faktor ekonomia yaitu suku bunga dan inflasi. Dimana hal tersebut dapat diartikan
bahwa inflasi merupakan salah satu komponen moneter yang sangat erat
25

hubungannya dengan permintaan uang, saat terjadi inflasi permintaan uang akan
semakin meningkat, ini disebabkan karena kurangnya output produksi dari
produsen yang mengakibatkan harga barang/jasa juga ikut naik. Oleh karena itu
Bank Sentral selalu berusaha mempertahankan tingkat inflasi dalam tingkat yang
normal agar tidak berdampak buruk juga pada veribel ekonomi makro lainnya.

2.6 Tinjauan Empiris
Spencer (1985) melakukan penelitian tentang stabilitas parameter
permintaan uang di Indonesia menggunakan data kuartalan tahun 1967-1981.
Kajian tersebut menggunakan data uang dalam arti sempit (M 1) dan luas (M2),
pendapatan (PDB), tingkat bunga dan jumlah kantor bank. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa koefisien parameter permintaan uang M1 tidak stabil
karena penambhan jumlah kantor telah menyebabkan kanaikan elastisitas
permintaan uang sedangkan elastisitas tingkat bunga mengalami penurunan.
Effendi dan Aliasuddin (1998) juga telah melakukan penelitian empiris
tentang stabilitas permintaan uang di Indonesia dengan menggunakan data
tahunan dari 1971 hingga 1996. Hasilnya, parameter permintaan uang pada
periode tersebut stabil. Namun kajian tersebut kurang konsisten dengan nilai
elastisitas yang saling berbeda-beda untuk masing-masing periode penelitian. Hal
tersebut disebabkan oleh pelanggaran asumsi klasik dalam model estimasi yang
digunakan. Ada dua pelanggaran yang dijumpai dalam model tersebut yaitu
multikolinearitas dan heteroskedastisitas.

26

Astiyah (2002) mengkaji perilaku permintaan uang dan implikasinya
bagi kebijakan moneter di Indonesia. Dari berbgai definisi uang beredar, Astiyah
menemukan bahwa hubungan antara uang beredar (M1 dan M2) dengan sasaran
akhir inflasi semakin tidak stabil. Bahkan untuk uang primer telah menjadi
variabel yang endogen, dalam arti dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan
infalsi, dan karenaya sulit dikendalikan. Hanya permintaan uang kartal (kertas
dan logam) secara riil yang relatif stabil.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya penulis mencoba menulis dalam
ruang lingkup yang lebih kecil yaitu Sulawesi Selatan tapi tetap dengan variabel
yang sama. Dalam skripsi ini penulis mengasumsikan penawaran uang sama
dengan permintaan uang, kemudian karena jumlah transaksi sulit diukur, maka
jumlah transaksi diganti dengan output total dari perekonomian di Sulawesi
Selatan (GDRP) mengingat transaksi sangat berkaitan dengan output meskipun
tak serupa.

2.7 Karangka Pikir
Secara teoritis permintaan akan uang dapat dilihat melalui seberapa besar
Jumlah Uang Beredar di tangan masyarakat dan Bank Sentral mempunyai
wewenang dalam mengatur peredaran uang dengan otoritas moneter yang
dimilikinya. Keputusan besar kecilnya jumlah uang yang dikeluarkan oleh Bank
Sentral tergantung pada seberapa besar permintaan masyarakat terhadap uang.

27

Hal ini juga akan sangat berpengaruh besar terhadap fariabel-fariabel makro
lainnya seperti pendapatan (PDRB), suku bunga, inflasi, dan pertumbuhan
ekonomi itu sendiri.
Dari bahasan teoritik yang telah dipaparkan sebelumnya maka dapat
diperoleh kerangka berfikir dari penelitian ini sebagai berikut :
Permintaan Uang

Jumlah Uang
Beredar

Suku Bunga
PDRB

Inflasi

2.8 Hipotesis
Berdasarkan masalah pokok yang telah dikemukakan pada rumusan
masalah sebelumnya, maka diperlukan hipotesa kerja sebagai pedoman. Hipotesis
ini merupakan dugaan sementara yang nantinya akan diuji kebenarannya.
Adapun rumusan hipotesis dalam penulisan ini adalah sebagai beriku :

28

a. Diduga bahwa peningkatan pendapatan berpenagruh positif dan
signifikan terhadap permintaan uang.
b. Diduga bahwa peningkatan tingkat suku bunga berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap permintaan uang.
c. Diduga bahwa peningkatan laju inflasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap prmintaan uang.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data

29

Penelitian ini menggunakan ketersediaan data sekunder yang berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan penulis. Data tersebut diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia yaitu melalui Kajian Ekonomi Regional
Sulawesi Selatan berbagai tahun. Penulis juga melakukan studi kepustakaan
melalui beberapa jurnal, artikel, dan literatur lainnya yang relevan dengan pokok
penelitian ini.
3.2 Model Emperis Permintaan Uang
3.2.1 Teknik Estimasi
Denngan mengasumsikan bahwa permintaan uang (Md) dipengaruhi oleh
pendapatan (Y), suku bunga (i), dan inflasi (π), maka hubungan fungsionalnya
dapat dituliskan sebagai berikut :
Md = f (Y,i,π )……………………………………………..(1)
Berdasarkan hubungan fungsional di atas, model analisis yang
dipergunakan untuk menguji hipotesa dalam penulisan ini adalah analisis
kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis kuantitatif yang digunakan dalam
penelitan yang dilkukan adalah Ordinary Least Square (OLS) yang dilakukan
untuk menghitung koefisien regresi berganda (Multiple Regression). Untuk
mempermudah perhitungan dan untuk mengukur nilai elastisitas variabel tersebut
secara langsung maka persamaan tersebut dilinierkan dengan cara melogaritmanaturalkan persamaan tersebut yang dapat ditulis sebagai berikut:
Md = b0 Ytb1eb2it + b3πt + µ…………………………………………….(2)
30

Untuk mempermudah perhitungan dan untuk mengukur nilai elastisitas
variable tersebut secara langsung, maka persamaan tersebut dilinearkan dengan
cara melogaritma naturalkan persamaan tersebut yang dapat ditulis sebagai
berikut:
ln Md = b0 + b1 ln Yt + b2 it + b3 πt + µ…………………………….(3)
Di mana :
µ

= error term

bo

= konstanta

ln Md

= logaritma natural permintaan uang

ln Yt

= logaritma natural pendapatan

it

= tingkat suku bunga pada periode tertentu

πt

= tingkat inflasi pada periode tertentu

b1,b2,b3

= koefisien

Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, maka dilakukan pengubahan
frekuensi data dari rendah ke tinggi yaitu dengan menggunakan metode Cubic
Spline Interpolation yaitu dengan mengubah data tahunan menjadi data kuartal.

3.2.2 Pengujian Hasil Estimasi

31

Untuk mengetahui apakah hipotesis

yang dikemukakan sebelumnya

diterima atau ditolak maka dilakukan pengujian hipotesis uji statistik sebagai
berikut :
a. F-stat
Pengujian ini bertujuan mengetahui apakah model penduga yang
diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam
fungsi. Jika F hitung sama dengan atau lebih besar daripada F tabel
dikatakan variabel tersebut perpengaruh nyata.
b.

t-stat
pengujian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat signifikansi
variabel bebas. Jika t hitung sama dengan atau lebih besar daripada t
tabel dikatakan signifikan.

c. Uji R dan R2
Statistik uji R digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Sedangkan R2 untuk melihat
hubungan antara variabel bebas secara simultan terhadap variabel
terikat.
3.3 Batasan Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan dibatasi dalam
pengertian sebagai berikut :

32

a. Permintaan Uang (Md)
Jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat yang tercermin
dari aggregat moneter M1 dan M2.
b. Pendapatan (Y) (dalam Rp)
Pendapatan nasional berdasarkan Pendapatan Domestik Regional
Bruto harga konstan 2000.
c. Tingkat Suku Bunga (i) (dalam persentase)
Tingkat suku bunga deposito riil atau biaya peluang (opportunity
cost) dari memgang uang.
d. Laju inflasi (π) (dalam persentase)
Tingkat inflasi atau meningkatnya persediaan uang akibat naiknya
harga barang pada umumnya yang terjadi pada periode tertentu.

BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Jumlah Uang Beredar
4.1.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar dalam Arti Sempit (M1)

33

Perkembangan jumlah uang beredar (M1) di Sulawesi Selatan selama
2001-2010 memperlihatkan fenomena yang terus berkembang baik uang giral
maupun uang kartal. Terutama untuk uang giral sendiri mengalami peningkatan
yang cukup pesat karena didukung oleh investasi di daerah Sulawesi Selatan yang
terus mengalami kenaikan sehingga intensitas transaksi ekonomipun berkembang
cukup pesat.
Tabel 4.1
Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Sulawesi Selatan
Dalam Arti Sempit (M1), Tahun 2001-2010
(Dalam Milyar Rupiah)

Tahun

Uang Kartal

Uang Giral

M1

2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber : BI SulSel

1.815
1.670
1.605
1.875
2.157
2.600
1.810
2.220
2.730
2.180

2.000
2.037
2.129
2.103
2.593
5.410
5.060
5.410
6.117
5.840

3.815
3.707
3.734
3978
4.750
8.010
6.870
7.630
8.847
8.020

Tahun 2001 merupakan awal meningkatnya permintaan uang terutama
untuk uang kartal di masyarakat. Permintaan tersebut disebabkan oleh terjadinya
pergeseran yang cukup signifikan dari struktur perekonomian Sulawesi Selatan,
seperti tercermin pada meningkatnya pernana usaha kecil mengah (UKM) dan
sektor informal dalam perekonomian. Hal tersebut karena sektor ini lebih banyak
34

menggunakan pembiayaan sendiri dibandingkan dengan pembiayaan dari sektor
perbankan. Di samping itu, masih tingginya ketidakpastian kondisi sosial politik
pada 2001 telah mendorong permintaan uang kartal oleh masyarakat untuk
berjaga-jaga.
Tingginya

permintaan

uang

kartal

ditambah

dengan

beberapa

permasalahan yang masih dihadapi dalam operasional kebijakan moneter, seperti
kurang efektifnya transmisi kebijakan moneter akibat masih belum pulihnya
intermediasi perbankan, menyebabkan penyerapan uang primer menjadi sulit
dilakukan secara optimal. Meskipun berbagai langkah penyerapan likuiditas telah
dilakukan, baik melalui OPT (Operasi Pasar Terbuka) maupun kenaikan suku
bunga intervensi rupiah, perkembangan uang primer seringkali berada diluar
sasaran yang telah ditetapkan.
Membaiknya perkembangan inflasi di Sulawesi Selatan pada tahun 2002
dari 12,55% menjadi 10,03% dan nilai tukar mendorong ekpektasi positif
masyarakat terhadap penurunan inflasi dan kestabilan moneter yang kemudian
mendorong mereka menurunkan permintaan uang kartal untuk berjaga-jaga.
Disamping itu, menurunnya permintaan uang kartal untuk motif ini didorong oleh
membaiknya kondisi sosial politik pada tahun 2002. Menurunnya pertumbuhan
uang kartal ini menjadi penyebab utama menurunnya pertumbuhan uang primer
selama tahun 2002.
Kondisi moneter Sulawesi Selatan pada tahun 2003 yang cenderung stabil
juga tercermin dari tingkat inflasi yang mengalami penurunan dan kemudian
35

diikuti oleh tingkat suku bunga yang juga menunjukkan hal yang sama.
Permintaan uang (M1) yang juga mengalami peningkatan terutama pada uang giral
yang mengalami kenaikan 9% dari tahun sebelumnya dimana keadaan investasi
Sulawesi Selatan terutama dalam sektor perhotelan dan pertanian merupakan
faktor utama yang mendorong kenaikan tersebut.
Di tahun 2004 uang primer meningkat karena tingginya permintaan uang
kartal dan kelebihan giro positif perbankan dari perkiraan semula. Tingginya
permintaan uang kartal pada tahun 2004 terkait erat dengan kegiatan
perekonomian dan beberapa kegiatan temporer seperti serangkaian kegiatan
pemilu, puasa, hari raya, dan tutup tahun.
Untuk memulihkan stabilitas moneter dan nilai tukar pada tahun 2005,
Bank Indonesia menempuh langkah-langkah pengetatan moneter, terutama
melalui penerapan kerangka kerja moneter ITF sejak juli 2005, dimana Bank
Indonesia menggunakan BI Rate sebagai sinyal kebijakan moneter, pengetatan
moneter tercermin dari kenaikan BI Rate dan Giro Wajib Minimum (GWM).
Pengetatan tersebut mendorong peningkatan suku bunga simpanan
sehingga pada tahun 2005, uang beredar dalam arti sempit (M 1) mengalmi
perkembangan positif. Rata-rata laju pertumbuhan tahunan M1 secara nominal
tercatat mencapai 11,1 %.
Pada tahun 2006 M1 tumbuh mencapai 23,54% jauh lebih tinggi
dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan M1 dipengaruhi oleh peningkatan
permintaan uang kartal. Selain didorong oleh ekonomi yang masih tumbuh positif,
36

peningkatan kebutuhan uang kartal juga dipengaruhi oleh kebijakan fiskal berupa
percepatan realisasi anggaran, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), dan
kenaikan gaji PNS. Selain itu, uang giral juga mengalami peningkatan menjadi
Rp. 5,41 triliun pada kahir 2006 sejalan dengan peningkatan lokasi dana
perimbangan.
Di tahun 2007 kondisi moneter Sulawesi Selatan cenderung stabil yang
ditunjukkan dengan menurunnya laju inflasi sehingga menurunkan permintaan
uang kartal yang kemudian diikuti dengan turunnya tingkat suku bunga dari pihak
perbankan.
Kondisi di tahun 2008 berbanding terbalik dari tahun sebelumnya dimana
permintaan uang kartal masyarakat Sulawesi Selatan melonjak naik dari Rp. 1, 81
triliun menjadi Rp. 2,22 triliun. Kondisi ini juga diikuti oleh kenaikan inflasi dan
tingkat suku bunga hal ini disebabkan karena adanya peningkatan belanja
pemerintah daerah dan kenaikan harga beberapa komoditas secara umum tentunya
akan mendorong terjadinya peningkatan jumlah uang beredar yang secara tidak
langsung akan mendorong terjadinya peningkatan penghimpunan dana pihak
ketiga dan penyaluran kredit/pembiayaan perbankan juga faktor sosial politik
(pilkada) Sulsel yang menjadi perhatian perbankan dalam beroperasi.
Di tahun 2009 krisis global melanda beberapa Negara, walaupun
pengaruhnya terhadap Indonesia terutama Sulawesi Selatan tidak terlalu besar
namun, menimbulkan efek terhadap permintaan uang kartal masyarakat Sulawesi
Selatan yang ikut meningkat. Hal ini disebabkan oleh ekspekatasi masyarakat
37

terhadap laju inflasi yang akan meningkat selain itu permintaan uang kartal juga
disebabkan karena kondisi politik yang akan kembali dimulai di tahun berikutnya.
Berbeda pada tahun-tahun sebelumnya ketika kondisi politik Selawesi
Selatan sedang mengalami pergantian di tahun 2010 jumlah permintaan uang
cenderung menurun begitu pula dengan tingkat suku bunga, hal ini disebabkan
meningkatnya jumlah sektor informal perekonomian di Sulawesi Selatan, yang
kemudian diikuti penurunan inflasi yang turun menjadi 7,3%.
Gejala bertambahnya jumlah uang beredar M1 di atas berkaitan dengan
fungsi uang sebagai alat tukar, yang semakin dibutuhkan pada saat perekonomian
berkembang. Ekonomi yang bertumbuh dan berkembang mempunyai konsekuensi
meningkatkan transaksi, yang membutuhkan uang guna mempermudah proses
pembayaran. Lebih tingginya pertambahan uang giral dibanding uang kartal telah
mengubah komposisi M1. Gejala makin besarnya porsi uang giral dalam M 1
merupakan hal yang lumrah dalam perekonomian yang terus bertumbuh dan
berkembang.
Pada saat perekonomian makin besar dan modern, maka transaksi
ekonomi nilainya makin besar dan intensitasnya makin tinggi serta makin
melibatkan banyak pihak. Dengan demikian, penggunaan uang giral akan
mempermudah dan mempercepat berlangsungnya transaksi karena pemanfaatan
mekanisme pemindahbukuan. Selain itu, jauh lebih aman menggunakan uang
giral apalagi untuk transaksi besar.
4.1.2 Perkembangan Jumlah Uang Beredar dalam Arti Luas (M2)
38

Jumlah uang beredar dalam arti luas atau M2 adalah M1 ditambah uang
kuasi, yang di Indonesia adalah deposito berjangka. Table 4.2 menunjukkan
kecenderungan atau arah pergerakan jumlah uang beredar selama periode 20012010.
Tabel 4.2
Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Sulawesi Selatan
Dalam Arti Luas (M2), Tahun 2001-2010
(Dalam Milyar Rupiah)
Tahun
M1
Uang Kuasi
M2
2001

3.815

10.500

14.315

2002

3.707

10.669

14.376

2003

3.734

12.599

16.333

2004

3.978

14.198

18.176

2005

4.750

16.039

20.789

2006

8.010

16.630

24.640

2007

6.870

19.650

26.520

2008

7.630

22.365

29.995

2009

8.847

23.523

32.523

2010

8.020

22.750

30.750

Sumber : BI Sulsel
Dari table 4.2 dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan M 2 jauh lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan M1. Gejala pertambahan M2 yang lebih cepat
dari M1 sangat dipengaruhi oleh cepatnya pertambahan uang kuasi. Dalam kurun
waktu 10 tahun sejak tahun 2001 uang kuasi bertumbuh sekitar 115% dimana
angka paling besar ditunjukkan pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 22.750 triliun.
Penyebab tingginya pertambahan M2 adalah tingginya pertambahan uang
kuasi. Perkembangan M2 juga tidak terlepas dengan tingkat kemajuan

39

perekonomian. Meningkatnya M2 secara langsung dan tidak langsung
menunjukkan bahwa perekonomian telah semakin makmur. Sebab, masyarakat
hanya dapat menyimpan uang dalam bentuk deposito