PENGARUH KOMPRES AIR HANGAT TERHADAP PEN
PENGARUH KOMPRES AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN SUHU
TUBUH PADA KLIEN DEMAM TYPOID
DI RUMAH SAKIT X PADA TAHUN 2017
OLEH
RESKY
201201045
KEPERAWATAN A
PROGRAM STUDI NERS JENJANG STRATA SATU (S.1)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH SIDRAP
2017
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................3
C. Tujuan Penulisan................................................................................4
D. Manfaat penulisan...............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjaun Umum Tentang Demam Typoid............................................6
B. Tinjauan Umum Tentang Suhu Tubuh................................................17
C. Tinjaun Umum Tentang Kompres Air Hangat....................................19
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep...............................................................................20
B. Hipotesis.............................................................................................21
C. Definisi Operasional...........................................................................21
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan penelitian..........................................................................23
B. Populasi dan Sampel...........................................................................24
C. Tem pat penelitian.............................................................................24
D. Waktu Penelitian ................................................................................24
E. Etika Penelitian...................................................................................25
1
F. Alat Pengumpulan Data .....................................................................26
G. Prosedur Pengumpulan Data..............................................................27
H. Analisi Data........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin
penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad
SAW.
Draf Proposal ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang “Pengaruh Kompres Air Hangat Trehadap Penurunan Suhu Tubuh Pasa
pasien Demam Typoid”, yang kami sajikan dari berbagai sumber. Draf Proposal
ini disusun oleh penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Riset
Keperawatan yaitu bapak Dr.Ns.H.Basra, S.Kep,M.kes yang telah membimbing
penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis
ilmiah yang baik dan sesuai akidah.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepeada pembaca. Walaupun Draf Proposal ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang
membangun, Terima kasih.
Pangkajene, 19 November 2017
Penyusun
Resky
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam dalah peningkatan suhu badan rectal minimal 38 derajat
celcius. Demam umumnya terjadi akibat adanya gangguan pada hipotalamus,
atau dapat juga disebabkan karena infeksi virus (Muscari, 2005 dalam Sri
Hartini, 2014). Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh sentral
diatas variasi normal harian dalam respon terhadap berbagai macam keadaan
patologis yang berbeda. Hampir 30% kunjungan ke dokter dan lebih lima juta
kunjungan ke emerjensi dengan keluhan demam (Gerna, 2012 dalam Hartini,
2014)
Penyakit demam typoid merupakan penyakit yang berada pada usus
halus dan dapat menimbulkan gejala terus menerus, ditimbulkan oleh
Salmonella thyposa. Pada tahun 2008 demam typoid diperkirakan 216.000600.000 kematian. Kematian tersebut, sebagian besarterjadi di Negara-negara
berkembang dan 80% kematian terjadidi Asia. Kematian di rumah sakit
berkisar antara 0-13,9%. Prevalensi pada anak-anak kematian berkisar antara
0-14,8%. (WHO, 2013). Pada tahun 2014 diperkirakan 21 juta kasus
demamtypoid 200.000 diantaranya meninggal dunia setiap tahun (WHO,
2014).
Demam typoid merupakan penyakit yang masih endemik di Indonesia.
Berdasarkan data tahun 2010 Profil Kesehatan Indonesia typoid masih menjadi
masalah kesehatan di masyarakat. Diketahui dari 10 macam penyakit terbanyak
di rumah sakit inap typoid menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit diare,
1
2
dengan jumlah penderita. Total kasus demam typoid mencapai 41.081 penderita
yaitu 19.706 jenis kelamin laki-laki, 21.375 perempuan 274 penderita
meninggal dunia. Case fatality rate (CFR) demam typoid pada tahun 2010
sebesar 0,6% (Kemenkes RI, 2011). Indonesia merupakan Negar aendemik
demam typoid diperkirakan terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk
setiap tahunnya. (Widoyono, 2011)
Penyakit typhus berdasarkan Riskesdas tahun 2007 secara nasional di
Sulawesi Selatan, tersebar di semua umur dan cenderung lebih tinggi pada
umur dewasa. Prevalensi klinis banyak ditemukan pada kelompok umur
sekolah yaitu 1,9%, terendah pada bayi yaitu 0,8%
Situasi penyakit Typhus (demam typhoid) di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2014 suspeck penyakit typhus tercatat sebanyak 23.271
yaitu laki-laki sebanyak 11.723 dan perempuan sebanyak 11.548 sedangkan
penderita demam typoid sebanyak 16.743 penderita yaitu laki-laki sebanyak
7.925 dan perempuan sebanyak 8.818 penderita dengan insiden rate (2,07) dan
(CFR=0,00%), dengan kasus yang tertinggi yaitu di Kabupaten Bulukumba
(3.270 kasus), Kota Makassar (2.325 kasus) Kabupaten Enrekang (1.153 kasus)
dan terendah di Kabupaten Toraja Utara (0 kasus), Kabupaten Luwu ( 1 kasus)
dan Kabupaten Tana Toraja (19 kasus )
Penyakit Typhus atau Demam Tiphoid (bahasa Inggris: Typhoid fever)
yang biasa juga disebut typhus atau
tipes dalam
bahasa Indonesianya,
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica,
3
khususnya turunannya yaitu Salmonella typhii terutama menyerang bagian
saluran pencernaan.
Adapun demam yang dialami oleh pasien yang menderita penyakit ini
umumnya memiliki pola khusus dengan suhu yang meningkat (sangat tinggi)
naik-turun. hal ini terjadi pada sore dan malam hari sedangkan di pagi hari
hampir tidak terjadi demam. hal inilah yang biasanya tidak disadari oleh si
penderita maupun keluarga si penderita. Untuk menurunkan demam dapat
dilakukan dengan cara sederhana yaitu salah satunya adalah
dengan
mengompres air hangat dengan menggunakan suam suam kuku (air hangat)
dibandingkan dengan kompres menggunakan air
dingin (es) dapat
menyebabkan kedinginan, menggigil, sedangkan alkohol dapat penyebabkan
keracunan alkohol. Berikan kompres air hangat setelah pemberian antipiretik
pada kasus demam yang cukup tinggi. (sodikin 2012)
Berdasarkan berbagai data dan informasi diatas maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian kompres air hangat
terhadap penurunan suhu tubuh pada penyakit demam typoid.
B. Rumusan Masalah
Apakah kompres air hangat berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh ?
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan suhu
tubuh pada pasien demam typoid
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui suhu tubuh sebelum dilakukan pemberian kompres air
hangat
b. Untuk mengetahui suhu tubuh sesudah dilakukan pemberian kompres air
hangat
c. Untuk mengetahui selisih suhu tubuh sebelum dan sesudah dilakukan
pemberian kompres air hangat
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi rumah sakit
Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan
asuhan keperawatan khususnya bagi pasien dengan demam typoid
2. Bagi institusi akademik
Digunakan
sebagai
informasi
bagi
institusi
pendidikan
dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang
5
3. Bagi perawat
a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
klien dengan penderita demam typoid
b. Melatih berfikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya
pada pasien dengan dengan demam typoid.
4. Bagi penulis
Draff Proposal ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman bagi penulis mengenai kasus tentang demam typoid
5. Bagi pembaca
Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara merawat
pasien dengan demam typoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Demam Typoid
1. Defenisi
Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) yang biasa disebut tifus
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya
turunannya yaitu Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran
pencernaan (Algerina, 2008 dalam Nurhasanah, 2014)
Demam tifoid adalah penyakit infeksi perut yang masih banyak
ditemukan pada anak dan orang dewasa (Surininah, 2009)
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh salmonella typhi (Widoyono, 2012).
2. Etiologi
Penyebab
demam
tifoid
adalah
bakteri
salmonella
typhi.
salmonella adalah bakteri gram-negatif, tidak berkapsul, mempunyai
flagela, dan tidak membentuk spora. Kuman ini mempunyai tiga antigen
yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu:
a. Antigen O (somatik),
b. Antigen H (flagela) dan
c. Antigen K (Selaput)
5
6
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi. Sedangkan demam
paratifoid disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies
salmonella enteritidis, yaitu S. enteritidis bioserotipe paratif C. Kumankuman ini lebih dikenal dengan nama S. paratyphi A, S. schottmuelleri, dan
S. hirschfeldii (Mansjoer, 2007).
Beberapa faktor resiko yang diduga mempengaruhi terjangkitnya
penyakit demam tifoid antara lain kesehatan lingkungan yang kurang
memadai, kepadatan penduduk, penyediaan air minum yang tidak
memenuhi syarat, hegiene perorangan yang kurang baiktingkat social
ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat, (Hidayati, 2010)
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada
penderita tifoid dapat menularkan kuman salmonella typhi kepada oeang
lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila makanan tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar salmonella typhi masuk ke
tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak,
7
lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotetial. Sel-sel
retikuloendotetial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah
dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus
dan kandung empedu (Padila, 2013).
4. Manifestasi klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan
gejala prodormal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas):(
Mansjoer, 2007)
a. Perasaan tidak enak badan
b. Lesu
c. Nyeri kepala
d. Pusing
e. Diare
f. Anoreksia
g. Batuk
h. Nyeri otot
Menurut Surininah (2009) gejala tifoid adalah sebagai berikut:
a) Demam lebih dari satu minggu yang biasanya dimulai dengan demam
ringan, yang berangsur-angsur meningkat, biasanya demam turun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Bila penyakit
berlanjut, demam akan terjadi terus-menerus baik pagi, siang atau
malam.
8
b) Gangguan pada saluran pencernaan dapat berupa diare atau sembelit.
c) Anak tampak lemah, lesu, tidak mau bermain dan tidak mau makan.
d) Napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih
kotor, ujung tepi lidah kemerahan.
5. Penatalakanaan
a. Pencegahan Primer
Kebersihan makanan dan minuman sangat penting untuk mencegah
demam tifoid. Merebus air minum sampai mendidih dan memasak
makanan sampai matang juga sangat membantu. Selain itu juga perlu
dilakukan sanitasi lingkungan termasuk membuang sampah di
tempatnya dengan baik dan pelaksanaan program imunisasi (Widoyono,
2012).
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa
penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.
Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid,
yaitu :
1. Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis
yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama
dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam
tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam
9
beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam
tifoid.
2. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan
kuman Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling
spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur
darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis
setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%.
Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil
yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil
kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan
25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme
dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita
dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella
typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama
3. Diagnosis serologik
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella
typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang
pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah
mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uij
Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium.
10
Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam
tifoid.Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O
dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer
aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai
penderita demam tifoid.
Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat
pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5
hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3
minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji
Widal adalah sebagai berikut :
a.
Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
b.
Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat
imunisasi atau pernah menderita infeksi
c.
4.
Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier
pengobatan
a) Istirahat tirah baring.
b) Habiskan antibiotika yang diresepkan sampai tuntas sesuai
petunjuk.
c) Atasi demam dengan obat penurun panas.
d) Diet makan lunak seperti bubur atau nasi lembek.
e) Hindari makanan yang merangsang seperti asam, banyak serat,
cabe. (Surininah, 2009).
11
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari
penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat,
sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi
ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu
dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk
mengetahui kuman masih ada atau tidak. ()
6. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Ardiansyah (2012) adalah sebagai berikut:
a. Identitas
b. Riwayat Sesehatan Sekarang
Tanyakan mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama
pasien, sehingga dapat ditegakan prioritas masalah keperawatan yang
dapat muncul.
c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau
penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit sistem pencernaan,
sehingga menyebabkan penyakit demam tifoid.
d. Riwayat Tumbuh Kembang
Yang dimaksud dengan riwayat tumbuh kembang adalah kelianan
kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan
12
seseorang yang dapat mempengarui keadaan penyakit, misalnya
pernah ikterus saat proses kelahiran yang lama atau lahir prematur.
Kelengkapan imunisasi pada form atau daftar isian yang tersedia tidak
terdapat isian yang berkaitan dengan tumbuh kembang.
e. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital
2) Konjungtiva anemis, kondisi lidah khas (selaput putih kotor, ujung
dan tepi lidah berwarna kemerahan), napas berbau tidak sedap,
bibir kering dan pecah-pecah, dan hidung-hidung terjadi epistaksis.
3) Perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, dan
nyeri tekan Sirkulasi bradikardi dan gangguan kesadaran. Terdapat
bintik-bintik kemerahan pada kulit punggung dan ekstremitas.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakan diagnosis penyakit demam tifoid, perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaanpemeriksaan sebagai berikut:
1. Darah tepi
a. Terdapat gambaran leucopenia.
b. Limfositosis retalif.
c. Emeosinofila pada permulaan sakit.
d. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
e. Hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan
penyakit secara tepat.
13
2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer
lebih dari 1/80, 1/160 dan seterusnya, maka hal ini menunjukan
bahwa semakin kecil titrasi berarti semakin berat penyakitnya.
3. Pemeriksaan darah untuk kultur (Biakan Empedu).
2. diagnosa keperawatan
Diagnosa yang biasanya muncul pada demam tifoid menurut Suratun &
Lusianah (2010) adalah sebagai berikut
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang tidak adekuat
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
c. Resiko tinggi terjadi kurang volume cairan berhubungan dengan
kurang intake cairan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan
nutrisi
3. Intervensi
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang tidak adekuat
Intervensi :
1) Kaji pola makan dan status nutrisi klien
Rasional : untuk mengetahui langkah pemenuhan nutrisi
2) Berikan makanan yang tidak merangsang (pedas, asam dan
mengandung gas)
14
Rasional : mencegah iritasi usus dan distensi abdomen
3) Berikan makanan lunak selama fase akut (masih ada panas/suhu
lebih dari normal)
Rasional : mencegah terjadinya iritasi usus dan komplikasi
perforasi usus
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : mencegah rangsang mual/ muntah
5) Berikan terapi antiemetik sesuai program medik
Rasional : untuk mengontrol mual dan muntah sehingga dapat
meningkatkan masukan makanan
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Intervensi :
1. Kaji suhu tubuh setiap 2 sampai 4 jam
Rasional : suhu tubuh 38ºC-40ºC menunjukkan proses penyakit
infeksi akut
2. Observasi membran mukosa, pengisian kapiler, turgor kulit
Rasional : untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi akibat panas
3. Berikan minum 2-2.5 liter sehari/24 jam
15
Rasional : kebutuhan cairan dalam tubuh cukup untuk mencegah
terjadinya panas
4. Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak dan lipat paha
5. Rasional : kompres hangat memberi efek vasodilatasi pembuluh
darah, sehingga mempercepat penguapan panas tubuh
6. Berikan terpai antipiretik sesuai program medik
Rasional : untuk menurunkan/ mengontrol panas
7. Pemberian antibiotik sesuai program medik
Rasional : untuk mengatasi infeksi dan mencegah penyebaran
infeksi
c. Resiko tinggi terjadi kurang volume cairan berhubungan dengan
kurang intake cairan
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital
Rasioanl : mengetahui suhu, nadi, dan pernafasan
2. Monitor tanda-tanda kekurangan cairan (turgor kulit tidak elastis,
produksi urin menurun, membran mukosa kering, bibir pecahpecah, pengisian kapiler lambat)
16
Rasional : tanda tersebut menunjukan kehilangan cairan berlebihan/
dehidrasi
3. Observasi dan catat intake dan output cairan setiap 8 jam
Rasional : untuk mendeteksi keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Berikan cairan peroral 2-2,5 liter perhari, jika klien tidak muntah
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan cairan tubuh
5. Berikan cairan parenteral sesuai program medik
Rasional : untuk memperbaiki kekurangan volume cairan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan
nutrisi
Intervensi :
1. Kaji tingkat toleransi klien terhadap aktivitas
Rasional : menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres
aktivitas
2. Anjurkan klien untuk tirah baring selama fase akut
17
Rasional : untuk menurunkan metabolisme tubuh dan mencegah
iritasi usus
3. Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas selama perawatan
Rasional : untuk mengurangi peristaltik usus, sehingga mencegah
iritasi usus
4. Bantu klien melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan
Rasional : kebutuhan aktivitas klien terpenuhi, dengan energi
minimal sehingga mengurangi peristaltik usus
5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas seharihari
Rasional : partisipasi keluarga meningkatkan kooperatif kien dalam
perawatan
B. Tinjauan Umum Tentang Suhu Tubuh
Suhu tubuh adalah Ukuran dari kemampuan tubuh untuk menghasilkan
atau menyingkirkan hawa panas . Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah
18
panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke
lingkungan luar. Pada kondisi tubuh yang ekstrim selama melakukan aktivitas
fisik, mekanisme kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu
jaringan relatif konstan. (Smeltzer, S. C., & Bare,2013).
Regulasi suhu adalah suatu pengaturan kompleks dari suatu proses dan
kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan.
Manusia pada dasarnya secara fisiologis digolongkan sebagai makhluk
berdarah panas atau homoteral. Organisasi homoteral mempunyai temperatur
tubuh konstan walaupun suhu lingkungan berubah. Hal ini karena ada interaksi
secara berantai yaitu pembentukan panas dan kehilangan panas. Kedua proses
ini aktivitasnya diatur oleh susunan saraf yaitu hipotalamus. Reseptor suhu
yang paling penting dalam mengatur suhu tubuh. Banyak neuron peka terhadap
panas khususnya yang terletak pada area preoptika hipotalamus. Neuron ini
meningkatkan pengeluaran impuls bila suhu meningkat dan mengurangi impuls
yang keluar bila suhu turun. Selain neuron ini reseptor lain yang peka terhadap
suhu adalah reseptor suhu kulit termasuk reseptor dalam lainnya yang juga
menghantarkan isyarat terutama isyarat dingin ke susunan syaraf pusat panas
untuk membantu mengontrol suhu tubuh (Smeltzer, S. C., & Bare,2013).
Ada dua jenis suhu tubuh :
19
1. Core temperatur (Suhu inti )
Suhu pada jaringan dalam dari tubuh, seperti kranium, thorax, rongga
abdomen dan rongga pelvis.
2. Surface temperatur
Suhu pada kulit, jaringan subcutan, dan lemak. suhu ini berbeda, naik
turunnya tergantung respon terhadap lingkungan.
Pada manusia nilai normal untuk suhu tubuh oral adalah 37ºC , tetapi
pada sebuah penelitian kasar terhadap orang-orang muda normal, suhu oral
pagi hari rerata adalah 36,7º C dengan simpang baku 0,2º C. Dengan demikian,
95% orang dewasa muda diperkirakan memiliki suhu oral pagi hari sebesar
36,3 – 37,1ºC. Berbagai bagian tubuh memiliki suhu yang berlainan, dan besar
perbedaan suhu antara bagian-bagian tubuh dengan suhu lingkungan bervariasi.
Ekstremitas umumnya lebih dingin daripada bagian tubuh lainnya. Suhu
rectum
dipertahankan secara
ketat
pada
32ºC.
suhu
rectum
dapat
mencerminkan suhu pusat tubuh (Core temperature) dan paling sedikit di
pengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Suhu oral pada keadaan normal
0,5ºC lebih rendah daripada suhu rectum.(Ganong, 2007 dalam Ridho 2012)
20
C. Tinjauan Umum Tentang Kompres Air Hangat
1. Defenisi
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh anak
yang mengalami demam. Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh
darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik
hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh
darah
ini
menuju
hipotalamus
akan
merangsang
area
preoptik
mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan
menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak
melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan
berkeringat (Potter & Perry, 2005 dalam Hartini, 2014 ).
2. Tujuan
Kompres air hangat membuat pembuluh darah melebar sehingga
pori-pori kulit terbuka dan membuat panas yang terperangkap dalam tubuh
bisa menguap keluar .
Adapun tujuan dari pemberian kompres yaitu menurunkan suhu
tubuh, mengurangi rasa sakit atau nyeri, mengurangi perdarahan dan
membatasi peradangan. Beberapa indikasi pemberian kompres adalah klien
21
dengan suhu tinggi, klien dengan perdarahan hebat, dan pada klien
kesakitan. Kompres hangat merupakan pemberian kompres pada area yang
memiliki pembuluh darah besar menggunakan air hangat Suhu air yang
digunakan dalam kompres hangat adalah 34 derajat Celcius sampai 37
derajat Celcius ( 93-98 0 F) (Wolf, 2007 dalam Ridho, 2012)
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang
hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan
diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,
2012). Kerangka konsep penelitian menghubungkan variabel-variabel dalam
penelitian yaitu hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kompres air hangat
. Sedangkan variabel dependen adalah penurunan suhu tubuh pada skema
berikut dibawah ini:
Skema Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kompres air hangat
Suhu tubuh
20
21
B. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2007). Rumusan yang akan diuji dalam penelitian
iniadalah sebagai berikut:
Ha .
1. Ada pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan suhu tubuh pada
klien demam typoid
Ho
2. Tidak ada pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan suhu tubuh
pada klien demam typoid
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan tentang batasan atau ruang lingkup
variabel penelitian, sehingga memudahkan pengukuran dan pengamatan serta
pengembangan
instrumen/
alat
ukur
(Notoatmodjo,
2012).
Definisi
operasional variabel-variabel dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel
berikut.
Variable
Variabel
Definisi oprasional
Kompres air hangat
Alat ukur
Lembar
independen
membuat pembuluh
observasi
terikat :
darah melebar sehingga
Kompres air
pori-pori kulit terbuka
hangat
dan membuat panas
yang terperangkap
Skala ukur
Nominal
Skor
1. Ada
2. Tidak
ada
22
dalam tubuh bisa
menguap keluar.
Suhu tubuh adalah
1. Ada
Ukuran dari
2. Tidak
Variabel
kemampuan tubuh
Lembar
dependen terikat :
ada
Nominal
untuk menghasilkan
Suhu tubuh
atau menyingkirkan
hawa panas.
observasi
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain
quasi eksperimen.
Penelitian
ini bertujuan
untuk
mengungkapkan
kemungkinan adanya hubungan sebab akibat atau variabel (Notoatmodjo,
2012).
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Pre Exsperimental
Design dengan bentuk rancangan One Group Pretest-Postest. Dengan
observasi dilakukan sebelum exsperimen disebut pre-test, dan observasi
sesudah exsperimen disebut post-test (Hidayat, 2012). Adapun
skema
rancangan bentuk penelitian adalah sebagai berikut :
Rancangan Penelitian
Pre test
Kelompok intervensi
X ………. N
Post test
……Y
Keterangan :
X = Menilai tingkat suhu tubuh sebelum diberikan kompres air
hangat (pada hari pertama)
Y = Menilai tingkat suhu tubuh setelah diberikan kompres air
hangat (pada hari ketiga)
N = Pemberian kompres air hangat
24
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien demam typoid yang
dirawat di Rumah Sakit X.
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik
purposive sampling yaitu semua pasien demam typoid yang dirawat di RS X
menjalani proses perawatan dan pengobatan.
Perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus:
n=
N
N +1 ( 0,052 )
Ket :
n : sampel
N : populasi
C. Tempat Penelitian
Penelitian Dilakukan Di Rumah Sakit X
D. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada November sampai dengan Desember tahun
2017
25
E. Etika Penelitian
1. Self determination
Responden diberikan kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau
tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara suka rela dan tidak dengan
tekanan.
2. Privacy/confidentiality
Responden dijaga kerahasiaannya yaitu dengan cara merahasiakan
informasi-informasi, menghormati privacy dan kerahasian yang didapat dari
responden hanya untuk kepentingan responden.
3. Anonymity
Selama kegiatan penelitian nama responden tidak digunakan. Sebagai
gantinya peneliti menggunakan pengkodean dengan nomor responden.
4. Informed consent
Seluruh responden bersedia menandatangani lembar persetujuan menjadi
subjek penelitian, setelah peneliti menjelaskan tujuan, manfaat terapi zikir,
resiko atau ketidaknyamanan dari intervensi dan harapan peneliti terhadap
responden serta telah memahami semua penjelasan yang diberikan yang
diberikan oleh peneliti.
5. Protection from discomfort
Responden bebas dari rasa ketidaknyamanan. Peneliti menekankan bahwa
apabila responden merasa aman dan tidak nyaman selama intervensi
sehingga menimbulkan gejala atau masalah psikologis maka responden
26
diajukan untuk memilih yaitu menghentikan sebagai responden atau terus
melanjutkan dengan disertai intervensi psikologis dari keperawatan.
6. Justice
Penelitian ini tidak melakukan diskriminasi pada semua responden
diberikan kesempatan yang sama, namun berdasarkan alasan yang
berhubungan langsung dengan masalah penelitian.
F. Alat Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan alat pengumpul data lembaran instrumen
pengkajian yang dirancang sendiri oleh peneliti. Instrumen penelitian tersebut
berupa buku panduan petunjuk teknis pelaksanaan kompres air hangat , lembar
observasi.
Metode observasi dengan cara yang paling efektif adalah dengan
melengkapi format observasi sebagai instrumen. Format berisi item-item
tentang kejadian atau
tingkah
laku
yang digambarkan
akan
terjadi
(Arikunto, 2002).
Penelitian ini menggunakan instrumen untuk metode observasi
pelaksanaan terapi beserta format pengkajian. Peneliti memberitanda pada
item- item format observasi setelah
peneliti terapi
pada responden dan
melakukan wawancara untuk mengkaji data-data yang berhubungan dengan
karakteristik pasien. Tanda tersebut diatas berupa check list (√)pada tempat
yang telah tersedia.
27
Strategi yang dilakukan peneliti terkait dengan reliabilitas adalah
Peneliti latihan terus menerus, dimana latihan yang dilakukan peneliti
setiap hari dengan total durasi waktu 15 menit untuk 3 kali siklus, dimana
setiap siklus durasi waktunya 5 menit setiap Pemberian kompres air hangat .
G. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan
karakteristik
data
tentang
responden dikumpulkan
hangat dilakukan
pasien
oleh
pasien demam typoid dan
peneliti. Intervensi kompres
oleh responden dengan anjuran dari peneliti .Prosedur
pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan.
1. Tahap persiapan
a. Persiapan instrumen
Pada tahap ini, peneliti mempersiapkan instrumen untuk pengumpulan
data berupa buku panduan, kuesioner karakteristik responden dan
lembar observasi intensitas nyeri.
b. Persiapan administrasi
Pada tahap ini peneliti mengurus perizinan tempat penelitian dengan
mengajukan surat permohonan izin penelitian dari pimpinan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Sidrap yang ditujukan
direktur Rumah Sakit X.
ke
28
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap kedua ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a) menyeleksi subyek penelitian
b) memberikan informasi penelitian dengan sejelas-jelasnya kepada subyek
penelitian,
c) meminta persetujuan klien
untuk
menjadi subyek
penelitian,
selanjutnya, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Hari pertama peneliti menemukan subyek penelitian atau hari ke-0
peneliti mengisi kuesioner untuk diisi langsung oleh peneliti dengan
menanyakan langsung dengan responden dan melihat rekam medis
dan selanjutnya kontrak dengan pasien untuk pelaksanaan Kompres
air hangat yang dilaksanakan tiga hari, sehari 3 kali
2. Pada hari pertama penelitian (pertama kali subyek diberikan kompres
air hangat dengan panduan dari peneliti) dilakukan penilaian suhu
tubuh, sebelum dan segera setelah dilakukan kompres air hangat, lalu
dicatat pada format pengkajian yang tersedia sesuai dengan tanggal
pelaksanaan.
3. Pada hari kedua sampai hari tiga penelitian (satu hari berikutnya dari
hari pertama), dilakukan kompres air hangat pada waktu dan tempat
yang sama dan kembali menilai suhu tubuh sebelum dan setelah
dilakukan kompres air hangat.
29
H. Analisis Data
Data yang telah terkumpul, sebelum dianalisis, terlebih dahulu dilakukan halhal sebagai berikut :
1. Editing
Editing data untuk memastikan bahwa data yang diperoleh sudah
lengkap,terisi semua dan dapat terbaca dengan baik. Dilakukan dengan
cara mengoreksi data yang telah diperoleh meliputi kebenaran pengisian
dankelengkapan jawaban terhadap lembar kuesioner.
2. Coding
Memberi kode pada setiap variabel untuk mempermudah peneliti dalam
melakukan tabulasi dan analisa data antara lain jenis kelamin yang
diberikan kode 1 = laki – laki dan 2= perempuan. Pengkodean ini diberikan
untuk mempermudah dalam memasukkan data dan menganalisa data serta
mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut jenisnya.
3. Tabulating
Data dikelompokkan menurut kategori yang telah ditentukan, selanjutnya
data ditabulasi dengan cara setiap kuesioner dilakukan pengkodean untuk
keperluan
analisis
statistik
dengan
menggunakan
bantuan
komputer.Semua data responden telah dikategorikan ke dalam beberapa
kategori antara lain data laki – laki dan perempuan dikategorikan sebagai
data jenis kelamin.
30
4. Entry data
Merupakan suatu
selanjutnya
proses memasukkan
dilakukan
analisis data
data ke dalam komputer untuk
dengan
menggunakan
program
komputer. Peneliti memasukkan satu persatu data responden mulai dari
jenis kelamin, usia, intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi .
5. Cleaning data
Data-data
yang telah
dimasukkan
ke program komputer
dilakukan
pembersihan agar seluruh data yang diperoleh terbebas dari kesalahan
sebelum dilakukan analisis. Peneliti memeriksa kembali semua data
satu persatu data yang telah dimasukkan ke dalam program yang digunakan.
Peneliti tidak menemukan satu pun data yang hilang atau tidak dimasukkan
dan data yang telah dimasukkan ke dalam program sesuai dengan data
yang ada. Analisa data yang dilakukan meliputi :
a. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi nilai rata-rata pada
kelompok sebelum dilakukan pelakuan kompres hangat dan sesudah
dilakukan pelakuan kompres hangat. (Sibagariang, 2010 dalam
Nurhasanah,2014) Pada penelitian ini, yang dilakukan uji univariat
berupa frekuensi dan persentase yaitu umur, jenis kelamin dan suhu
tubuh. Uji univariat suhu tubuh berupa mean.
31
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat merupakan analisa data yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Pada analisa ini
digunakan uji statistic uji T dikarenakan bahwa data berdistribusi normal
(Sibagariang, 2010 dalam Nurhasanah,2014)
23
TUBUH PADA KLIEN DEMAM TYPOID
DI RUMAH SAKIT X PADA TAHUN 2017
OLEH
RESKY
201201045
KEPERAWATAN A
PROGRAM STUDI NERS JENJANG STRATA SATU (S.1)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH SIDRAP
2017
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................3
C. Tujuan Penulisan................................................................................4
D. Manfaat penulisan...............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjaun Umum Tentang Demam Typoid............................................6
B. Tinjauan Umum Tentang Suhu Tubuh................................................17
C. Tinjaun Umum Tentang Kompres Air Hangat....................................19
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep...............................................................................20
B. Hipotesis.............................................................................................21
C. Definisi Operasional...........................................................................21
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan penelitian..........................................................................23
B. Populasi dan Sampel...........................................................................24
C. Tem pat penelitian.............................................................................24
D. Waktu Penelitian ................................................................................24
E. Etika Penelitian...................................................................................25
1
F. Alat Pengumpulan Data .....................................................................26
G. Prosedur Pengumpulan Data..............................................................27
H. Analisi Data........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin
penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad
SAW.
Draf Proposal ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang “Pengaruh Kompres Air Hangat Trehadap Penurunan Suhu Tubuh Pasa
pasien Demam Typoid”, yang kami sajikan dari berbagai sumber. Draf Proposal
ini disusun oleh penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Riset
Keperawatan yaitu bapak Dr.Ns.H.Basra, S.Kep,M.kes yang telah membimbing
penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis
ilmiah yang baik dan sesuai akidah.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepeada pembaca. Walaupun Draf Proposal ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang
membangun, Terima kasih.
Pangkajene, 19 November 2017
Penyusun
Resky
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam dalah peningkatan suhu badan rectal minimal 38 derajat
celcius. Demam umumnya terjadi akibat adanya gangguan pada hipotalamus,
atau dapat juga disebabkan karena infeksi virus (Muscari, 2005 dalam Sri
Hartini, 2014). Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh sentral
diatas variasi normal harian dalam respon terhadap berbagai macam keadaan
patologis yang berbeda. Hampir 30% kunjungan ke dokter dan lebih lima juta
kunjungan ke emerjensi dengan keluhan demam (Gerna, 2012 dalam Hartini,
2014)
Penyakit demam typoid merupakan penyakit yang berada pada usus
halus dan dapat menimbulkan gejala terus menerus, ditimbulkan oleh
Salmonella thyposa. Pada tahun 2008 demam typoid diperkirakan 216.000600.000 kematian. Kematian tersebut, sebagian besarterjadi di Negara-negara
berkembang dan 80% kematian terjadidi Asia. Kematian di rumah sakit
berkisar antara 0-13,9%. Prevalensi pada anak-anak kematian berkisar antara
0-14,8%. (WHO, 2013). Pada tahun 2014 diperkirakan 21 juta kasus
demamtypoid 200.000 diantaranya meninggal dunia setiap tahun (WHO,
2014).
Demam typoid merupakan penyakit yang masih endemik di Indonesia.
Berdasarkan data tahun 2010 Profil Kesehatan Indonesia typoid masih menjadi
masalah kesehatan di masyarakat. Diketahui dari 10 macam penyakit terbanyak
di rumah sakit inap typoid menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit diare,
1
2
dengan jumlah penderita. Total kasus demam typoid mencapai 41.081 penderita
yaitu 19.706 jenis kelamin laki-laki, 21.375 perempuan 274 penderita
meninggal dunia. Case fatality rate (CFR) demam typoid pada tahun 2010
sebesar 0,6% (Kemenkes RI, 2011). Indonesia merupakan Negar aendemik
demam typoid diperkirakan terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk
setiap tahunnya. (Widoyono, 2011)
Penyakit typhus berdasarkan Riskesdas tahun 2007 secara nasional di
Sulawesi Selatan, tersebar di semua umur dan cenderung lebih tinggi pada
umur dewasa. Prevalensi klinis banyak ditemukan pada kelompok umur
sekolah yaitu 1,9%, terendah pada bayi yaitu 0,8%
Situasi penyakit Typhus (demam typhoid) di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2014 suspeck penyakit typhus tercatat sebanyak 23.271
yaitu laki-laki sebanyak 11.723 dan perempuan sebanyak 11.548 sedangkan
penderita demam typoid sebanyak 16.743 penderita yaitu laki-laki sebanyak
7.925 dan perempuan sebanyak 8.818 penderita dengan insiden rate (2,07) dan
(CFR=0,00%), dengan kasus yang tertinggi yaitu di Kabupaten Bulukumba
(3.270 kasus), Kota Makassar (2.325 kasus) Kabupaten Enrekang (1.153 kasus)
dan terendah di Kabupaten Toraja Utara (0 kasus), Kabupaten Luwu ( 1 kasus)
dan Kabupaten Tana Toraja (19 kasus )
Penyakit Typhus atau Demam Tiphoid (bahasa Inggris: Typhoid fever)
yang biasa juga disebut typhus atau
tipes dalam
bahasa Indonesianya,
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica,
3
khususnya turunannya yaitu Salmonella typhii terutama menyerang bagian
saluran pencernaan.
Adapun demam yang dialami oleh pasien yang menderita penyakit ini
umumnya memiliki pola khusus dengan suhu yang meningkat (sangat tinggi)
naik-turun. hal ini terjadi pada sore dan malam hari sedangkan di pagi hari
hampir tidak terjadi demam. hal inilah yang biasanya tidak disadari oleh si
penderita maupun keluarga si penderita. Untuk menurunkan demam dapat
dilakukan dengan cara sederhana yaitu salah satunya adalah
dengan
mengompres air hangat dengan menggunakan suam suam kuku (air hangat)
dibandingkan dengan kompres menggunakan air
dingin (es) dapat
menyebabkan kedinginan, menggigil, sedangkan alkohol dapat penyebabkan
keracunan alkohol. Berikan kompres air hangat setelah pemberian antipiretik
pada kasus demam yang cukup tinggi. (sodikin 2012)
Berdasarkan berbagai data dan informasi diatas maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian kompres air hangat
terhadap penurunan suhu tubuh pada penyakit demam typoid.
B. Rumusan Masalah
Apakah kompres air hangat berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh ?
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan suhu
tubuh pada pasien demam typoid
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui suhu tubuh sebelum dilakukan pemberian kompres air
hangat
b. Untuk mengetahui suhu tubuh sesudah dilakukan pemberian kompres air
hangat
c. Untuk mengetahui selisih suhu tubuh sebelum dan sesudah dilakukan
pemberian kompres air hangat
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi rumah sakit
Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan
asuhan keperawatan khususnya bagi pasien dengan demam typoid
2. Bagi institusi akademik
Digunakan
sebagai
informasi
bagi
institusi
pendidikan
dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang
5
3. Bagi perawat
a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
klien dengan penderita demam typoid
b. Melatih berfikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya
pada pasien dengan dengan demam typoid.
4. Bagi penulis
Draff Proposal ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman bagi penulis mengenai kasus tentang demam typoid
5. Bagi pembaca
Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara merawat
pasien dengan demam typoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Demam Typoid
1. Defenisi
Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) yang biasa disebut tifus
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya
turunannya yaitu Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran
pencernaan (Algerina, 2008 dalam Nurhasanah, 2014)
Demam tifoid adalah penyakit infeksi perut yang masih banyak
ditemukan pada anak dan orang dewasa (Surininah, 2009)
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh salmonella typhi (Widoyono, 2012).
2. Etiologi
Penyebab
demam
tifoid
adalah
bakteri
salmonella
typhi.
salmonella adalah bakteri gram-negatif, tidak berkapsul, mempunyai
flagela, dan tidak membentuk spora. Kuman ini mempunyai tiga antigen
yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu:
a. Antigen O (somatik),
b. Antigen H (flagela) dan
c. Antigen K (Selaput)
5
6
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi. Sedangkan demam
paratifoid disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies
salmonella enteritidis, yaitu S. enteritidis bioserotipe paratif C. Kumankuman ini lebih dikenal dengan nama S. paratyphi A, S. schottmuelleri, dan
S. hirschfeldii (Mansjoer, 2007).
Beberapa faktor resiko yang diduga mempengaruhi terjangkitnya
penyakit demam tifoid antara lain kesehatan lingkungan yang kurang
memadai, kepadatan penduduk, penyediaan air minum yang tidak
memenuhi syarat, hegiene perorangan yang kurang baiktingkat social
ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat, (Hidayati, 2010)
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada
penderita tifoid dapat menularkan kuman salmonella typhi kepada oeang
lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila makanan tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar salmonella typhi masuk ke
tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak,
7
lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotetial. Sel-sel
retikuloendotetial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah
dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus
dan kandung empedu (Padila, 2013).
4. Manifestasi klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan
gejala prodormal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas):(
Mansjoer, 2007)
a. Perasaan tidak enak badan
b. Lesu
c. Nyeri kepala
d. Pusing
e. Diare
f. Anoreksia
g. Batuk
h. Nyeri otot
Menurut Surininah (2009) gejala tifoid adalah sebagai berikut:
a) Demam lebih dari satu minggu yang biasanya dimulai dengan demam
ringan, yang berangsur-angsur meningkat, biasanya demam turun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Bila penyakit
berlanjut, demam akan terjadi terus-menerus baik pagi, siang atau
malam.
8
b) Gangguan pada saluran pencernaan dapat berupa diare atau sembelit.
c) Anak tampak lemah, lesu, tidak mau bermain dan tidak mau makan.
d) Napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih
kotor, ujung tepi lidah kemerahan.
5. Penatalakanaan
a. Pencegahan Primer
Kebersihan makanan dan minuman sangat penting untuk mencegah
demam tifoid. Merebus air minum sampai mendidih dan memasak
makanan sampai matang juga sangat membantu. Selain itu juga perlu
dilakukan sanitasi lingkungan termasuk membuang sampah di
tempatnya dengan baik dan pelaksanaan program imunisasi (Widoyono,
2012).
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa
penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.
Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid,
yaitu :
1. Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis
yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama
dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam
tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam
9
beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam
tifoid.
2. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan
kuman Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling
spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur
darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis
setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%.
Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil
yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil
kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan
25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme
dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita
dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella
typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama
3. Diagnosis serologik
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella
typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang
pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah
mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uij
Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium.
10
Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam
tifoid.Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O
dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer
aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai
penderita demam tifoid.
Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat
pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5
hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3
minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji
Widal adalah sebagai berikut :
a.
Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
b.
Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat
imunisasi atau pernah menderita infeksi
c.
4.
Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier
pengobatan
a) Istirahat tirah baring.
b) Habiskan antibiotika yang diresepkan sampai tuntas sesuai
petunjuk.
c) Atasi demam dengan obat penurun panas.
d) Diet makan lunak seperti bubur atau nasi lembek.
e) Hindari makanan yang merangsang seperti asam, banyak serat,
cabe. (Surininah, 2009).
11
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari
penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat,
sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi
ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu
dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk
mengetahui kuman masih ada atau tidak. ()
6. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Ardiansyah (2012) adalah sebagai berikut:
a. Identitas
b. Riwayat Sesehatan Sekarang
Tanyakan mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama
pasien, sehingga dapat ditegakan prioritas masalah keperawatan yang
dapat muncul.
c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau
penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit sistem pencernaan,
sehingga menyebabkan penyakit demam tifoid.
d. Riwayat Tumbuh Kembang
Yang dimaksud dengan riwayat tumbuh kembang adalah kelianan
kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan
12
seseorang yang dapat mempengarui keadaan penyakit, misalnya
pernah ikterus saat proses kelahiran yang lama atau lahir prematur.
Kelengkapan imunisasi pada form atau daftar isian yang tersedia tidak
terdapat isian yang berkaitan dengan tumbuh kembang.
e. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital
2) Konjungtiva anemis, kondisi lidah khas (selaput putih kotor, ujung
dan tepi lidah berwarna kemerahan), napas berbau tidak sedap,
bibir kering dan pecah-pecah, dan hidung-hidung terjadi epistaksis.
3) Perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, dan
nyeri tekan Sirkulasi bradikardi dan gangguan kesadaran. Terdapat
bintik-bintik kemerahan pada kulit punggung dan ekstremitas.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakan diagnosis penyakit demam tifoid, perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaanpemeriksaan sebagai berikut:
1. Darah tepi
a. Terdapat gambaran leucopenia.
b. Limfositosis retalif.
c. Emeosinofila pada permulaan sakit.
d. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
e. Hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan
penyakit secara tepat.
13
2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer
lebih dari 1/80, 1/160 dan seterusnya, maka hal ini menunjukan
bahwa semakin kecil titrasi berarti semakin berat penyakitnya.
3. Pemeriksaan darah untuk kultur (Biakan Empedu).
2. diagnosa keperawatan
Diagnosa yang biasanya muncul pada demam tifoid menurut Suratun &
Lusianah (2010) adalah sebagai berikut
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang tidak adekuat
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
c. Resiko tinggi terjadi kurang volume cairan berhubungan dengan
kurang intake cairan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan
nutrisi
3. Intervensi
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang tidak adekuat
Intervensi :
1) Kaji pola makan dan status nutrisi klien
Rasional : untuk mengetahui langkah pemenuhan nutrisi
2) Berikan makanan yang tidak merangsang (pedas, asam dan
mengandung gas)
14
Rasional : mencegah iritasi usus dan distensi abdomen
3) Berikan makanan lunak selama fase akut (masih ada panas/suhu
lebih dari normal)
Rasional : mencegah terjadinya iritasi usus dan komplikasi
perforasi usus
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : mencegah rangsang mual/ muntah
5) Berikan terapi antiemetik sesuai program medik
Rasional : untuk mengontrol mual dan muntah sehingga dapat
meningkatkan masukan makanan
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Intervensi :
1. Kaji suhu tubuh setiap 2 sampai 4 jam
Rasional : suhu tubuh 38ºC-40ºC menunjukkan proses penyakit
infeksi akut
2. Observasi membran mukosa, pengisian kapiler, turgor kulit
Rasional : untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi akibat panas
3. Berikan minum 2-2.5 liter sehari/24 jam
15
Rasional : kebutuhan cairan dalam tubuh cukup untuk mencegah
terjadinya panas
4. Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak dan lipat paha
5. Rasional : kompres hangat memberi efek vasodilatasi pembuluh
darah, sehingga mempercepat penguapan panas tubuh
6. Berikan terpai antipiretik sesuai program medik
Rasional : untuk menurunkan/ mengontrol panas
7. Pemberian antibiotik sesuai program medik
Rasional : untuk mengatasi infeksi dan mencegah penyebaran
infeksi
c. Resiko tinggi terjadi kurang volume cairan berhubungan dengan
kurang intake cairan
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital
Rasioanl : mengetahui suhu, nadi, dan pernafasan
2. Monitor tanda-tanda kekurangan cairan (turgor kulit tidak elastis,
produksi urin menurun, membran mukosa kering, bibir pecahpecah, pengisian kapiler lambat)
16
Rasional : tanda tersebut menunjukan kehilangan cairan berlebihan/
dehidrasi
3. Observasi dan catat intake dan output cairan setiap 8 jam
Rasional : untuk mendeteksi keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Berikan cairan peroral 2-2,5 liter perhari, jika klien tidak muntah
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan cairan tubuh
5. Berikan cairan parenteral sesuai program medik
Rasional : untuk memperbaiki kekurangan volume cairan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan
nutrisi
Intervensi :
1. Kaji tingkat toleransi klien terhadap aktivitas
Rasional : menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres
aktivitas
2. Anjurkan klien untuk tirah baring selama fase akut
17
Rasional : untuk menurunkan metabolisme tubuh dan mencegah
iritasi usus
3. Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas selama perawatan
Rasional : untuk mengurangi peristaltik usus, sehingga mencegah
iritasi usus
4. Bantu klien melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan
Rasional : kebutuhan aktivitas klien terpenuhi, dengan energi
minimal sehingga mengurangi peristaltik usus
5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas seharihari
Rasional : partisipasi keluarga meningkatkan kooperatif kien dalam
perawatan
B. Tinjauan Umum Tentang Suhu Tubuh
Suhu tubuh adalah Ukuran dari kemampuan tubuh untuk menghasilkan
atau menyingkirkan hawa panas . Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah
18
panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke
lingkungan luar. Pada kondisi tubuh yang ekstrim selama melakukan aktivitas
fisik, mekanisme kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu
jaringan relatif konstan. (Smeltzer, S. C., & Bare,2013).
Regulasi suhu adalah suatu pengaturan kompleks dari suatu proses dan
kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan.
Manusia pada dasarnya secara fisiologis digolongkan sebagai makhluk
berdarah panas atau homoteral. Organisasi homoteral mempunyai temperatur
tubuh konstan walaupun suhu lingkungan berubah. Hal ini karena ada interaksi
secara berantai yaitu pembentukan panas dan kehilangan panas. Kedua proses
ini aktivitasnya diatur oleh susunan saraf yaitu hipotalamus. Reseptor suhu
yang paling penting dalam mengatur suhu tubuh. Banyak neuron peka terhadap
panas khususnya yang terletak pada area preoptika hipotalamus. Neuron ini
meningkatkan pengeluaran impuls bila suhu meningkat dan mengurangi impuls
yang keluar bila suhu turun. Selain neuron ini reseptor lain yang peka terhadap
suhu adalah reseptor suhu kulit termasuk reseptor dalam lainnya yang juga
menghantarkan isyarat terutama isyarat dingin ke susunan syaraf pusat panas
untuk membantu mengontrol suhu tubuh (Smeltzer, S. C., & Bare,2013).
Ada dua jenis suhu tubuh :
19
1. Core temperatur (Suhu inti )
Suhu pada jaringan dalam dari tubuh, seperti kranium, thorax, rongga
abdomen dan rongga pelvis.
2. Surface temperatur
Suhu pada kulit, jaringan subcutan, dan lemak. suhu ini berbeda, naik
turunnya tergantung respon terhadap lingkungan.
Pada manusia nilai normal untuk suhu tubuh oral adalah 37ºC , tetapi
pada sebuah penelitian kasar terhadap orang-orang muda normal, suhu oral
pagi hari rerata adalah 36,7º C dengan simpang baku 0,2º C. Dengan demikian,
95% orang dewasa muda diperkirakan memiliki suhu oral pagi hari sebesar
36,3 – 37,1ºC. Berbagai bagian tubuh memiliki suhu yang berlainan, dan besar
perbedaan suhu antara bagian-bagian tubuh dengan suhu lingkungan bervariasi.
Ekstremitas umumnya lebih dingin daripada bagian tubuh lainnya. Suhu
rectum
dipertahankan secara
ketat
pada
32ºC.
suhu
rectum
dapat
mencerminkan suhu pusat tubuh (Core temperature) dan paling sedikit di
pengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Suhu oral pada keadaan normal
0,5ºC lebih rendah daripada suhu rectum.(Ganong, 2007 dalam Ridho 2012)
20
C. Tinjauan Umum Tentang Kompres Air Hangat
1. Defenisi
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh anak
yang mengalami demam. Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh
darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik
hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh
darah
ini
menuju
hipotalamus
akan
merangsang
area
preoptik
mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan
menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak
melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan
berkeringat (Potter & Perry, 2005 dalam Hartini, 2014 ).
2. Tujuan
Kompres air hangat membuat pembuluh darah melebar sehingga
pori-pori kulit terbuka dan membuat panas yang terperangkap dalam tubuh
bisa menguap keluar .
Adapun tujuan dari pemberian kompres yaitu menurunkan suhu
tubuh, mengurangi rasa sakit atau nyeri, mengurangi perdarahan dan
membatasi peradangan. Beberapa indikasi pemberian kompres adalah klien
21
dengan suhu tinggi, klien dengan perdarahan hebat, dan pada klien
kesakitan. Kompres hangat merupakan pemberian kompres pada area yang
memiliki pembuluh darah besar menggunakan air hangat Suhu air yang
digunakan dalam kompres hangat adalah 34 derajat Celcius sampai 37
derajat Celcius ( 93-98 0 F) (Wolf, 2007 dalam Ridho, 2012)
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang
hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan
diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,
2012). Kerangka konsep penelitian menghubungkan variabel-variabel dalam
penelitian yaitu hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kompres air hangat
. Sedangkan variabel dependen adalah penurunan suhu tubuh pada skema
berikut dibawah ini:
Skema Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kompres air hangat
Suhu tubuh
20
21
B. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2007). Rumusan yang akan diuji dalam penelitian
iniadalah sebagai berikut:
Ha .
1. Ada pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan suhu tubuh pada
klien demam typoid
Ho
2. Tidak ada pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan suhu tubuh
pada klien demam typoid
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan tentang batasan atau ruang lingkup
variabel penelitian, sehingga memudahkan pengukuran dan pengamatan serta
pengembangan
instrumen/
alat
ukur
(Notoatmodjo,
2012).
Definisi
operasional variabel-variabel dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel
berikut.
Variable
Variabel
Definisi oprasional
Kompres air hangat
Alat ukur
Lembar
independen
membuat pembuluh
observasi
terikat :
darah melebar sehingga
Kompres air
pori-pori kulit terbuka
hangat
dan membuat panas
yang terperangkap
Skala ukur
Nominal
Skor
1. Ada
2. Tidak
ada
22
dalam tubuh bisa
menguap keluar.
Suhu tubuh adalah
1. Ada
Ukuran dari
2. Tidak
Variabel
kemampuan tubuh
Lembar
dependen terikat :
ada
Nominal
untuk menghasilkan
Suhu tubuh
atau menyingkirkan
hawa panas.
observasi
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain
quasi eksperimen.
Penelitian
ini bertujuan
untuk
mengungkapkan
kemungkinan adanya hubungan sebab akibat atau variabel (Notoatmodjo,
2012).
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Pre Exsperimental
Design dengan bentuk rancangan One Group Pretest-Postest. Dengan
observasi dilakukan sebelum exsperimen disebut pre-test, dan observasi
sesudah exsperimen disebut post-test (Hidayat, 2012). Adapun
skema
rancangan bentuk penelitian adalah sebagai berikut :
Rancangan Penelitian
Pre test
Kelompok intervensi
X ………. N
Post test
……Y
Keterangan :
X = Menilai tingkat suhu tubuh sebelum diberikan kompres air
hangat (pada hari pertama)
Y = Menilai tingkat suhu tubuh setelah diberikan kompres air
hangat (pada hari ketiga)
N = Pemberian kompres air hangat
24
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien demam typoid yang
dirawat di Rumah Sakit X.
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik
purposive sampling yaitu semua pasien demam typoid yang dirawat di RS X
menjalani proses perawatan dan pengobatan.
Perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus:
n=
N
N +1 ( 0,052 )
Ket :
n : sampel
N : populasi
C. Tempat Penelitian
Penelitian Dilakukan Di Rumah Sakit X
D. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada November sampai dengan Desember tahun
2017
25
E. Etika Penelitian
1. Self determination
Responden diberikan kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau
tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara suka rela dan tidak dengan
tekanan.
2. Privacy/confidentiality
Responden dijaga kerahasiaannya yaitu dengan cara merahasiakan
informasi-informasi, menghormati privacy dan kerahasian yang didapat dari
responden hanya untuk kepentingan responden.
3. Anonymity
Selama kegiatan penelitian nama responden tidak digunakan. Sebagai
gantinya peneliti menggunakan pengkodean dengan nomor responden.
4. Informed consent
Seluruh responden bersedia menandatangani lembar persetujuan menjadi
subjek penelitian, setelah peneliti menjelaskan tujuan, manfaat terapi zikir,
resiko atau ketidaknyamanan dari intervensi dan harapan peneliti terhadap
responden serta telah memahami semua penjelasan yang diberikan yang
diberikan oleh peneliti.
5. Protection from discomfort
Responden bebas dari rasa ketidaknyamanan. Peneliti menekankan bahwa
apabila responden merasa aman dan tidak nyaman selama intervensi
sehingga menimbulkan gejala atau masalah psikologis maka responden
26
diajukan untuk memilih yaitu menghentikan sebagai responden atau terus
melanjutkan dengan disertai intervensi psikologis dari keperawatan.
6. Justice
Penelitian ini tidak melakukan diskriminasi pada semua responden
diberikan kesempatan yang sama, namun berdasarkan alasan yang
berhubungan langsung dengan masalah penelitian.
F. Alat Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan alat pengumpul data lembaran instrumen
pengkajian yang dirancang sendiri oleh peneliti. Instrumen penelitian tersebut
berupa buku panduan petunjuk teknis pelaksanaan kompres air hangat , lembar
observasi.
Metode observasi dengan cara yang paling efektif adalah dengan
melengkapi format observasi sebagai instrumen. Format berisi item-item
tentang kejadian atau
tingkah
laku
yang digambarkan
akan
terjadi
(Arikunto, 2002).
Penelitian ini menggunakan instrumen untuk metode observasi
pelaksanaan terapi beserta format pengkajian. Peneliti memberitanda pada
item- item format observasi setelah
peneliti terapi
pada responden dan
melakukan wawancara untuk mengkaji data-data yang berhubungan dengan
karakteristik pasien. Tanda tersebut diatas berupa check list (√)pada tempat
yang telah tersedia.
27
Strategi yang dilakukan peneliti terkait dengan reliabilitas adalah
Peneliti latihan terus menerus, dimana latihan yang dilakukan peneliti
setiap hari dengan total durasi waktu 15 menit untuk 3 kali siklus, dimana
setiap siklus durasi waktunya 5 menit setiap Pemberian kompres air hangat .
G. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan
karakteristik
data
tentang
responden dikumpulkan
hangat dilakukan
pasien
oleh
pasien demam typoid dan
peneliti. Intervensi kompres
oleh responden dengan anjuran dari peneliti .Prosedur
pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan.
1. Tahap persiapan
a. Persiapan instrumen
Pada tahap ini, peneliti mempersiapkan instrumen untuk pengumpulan
data berupa buku panduan, kuesioner karakteristik responden dan
lembar observasi intensitas nyeri.
b. Persiapan administrasi
Pada tahap ini peneliti mengurus perizinan tempat penelitian dengan
mengajukan surat permohonan izin penelitian dari pimpinan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Sidrap yang ditujukan
direktur Rumah Sakit X.
ke
28
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap kedua ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a) menyeleksi subyek penelitian
b) memberikan informasi penelitian dengan sejelas-jelasnya kepada subyek
penelitian,
c) meminta persetujuan klien
untuk
menjadi subyek
penelitian,
selanjutnya, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Hari pertama peneliti menemukan subyek penelitian atau hari ke-0
peneliti mengisi kuesioner untuk diisi langsung oleh peneliti dengan
menanyakan langsung dengan responden dan melihat rekam medis
dan selanjutnya kontrak dengan pasien untuk pelaksanaan Kompres
air hangat yang dilaksanakan tiga hari, sehari 3 kali
2. Pada hari pertama penelitian (pertama kali subyek diberikan kompres
air hangat dengan panduan dari peneliti) dilakukan penilaian suhu
tubuh, sebelum dan segera setelah dilakukan kompres air hangat, lalu
dicatat pada format pengkajian yang tersedia sesuai dengan tanggal
pelaksanaan.
3. Pada hari kedua sampai hari tiga penelitian (satu hari berikutnya dari
hari pertama), dilakukan kompres air hangat pada waktu dan tempat
yang sama dan kembali menilai suhu tubuh sebelum dan setelah
dilakukan kompres air hangat.
29
H. Analisis Data
Data yang telah terkumpul, sebelum dianalisis, terlebih dahulu dilakukan halhal sebagai berikut :
1. Editing
Editing data untuk memastikan bahwa data yang diperoleh sudah
lengkap,terisi semua dan dapat terbaca dengan baik. Dilakukan dengan
cara mengoreksi data yang telah diperoleh meliputi kebenaran pengisian
dankelengkapan jawaban terhadap lembar kuesioner.
2. Coding
Memberi kode pada setiap variabel untuk mempermudah peneliti dalam
melakukan tabulasi dan analisa data antara lain jenis kelamin yang
diberikan kode 1 = laki – laki dan 2= perempuan. Pengkodean ini diberikan
untuk mempermudah dalam memasukkan data dan menganalisa data serta
mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut jenisnya.
3. Tabulating
Data dikelompokkan menurut kategori yang telah ditentukan, selanjutnya
data ditabulasi dengan cara setiap kuesioner dilakukan pengkodean untuk
keperluan
analisis
statistik
dengan
menggunakan
bantuan
komputer.Semua data responden telah dikategorikan ke dalam beberapa
kategori antara lain data laki – laki dan perempuan dikategorikan sebagai
data jenis kelamin.
30
4. Entry data
Merupakan suatu
selanjutnya
proses memasukkan
dilakukan
analisis data
data ke dalam komputer untuk
dengan
menggunakan
program
komputer. Peneliti memasukkan satu persatu data responden mulai dari
jenis kelamin, usia, intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi .
5. Cleaning data
Data-data
yang telah
dimasukkan
ke program komputer
dilakukan
pembersihan agar seluruh data yang diperoleh terbebas dari kesalahan
sebelum dilakukan analisis. Peneliti memeriksa kembali semua data
satu persatu data yang telah dimasukkan ke dalam program yang digunakan.
Peneliti tidak menemukan satu pun data yang hilang atau tidak dimasukkan
dan data yang telah dimasukkan ke dalam program sesuai dengan data
yang ada. Analisa data yang dilakukan meliputi :
a. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi nilai rata-rata pada
kelompok sebelum dilakukan pelakuan kompres hangat dan sesudah
dilakukan pelakuan kompres hangat. (Sibagariang, 2010 dalam
Nurhasanah,2014) Pada penelitian ini, yang dilakukan uji univariat
berupa frekuensi dan persentase yaitu umur, jenis kelamin dan suhu
tubuh. Uji univariat suhu tubuh berupa mean.
31
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat merupakan analisa data yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Pada analisa ini
digunakan uji statistic uji T dikarenakan bahwa data berdistribusi normal
(Sibagariang, 2010 dalam Nurhasanah,2014)
23