PARTISIPASI POLITIK TOKOH AGAMA DALAM

PARTISIPASI POLITIK TOKOH AGAMA DALAM
PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK
PEMERINTAH KOTA TANGERANG

DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
...........................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN
.............................................................................ii
KATA PENGANTAR
.....................................................................................iii
DAFTAR ISI
....................................................................................................vi
BAB I : PENDAHULUAN
.............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...............................................6
C. Tujuan Penelitian...............................................................................7
D. Metode Penelitian..............................................................................7
E. Sistematika Penulisan .......................................................................9
BAB II : PARTISIPASI POLITIK

..............................................................11

A. Pengertian Partisipasi Politik ...........................................................11
B. Tujuan Partisipasi Politik .................................................................12
C. Faktor-Faktor yang Mempenga
ruhi Partisipasi Politik ....................13
D. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik ....................................................18
BAB III : PERATURAN DAERAH (PERDA) KOTA TANGERANG
NO.7 DAN 8 TAHUN 2005 ............................................................26
A. Latar Belakang Perda No.7 dan 8 Tahun 2005 ................................26
B. Tujuan Pembuatan Perda No.7 dan 8 Tahun 2005 ..........................32
C. Proses Penyusunan Perda No.7 dan 8 Tahun 2005..........................34
BAB IV : BENTUK, FAKTOR, DAN TINGKAT
PARTISIPASI POLITIK
................................................................37
A. Bentuk-Bentuk Partisipasi Poli
tik Tokoh Agama terhadap Proses
Pembuatan Perda No.7 dan 8 Tahun 2005.......................................39
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Partisipasi Politik Tokoh

Agama dalam Proses Pembuatan Perda No.7 dan 8 Tahun 2005....49
C. Tingkat Partisipasi Politik Tokoh Agama terhadap Proses
Pembuatan Perda No.7 dan 8 Tahun 2005.......................................51
BAB V : PENUTUP
...................................................................................... 56

A Kesimpulan ............................................................................ 56
B. Saran ....................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA
...................................................................................... 58
LAMPIRAN
................................................................................................ 60
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan kegiatan warga negara
dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan
sekaligus sebagai wahana dalam menentukan pemimpin pemerintahan. Kegiatan
yang dimaksud, antara lain:
mengajukan tuntutan, mempengaruhi dan mengajukan kritik terhad
ap kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah, mendukung

atau menentang calon pemimpin tertentu, memilih wakil rakyat dalam pemilihan
umum, dan sebagainya. Pandangan tentang pentingnya partisipasi politik berbeda
dari sistem politik yang satu terhadap sistem politik yang lain. Pengertian dan
bentuk partisipasi politik di dalam kehidupan masyarakat yang totaliter misa
lnya, berbeda dengan pengertian dan bentuk partisipasi di dalam kehidupan
masyarakat demokratis.
Perbedaan tersebut pun terdapat diantara masyarakat tradisional, masyarakat seda
ng berkembang, dan masyarakat modern. Di
negara-negara totaliter, partisipasi politik sangat dibatasi, sedangkan pada negara

demokratis partisipasi politik setiap warga negara sangat dijunjung tinggi. Di
negara-negara demokratis pemikiran yang mendasari konsep partisipasi
politik ialah bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui
kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat
itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan.
Jadi, partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan
kekuasaan politik yang absah oleh rakyat.
1 Sehingga di negara-negara demokr
atis partisipasi politik tidak
dibatasi melainkan suatu keharusan karena

tanpa partisipasi pol
itik, kehidupan politik
akan mengalami kemacetan.
Ketika rezim Otoriter Orde baru berkuasa
partisipasi politi
k masyarkat Indonesia
sangat terbatas seperti terjadi
nya pemfusian partai politik,
tidak ada kebebasan berbicara
dan berpendapat, tidak ada kebebasan pers, rakyat diwajibkan memilih partai
politik
tertentu dalam pemilu sehingga
kekuasaan rezim ini dapat be

rtahan selama kurang lebih
32 tahun. Bahkan pemerintah tidak segan-segan menghalalkan segala cara dengan
melakukan tindak kekerasan dalam membat
asi partisipasi dengan alasan demi
menciptakan stabilitas keamanan dan ekonom
i. Namun, setelah runtuhnya rezim Orde

Baru pada Mei 1998 yang dipelopori oleh ge
rakan mahasiswa, kini Indonesia menjadi
sebuah negara yang lebih mengedepankan konsep demokrasi. Hal ini mulai
ditandai
dengan adanya kebebasan pers, kebebasan
berbicara dan berpendapat, kebebasan
mendirikan partai politik dengan berbagai al
iran atau ideologi, presiden dan wakil
presiden dapat dipilih secara langsung oleh rakyat begitu pula dengan kepala
daerah.
Kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam kehidupan politik tidak hanya di
tingkat pusat. Di tingkat daerah pun masyarakat memiliki hak yang sama dalam
berpartisipasi.
Partisipasi politik masyarakat ditingka
t daerah merupakan partisipasi yang
bertujuan untuk mempengaruhi

proses kebijakan publik peme
rintah yang berlaku dalam

1
Miriam Budiarjo,
Partisipasi dan Partai Politik
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), h. 3.
ruang lingkup daerah masing-masing baik
Daerah Tingat I yaitu propinsi maupun
Daerah Tingkat II yaitu Kabupaten/Kotamadya.
Partisipasi politik masyarakat tidak hanya terbatas pada pemilihan umum tetapi
juga menyangkut kegiatan yang bertujuan unt
uk mempengaruhi proses kebijakan publik
pemerintah. Karena secara ideal, lahir
nya kebijakan publik merupakan upaya untuk
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi
masyarakat (publik) di suatu wilayah.
Karena kebijakan publik merupakan upaya
untuk menanggulangi masalah publik, maka
sepatutnya kebijakan itu berorientasi pada
kepentingan publik. Untuk itu partisipasi
masyarakat dianggap penting dalam
penyusunan kebijakan, karena warga

masyarakatlah yang paling memahami dan me

rasakan langsung kebutuhan dan masalah
yang dihadapinya. Sudah selayaknya, dalam tatanan sebuah negara yang
demokratis
unsur masyarakat tidak hanya sebagai objek
pengambilan kebijakan publik melainkan
pula elemen penentu kebijakan yang akan diambil.
Dari setiap kebijakan yang diambil oleh
pemerintah, masyarakatlah yang paling
merasakan dampaknya. Sehingga masyarakat
memiliki hak untuk dimintai pendapatnya
yang akan dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijaksanaan. Dalam
struktur
politik, partisipasi masyarakat merupakan
suatu input untuk mempengaruhi proses
pembuatan kebijakan publik pemerintah.
Karena kebijakan publik adalah jalan
mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan maka sudah sepatutnya pemerintah
melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik demi

terciptanya
tujuan dan cita-cita bersama.
Menurut Bailey (1990) yang dikutip kemba
li oleh Amir Fadillah ada beberapa
faktor yang menyebabkan partisip

asi politik masyarakat, yaitu:
2
Pertama,
adanya keyakinan bahwa keputusan
terbaik hanya bisa diambil apabila
dalam prosesnya melibatkan semua pihak ya
ng berkepentingan da
n masyarkat yang
terkena dampaknya.
Kedua,
memberikan informasi kepada masyarakat yang
berkepentingan dan untuk mendapatkan
feed-back
(umpan balik) dalam bentuk

pengetahuan lokal.
Ketiga,
adanya partisipasi masyarakat akan dapat menghasilkan
keputusan yang lebih baik dalam arti kepu
tusan tersebut dapat diterima karena
masyarakat dilibatkan. Dengan adanya partisipasi masyarakat, minimal para
pengambil
keputusan dapat mengukur sampai sejauhmana reaksi masyarakat terhadap
program

tersebut baik yang men
dukung maupun yang menentangnya.
Pemerintah Kota Tangerang adalah pemeri
ntahan yang berada di Daerah Tingat
II dengan jumlah penduduk sekitar 1.407.084 jiwa. Masyarakat Kota Tangerang
merupakan masyarakat yang pl
ural. Pluralitas masyarakat
Kota Tangerang ditandai
dengan adanya keanekaragaman dalam bera
gama, status ekonomi, sosial, suku, dan

budaya. Pluralitas keagamaan ditandai denga
n keberagaman agama yang dianut oleh
masyarakat antara lain agama Islam de
ngan jumlah pemeluk sebanyak 90.19%, 3.47%
Protestan, 2,43% Katolik, 0,36% Hi
ndu, dan 3,55% Budha dan Konguchu.
3
Status
ekonomi atau mata pencarian masyarakat Kota
Tangerang antara lain di bidang industri,
pertanian, perdagangan, perbankan dan lemb
aga keuangan dan sebagainya. Mayoritas
2

Amir Fadillah, “Kearifan Lokal Sebagai Modal Sosial dan Sumber ketahanan
Sosial
Masyarakat Pedesaan,”
Fajar
:
Jurnal LPM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

, Vol. 5 No. 1 (November
2003): h. 7.
3
Data Diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemda Kota
Tangerang, tanggal 4
September 2007.
masyarakat bekerja di bidang industri kare
na lapangan pekerjaan yang tersedia di
bidang industri cukup banyak
yaitu mencapai 2.731 sedangka
n sektor pertanian hanya
tersedia
1 87 lahan pertan
ian, di bidang perdagangan 1.180, dan di
bidang perbankan dan lembaga keuanga
n tersedia 1.253 lapangan pekerjaan.
4

Keberagaman dan pertumbuhan penduduk Kota
Tangerang tidak hanya disebabkan oleh
pertumbuhan secara alamiah, tetapi tidak le
pas karena pengaruh migran yang masuk
yang disebabkan oleh daya tarik Kota
Tangerang dengan berkembangnya potensi
industri, perdagangan dan jasa sehingga mengakiba
tkan tersedianya lapangan pekerjaan.
Pluralitas yang terjadi di
Kota Tangerang yang diiringi
oleh pesatnya arus
modernisasi dapat menimbulkan potensi tindak kriminal. Kriminalitas terbanyak
yang
terjadi di Kota Tangerang adalah pada kasus narkoba yaitu sebanyak 310 kasus
dan
praktik prostitusi kian marak hingga me
rambah ke pingir-pinggir jalan protokol.
5
Untuk
mengatasi masalah tersebut dan sebagai salah satu upaya Pemerintah Kota
Tangerang
untuk mewujudkan visi dan misi Kota Tange
rang yaitu menciptakan masyarakat yang

Berakhlakul Karimah
dan beritikad baik dalam berbag
ai aspek kehidupan masyarakat
maka unntuk mewujudkan visi dan misi tersebut, Pemerintah Kota Tangerang
mengupayakan pembuatan kebijakan publik atau
Peraturan Daerah (Perda) No.7 Tahun
2005 tentang pelarangan pengedaran dan pe
njualan minuman beralkohol/memabukkan
serta Perda No.8 tentang pela
rangan prostitusi. Namun pada kenyataannya kedua perda
ini cukup memicu kontroversi di kalanga
n masyarakat, baik masyarakat Kota
Tangerang mapun masyarakat yang berada di
luar Kota Tangerang terutama Perda No.
4
Data Diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemda Kota
Tangerang, tanggal 4
September 2007.
5
Data Diperoleh dari Polres Metro Tangerang, tanggal 4 September 2007.
8 tentang pelarangan prostitusi. Terjadinya kontrovrsi pada Perda No. 8 karena
sebagian
orang beranggapan bahwa perda tersebut mer

ugikan pihak perempuan atau bias gender.
Selain itu ada juga yang beranggapan bahwa kedua perda ini merupakan usaha
pemerintah untuk menegakkan syariat Islam. Pro dan kontra dalam kedua perda
ini
ditunjukan melalui tulisan-tulisan di medi
a massa, demonstrasi massa, dan sebagainya.
Hal ini membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam mengapa terjadi
kontroversi pada Perda No. 7 dan 8 Tahun
2005 dan apakah kontroversi ini terjadi
karena masyarakat tidak dilibatkan dalam proses kebijakan publik tersebut?
Bertitik tolak atas pemikiran dan keadaan
di atas, maka penulis tertarik untuk
mengetahui partisipasi politik masyarakat Kota Tangerang khususnya tokoh
agama
terhadap dua bentuk kebijakan publik pemerintah Kota Tangerang tentang
pelarangan
minuman keras dan prostitusi yang tertera da
lam Peraturan Daerah No 7 dan 8 Tahun
2005.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas maka penulis hanya membatasi
masalah pada partisipasi politik tokoh agam

a yang berada dalam organisasi keagamaan
tehadap proses kebijakan publik pemerint
ah Kota Tangerang khususnya Perda No. 7
dan 8 Tahun 2005. Agar pembahasan ini lebih terfokus, maka penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana bentuk partisipasi politik
tokoh agama dalam proses pengambilan
kebijakan publik pemerintah Kota Tangerang (Perda No. 7 dan 8 Tahun 2005).
2.
Faktor apa saja yang mempengaruhi partis
ipasi politik tokoh agama dalam proses
pengambilan kebijakan publik pemerintah
Kota Tangerang (Perda No. 7 dan 8
Tahun 2005).
3.
Bagaimana tingkat partisip
asi politik tokoh agama dalam proses pengambilan
kebijakan publik pemerintah Kota Tangerang (Perda No. 7 dan 8 Tahun 2005).
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai
dalam penilitian ini adalah:
1.

Untuk mengetahui bentuk partisipasi polit
ik tokoh agama dalam proses pengambilan
kebijakan publik pemerintah Kota Tangerang (Perda No. 7 dan 8 Tahun 2005).
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mendorong aktivitas partisipasi
politik tokoh agama dalam proses pengambilan kebijakan publik pemerintah Kota
Tangerang (Perda No. 7 dan 8 Tahun 2005).
3.
Untuk mengetahui tingkat partisipasi
politik yang dilakukan oleh tokoh agama
dalam proses pengambilan kebijakan publik pemerintah Kota Tangerang (Perda
No.
7 dan 8 Tahun 2005).
D. Metode Penelitian
1.
Metode Penelitian
Dalam penelitian yang membahas me
ngenai Partisipasi Politik Tokoh Agama
dalam Proses Pengambilan Kebijakan Publik
Pemerintah Kota Tangerang (Perda No. 7
dan 8 Tahun 2005), penulis menggunakan me
tode kualitatif. Menurut Bagdan dan

Taylor, metode kualitatif adalah prosedur pe
nelitian yang menghasilk
an data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari objek yang diamati,
6
dalam hal ini objek
penelitiannya adalah tokoh agama yang berada
dalam organisasi keagamaan di Kota
Tangerang.
Adapun jenis penelitian
yang penulis gunakan adalah:
a.
Penelitian Lapangan
(field research),
yaitu penelitian dengan cara
mencermati langsung objek yang diteliti guna memperoleh data yang otentik.
b.
Penelitian Kepustakaan
(library research),
yaitu dengan cara membaca,
memahami dan menginterpretasikan informasi dari buku-buku dan media
cetak lainnya yang ada hubunganya dengan materi skripsi.

2.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diguna
kan dalam penelitian ini adalah:
a.
Wawancara
Teknik wawancara ini dilakukan denga
n cara mengumpulkan data dan
informasi melalui tanya jawab dengan mengajukan beberapa pertanyaan
yang tidak berstruktur, maksudnya sus
unan pertanyaan dan susunan katakata dalam setiap pertanyaan dapat
berubah pada saat
wawancara karena
disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi saat wawancara. Teknik
wawancara ini dapat memberikan info
rmasi secara langsung dari responden
atau informan.
b.
Dokumenter
6
Lexy J. moleong,

Metodologi Penelitian Kualitatif
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997),
h. 5
Teknik ini dilakukan dengan cara memper
oleh data-data primer maupun
sekunder melalui literatur-literatur baik dari media cetak maupun visual yang
tentunya berhubungan dengan topik peneli
tian yang dibahas dalam skripsi
ini.
3.
Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data pada pene
litian ini, penulis menggunakan teknik
deskriptif-analisis.
Deskriptif-Analisis adalah menganalisis data-data yang
diperoleh dari hasil wawancara denga
n para tokoh agama yang berada dalam
organisasi keagamaan dan pihak peme
rintah Kota Tangerang yang terkait
dengan proses pengambilan kebijakan publik tersebut.
Sistematika Penulisan
Agar tersusun rapih dan sistematis, maka
dalam penulisan bahasan skripsi ini

dibagi ke dalam beberapa bab, yang
secara rinci adalah sebagai berikut:
Dimulai dengan bab pertama, dalam bab awal ini dimulai dengan latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian dan
sistematika penulisan.
Selanjutnya pada bab kedua yang me
rupakan landasan teori yang membahas
secara konseptual tentang pengertian partisipasi
politik, tujuan partisipasi politik, faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi poli
tik, dan bentuk-bentuk
partisipasi politik.
Selanjutnya dalam bab ketiga membahas tentang Peraturan Daerah (Perda) No.7
dan 8 Tahun 2005. Pembahasan pada bab ini meliputi latar belakang, tujuan
pembuatan,
serta proses penyusunan Perda No.7 dan 8 Tahun 2005.
Kemudian pada bab keempat menjelas
kan mengenai partisipasi politik tokoh
agama dalam Proses Pengambilan Kebijakan Publik Pemerintah Kota Tangerang
(Perda
No.7 dan 8 Tahun 2005). Dalam bab ini dibahas mengenai bentuk-bentuk
partisipasi

politik tokoh agama, fakto
r-faktor yang mempengaruhi pa
rtisipasi politik tokoh agama,
dan tingkat partisipasi politik
tokoh agama terhadap proses pembuatan Peraturan Daerah
No.7 dan 8 Tahun 2005.
Terakhir bab kelima, bab ini adalah bab penutup yang merupakan kesimpulan
dari hasil penelitian yang dibahas dalam skripsi ini.
BAB II
PARTISIPASI POLITIK
A.
Pengertian Partisipasi Politik
Dalam praktiknya, masyarakat Indonesi
a masih banyak yang belum menyadari
bahwa kegiatan dan aktivitasnya yang berk
aitan dengan pemerintah merupakan salah
satu bentuk partisipasi polit
ik mereka sebagai warga ne
gara. Sebagai contoh ketika
mereka dihadapkan pada pemilihan umum (
general
election) untuk mengangkat wakil
rakyat di parlemen atau mungkin pada pemilih

an presiden maupun kepala daerah secara
langsung, masyarakat berbondong-bondong da
tang ke TPS terdekat untuk
menggunakan hak pilih mereka sekalipun mere
ka memvonis diri
untuk tidak ingin
terlibat dalam kancah politik pemerinta
h. Peran serta masyarakat dalam kegiatan
kampanye sampai kepada pemilihan umum pada hakikatnya merupakan
partisipasi
masyarakat dalam kegiatan politik walaupun ta
npa mereka sadari. Sampai sejauh ini
banyak pakar yang mendefinisikan partisipasi
politik sebagai keterlibatan individu
sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Peran serta
masyarakat merupakan kata lain dari istila
h standar dalam ilmu politik,yaitu partisipasi
politik. Partisipasi politik da
pat didefinisikan sebagai upa
ya warga masyarakat, baik
secara individual maupun kelompok, untuk ik
ut serta mempengaruhi pembentukan
kebijakan publik dalam sebuah negara.

7
7
Afan Gaffar, ”
Merangsang Partisipasi Politik Rakyat”
Dalam Demitologi Politik Indonesia:
Merangsang Elitisme dalam Orde Baru
(Jakarta:CIDESIN
DO,1998), h.240.
Di samping itu, dijelaskan pula bahwa partisipasi politik diartikan sebagai
penentuan sikap dan keter
libatan setiap individu dalam situasi dan kondisi
organisasinya, sehingga pada akhirnya
mendorong individu tersebut untuk berperan
serta dalam pencapaian tujuan organi
sasi serta ambil bagian dalam setiap
pertanggungjawaban bersama.
8
Upaya ini tentunya dilakukan berdasarkan kesadaran
terhadap tanggung jawab dalam kehidupan bers
ama sebagai suatu bangsa dalam suatu
negara. Menurut Huntington, partisipasi poli
tik hanya sebagai kegi
atan warga negara

preman (
private civilization
) yang bertujuan untuk me
mpengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah.
9
Dengan partisipasi politik kita mengacu pada semua
aktivitas yang sah oleh warga negara ya
ng kurang lebih langsung dimaksudkan untuk
mempengaruhi pemilihan pejabat pemerintahan dan/atau tindakan-tindakan yang
mereka ambil. Hal ini seja
lan pula dengan definisi ya
ng diungkapkan oleh RR Maran
yang menyatakan bahwa partisipasi adalah usah
a terorganisir oleh warga Negara untuk
memilih pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya
kebijaksanaan umum.
10
B.
Tujuan Partisipasi Politik
Melalui definisi yang telah dikemukaka
n oleh beberapa para ahli politik
tersebut, dapatlah diketahui ba

hwa pada dasarnya partisip
asi politik bertujuan untuk
mempengaruhi pembentukan kebijakan pub
lik, menentukan dan memilih pemimpin
8
Arifin Rahman,
Sistem Politik Indonesia
(Surabaya:SIC,2002), h.127.
9
Samuel P.Huntington & Joan M Nelson,
Partisipasi Politik di Negara Berkembang
(Jakarta:Rineka Cipta,1990), h.6.
10
Rafael Raga Maran,
PengantarSosiologi Politik
(Jakarta:Rineka Cipta,2001), h.147.